Analisis Stabilitas Metode Forward Time-Centre Space (FTCS) Dan Lax-Wendroff Pada Simulasi Penyelesaian Persamaan Adveksi

(1)

ANALISIS STABILITAS METODE FORWARD TIME-CENTRE SPACE (FTCS) DAN LAX-WENDROFF PADA SIMULASI PENYELESAIAN

PERSAMAAN ADVEKSI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

RATIKA CANDRA 060801040

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS STABILITAS METODE FORWARD TIME-CENTRE SPACE (FTCS) DAN LAX-WENDROFF PADA SIMULASI PENYELESAIAN PERSAMAAN ADVEKSI

Kategori : SKRIPSI

Nama : RATIKA CANDRA

NIM : 060801040

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 05 April 2011

Diketahui/disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua Pembimbing

Dr. Marhaposan Situmorang Prof. Dr. Muhammad Zarlis, MSc NIP: 195510301980031003 NIP: 195707011986011003


(3)

PERNYATAAN

ANALISIS STABILITAS METODE FORWARD TIME-CENTRE SPACE (FTCS) DAN LAX-WENDROFF PADA SIMULASI PENYELESAIAN

PERSAMAAN ADVEKSI SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 05 April 2011

RATIKA CANDRA 060801040


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Stabilitas Metode Forward Time – Centre Space (FTCS) dan Lax-Wendroff pada Penyelesaian Persamaan Adveksi” ini dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan terbaik di muka bumi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku pembimbing yang telah memberikan panduan, bantuan, serta segenap perhatian dan dorongan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika Dr.

Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, M.Si. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, seluruh staff pengajar, dan seluruh staff pegawai pada departemen Fisika FMIPA USU.

Ucapan terimakasih terbesar penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Rasmidawati Nainggolan dan Ayahanda tersayang Syukur atas segala cinta kasih dan do’a yang selalu dihadiahkan kepada penulis tanpa henti, juga tak lupa kepada saudara terbaik penulis Mbak Rima dan Mas Fendi, Tri dan Tiwi yang selalu memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tak lupa pula terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaik penulis Tari, Wulan, Vika, Jane, Linda, Muti, Eva, Lia Agustina, Juriah, Isma, Aulia, Mira, Kak Yossi, Kak Ayu, Kak Irma, Kak Putri, Kak Ita, Kak Nurhayati dan semua rekan-rekan fisika angkatan 2006 khususnya teman-teman seperjuangan di Elektronika dan Instrumentasi, abang-kakak senior dan juga adik-adik junior departemen Fisika. Serta kepada sahabat terbaik di UKMI AL-FALAK FMIPA USU yang telah mengajarkan banyak pengalaman berharga kepada penulis. Terimakasih pula kepada seluruh keluarga SDIT Alif dan TKI Al-Anshar yang telah mengisi hari-hari penulis dengan kegembiraaan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan kita semua.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.


(5)

ABSTRAK

Telah dibuat program untuk simulasi persamaan adveksi dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB R2009b (versi 7.9.0.529). Simulasi dilakukan dengan dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff untuk mengetahui stabilitas metode pada penyelesaian persamaan adveksi yang merupakan persamaan transport polutan pada fluida. Parameter yang terlibat pada simulasi adalah kecepatan aliran (v), panjang daerah tinjauan (L), time step, dan grid. Nilai awal diambil fungsi Gauss dan menggunakan syarat batas periodik. Hasil simulasi berupa plot gelombang amplitudo konsentrasi versus jarak dan waktu. Dari gelombang yang ditampilkan, metode Lax-Wendroff stabil untuk time step maksimum sampai time step yang jauh lebih kecil dari maksimum. Metode FTCS tidak stabil untuk semua time step.


(6)

STABILITY ANALYSIS OF FORWARD TIME-CENTRE SPACE (FTCS) AND LAX-WENDROFF METHOD AT SIMULATION

OF ADVECTION EQUATION SOLVING

ABSTRACT

A program for simulation of advection equation solving by using MATLAB R2009b (version 7.9.0.529) was composed. Simulation be done with FTCS and Lax-Wendroff method for known about stability methods at advection equation solving that it was a fluid pollutant transport equation. Parameters that involve were speed of fluid flow (v), domain size (L), time step and grid point. The initial value was Gaussian function and using periodic boundary condition. The result of simulation was plotted in amplitude wave versus position and time. From the plot, shown that Lax-Wendroff method was stable at maximum time step till small time step. FTCS method was not stable for all time step.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar Gambar ix

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Sistematika Penulisan 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Dasar Persamaan Diferensial 5

2.2 Persamaan Adveksi 7

2.3 Metode Analitik dan Numerik 11

2.4 Metode Beda Hingga 11

2.4.1 Dasar Metode 11

2.4.2 Diskritisasi 15

2.5 Metode FTCS 17

2.6 Metode Lax-Wendroff 18

2.6.1 Skema Lax-Friedrichs 19

2.6.2 Skema Leapfrog 20

2.6.3 Tahapan Skema Lax-Wendroff 21

2.7 Konvergensi, Stabilitas dan Konsistensi Skema Beda Hingga 22

2.7.1 Konvergensi Metode Beda Hingga 23

2.7.2 Stabilitas Metode Beda Hingga 23 2.7.3 Konsistensi Metode Beda Hingga 24

2.8 Syarat Kestabilan von Neumann 25

Bab 3 Analisis Masalah dan Perancangan Program 26

3.1 Analisis Masalah 26

3.1.1 Nilai Awal dan Syarat Batas 27

3.1.2 Prosedur Pemecahan dengan Metode Beda Hingga 28 3.1.2.1 Pemecahan dengan Metode FTCS 28 3.1.2.2 Pemecahan dengan Metode Lax-Wendroff 29

3.2 Perancangan Diagram Alir (Flowchart) 30

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 34 4.1 Distribusi Konsentrasi dan Stabilitas 34


(8)

4.1.2 Stabilitas Metode FTCS 34 4.1.3 Stabilitas Metode Lax-Wendroff 39

Bab V Kesimpulan dan Saran 45

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 46 Daftar Pustaka


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Simulasi konsentrasi minyak saat surut menuju pasang selama 10

14400 detik (dt=500 detik, i = 288, Cawal = 4,2135 mg/L,

kecepatan v = 0,5155 m/detik.

Gambar 2.2 Simulasi konsentrasi minyak saat pasang menuju surut selama 10 14400 detik (dt=500 detik, i = 288, Cawal = 6,5239 mg/L,

kecepatan v = 0,4430 m/detik.

Gambar 2.3 Skema maju ruang dengan h=xi+1 – xi dan Δt = tn+1 – tn 13 Gambar 2.4 Kisi beda hingga skema mundur 14 Gambar 2.5 Kisi beda hingga skema tengah-ruang 14 Gambar 2.6 Diskritisasi aliran sungai 16 Gambar 2.7 Kisi beda hingga ruang (x) dan waktu (t) 16

Gambar 2.8 Skema FTCS 17

Gambar 2.9 Skema Lax-Friedrichs 20

Gambar 2.10 Skema Leaprog (loncat katak) 20

Gambar 2.11 Skema Lax-Wendroff 21

Gambar 2.12 Hubungan Konseptual antara konvergensi, stabilitas, 22 dan konsistensi

Gambar 3.1 Grid daerah tinjauan 27

Gambar 3.2a Diagram alir penentuan nilai awal dan syarat batas 30 Gambar 3.2b Diagram alir distribusi konsentrasi 31 Gambar 4.1 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 34

pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 2D dengan metode FTCS

Gambar 4.2 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 34 pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 3D

dengan metode FTCS

Gambar 4.3 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 35 pencemar titik coba 50 dan time step 0.002 dalam 2D

dengan metode FTCS

Gambar 4.4 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 36 pencemar titik coba 50 dan time step 0.002 dalam 3D

dengan metode FTCS

Gambar 4.5 Pergerakan gelombang adveksi dengan metode FTCS 39 Gambar 4.6 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 40

pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 2D dengan metode Lax-Wendroff

Gambar 4.7 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 41 pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 3D


(10)

dengan metode Lax-Wendroff

Gambar 4.8 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 42 pencemar titik coba 50 dan time step 0.005 dalam 2D

dengan metode Lax-Wendroff

Gambar 4.9 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi 42 pencemar titik coba 50 dan time step 0.005 dalam 2D

dengan metode Lax-Wendroff

Gambar 4.10 Pergerakan gelombang persamaan adveksi dengan 43 metode Lax-Wendroff


(11)

ABSTRAK

Telah dibuat program untuk simulasi persamaan adveksi dengan menggunakan perangkat lunak MATLAB R2009b (versi 7.9.0.529). Simulasi dilakukan dengan dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff untuk mengetahui stabilitas metode pada penyelesaian persamaan adveksi yang merupakan persamaan transport polutan pada fluida. Parameter yang terlibat pada simulasi adalah kecepatan aliran (v), panjang daerah tinjauan (L), time step, dan grid. Nilai awal diambil fungsi Gauss dan menggunakan syarat batas periodik. Hasil simulasi berupa plot gelombang amplitudo konsentrasi versus jarak dan waktu. Dari gelombang yang ditampilkan, metode Lax-Wendroff stabil untuk time step maksimum sampai time step yang jauh lebih kecil dari maksimum. Metode FTCS tidak stabil untuk semua time step.


(12)

STABILITY ANALYSIS OF FORWARD TIME-CENTRE SPACE (FTCS) AND LAX-WENDROFF METHOD AT SIMULATION

OF ADVECTION EQUATION SOLVING

ABSTRACT

A program for simulation of advection equation solving by using MATLAB R2009b (version 7.9.0.529) was composed. Simulation be done with FTCS and Lax-Wendroff method for known about stability methods at advection equation solving that it was a fluid pollutant transport equation. Parameters that involve were speed of fluid flow (v), domain size (L), time step and grid point. The initial value was Gaussian function and using periodic boundary condition. The result of simulation was plotted in amplitude wave versus position and time. From the plot, shown that Lax-Wendroff method was stable at maximum time step till small time step. FTCS method was not stable for all time step.


(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Aliran fluida adalah suatu proses yang banyak ditemui pada bidang teknik, lingkungan, dan kehidupan manusia. Proses ini memainkan peranan penting dalam kehidupan, misalnya analisis pencemaran pada sungai oleh polutan. Untuk itu dibutuhkan pengetahuan tentang aliran fluida secara kualitatif dan kuantitatif.

Persamaan adveksi merupakan salah satu persamaan gelombang yang menggambarkan mekanisme transportasi suatu substansi yang mengalir dalam fluida dengan arah tertentu (aliran fluida). Persamaan ini disebut juga persamaan gelombang linear orde satu dan termasuk dalam persamaan diferensial parsial hiperbolik. Dalam meteorologi dan oseanografi fisik, adveksi mengacu pada gerak substansi atmosfer atau laut, seperti panas, kelembaban, dan salinitas (kadar garam).

Penyelesaian analitis model matematika yang rumit sering tidak mampu memberikan informasi yang akurat, termasuk dalam penyelesaian persamaan adveksi. Maka, dalam menganalisis proses adveksi sering dilakukan eksperimen untuk mendapatkan informasi yang lebih dapat diandalkan. Namun, dengan berkembangnya kemajuan komputer dan kemampuan komputasi yang jauh lebih baik, maka informasi tentang persamaan adveksi ini dapat diamati dan dianalisis secara langsung melalui simulasi.

Metode FTCS (Forward Time Centered Space) yang merupakan metode numerik untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial hiperbolik berdasarkan beda hingga (finite difference) sebenarnya mampu menyelesaikan persamaan adveksi ini. Tetapi,


(14)

kestabilan proses terbatas pada time step yang sangat kecil, sehingga diperlukan metode lain yang mampu memberikan penyelesaian yang lebih baik. Untuk itu dipergunakan juga metode Lax-Wendroff untuk menganalisis persamaan adveksi sampai time step maksimumnya. Kedua metode ini didasarkan pada ekspansi deret Taylor. Adapun bahasa pemrograman yang dipergunakan adalah MATLAB R2009b (versi 7.9.0.529) yang merupakan bahasa pemrograman teknik berkualitas tinggi.

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menggunakan metode FTCS dan metode Lax-Wendroff untuk menyelesaikan persamaan adveksi.

2. Membuat program bantu untuk mensimulasikan solusi persamaan adveksi dengan menggunakan perangkat lunak bahasa pemrograman MATLAB R2009b (versi 7.9.0.529).

3. Membandingkan kestabilan metode FTCS dan metode Lax-Wendroff dalam penyelesaian persamaan adveksi berdasarkan hasil simulasi dan syarat kestabilan von Neumann.

1.3Batasan Masalah

Penelitian dengan simulasi dinamika molekul pada penelitian ini dibatasi pada: 1. Syarat batas dan nilai awal dari persamaan adveksi, yaitu:

a) Syarat batas pada waktu t > 0 dan dan

b)Nilai awal : dan adalah fungsi Gauss termodulasi cosinus, u(x,t=0) = cos [ k(x - xo) ] exp [ -(x – xo)2/2 2]


(15)

2. Karakteristik persamaan adveksi yang akan dianalisis yaitu distribusi konsentrasi dengan memvariasikan time step dan grid.

3. Simulasi penyelesaian persamaan adveksi dilakukan dengan menggunakan program MATLAB R2009b (versi 7.9.0.259).

1.4 Sistematika Pembahasan

Laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab yaitu sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini menjelaskan landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu persamaan diferensial parsial hiperbolik, persamaan adveksi, implementasi metode beda hingga -khususnya metode FTCS dan Lax-Wendroff dalam dalam penyelesaian persamaan diferensial hiperbolik, serta stabilitas von Neumann digunakan untuk mengolah informasi yang diimplementasikan dalam simulasi. Bab III Perancangan Simulasi Penyelesaian Persamaan Adveksi

Bab ini membahas tentang implementasi fisis yang telah diperoleh ke dalam perangkat lunak. Perancangan perangkat lunak ini menggunakan bahasa pemrograman MATLAB R2009b.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini memberikan hasil uji coba simulasi penyelesaian persamaan adveksi yang telah dilakukan pada bab III untuk melihat kesesuaian spesifikasi metode yang digunakan sehingga dapat dianalisa hasil yang telah diperoleh. Serta analisis kestabilan metode yang digunakan.


(16)

Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil perancangan program yang telah dilakukan dan juga memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Persamaan Diferensial Parsial

Suatu persamaan yang meliputi turunan fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas disebut persamaan diferensial. Jika turunan fungsi itu hanya tergantung pada satu variable bebas maka disebut persamaan diferensial biasa (PDB) dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut persamaan diferensial parsial (PDP). Pada PDP, variabel bebas dapat berupa waktu dan satu atau lebih koordinat ruang. Bentuk umum persamaan diferensial adalah:

F (x,y, (2.1)

Orde dari persamaan diferensial adalah orde tertinggi dari turunan dalam persamaan. Persamaan diferensial parsial menempati bagian utama fisika komputasi karena berbagai gejala penting dalam fisika dapat dinyatakan dalam bentuk PDP. Bentuk umum persamaan diferensial parsial yang sering ditemukan dalam problema fisika adalah PDP orde dua, yaitu:

(2.2)

di mana a11, a12, a22 : koefisien u : variabel tak bebas

x, y : variabel bebas berupa koordinat ruang dalam sistem koordinat Cartesian


(18)

Berdasarkan nilai koefisien-koefisiennya, bentuk umum ini dapat dibedakan atas beberapa bentuk khusus, yang kemudian dikenal sebagai bentuk PDP parabolik, hiperbolik, dan eliptik. Persamaan-persamaan ini banyak ditemui pada persamaan transport polutan. Pembagian persamaan diferensial menjadi tiga jenis di atas harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Jika maka persamaan disebut PDP eliptik. Contohnya adalah persamaan Laplace:

(2.3)

Dengan V menyatakan potensial pada lokasi x dan waktu t.

2. Jika, , maka disebut PDP parabolik. Contohnya adalah persamaan difusi panas:

(2.4)

Dengan D menyatakan koefisien difusi dan Q menyatakan suhu pada lokasi x dan waktu t.

3. Jika, maka persamaan disebut PDP hiperbolik. Contohnya adalah persamaan gelombang:

(2.5)


(19)

2.2 Persamaan Adveksi

PDP hiperbolik dapat diformulasikan ke dalam hukum konservasi yang menyatakan bahwa kuantitas “u” dialirkan dalam ruang dan waktu, dan kemudian “dikekalkan” secara lokal. Hukum kontinuitas mengantarkan pada persamaan yang disebut persamaan konservatif (kekekalan) yang dinyatakan dengan:

(2.6)

dengan u(x,t) merupakan kerapatan besaran atau konsentrasi, F adalah rapat fluks, dan x adalah vector dari koordinat ruang. Dalam kebanyakan problema fisika, rapat fluks F sering tidak bergantung secara eksplisit terhadap x dan y, tetapi bergantung secara implisit melalui kerapatan u(x,t), misalnya F = F (u(x,t)).

Bentuk awal dari persamaan di atas adalah:

(2.7)

Dengan S(U) adalah istilah umum untuk sumber yang mengindikasikan asal dan tujuan dari vektor U. Jika dimisalkan S(U) = 0, maka persamaan menjadi homogen. Sifat umum dari persamaan homogen adalah vektor U(x,t) yang diberikan pada titik x dan waktu t dapat menetukan laju aliran, atau fluks, dari setiap variabel pada keadaan (x,t).

Hukum kekekalan yang diberikan persamaan (2.6) dapat pula dituliskan menjadi:

(2.8)

Dimana A(U) ≡ dan merupakan Jacobian dari F(U).

Persamaan (2.8) identik dengan persamaan gelombang linear orde satu:


(20)

Persamaan tersebut merupakan persamaan diferensial parsial linear orde satu-dimensi satu dalam koordinat Cartesian. Persamaan ini juga biasa disebut dengan persamaan adveksi yang umumnya diterapkan pada permasalahan transport polutan menggambarkan gradient konsentrasi. Persamaan adveksi menggambarkan mekanisme transportasi suatu substansi yang mengalir bersama fluida dalam arah tertentu dengan v menyatakan laju aliran fluida dan u adalah konsentrasi substansi yang dibawa bersama aliran fluida. Adveksi murni dipahami sebagai gerakan horizontal substansi tersebut tanpa terjadi proses pencampuran dan hanya dipengaruhi oleh kecepatan aliran sehingga bentuk gelombangnya diharapkan sama sepanjang daerah aliran. Secara matematis, gerakan fluida dinyatakan dalam medan vektor dan material yang diangkut merupakan besaran skalar.

Berikut ini adalah contoh penerapan persamaan adveksi pada analisis pencemaran minyak di sungai Donan, Kabupaten Dati II Cilacap, Jawa Tengah yang dibuat oleh R. Soedradjat dari Laboratorium Ekologi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

Sungai Donan memiliki ciri yang khas yaitu merupakan lingkungan estuari dengan kadar salinitas antara 26,8 – 32,1 ‰, lebih banyak dipengaruhi oleh pasang surut daripada angin. Asumsi yang digunakan untuk membangun model transport yang disimulasi adalah sebagai berikut:

1. Termasuk perairan dangkal, panjang sungai yang ditinjau 6500 m, kedalaman konstan 9,23 m , lebar sungai konstan (150 m),dan debit sungai konstan pada 613,287 m3/detik.

2. Termasuk estuari yang pergerakannya dipengaruhi oleh pasang surut tanpa gesekan.

3. Variasi komponen aliran utamanya adalah komponen horizontal yang digerakkan oleh mekanisme adveksi sehingga suku persamaan transport yang ditinjau hanya suku adveksi.


(21)

5. Tekanan yang bekerja pada potongan melintang sungai adalah tekanan hidrostatis, artinya komponen gerak arah vertical tidak mempengaruhi distribusi tekanan. 6. Konsentrasi awal yang digunakan untuk simulasi adalah konsentrasi campuran. Untuk memperoleh penyelesaian numerik persamaan transport ditentukan syarat batas dan nilai awal, yaitu:

1. Syarat batas terbuka diberikan pada sisi hilir dan hulu sungai yaitu kecuali pada titik sumber, konsentrasi untuk minyak 4,2135 mg/L saat pasang dan 6,2539 mg/L saat surut. Konsentrasi fenol saat pasang 0,2258 mg/L dan 0,2710 mg/L saat surut.

2. Syarat batas tertutup diberikan yang menyatakan bahwa konsentrasi pencemar pada sel reflektif sama dengan konsentrasi pencemar di sebelah dalamnya.

3. Syarat awal diberikan dengan asumsi konsentrasi pencemar telah tersebar merata sedangkan konsentrasi pada semua grid selain grid sumber adalah nol (Soedradjat, 2003).

Simulasi dilakukan dalam waktu 24 jam (82400 detik), langkah waktu 50 detik dan daerah model sepanjang 6500 dibagi ke dalam 13 grid. Debit sungai konstan sebesar 613,287 m3/detik, kecepatan aliran rerata saat surut menuju pasang 0,4430 m/detik dan ssat pasang menuju surut sebesar 0,5155 m/detik. Hasil simulasi sungai Donan saat surut menuju pasang adalah sebagai berikut:


(22)

Gambar 2.1 Simulasi konsentrasi minyak saat surut menuju pasang selama 14400 detik (dt=500 detik, i = 288, Cawal = 4,2135 mg/L, kecepatan v = 0,5155 m/detik.

Hasil simulasi sungai Donan saat pasang menuju surut,

Gambar 2.2 Simulasi konsentrasi minyak saat pasang menuju surut selama 14400 detik (dt=500 detik, i = 288, Cawal = 6,5239 mg/L, kecepatan v = 0,4430 m/detik.


(23)

Penyelesian analitis model matematika adalah penyelesian yang didapat dari manipulasi aljabar terhadap persamaan dasar sehingga didapat suatu penyelesaian yang berlaku untuk setiap titik dalam domain yang menjadi perhatian.

Namun, tidak semua masalah fisis dalam model matematis dapat diselesaikan secara analistis. Untuk menyelesaikan permasalahan ini biasanya digunakan penyelesaian numeris, di mana persamaan dasar diubah menjadi persamaan yang hanya berlaku pada titik-titik tertentu di dalam domain penyelesaian. Pengubahan persamaan tersebut dapat menggunakan metode elemen hingga ataupun metode beda hingga. Untuk permasalahan satu dimensi, metode yang umum digunakan adalah metode beda hingga karena mudah digunakan dan lebih dahulu dikenal sehingga sifat-sifatnya sudah difahami (Luknanto, 2003).

2.4 Metode Beda Hingga

2.4.1 Dasar Metode

Metode beda hingga adalah metode numerik yang umum digunakan untuk menyelesaikan persoalan teknis dan problem matematis dari suatu gejala fisis. Secara umum metode beda hingga adalah metode yang mudah digunakan dalam penyelesaian problem fisis yang mempunyai bentuk geometri yang teratur, seperti interval dalam 1D (satu dimensi), domain kotak dalam dua dimensi, dan kubik dalam ruang tiga dimensi ( Li, 2010).

Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah dalam analisis numerik, khususnya pada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Prinsipnya adalah mengganti turunan yang ada pada persamaan diferensial dengan diskritisasi beda hingga berdasarkan deret Taylor. Secara fisis, deret Taylor dapat diartikan sebagai besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu (ruang dan waktu tinjauan) dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang mempunyai perbedaan yang kecil dengan ruang dan waktu tinjauan (Anderson, 1984). Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai:


(24)

……..

(2.10)

Dengan h adalah Δx , subskrip i merupakan titik grid, superskrip n menunjukkan time step dan adalah reminder atau biasa disebut truncation error yang merupakan suku selanjutnya dari deret tersebut yang dapat dinyatakan sebagai berikut,

, dimana xo< < xo + Δx (2.11)

Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam grid atau kotak-kotak hitungan kecil yang secara keseluruhan masih memiliki sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi menjadi bagian-bagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas.

Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu sistem atau solusi variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk menentukan keadaan sistem pada waktu beriukutnya. Berbeda dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi sistem harus dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan yang akan datang.

Berdasarkan ekspansi Taylor di atas (persamaan 2.10), terdapat tiga skema beda hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP, yaitu skema maju, skema mundur, dan skema tengah.

1. Skema maju


(25)

Pada skema maju, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan titik hitung i+1 yang berada di depannya.

Gambar 2.3 Skema maju ruang dengan h=xi+1 – xi dan Δt = tn+1 – tn.

Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema maju biasa ditulis sebagai berikut,

Skema maju-ruang:

atau

(2.13)

Skema maju-waktu:

atau

(2.14)

2. Skema mundur

(2.15) Pada skema mundur, informasi pada titik hitung i dihubungkan dengan titik hitung (i-1) yang berada di belakangnya.


(26)

Gambar 2.4 Kisi beda hingga skema mundur

Dengan menggunakan kisi beda hingga, maka skema mundur biasa ditulis sebagai berikut,

Skema mundur-ruang:

atau

(2.16)

Skema mundur-waktu:

atau

(2.17)

3. Skema tengah

Gambar 2.5 Kisi beda hingga skema tengah-ruang


(27)

Beda hingga terhadap ruang derivasi kedua:

(2.19)

Untuk tn ,

(2.20)

Dan untuk tn+1,

(2.21)

Sedangkan untuk beda hingga skema tengah terhadap waktu

,

(2.22a)

,

(2.22b)

(2.22c)

2.4.2 Diskritisasi

Benda atau struktur yang akan dianalsis dibagi atau dipotong menjadi bagian-bagian kecil (disebut grid). Inilah yang dinamakan sebagai diskritisasi. Banyaknya grid yang dibentuk bergantung pada bentuk benda yang akan dianalisis. Berikut ini contoh diskritisasi aliran sungai.


(28)

Gambar 2.6. Diskritisasi aliran sungai.

Gambar 2.7 Kisi beda hingga ruang (x) dan waktu (t).

Meskipun suatu benda dapat didiskritisasi ke dalam sistem, komponen atau grid yang lebih kecil, namun harus disadari bahwa sistem yang asli merupakan suatu keseluruhan. Daerah kompleks yang mendefinisikan kontinuitas didiskritisasi/dibagi menjadi sejumlah sub daerah/potongan-potongan geometrik sederhana yang tidak saling tumpang tindih. Terkait dengan persamaan dasar, diskritisasi variabel dilakukan dengan mengganti fungsi u(x,t) dengan nilai diskrit yang akan mendekati nilai u pada titik yang ditentukan, .


(29)

2.5 Metode FTCS

Dalam analisis numerik, metode FTCS (Forward Time-Centered Space) adalah metode beda hingga yang umum digunakan pada pemecahan numerik persamaan panas dan persamaan differensial parsial yang sejenis. Metode ini menggunakan beda hingga maju dalam waktu dan beda hingga sentral dalam ruang.

………(2.23)

………(2.24) Persamaan 2.24 dikurangkan dengan persamaan 2.23 dan hasilnya dibagi dengan 2h menghasilkan persamaan 2.25

(2.25)

n n+1

i i+1

i-1

Gambar 2.8 Skema FTCS

Persamaan (2.25) dapat digunakan untuk membedahinggakan persamaan differensial melalui skema FTCS yang ditunjukkan pada gambar 2.8. dimana pendekatan orde pertama digunakan untuk turunan waktu dan persamaan orde duanya digunakan untuk turunan ruang. Dengan menggunakan notasi beda hingga yang telah dijelaskan pada subbab 2.3.1 maka metode FTCS ini dapat diekspresikan melalui persamaan 2.26.


(30)

(2.26)

Atau,

(2.27)

dengan

Dan untuk sistem dengan persamaan linear hiperbolik

(2.28)

2.6 Metode Lax-Wendroff

Lax-Wendroff diambil dari nama Peter Lax dan Burton Wendroff. Metode ini juga merupakan metode numerik untuk penyelesaian persamaan diferensial parsial hiperbolik berdasarkan beda hingga dengan akurasi orde dua bergantung ruang dan waktu. Berbeda dengan metode FTCS, metode ini memiliki dua langkah penyelesaian. Pada langkah pertama, nilai f(x,t) dihitung pada setengah time step tn+½ dan setengah grid poin, xi+½.(Rezzolla, 2010).

Yang mendasari metode ini adalah mengekspansikan u(x,t) ke dalam deret Taylor untuk x tetap dan t berada pada orde dua menggunakan PDP untuk menggantikan turunan waktu dengan turunan ruang, dan menggunakan beda tengah untuk mengaproksimasikan turunan ruang pada orde dua. Persamaan beda hingga kemudian menghasilkan akurasi orde dua.

Skema Lax-Wendroff merupakan kombinasi dari skema Lax-Friederichs dan Leapfrog (loncat katak).


(31)

Ide dasar skema Lax-Friederichs sangat sederhana dan didasarkan pada menggantikan pada persamaan 2.27 dengan , sehingga penyelesaian persamaan adveksi menjadi,

(2.29)

Untuk sistem persamaan hiperbolik linear:

(2.30)

Walaupun tidak nyata, skema Lax-Friedrichs memperkenalkan disipasi numerik. Agar lebih jelas, maka persamaan ini dapat ditulis kembali ke dalam bentuk persamaan adveksi awal.

(2.31)

Persamaan 2.29 merupakan bentuk eksak representasi beda hingga dari persamaan:

(2.32)

Dimana suku difusi ~ terdapat pada sisi kanan. Untuk membuktikannya, diperoleh dengan menjumlahkan kedua deret Taylor pada persamaan (2.23) dan (2.24), di sekitar xi untuk mengeliminasi turunan orde pertama dan didapatkan persamaan (2.33) berikut:


(32)

Gambar 2.9 Skema Lax-Friedrichs

2.6.2 Skema Leapfrog

Skema FTCS dan Lax-Friedrichs adalah skema level satu dengan pendekatan orde-satu untuk waktu dan orde-dua untuk ruang. Pada keadaan ini, vΔt harus diambil lebih kecil daripada Δx (untuk mencapai akurasi yang diinginkan).

Gambar 2.10 Skema Leaprog (loncat katak)

Akurasi orde-dua dapat diperoleh dengan memasukkan

(2.34)

ke dalam skema FTCS, untuk mendapatkan skema Leapfrog

(2.35) Faktor 2 pada h dihapuskan, ekuivalen faktor 2 pada Δt.


(33)

2.6.3 Tahapan Skema Lax-Wendroff

Secara partikuler, tahap pemecahan skema Lax-Wendroff adalah sebagai berikut: 1. Skema Lax-Friedrichs sebagai setengah tahap

(2.36a)

(2.36b)

Δt/2h diperoleh dengan mengambil time step Δt/2. 2. Evaluasi fluks dari nilai .

3. Setengah tahap Leapfrog.

(2.37)


(34)

Nilai setengah tahap dapat dihitung lebih spesifik sebagai berikut:

(2.38)

Sehingga, solusi pada level waktu baru akan menjadi

= (2.39)

Persamaan ini diperoleh dengan mensubstitusi persamaan 2.37 ke dalam persamaan 2.38.

2.7 Konvergensi, Stabilitas dan Konsistensi Skema Beda Hingga

Kesuksesan solusi numerik diukur berdasar kriteria konvergensi, konsistensi serta stabilitas. Konvergensi berhubungan dengan besarnya penyimpangan solusi pendekatan oleh metode numerik terhadap solusi eksak atau solusi analitik (closed form).

Gambar 2.12 Hubungan Konseptual antara konvergensi, stabilitas, dan konsistensi. 2.7.1 Konvergensi Metode Beda Hingga


(35)

, (2.40) dengan adalah operator diferensial orde-dua quasi-linear. Operator diskritisasi menjadi,

(2.41) untuk mempersingkat, error dapat dituliskan menjadi

(2.42) dengan C adalah koefisien kontan.

Representasi beda hingga dikatakan konsisten jika

(2.43)

u(x,t) melambangkan solusi eksak PDP dan melambangkan solusi eksak dari persamaan beda hingga yang mengaproksimasikan PDP dengan truncation error

Persamaan beda hingga dikatakan konvergen jika truncation error menuju 0 dengan pangkat p untuk dan pangkat q untuk .

(2.44)

2.7.2 Stabilitas Metode Beda Hingga

Kriteria konvergen dipahami sebagai kriteria dimana solusi metode beda hingga (tanpa hadirnya round off error) merupakan solusi pendekatan PDP, jika h → 0 dan ∆t → 0. Ada dua kriteria lain yang diasosiasikan dengan kriteria konvergen, yaitu: stabilitas dan konsistensi. Kriteria stabilitas merupakan kondisi perlu dan cukup agar diperoleh solusi konvergen, sedang kriteria konsistensi merupakan kondisi ideal dimana solusi metode beda hingga sesuai dengan solusi PDP yang diharapkan.

Terminologi stabilitas menunjukkan karakteristik persamaan diferensial tertentu jika ∆t → 0 serta berhubungan dengan amplifikasi solusi selama proses komputasi. Jika


(36)

amplifikasi solusi semakin besar, maka proses komputasi akan divergen dan tidak memperoleh hasil (tidak konvergen). Bisa jadi solusi divergen ini dipengaruhi oleh amplifikasi yang terlalu besar selama komputasi. Di lain pihak, amplifikasi yang besar belum tentu tidak menghasilkan solusi konvergen. Amplifikasi yang sangat besar menunjukkan bahwa stabilitas komputasi sangat rendah.

2.7.3 Konsistensi Metode Beda Hingga

Terminologi konsistensi menunjukkan, bahwa solusi dengan metode beda hingga merupakan pendekatan solusi PDP analitik seperti diharapkan, bukan solusi persamaan yang lain. Jika h → 0 dan ∆t → 0, maka solusi dengan metode beda hingga sama dengan solusi analitik PDP. Pada umumnya solusi dengan metode beda hingga akan sesuai dengan solusi PDP, sehingga kriteria konsistensi dengan sendirinya terpenuhi (taken for granted).

2.8 Syarat Kestabilan von Neumann

Dalam analisis numerik, analisis stabilitas von Neumann atau juga dikenal dengan analisis stabilitas Fourier adalah sebuah prosedur yang digunakan untuk memeriksa kestabilan skema beda hingga yang diaplikasikan pada persamaan diferensial parsial linear. Stabilitas numerik sangat erat kaitannya dengan error numerik. Sebuah skema beda hingga dikatakan stabil jika error yang terjadi pada satu perhitungan time step tidak menyebabkan peningkatan error pada komputasi selanjutnya. Sebaliknya, jika error tumbuh bergantung waktu maka solusi menyimpang dan tidak stabil.

Stabilitas skema numerik dapat diselidiki dengan syarat kestabilan von Neumann. Syarat kestabilan von Neuman hanya berlaku untuk PDP linear, PDP harus memiliki koefisien konstan dengan syarat batas periodik dan hanya memiliki dua variabel tak bebas.


(37)

(2.43)

di mana adalah faktor penguatan gelombang, j merupakan vektor, k adalah angka gelombang, subskrip i menunjukkan posisi dan n menunjukkan waktu. Syarat perlu dan cukup kestabilan von Neumann adalah modulus dari faktor amplifikasi harus kurang dari atau sama dengan 1 atau


(38)

BAB 3

ANALISIS MASALAH DAN PERANCANGAN PROGRAM

3.1 Analisis Masalah

Persamaan diferensial yang akan dipecahkan adalah persamaan adveksi satu dimensi-orde satu, yaitu:

(3.1)

Persamaan ini menggambarkan evolusi medan skalar u (x,t) yang dibawa sepanjang aliran fluida dengan kecepatan v.

Persamaan adveksi merupakan persamaan yang terkait masalah nilai awal dan syarat batas. Jika nilai awal yang diambil adalah fungsi Gauss termodulasi cosinus maka solusi analitisnya masih merupakan fungsi Gauss termodulasi cosinus, hanya puncak gelombangnya saja yang bergeser. Oleh karena itu, persamaan adveksi biasa diselesaikan dengan menggunakan persamaan numeris di mana persamaan dasar diubah menjadi persamaan yang hanya belaku pada titik-titik tertentu dalam domain penyelesaian. Karena persamaan yang diselesaikan merupakan persamaan satu dimensi, maka metode numeris yang digunakan adalah metode beda hingga. Skema beda hingga yang dipilih adalah skema FTCS dan skema Lax-Wendroff. Diskritisasi daerah tinjauan dilakukan dengan membuat jaring grid homogen sebagai representasi daerah kontiniu.

Solusi numeris merupakan solusi pendekatan sehingga selalu terkait dengan kesalahan (error). Untuk memperoleh akurasi solusi yang diperoleh, diperlukan diskritisasi yang tepat sehingga didapatkan skema yang stabil yaitu skema yang memiliki error yang kecil.


(39)

3.1.1 Nilai Awal dan Syarat Batas

Solusi analitik dari persamaan di atas adalah

(3.2)

Dengan x > 0 dan f adalah fungsi tertentu yang ditentukan dari nilai awal,

(3.3)

Apabila nilai awal adalah fungsi Gauss termodulasi cosinus, maka

(3.4)

dengan: xo : lokasi puncak gelombang : lebar sinyal

k : tetapan gelombang Solusi analitisnya adalah

(3.5) Atau

(3.6)

Syarat batas yang digunakan adalah syarat batas periodik, yaitu

dan (3.7)

Untuk mendekati solusi persamaan adveksi dengan nilai awal dan syarat batasnya, dibuat jaringan grid sebanyak N dan panjang daerah tinjauan L.


(40)

Gambar 3.1 Grid daerah tinjauan

3.1.2 Prosedur Pemecahan dengan Metode Beda Hingga

Pemecahan masalah PDP dengan metode beda hingga untuk solusi numerik menyangkut tahapan berikut:

1. Diskritisasi domain persamaan dasar untuk memperoleh solusi pendekatan. 2. Substitusi skema beda hingga ke dalam turunan PDP.

3. Pemecahan sistem persamaan aljabar. 4. Penerapan ke dalam program komputer. 5. Analisis stabilitas.

3.1.2.1 Pemecahan dengan Metode FTCS

Diskritisasi beda hingga untuk persamaan bergantung waktu dibuat dengan skema maju-waktu:


(41)

(3.8)

Untuk persamaan bergantung ruang, diskritisasi beda hingga dibuat menggunakan skema tengah-ruang:

(3.9)

Kemudian persamaan (3.6) dan (3.7) disubstitusi ke dalam persamaan adveksi menjadi:

= 0 (3.10)

= 0

(3.11)

Dengan demikian, maka iterasi FTCS adalah:

(3.12)

Iterasi inilah yang akan dimasukkan ke dalam program computer, dimana adalah langkah waktu (time-step).

3.1.2.2 Pemecahan dengan Metode Lax-Wendroff

Berdasarkan setengah langkah skema Lax-Friederichs diperoleh persamaan (3.13)

……...(3.13)

Sedangkan setengah langkah skema Leapfrog adalah seperti berikut,


(42)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.13) dan (3.14), maka diperoleh persamaan berikut,

…………(3.15) Persamaan (3.15) dapat juga dituliskan menjadi:

(3.16)

3.2 Perancangan Diagram Alir (Flowchart)

Proses perancangan program bantu dalam laporan tugas akhir ini dirancang melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Perancangan diagram alir dan algoritma penyelesaian persamaan adveksi dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff.

2. Pembuatan program lengkap berdasarkan rancangan diagram alir dan algoritma dengan menggunakan program MATLAB.

Dalam merancang suatu program yang terstruktur dan terkendali dengan baik, terlebih dahulu perlu dilakukan perancangan diagram alir (flowchart) serta algoritma program sehingga dapat memperjelas langkah-langkah dalam membuat program secara utuh. Rancangan diagram alir program bantu dapat dilihat sebagai berikut:


(43)

(44)

(45)

Adapun algoritma program bantu yang digunakan dalam penyelesaian persamaan adveksi dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff adalah sebagai berikut:

INPUT

a. Grid = Jumlah grid

b. = Langkah waktu (time step) c. nstep = Jumlah langkah

PROSES

a. Menentukan panjang satu grid.

b. Menentukan koefisien yang digunakan untuk metode FTCS dan Lax-Wendroff. c. Menentukan nilai awal fungsi Gauss termodulasi kosinus dan syarat batas

periodik.

d. Meng-inisialisasi komponen grafik dengan memberikan iplot = 1, iterasi uplot sampai 1, dan tplot = 0.

e. Menyelesaikan persamaan adveksi dengan FTCS atau Lax-Wendroff yang telah didefinisikan.

OUTPUT

a. Hasil ditampilkan dengan menekan tombol F5. b. Menampilkan “MENU“ untuk memilih metode. c. Mem-plot amplitudo vs jarak.


(46)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Konsentrasi dan Stabilitas

Hasil dari penelitian ini berupa grafik distribusi konsentrasi dari persamaan adveksi dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff dalam beberapa time step. Selain itu, juga dibuat program yang menunjukkan pergerakan gelombang.

Karena proses adveksi murni, maka distribusi polutan hanya bergerak oleh pengaruh kecepatan aliran sebesar v, sehingga bentuk gelombang distribusi konsentrasinya harus tetap sepanjang daerah tinjauan. Dengan kata lain, gelombang awal harus sama dengan gelombang akhir sepanjang daerah tinjauan. Keadaan inilah yang dikatakan stabil dan diperoleh jika syarat kestabilan von Neumann yaitu terpenuhi.

Simulasi dilakukan pada kecepatan v = 1, panjang daerah tinjauan L = 1, dan nilai awal adalah fungsi Gaussian dengan lebar pulsa = 0.1. Gelombang yang dihasilkan tergantung pada time step dan grid yang diberikan. Hasil eksekusi program berupa gelombang distribusi konsentrasi yang ditampilkan dalam 2 dimensi (plot amplitudo vs jarak) dan 3 dimensi ( plot amplitudo vs jarak dan waktu).

4.1.1 Stabilitas Metode FTCS pada Persamaan Adveksi

Berikut ini grafik distribusi konsentrasi yang dihasilkan dengan metode FTCS pada time step maksimum. Time step maksimum diperoleh dari:

(4.1)

Untuk memperoleh akurasi, grid ditetapkan sebanyak 50 sel sehingga time step maksimum diperoleh 0.02 dengan siklus gelombang sebanyak 500 dari nStep = L/v. .


(47)

Maka hasil eksekusi program adalah sebagai berikut:

Keluarannya adalah:

Gambar 4.1 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 2D metode FTCS.

jumlah titik coba: 50

waktu untuk gelombang bergerak satu sel adalah 0.02 masukkan time step: 0.02

siklus gelombang dalam 50 step masukkan jumlah langkah: 50


(48)

Gambar 4.2 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 3D metode FTCS.

Berdasarkan gambar di atas (gambar 4.1 dan gambar 4.2) dapat dilihat distribusi konsentrasi awal dan akhir pada dearah tinjauan (untuk kasus sungai, pada hulu dan hilir). Pada gambar 4.1, terlihat bahwa komputasi tidak dapat mempertahankan bentuk gelombang awal (datar), sedangkan gelombang akhir yang ditampilkan mengalami osilasi yang sangat tinggi. Amplitudo gelombang mencapai orde 105. Pada gambar 4.2 juga terlihat bahwa FTCS gagal karena tidak mampu mengatur bentuk gelombang. Hal ini menunjukkan ketidakstabilan numerik. Tetapi, hal ini dapat diatasi jika nilai time step yang diberikan jauh lebih kecil dari maksimum, misalnya 0.002 dengan grid tetap 50 dan hasil eksekusinya adalah sebagai berikut:

jumlah titik coba: 50

waktu untuk gelombang bergerak satu sel adalah 0.02 masukkan time step: 0.002

siklus gelombang dalam 500 step masukkan jumlah langkah: 500


(49)

Gambar 4.3 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar dengan titik coba 50 dan time step 0.002 dalam 2D dengan metode FTCS.

Gambar 4.4 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.002 dalam 3D dengan metode FTCS.


(50)

Gambar di atas (gambar 4.3 dan 4.4) merupakan hasil eksekusi program dengan metode FTCS dengan time step 0.002. Gambar-gambar tersebut menampilkan bentuk gelombang akhir yang mengalami peningkatan osilasi jika dibandingkan dengan gelombang awalnya tetapi masih dapat diterima walaupun belum mencapai stabil. .

Terbukti bahwa metode FTCS yang diterapkan pada persamaan adveksi pada dasarnya tidak stabil, kecuali digunakan time-step yang sangat kecil ( << h/ ). Untuk menganalisis stabilitas pada persamaan iterasi dari metode numerik dapat digunakan persamaan (2.43) yang dapat dituliskan kembali pada persamaan 4.2 sebagai berikut:

(4.2)

Solusi ini adalah suatu gelombang dengan angka gelombang (wave-number) k, adalah faktor penguatan (amplification factor) gelombang. Sesuai dengan syarat kestabilan von Neumann, komputasi tidak stabil apabila ternyata .

Berdasarkan persamaan (2.44), maka persamaan (3.5) dapat ditulis menjadi:

( (4.3)

Persamaan (4.3) dibagi dengan menjadi persamaan (4.4)

(

= (4.4)

Sehingga besaran (magnitude) faktor penguatan ini adalah:


(51)

Pada persamaan di atas menunjukkan ketidakstabilan mutlak skema FTCS. Di mana jelas bahwa sehingga solusi FTCS dari persamaan adveksi tidak stabil menurut syarat von Neumann. Solusi numerik akan dirusak oleh error numerik yang dihasilkan dan tumbuh seraca eksponensial. Hal ini disebabkan diskritisasi FTCS hanya mempertahankan ekspansi Taylor orde satu, yaitu .

Berikut diperlihatkan pergerakan gelombang persamaan adveki yang diselesaikan dengan metode Lax-Wendroff dan program dibuat dengan Mathematica 6.

Gambar 4.5. Prgerakan gelombang persamaan adveksi dengan metode FTCS.

4.1.2 Stabilitas Metode Lax-Wendroff

Parameter-parameter yang digunakan untuk membangun simulasi dengan metode Lax-Wendroff sama seperti pada metode FTCS, hanya saja diskritisasinya berbeda. Karena menggunakan suku tambahan dari deret Taylor, yaitu , skema


(52)

Lax-Wendroff diharapkan lebih akurat dibandingkan dengan skema FTCS. Hasil eksekusi program adalah sebagai berikut:

Gambar 4.6 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 2D metode Lax-Wendroff.

jumlah titik coba: 50

waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak satu sel 0.02

masukkan time step: 0.02

siklus gelombang dalam 50 step masukkan jumlah langkah: 50


(53)

Gambar 4.7 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.02 dalam 3D dengan metode Lax-Wendroff.

Gambar 4.6 dan 4.7 menunjukkan bentuk gelombang simulasi pada time step maksimumnya yaitu 0.02 dan grid 50. Gambat 4.5 menunjukkan bahwa gelombang awal berimpit dengan gelombang akhir di mana puncak gelombang berada pada 1 saat x = 0. Hal ini menandakan kestabilan numerik yang juga ditunjukkan pada gambar 4.7 bahwa bentuk gelombang awal dan gelombang akhir simulasi adalah sama. Untuk membandingkannya dengan skema FTCS, dapat diberikan time step yang jauh lebih kecil dari nilai maksimumnya, misalnya 0.005. Hasil eksekusi programnya adalah:

jumlah titik coba: 50

waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak satu sel 0.02

masukkan time step: 0.005

siklus gelombang dalam 200 step masukkan jumlah step: 200


(54)

Gambar 4.8 Bentuk gelombang awal dan akhir gradient konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.005 dalam 2D dengan metode Lax-Wendroff.

Gambar 4.9 Bentuk gelombang awal dan akhir distribusi konsentrasi pencemar titik coba 50 dan time step 0.005 dalam 3D dengan metode Lax-Wendroff.


(55)

Pada gambar 4.10 berikut diperlihatkan pergerakan gelombang persamaan adveki yang diselesaikan dengan metode Lax-Wendroff dan program dibuat dengan Mathematica 6.

Gambar 4.10. Pergerakan gelombang persamaan adveksi dengan metode Lax-Wendroff.

Gambar 4.8 dan 4.9 memperlihatkan gelombang persamaan adveksi yang diselesaiakan dengan metode Lax-Wendroff pada grid 50 dan time step 0.005. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa gelombang awal yang terbentuk sama pada time step 0.005 tetapi gelombang akhir berosilasi lebih tinggi dibandingkan gelombang awal. Terbukti bahwa jika digunakan time step yang jauh lebih kecil dari time step maksimum, gelombang yang dihasilkan menunjukkan ketidakstabilan tetapi masih dapat diterima. Skema Lax-Wendroff menunjukkan adanya disipasi amplitudo. Hal ini disebabkan diskritisasi Lax-Wendroff mempertahankan ekspansi Taylor sampai orde dua yang ditunjukkan persamaan (2.37).

Sesuai dengan syarat kestabilan von Neumann, untuk skema Lax-Wendroff faktor penguatannya dinyatakan pada persamaan berikut:


(56)

( )

……….(4.7)

Misalkan α = ,

(4.8) sehingga kuadrat besaran faktor penguatan menjadi:

(4.9) Hasilnya, kriteria stabilitas von Neumann dipenuhi selama α2≤ 1.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Persamaan adveksi diselesaikan dengan skema FTCS menghasilkan persamaan dalam bentuk iterasi:

. Iterasi yang diperoleh dengan skema Lax-Wendroff adalah:

.

2. Dengan menggunakan program ini, dapat dilihat bahwa metode Lax-Wendroff lebih stabil dibandingkan metode FTCS. Gelombang yang diperoleh dengan metode FTCS hanya menunjukkan kestabilan untuk time step yang sangat kecil, 0.002 (gambar 4.3 dan 4.4 sub-subbab 4.1.2). Sedangkan metode Lax-Wendroff stabil untuk time step maksimum yaitu 0.02, sampai time step yang jauh lebih kecil dari maksimum dengan grid sebesar 50 (gambar 4.6, 4.7, 4.8, dan 4.9 sub-subbab 4.1.3). Maka dapat dikatakan bahwa jumlah grid dan time step menentukan kestabilan gelombang yang dihasilkan kedua metode.

3. Menurut syarat kestabilan von Neumann, komputasi stabil jika . Besar faktor penguatan skema FTCS adalah

sehingga tidak stabil untuk semua time step. Sedangkan factor penguatan

dengan skema Lax-Wendroff adalah dan syarat kestabilan dipenuhi selama

α2 1. 5.2Saran


(58)

1. Persamaan adveksi dapat juga disimulasikan dengan pendekatan beda hingga yang lain untuk mendapatkan metode yang paling stabil.

2. Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan simualsi persamaan adveksi untuk aplikasi langsung pada pencemaran air sungai.


(59)

Anderson, D. A, Tannehill, J. C, and Pletcher, R. H. 1984. Computational Fluid Mechanics and Haet Transfer. New York : Hemisphere Publishing Corporation.

Fletcher, C. A. J. 17 Juli 2010. Computaional Computaion Fluid Dynamics 1. www.springer.com/../978-3-540-53058-9.

Jhonson, Dr. 13 Juli 2010. Von-Neumann Stability Analysis. www.maths.manchester.ac.uk/~pjhonson.pdf

Kosasih, B. P. 2006. Komputasi Numerik, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Li, Zhilin. 20 Agustus 2010. Finite Difference Methods Basics. www.4nscu.edu/../notes1.pdf

Luknanto, Djoko, Ir, M.Sc, Ph.D. 2003. Model Matematika. Yogyakarta : Bahan Ajar Hidraulika Komputasi Jurusan Teknik Sipil FT UGM.

Munif, Abdul, dan Prastyoko, Aries. 1995. Cara Praktis Penguasaan dan Penggunaan Metode Numerik. Edisi Kedua. Surabaya: Penerbit Guna Widya.

Patankar, S. V. 1980. Numerical Heat Transfer and Fluid Flow. Washington: Hemisphere Publishing Corporation.

Peranginangin, Kasiman. 2006. Pengenalan MATLAB. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Rezzolla, Luciano. 2010. Numerical Methods for the Solution of Partial Differential

Equations. Jerman.: Albert Einstein Institute & Max-Planck-Institute for Gravitational Physics.

Soedradjat, S. 2003. “Fungsi model hidrodinamika estuari dalam pengelolaan ekosistem mangrove (studi kasus pencemaran minyak di estuari sungai donan Cilacap).” Berkala Penelitian Hayati. hal: 81-86.

http://en.wikipedia.org/wiki/advection. Diakses pada 08 Juli 2010.

http://www.physics.udel.edu/~jim/Advection/advection.pdf. Diakses pada 09 Juli 2010. http://demonstrations.wolfram.com/Numerical Solution Of The Advection Partial

Differential Equation Fi/Numerical Solution Of The Advection Partial Differential Equation Fi-source.nb. Diakses pada 10 Agustus 2010.


(60)

List program 1 persamaan adveksi dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff

%% adveksi - Program untuk memecahkan persamaan adveksi % menggunakan beberapa skema PDP hiperbolik

clear all; help advect; % Hapus memori dan tampilkan judul %% * Pilih Parameter numerik (time step, panjang sel, dll.). method = menu (' Pilih metode numerik:', ...

' FTCS',' Lax-Wendroff'); N = input (' jumlah titik coba: '); L = 1.; % ukuran sistem

h = L/N; % panjang sel

v = 1; % kecepatan gelombang

fprintf (' waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak satu sel % g \n',h/v);

tau = input (' masukkan time step: ');

coeff = -v*tau/(2.*h); % koefisien yang digunakan semua %skema

coefflw = 2*coeff^2; % koefisien yang digunakan skema L-W fprintf (' siklus gelombang dalam % g step \n',L/(v*tau)); nStep = input (' masukkan jumlah langkah: ');

%% * Tentukan syarat awal dan syarat batas

sigma = 0.1; % lebar pulsa Gaussian

k_wave = pi/sigma; % konstanta gelombang cosinus x = ((1:N)-1/2)*h - L/2; % koordinat grid

% syarat awal adalah pulsa cosinus Gaussian u = cos (k_wave*x) .* exp (-x.^2/(2*sigma^2)); % Gunakan syarat batas periodik

ip (1:(N-1)) = 2:N; ip (N) = 1; im (2:N) = 1:(N-1); im (1) = N;

%% * Inisialisasi komponen grafik iplot = 1; % Plot counter uplot (:,1) = u (:); % keadaan awal tplot (1) = 0; % waktu awal (t=0)

nplots = 50; % Jumlah plot yang diinginkan plotStep = nStep/nplots; % jumlah langkah antar plot

%% * Loop over desired number of steps. for iStep=1:nStep %% MAIN LOOP %%

%* komputasi nilai baru dari gelombang amplitudo menggunakan FTCS atau Lax-Wendroff.

if ( method == 1 ) %%% methode FTCS %%% u (1:N) = u (1:N) + coeff*(u (ip)-u (im));


(61)

u (1:N) = u (1:N) + coeff*(u (ip)-u (im)) + ... coefflw*(u (ip)+u (im)-2*u (1:N));

end

if ( rem (iStep,plotStep) < 1 ) % Setiap plot_iter %catat step

iplot = iplot+1;

uplot (:,iplot) = u (:); % u (i) untuk plot tplot (iplot) = tau*iStep;

fprintf (' %g keluar dari %g step selesai \n',iStep,nStep);

end end

%% * Plot keadaan awal dan keadaan akhir

figure (1); clf; % Hapus gambar 1 jendela dan lanjutkan plot (x,uplot (:,1),'-',x,u,'--');

legend (' Initial ',' Final');

xlabel (' x'); ylabel (' u (x,t)'); pause (1); % Pause 1 detik antar plot

%% * Plot gelombang amplitudo versus posisi dan waktu figure (2); clf; % Hapus gambar 2 jendela dan lanjutkan mesh (tplot,x,uplot);

ylabel (' Posisi'); xlabel (' Waktu'); zlabel (' Amplitudo');

view ([-70 50]);

List Program 2 Animasi Persamaan Adveksi

{L0, L1}={-5, 5};

Neumann={{1, 1} -1, {-1, -1} 1}; Dirichlet={{1, 1} 0, {-1, -1} 0}; Periodic={{1, -1} -1, {-1, 1} 1};


(62)

Manipulate[

DynamicModule[{X, u0, us, A}, X = Range[L0+dx/2, L1-dx/2, dx]; u0=Exp[-X^2];

D1 = SparseArray[Join[bnd/.boundaries,{ Band[{1, 2}] 1,

Band[{2, 1}] -1}], {Length[X], Length[X]}];

(* The Lax Method just adds an artificial diffusion term and then performs an explicit Euler integration *)

A=If[method "Lax",

-D1/dx/2+(Abs[D1]-2*IdentityMatrix[Length[X], SparseArray])/dt/2, -D1/dx/2]; us[t_]=(y/.First[NDSolve[{y'[t] A.y[t], y[0] u0}, y, {t, 0, 6},

StartingStepSize dt, MaxStepSize dt,

Method {"FixedStep", Method If[method "Lax", "ExplicitEuler", method]}

]])[t];

Dynamic[ListPlot[us[time],

PlotLabel "Courant number, = " <> ToString[dt/dx], PlotRange {-.25, 1.5},

Filling Axis, Frame True,

DataRange {X 1\[RightDoubleBracket], X -1\[RightDoubleBracket]},ImageSize {500,300}]]],

Style[" ANIMASI PERSAMAAN ADVEKSI",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"],

Style["---",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"],{{bnd, 3, "Syarat Batas"},{1 "Homogeneous Neumann", 2 "Homogeneous Dirichlet", 3 "Periodic"}, ControlType PopupMenu},

Delimiter, {{method, "ExplicitEuler", "method"},{"ExplicitEuler" "FTCS", "ExplicitRungeKutta" "Lax-Wendroff"}, ControlType PopupMenu}, Delimiter,

{{dx, 0.1, "Diskritisasi Ruang, x"}, 0.01, 0.1, Appearance "Labeled"},

Delimiter,

{{dt, 0.1, "time step, t"}, 0.001, 0.1, Appearance "Labeled"},

Delimiter,

{{time, 0, "Waktu"}, 0, 6.0},

SaveDefinitions True,TrackedSymbols True,AutorunSequencing { 3,4,5},SynchronousUpdating False]


(1)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Persamaan adveksi diselesaikan dengan skema FTCS

menghasilkan persamaan dalam bentuk iterasi:

.

Iterasi yang diperoleh dengan skema Lax-Wendroff adalah:

.

2. Dengan menggunakan program ini, dapat dilihat bahwa metode Lax-Wendroff lebih stabil dibandingkan metode FTCS. Gelombang yang diperoleh dengan metode FTCS hanya menunjukkan kestabilan untuk time step yang sangat kecil, 0.002 (gambar 4.3 dan 4.4 sub-subbab 4.1.2). Sedangkan metode Lax-Wendroff stabil untuk time step maksimum yaitu 0.02, sampai time step yang jauh lebih kecil dari maksimum dengan grid sebesar 50 (gambar 4.6, 4.7, 4.8, dan 4.9 sub-subbab 4.1.3). Maka dapat dikatakan bahwa jumlah grid dan time step menentukan kestabilan gelombang yang dihasilkan kedua metode.

3. Menurut syarat kestabilan von Neumann, komputasi stabil jika . Besar faktor penguatan skema FTCS adalah

sehingga tidak stabil untuk semua time step. Sedangkan factor penguatan

dengan skema Lax-Wendroff adalah dan syarat kestabilan dipenuhi selama

α2 1. 5.2Saran


(2)

1. Persamaan adveksi dapat juga disimulasikan dengan pendekatan beda hingga yang lain untuk mendapatkan metode yang paling stabil.

2. Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan simualsi persamaan adveksi untuk aplikasi langsung pada pencemaran air sungai.


(3)

Anderson, D. A, Tannehill, J. C, and Pletcher, R. H. 1984. Computational Fluid Mechanics and Haet Transfer. New York : Hemisphere Publishing Corporation.

Fletcher, C. A. J. 17 Juli 2010. Computaional Computaion Fluid Dynamics 1. www.springer.com/../978-3-540-53058-9.

Jhonson, Dr. 13 Juli 2010. Von-Neumann Stability Analysis. www.maths.manchester.ac.uk/~pjhonson.pdf

Kosasih, B. P. 2006. Komputasi Numerik, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Li, Zhilin. 20 Agustus 2010. Finite Difference Methods Basics. www.4nscu.edu/../notes1.pdf

Luknanto, Djoko, Ir, M.Sc, Ph.D. 2003. Model Matematika. Yogyakarta : Bahan Ajar Hidraulika Komputasi Jurusan Teknik Sipil FT UGM.

Munif, Abdul, dan Prastyoko, Aries. 1995. Cara Praktis Penguasaan dan Penggunaan Metode Numerik. Edisi Kedua. Surabaya: Penerbit Guna Widya.

Patankar, S. V. 1980. Numerical Heat Transfer and Fluid Flow. Washington: Hemisphere Publishing Corporation.

Peranginangin, Kasiman. 2006. Pengenalan MATLAB. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Rezzolla, Luciano. 2010. Numerical Methods for the Solution of Partial Differential Equations. Jerman.: Albert Einstein Institute & Max-Planck-Institute for Gravitational Physics.

Soedradjat, S. 2003. “Fungsi model hidrodinamika estuari dalam pengelolaan ekosistem mangrove (studi kasus pencemaran minyak di estuari sungai donan Cilacap).” Berkala Penelitian Hayati. hal: 81-86.

http://en.wikipedia.org/wiki/advection. Diakses pada 08 Juli 2010.

http://www.physics.udel.edu/~jim/Advection/advection.pdf. Diakses pada 09 Juli 2010.

http://demonstrations.wolfram.com/Numerical Solution Of The Advection Partial Differential Equation Fi/Numerical Solution Of The Advection Partial Differential Equation Fi-source.nb. Diakses pada 10 Agustus 2010.


(4)

List program 1 persamaan adveksi dengan metode FTCS dan Lax-Wendroff

%% adveksi - Program untuk memecahkan persamaan adveksi % menggunakan beberapa skema PDP hiperbolik

clear all; help advect; % Hapus memori dan tampilkan judul %% * Pilih Parameter numerik (time step, panjang sel, dll.). method = menu (' Pilih metode numerik:', ...

' FTCS',' Lax-Wendroff'); N = input (' jumlah titik coba: '); L = 1.; % ukuran sistem

h = L/N; % panjang sel

v = 1; % kecepatan gelombang

fprintf (' waktu yang diperlukan gelombang untuk bergerak satu sel % g \n',h/v);

tau = input (' masukkan time step: ');

coeff = -v*tau/(2.*h); % koefisien yang digunakan semua %skema

coefflw = 2*coeff^2; % koefisien yang digunakan skema L-W fprintf (' siklus gelombang dalam % g step \n',L/(v*tau)); nStep = input (' masukkan jumlah langkah: ');

%% * Tentukan syarat awal dan syarat batas

sigma = 0.1; % lebar pulsa Gaussian

k_wave = pi/sigma; % konstanta gelombang cosinus x = ((1:N)-1/2)*h - L/2; % koordinat grid

% syarat awal adalah pulsa cosinus Gaussian u = cos (k_wave*x) .* exp (-x.^2/(2*sigma^2)); % Gunakan syarat batas periodik

ip (1:(N-1)) = 2:N; ip (N) = 1; im (2:N) = 1:(N-1); im (1) = N; %% * Inisialisasi komponen grafik iplot = 1; % Plot counter uplot (:,1) = u (:); % keadaan awal tplot (1) = 0; % waktu awal (t=0)

nplots = 50; % Jumlah plot yang diinginkan plotStep = nStep/nplots; % jumlah langkah antar plot

%% * Loop over desired number of steps. for iStep=1:nStep %% MAIN LOOP %%

%* komputasi nilai baru dari gelombang amplitudo menggunakan FTCS atau Lax-Wendroff.

if ( method == 1 ) %%% methode FTCS %%% u (1:N) = u (1:N) + coeff*(u (ip)-u (im));


(5)

u (1:N) = u (1:N) + coeff*(u (ip)-u (im)) + ... coefflw*(u (ip)+u (im)-2*u (1:N));

end

if ( rem (iStep,plotStep) < 1 ) % Setiap plot_iter %catat step

iplot = iplot+1;

uplot (:,iplot) = u (:); % u (i) untuk plot tplot (iplot) = tau*iStep;

fprintf (' %g keluar dari %g step selesai \n',iStep,nStep);

end end

%% * Plot keadaan awal dan keadaan akhir

figure (1); clf; % Hapus gambar 1 jendela dan lanjutkan plot (x,uplot (:,1),'-',x,u,'--');

legend (' Initial ',' Final');

xlabel (' x'); ylabel (' u (x,t)'); pause (1); % Pause 1 detik antar plot

%% * Plot gelombang amplitudo versus posisi dan waktu figure (2); clf; % Hapus gambar 2 jendela dan lanjutkan mesh (tplot,x,uplot);

ylabel (' Posisi'); xlabel (' Waktu'); zlabel (' Amplitudo');

view ([-70 50]);

List Program 2 Animasi Persamaan Adveksi

{L0, L1}={-5, 5};

Neumann={{1, 1} -1, {-1, -1} 1}; Dirichlet={{1, 1} 0, {-1, -1} 0}; Periodic={{1, -1} -1, {-1, 1} 1};


(6)

Manipulate[

DynamicModule[{X, u0, us, A}, X = Range[L0+dx/2, L1-dx/2, dx]; u0=Exp[-X^2];

D1 = SparseArray[Join[bnd/.boundaries,{ Band[{1, 2}] 1,

Band[{2, 1}] -1}], {Length[X], Length[X]}];

(* The Lax Method just adds an artificial diffusion term and then performs an explicit Euler integration *)

A=If[method "Lax",

-D1/dx/2+(Abs[D1]-2*IdentityMatrix[Length[X], SparseArray])/dt/2, -D1/dx/2]; us[t_]=(y/.First[NDSolve[{y'[t] A.y[t], y[0] u0}, y, {t, 0, 6},

StartingStepSize dt, MaxStepSize dt,

Method {"FixedStep", Method If[method "Lax", "ExplicitEuler", method]}

]])[t];

Dynamic[ListPlot[us[time],

PlotLabel "Courant number, = " <> ToString[dt/dx], PlotRange {-.25, 1.5},

Filling Axis, Frame True,

DataRange {X 1\[RightDoubleBracket], X -1\[RightDoubleBracket]},ImageSize {500,300}]]],

Style[" ANIMASI PERSAMAAN ADVEKSI",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"],

Style["---",Bold,16,Darker[Green,.8],"Label"],{{bnd, 3, "Syarat Batas"},{1 "Homogeneous Neumann", 2 "Homogeneous Dirichlet", 3 "Periodic"}, ControlType PopupMenu},

Delimiter, {{method, "ExplicitEuler", "method"},{"ExplicitEuler" "FTCS", "ExplicitRungeKutta" "Lax-Wendroff"}, ControlType PopupMenu}, Delimiter,

{{dx, 0.1, "Diskritisasi Ruang, x"}, 0.01, 0.1, Appearance "Labeled"},

Delimiter,

{{dt, 0.1, "time step, t"}, 0.001, 0.1, Appearance "Labeled"},

Delimiter,

{{time, 0, "Waktu"}, 0, 6.0},

SaveDefinitions True,TrackedSymbols True,AutorunSequencing { 3,4,5},SynchronousUpdating False]