12-18 dan tidak berkembang pada kadar garam 40 keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.
4 Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan
menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk Achmadi, 2005.
Menurut penelitian Dasril 2005, masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang
berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik
Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan
bekerja di luar rumah malam hari.
2.1.5 Diagnosis Malaria
Diagnostik malaria sebagaimana penyakit pada umumnya didasarkan pada gejala klinis, penemuan fisik, pemeriksaan laboratorium darah dan uji
imunoserologis. Ada 2 cara diagnostik yang diperlukan untuk menentukan seseorang
Universitas Sumatera Utara
itu positif malaria atau tidak yaitu pemeriksaan darah tepi tipistebal dengan mikroskop dan deteksi antigen Harijanto, 2000.
Meskipun sangat sederhana pemeriksaan darah tepi dengan mikroskop merupakan gold standard dan menjadi pemeriksaan terpenting yang tidak boleh
dilupakan. Interpretasi yang didapat dari hasil pemeriksaan darah tepi adalah jenis dan kepadatan parasit Guerin, 2002.
Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk memeriksa preparat darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan keadaan darurat yang
perlu diagnosis segera. Teknik yang digunakan untuk deteksi antigen adalah immunokromatografi dengan kertas dipstick yang dikenal dengan Rapid Diagnostic
Test RDT. Alat ini dapat mendeteksi antigen dari P. falciparum dan non falciparum terutama P. vivax Tjitra, 2005.
2.1.6 Malaria Relaps
Istilah relaps telah digunakan secara luas dalam dunia kedokteran yang berarti kambuh atau adanya serangan ulang dari suatu penyakit setelah serangan
pertama hilang atau sembuh. Istilah ini juga digunakan untuk penyakit malaria, namun sedikit lebih spesifik Cogswell,1992.
Relaps pada penyakit malaria dapat bersifat : 1
Rekrudesensi relaps jangka pendek, yang timbul karena parasit dalam darah daur eritrosit menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu
setelah serangan pertama hilang.
Universitas Sumatera Utara
2 Rekurens atau relaps jangka panjang yang timbul karena parasit daur
eksoeitrosit yang dormant, hipnozoit dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah
serangan pertama hilang Prabowo, 2004. 1.
Mekanisme Terjadinya Malaria Relaps Marchoux dalam Cogswell 1992 menjelaskan mekanisme terjadinya relaps
pada penyakit malaria sebagai berikut: 1
Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk ke dalam peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati
tetapi beberapa di fagositosis. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu beberapa bulan hingga 5 tahun
menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai timbulnya relaps jangka panjang long term relaps atau
rekurens recurrence. 2
Dalam perkembangannya P.falciparum dan P.malariae tidak memiliki fase eksoeritrosit sekunder. Parasit dapat tetap berada di dalam darah selama berbulan-
bulan atau bahkan sampai beberapa tahun dan menimbulkan gejala berulang dari waktu ke waktu. Timbulnya relaps disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik
dan dikenal dengan istilah rekrudesensi short term relapse. Pada malaria falciparum, rekrudesensi dapat terjadi dalam kurun waktu 28 hari dari serangan
awal dan ini mungkin menunjukkan adanya suatu resistensi terhadap chloroquine.
Universitas Sumatera Utara
Rekrudesensi yang panjang kadang dijumpai pada P. malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan.
2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Relaps
Timbulnya relaps atau serangan ulang pada penderita malaria berkaitan dengan keadaan berikut:
1 Tidak efektifnya respon imun dari penderita
Suatu kenyataan bahwa terjadinya penyakit akan menimbulkan respons imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat
infeksinya. Terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi
tersebut. Respon imun terhadap malaria bersifat spesies spesifik, seseorang yang imun terhadap P.vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila terinfeksi oleh
P.falciparum httpwww.malariasite.com, 22 November 2008. 2
Pengobatan yang tidak sempurna Obat-obat malaria yang bersifat skizontisid darah efektif menekan proses
skizogoni fase eritrosit dan mengurangi gejala klinis. Karena merasa sudah sehat penderita berhenti minum obat sebelum seluruh dosis obat habis. Kebiasaan lain
adalah penderita berbagi obat dengan penderita lain sehingga dosis yang diharapkan tidak tercapai. Ini mengakibatkan relaps jangka pendek. Pada kasus P. vivax dan
P. ovale dapat terjadi pengaktifan kembali dari hipnozoit di hati dan menyebabkan relaps jangka panjang httpwww.malariasite.com, 22 November 2008.
Universitas Sumatera Utara
3 Reinfeksi atau terpapar dengan gigitan nyamuk yang berulang
Penyebab terjadinya serangan ulang yang paling sering terutama di daerah endemis adalah adanya reinfeksi atau infeksi ulang yang terjadi segera setelah
penderita menyelesaikan pengobatannya. Reinfeksi bisa terjadi 14 hari setelah pengobatan. Hal ini dimungkinkan bila lingkungan penderita mendukung
berkembangnya vektor malaria sehingga penderita selalu terpapar dengan gigitan nyamuk yang infektif Omunawa, 2002.
3. Dampak Malaria Relaps terhadap Pembangunan Kesehatan
Masalah malaria menjadi semakin sulit untuk diatasi dan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena kejadian
kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kelemahan fisik bagi penderitanya. Kerugian semakin terasa bila kelompok usia produktif yang terkena,
mengingat mereka adalah tenaga pembangunan utama. Dalam jangka pendeknya, kerugian mudah diperhitungkan dengan hilangnya
hari produktif dari seseorang yang menderita malaria. Bila seorang pekerja terkena malaria, paling tidak dia akan kehilangan hari kerja 3 sampai 5 hari. Bila nilai hari
produktif diubah dengan hitungan kerugian dalam bentuk uang, maka seorang yang biasanya memperoleh penghasilan Rp25.000 per hari, saat menderita malaria akan
kehilangan peluang mendapatkan uang sejumlah Rp75.000 sampai Rp125.000. Belum lagi kalau diperhitungkan dengan biaya pengobatan dan jumlah serangan
Universitas Sumatera Utara
ulang yang mungkin terjadi, tentunya akan bertambah besar lagi economic loss
penderita tadi Sahli, 2004.
Menurut Gani 2000, kerugian jangka pendek yang ditimbulkan akibat malaria dapat mencapai 11 sampai dengan 49 dari Pendapatan Asli Daerah
PAD di beberapa KabupatenKota. Pada dimensi jangka panjangnya, ternyata akibat malaria tidak kalah hebat. Ia
akan menyebabkan gangguan kesehatan ibu dan anak, intelegensia, produktivitas
angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata Achmadi, 2005.
4. Pencegahan
Pencegahan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam penanggulangan malaria. Menurut Barnas 2003 cara terbaik untuk mencegah
terjadinya relaps adalah dengan mencegah infeksi awal terutama bila berada di daerah endemis malaria. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pengobatan
profilaksis bagi mereka yang akan berkunjung ke daerah malaria. Selanjutnya pencegahan terhadap serangan ulang malaria atau relaps yang
perlu dilakukan adalah: 1
Mecegah terjadinya reinfeksi dengan menghindari gigitan nyamuk Bagi masyarakat yang tinggal di daerah endemis, dianjurkan untuk memakai
baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar rumah pada malam hari, memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi rumah serta menggunakan kelambu
Universitas Sumatera Utara
saat tidur, juga menggunakan lotion anti nyamuk mosquito repellent saat tidur atau keluar rumah di malam hari.
Penelitian Dasril 2005 menunjukkan bahwa resiko penularan malaria pada rumah yang tidak dipasang kawat kasa 5,2 kali lebih besar dibandingkan dengan
rumah yang dipasang kawat kasa. Masyarakat dengan kebiasaan tidak menggunakan repellent malam hari kemungkinan risiko 3,2 kali dibandingkan masyarakat dengan
kebiasaan menggunakan repellent malam hari. Penelitian yang dilakukan di Thailand oleh Piyarat 1986, ditemukan bahwa
penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara kontinu cenderung mempunyai risiko kejadian malaria 6,44 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kelambu
secara kontinu. 2
Pengobatan yang adekuat Penderita malaria diberikan obat anti malaria yang sesuai dengan dosis dan
aturan yang tepat. Seluruh kasus yang telah di konfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium harus mendapatkan pengobatan radikal dengan primakuin. Pengobatan
radikal dapat membunuh semua stadium parasit yang ada dalam tubuh manusia dan bertujuan mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan Depkes, 2006. Pemberian primakuin selama 14 hari pada infeksi oleh P.vivax dapat
menghancurkan bentuk hipnozoit dan untuk sterilisasi gametocyt P.falciparum
Universitas Sumatera Utara
diberikan primakuin single dose. Perlu ditekankan kepada penderita untuk menyelesaikan pengobatan secara lengkap Guerin, 2002.
2.1.7 Karakteristik Penderita