PENGARUH JENIS SERAT LIMBAH INDUSTRI TERHADAP NILAI SUSUT KERING BETON MEMADAT MANDIRI

(1)

commit to user

i

PENGARUH JENIS SERAT LIMBAH INDUSTRI TERHADAP

NILAI SUSUT KERING BETON MEMADAT MANDIRI

Influence of Type of Industrial Product Waste Fibres on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete

SKRIPSI

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

KUNTO ADRIANTO

NIM. I 0106090

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010


(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH JENIS SERAT LIMBAH INDUSTRI TERHADAP

NILAI SUSUT KERING BETON MEMADAT MANDIRI

Influence of Type of Industrial Product Waste Fibres on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete

Disusun Oleh :

KUNTO ADRIANTO

NIM. I 0106090

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010 Dosen Pembimbing I

Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, MT NIP. 19671001 199702 1 001

Dosen Pembimbing II

Purnawan Gunawan, ST, MT NIP. 19731209 199802 1001


(3)

commit to user

iii

PENGARUH JENIS SERAT LIMBAH INDUSTRI TERHADAP

NILAI SUSUT KERING BETON MEMADAT MANDIRI

Influence of Type of Industrial Product Waste Fibres on Drying Shrinkage of Self Compacting Concrete

SKRIPSI

Disusun oleh:

KUNTO ADRIANTO

NIM. I 0106090

Dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar sarajana teknik

Pada Hari : Selasa

Tanggal : 4 Januari 20112009

Tim Penguji Pendadaran :

1. Dr. Ir. Sholihin As’ad, MT ………

N I P . 19671001 199702 1 001

2. Purnawan Gunawan, ST, MT ………

NIP. 19731209 199802 1 001

3. Ir. Supardi, MT. ………

N I P . 19550504 198003 1 003

4. Wibowo, ST, DEA ………

N I P . 19681007 1995021 001

Mengetahui, Disahkan

a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik sipil

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT


(4)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan berkat serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Jenis Serat Limbah Industri terhadap Nilai Susut Kering Beton Memadat Mandiri” guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian Dr(Techn). Ir. Sholihin As’ad, MT mengenai ”Pengembangan Kanal Fleksibel Berbahan Beton memadat mandiri Berserat Limbah kaleng dan Limbah Plastik”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka sulit kiranya mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta

staffnya,

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta

staffny,

3. Dr. techn. Ir. Sholihin As’ad, MT selaku dosen pembimbing I,

4. Purnawan Gunawan, ST, MT selaku dosen pembimbing II,

5. Edy Purwanto, ST, MT selaku dosen pembimbing akademis,

6. Tim penguji pada ujian pendadaran tugas akhir,

7. Kedua orang tua saya, yaitu Drs. Irianto W. dan Dra. Warsini,

8. S A Kristiawan, ST, MSc, (Eng), PhD selaku Kepala Laboratorium Struktur

Fakultas Teknik Univesitas Sebelas Maret Surakarta beserta staffnya,

9. Kusno Adi S, ST, PhD selaku Kepala Laboratorium Bahan Bangunan

Fakultas Teknik Univesitas Sebelas Maret Surakarta beserta staffnya,

10. Segenap staf pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Sebelas Maret Surakarta,

11.Teman-teman mahasiswa Jurusan Teknik Sipil angkatan 2006 Universitas


(5)

commit to user

vii

12.Semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak

langsung yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.

Surakarta, Desember 2010


(6)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL...xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB 1. PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Rumusan Masalah...3

1.3. Batasan Masalah...3

1.4. Tujuan Penelitian...4

1.5. Manfaat Penelitian...4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI...5

2.1. Tinjauan Pustaka...5

2.2. Landasan Teori...9

2.2.1. Beton Memadat Mandiri ...9

2.2.2. Beton Serat ...10

2.2.3. Beton Serat Memadat Mandiri...11

2.2.4. Material Penyusun Beton Serat Memadat Mandiri...11

2.2.4.1. Semen Portland ...11

2.2.4.2. Agregat ...12

2.2.4.3. Fly Ash ...17


(7)

commit to user

ix

2.2.4.5. Superplasticizer (Viscocrete 10)...18

2.2.4.6. Serat... ...19

2.2.5. Mekanisme Kerja Serat dalam Beton...19

2.2.6. Perilaku Cabut (Pull Out) Serat...20

2.2.7. Penyusutan pada Beton (Shrinkage)...22

2.2.7.1. Definisi Susut...22

2.2.7.2. Susut Kering Beton (Drying Shrinkage)...22

2.2.7.3. Mekanisme Terjadinya Susut Kering...24

2.2.7.4. Prediksi Susut Kering Jangka Panjang...26

2.2.7.5. Efek Susut Kering pada Struktur...27

2.2.7.6. Prinsip Pengukuran Susut Kering...28

2.2.7.7. Mekanisme Susut pada Beton Serat...28

BAB 3. METODE PENELITIAN...30

3.1. Uraian Umum...30

3.2. Benda Uji...31

3.3. Alat...32

3.4. Bahan...33

3.5. Tahap Penelitian...34

3.6. Pengujian Bahan Dasar Beton...37

3.7. Perancangan Campuran Beton (Mix Design)...37

3.8. Pembuatan Benda Uji...38

3.9. Pengujian Susut Kering Balok Beton...39

BAB 4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN...41

4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar...41

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus...41

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar...43

4.2. Perancangan Campuran Adukan Beton...45

4.3. Data Hasil Pengujian Susut kering...47

4.4. Hasil Perhitungan Prediksi Susut Kering...53


(8)

commit to user

x

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...59

5.1. Kesimpulan ...59

5.2. Saran...60

DAFTAR PUSTAKA... xvi


(9)

commit to user

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Beton adalah suatu material konstruksi yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sosial modern. Hampir pada setiap aspek kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat terlepas pada beton baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh jalan dan jembatan yang dilalui, dam yang digunakan untuk menyimpan air dan dipakai untuk pengolahan air minum, pembangkit listrik, bangunan-bangunan gedung serta menara pencakar langit juga terbuat dari beton. Jadi, perkembangan teknologi beton memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia.

Adanya perkembangan pembangunan infrastruktur yang semakin pesat saat ini, menuntut pemakaian beton menggunakan bahan-bahan yang bermutu tinggi, mudah pengerjaannya serta mencukupi kebutuhan dalam proses konstruksi bangunan. Banyak penelitian muncul untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah

satu hasil penelitian tersebut adalah beton memadat mandiri (Self Compacting

Concrete / SCC). SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama sekali. Biasanya menggunakan bantuan

bahan seperti admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus.

SCC dapat mencapai kuat tekan yang tinggi sehingga sangat diandalkan peranannya sebagai bahan konstruksi, namun SCC memiliki sifat yang lain seperti beton normal yaitu terjadinya deformasi yang salah satunya disebabkan oleh susut (shrinkage). SCC cenderung menggunakan komponen halus yang lebih besar daripada beton biasa. Salah satu komponen halus tersebut adalah bahan semen. Bahan semen yang lebih besar akan berpotensi menyebabkan susut. Masalah susut pada SCC merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan mengingat susut ini


(10)

commit to user

dapat menimbulkan retakan-retakan pada struktur dalam jangka waktu yang relatif lama dan adanya perubahan dimensi yang disebabkan penguapan air yang ada di dalam SCC dengan jangka waktu yang cukup lama.

Keretakan dan susut ini dapat mengurangi kekuatan SCC dalam memikul beban. Permasalahan di atas memerlukan pengendalian dan penanganan untuk optimalisasi penggunaan SCC. Salah satunya yaitu dengan penambahan serat pada SCC yang mana dapat meningkatkan kinerja SCC dalam menahan formasi retak.

Alternatif pemakaian serat pada teknologi SCC ini dapat menggunakan serat limbah plastik, kaleng, karet halus, dan kasar. Pemilihan alternatif pemakaian serat limbah industri ini, karena sekaligus dapat membantu dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah industri yang sudah tidak terpakai lagi. Limbah plastik, kaleng, dan ban bekas didaur ulang dan diproses menjadi serat dengan ukuran tertentu sebagaimana Gambar 1.1. dan 1.2.


(11)

commit to user

Gambar 1.2. Limbah plastik, kaleng dan ban bekas yang diolah menjadi serat plastik, kaleng, karet halus, dan karet kasar.

Skripsi ini membahas pengaruh penggunaan serat limbah industri daur ulang pada kualitas susut SCC. Beberapa benda uji dengan kandungan serat limbah industri 1% dan 1,5% diamati nilai susut kering, kemudian dibandingkan dengan nilai susut kering pada SCC tanpa serat.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di awal, dirumuskan permasalahan tentang bagaimana pengaruh penggunaan serat limbah industri (limbah kaleng, limbah plastik, limbah karet halus, dan limbah karet kasar) pada SCC terhadap nilai susut keringnya.

1.3 Batasan Masalah

Batasan-batasan masalah yang digunakan adalah :

a. Jenis serat yang dipakai sebagai bahan tambahan pada SCC adalah serat dari


(12)

commit to user

b. Penggunaan variasi campuran dengan penambahan serat kaleng, plastik, karet

halus, dan kasar untuk pengujian masing-masing menggunakan perbandingan 1% dan 1,5% terhadap volume adukan beton.

c. Semen yang digunakan adalah semen Portland jenis 1.

d. Bahan admixture superplasticizer yang digunakan adalah viscocrete10.

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan serat limbah kaleng, serat limbah plastik, serat limbah karet halus, dan serat limbah karet kasar pada SCC terhadap pengujian susut kering.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain :

a. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan teknologi beton terutama

SCC.

b. Mengetahui pengaruh pada SCC yang ditambahkan serat dalam berbagai

variasi penambahan serat limbah produk industri (kaleng, plastik, karet halus, dan karet kasar) terhadap susut kering.

c. Menambah alternatif pilihan beton berkualitas tinggi yang memiliki

ketahanan terhadap lingkungan dalam jangka waktu yang relatif lama.

d. Menambah alternatif pilihan serat untuk SCC yang lebih murah dan lebih

mudah diperoleh untuk peningkatan kualitas beton.

e. Menambah informasi dalam dunia Teknik Sipil khususnya mengenai potensi

pemanfaatan limbah plastik, kaleng, dan ban bekas sebagai serat untuk diolah menjadi bahan campuran beton memadat mandiri yang ramah lingkungan.


(13)

commit to user

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton Memadat Mandiri (Self Compacting Concrete, SCC) adalah campuran

beton yang dapat memadat sendiri tanpa menggunakan alat pemadat ( vibrator ).

SCC dapat memadat ke setiap sudut dari struktur bangunan dan dapat mengisi

tinggi permukaan yang diinginkan dengan rata ( self leveling ) tanpa mengalami

bleeding dan segregasi. SCC digunakan dengan cara dipompa dari bawah formwork struktur bangunan atau dengan cara dialirkan dari atas. Maksimum

tinggi jatuh SCC adalah 2 m dari formwork struktur bangunan. Gradasi yang tepat

dari agregat dan kombinasi dari komposisi material yang berkadar bahan semen tinggi adalah hal utama dalam memenuhi syarat-syarat SCC ( Himawan dan Darma, 2004 ).

SCC pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1990-an sebagai bentuk upaya untuk mengatasi persoalan pengecoran komponen gedung artistik dengan bentuk geometri yang tergolong rumit apabila dilakukan pengecoran menggunakan beton normal. Riset tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan, permeabilitas, dan kuat tekan. Kekuatan tekan

beton kering 120 MPa sudah dapat dicapai karena penggunaan superplasticizer

yang memungkinkan penurunan rasio air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau

lebih kecil ( Juvas, 2004).

Perbedaan utama SCC dengan beton konvensional terletak pada komposisi campuran beton, yaitu penggunaan porsi bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran

halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan


(14)

commit to user

Penggunaan superplasticizer yang memadai, biasanya berbahan polycarboxylate,

memungkinkan penggunaan air pada campuran dapat dikurangi, namun

pengurangan pengerjaan (workability) dan kemampuan pengaliran (flowability)

campuran beton dapat dijaga. Bahan pengisi tambahan lain yang digunakan dalam

pembuatan SCC adalah abu terbang ( fly ash) , silica fume, terak, metakaolin dan

lain-lain (Hela dan Hubertova, 2006).

Sementara itu, beton serat didefinisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat, air, dan sejumlah serat yang disebar secara acak. Ide dasar beton serat adalah menulangi beton dengan serat yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton, dengan orientasi acak sehingga dapat mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini di daerah tarik baik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan Bayashi, 1987).

Beton serat mempunyai kelebihan daripada beton tanpa serat dalam beberapa sifat

strukturnya, antara lain keliatan (ductility), ketahanan terhadap beban kejut

(impact resistance), kuat tarik dan kuat lentur (tensile and flexural strength),

kelelahan (fatigue life), kekuatan terhadap pengaruh susut (shrinkage), dan

ketahanan terhadap keausan (abration) (Soroushian dan Bayashi, 1987).

Sejumlah laporan riset dan penggunan praktis beton serat menunjukkan bahwa untuk peningkatan kemampuan konstruksi umumnya digunakan serat baja berukuran makro dengan panjang sekitar 2 cm atau lebih. Penggunaan serat baja modern dengan berbagai bentuk : permukaan kasar ujung berangkur, bergelombang dan beberapa bentuk lain terbukti sangat efektif meningkatkan kemampuan lentur, daktilitas ketahanan menahan retak, ketahanan torsi dan

ketahanan lelah (fatigue resistance) (Maidl, 1995 dalam Dining, 2003).

Dosis penggunaan yang umum adalah 0,25 - 2% takaran volume atau sekitar 20-50 kg serat baja per meter kubik produksi beton. Serat sintetik adalah serat buatan yang diperoleh dari pengembangan produk petrokimia dan industri tekstil.


(15)

commit to user

polyethilene, polypropylene. Serat sintetik umumnya cocok digunakan untuk ketahanan terhadap retak, khususnya di umur awal (Braunch, J et.al, 2002). Dosis penggunaan serat sintetik beragam dari 0,1% hingga 0,8% takaran volume.

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan serat sebanyak 0,75 % sampai dengan 1 % dari volume adukan akan memberikan hasil yang optimal (Suhendro, 2000).

Penambahan serat ke dalam beton akan meningkatkan kuat tarik beton yang umumnya sangat rendah. Pertambahan kuat tarik akan memperbaiki kinerja komposit beton serat dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan dengan beton konvensional. Lebih rinci, keuntungan penambahan serat pada beton adalah : pertama, serat terdistribusi secara acak di dalam beton pada jarak yang relatif sangat dekat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan memberi tahanan terhadap tegangan berimbang ke segala arah dan memberi keuntungan material struktur yang disiapkan untuk menahan beban dari berbagai arah.

Kedua, perbaikan perilaku deformasi seperti ketahanan terhadap impak, daktilitas yang lebih besar, kuat lentur dan kapasitas torsi yang lebih baik. Ketiga, serat meningkatkan ketahanan beton terhadap formasi dan pembentukan retak. Keempat, peningkatan ketahanan pengelupasan dan retak pada selimut beton akan membantu pada penghambatan korosi besi tulangan dari serangan kondisi lingkungan yang berpotensi korosi. Penggunaan serat sintetik akan meningkatkan ketahanan material beton terhadap bahan api. Secara umum semua keuntungan tersebut akan berarti peningkatan ketahanan struktur bangunan (Imam, 1997).

Di dalam beton, serat terdistribusi acak dan juga berorientasi acak. Qian dan Stroeven (2000) menuliskan bahwa setiap serat memiliki karakteristis pola gaya perlawanan menghadapi beban tarik. Setiap serat berkontribusi terhadap peningkatan kinerja material komposit beton-serat dalam menghadapi beban tarik. Peningkatan kinerja komposit beton serat menghadapi beban tarik merupakan kontribusi kolektif gaya perlawanan setiap serat.


(16)

commit to user

Adanya penggabungan antara teknologi SCC (Self Compacting Concrete) dengan

teknologi beton serat terbukti memperbaiki kinerja beton berupa peningkatan kuat tarik, ketahanan terhadap retak di umur awal, ketahanan terhadap impak dan ketahanan terhadap pembakaran (As’ad, 2008).

Murdock dan Brook (1991) menyatakan bahwa kecepatan penyusutan kering berkurang bilamana benda memiliki ukuran semakin besar. Misalnya benda uji berukuran 75 mm persegi penyusutan kering di suatu suhu tetap dan kondisi kelembaban udara akan berakhir kurang dari satu bulan sedangkan suatu penampang melintang beton 1 meter persegi akan terus menyusut dalam beberapa tahun pada kondisi yang sama.

Penelitian yang terdahulu pernah dilakukan oleh Chen dan Liu (2004) tentang penggunaan serat berbeda pada beton ringan. Beton ringan yang mempunyai

kekuatan tinggi menghasilkan deformasi shrinkage yang lebih tinggi.

Bagaimanapun juga dengan bertambahnya waktu, serat akan menahan shrinkage

yang terjadi. Setelah 60 hari, deformasi shrinkage tidak bertambah. Perbedaan

jenis serat masih menunjukkan kemampuan yang berbeda untuk menahan shrinkage. Kemampuan untuk menahan shrinkage menggunakan serat tunggal adalah sebagai berikut :

serat karbon > serat besi > serat polyphropalene

Pada kondisi dengan penggunaan serat hibrida, kombinasi dari ketiga tipe serat di


(17)

commit to user

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Beton Memadat Mandiri, (Self Compacting Concrete, SCC)

SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tanpa alat pemadat sama sekali. Beton ini dicampur memanfaatkan

pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, komponen halus dan admixture

superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri. SCC merupakan penelitian yang sudah lama dilakukan di Jepang mulai era tahun 1990-an. Dalam perkembangannya di masyarakat luas, SCC ini menawarkan banyak keuntungan, diantaranya pengerjaan pemadatan beton di lapangan tanpa memerlukan pekerja pemadat yang lebih banyak dan SCC ini juga dapat memenuhi tuntutan desainer untuk mewujudkan suatu struktur bentuk dan dengan tulangan yang kompleks.

SCC ini mampu mengalir melewati celah antar tulangan yang rumit tanpa vibrator karena viskositas atau kekentalan beton segar yang terkendali. Dalam pembuatan

SCC, perlu pengendalian penggunaan superplasticizer supaya diperoleh

kekentalan khusus yang memungkinkan beton ini dapat mengalir. Selain itu, dengan ukuran agregat kasar yang tidak terlalu besar, beton ini jauh lebih mudah

mengalir melewati celah antar tulangan. Menurut Muntu dan Gunawan (2004),

suatu campuran beton dikatakan SCC jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Pada beton segar (fresh concrete)

SCC dalam keadaan segar harus memiliki tingkat workability yang baik yaitu:

1) Filling ability atau kemampuan campuran beton segar untuk mengisi ruangan.

2) Passing ability atau kemampuan campuran beton segar untuk melewati tulangan.

3) Segregation resistance atau ketahanan campuran beton segar terhadap segregasi.


(18)

commit to user

b. Pada beton keras (hardened concrete)

1) Memiliki tingkat absorbsi dan permeabilitas yang rendah,

2) Mempunyai tingkat durabilitas yang tinggi,

3) Mampu membentuk campuran beton yang homogen.

2.2.2. Beton Serat

Beton serat adalah bahan komposit yang terdiri dari beton dan serat (fiber).

Perilaku beton serat menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada beton konvensional, yaitu dalam menahan beban tarik, lentur, dan menahan susut bila dibandingkan dengan beton konvensional. Ide dasar beton serat adalah menulangi beton dengan serat yang tersebar merata dengan orientasi random. Serat yang dicampurkan ke dalam adukan beton akan mengakibatkan terjadinya lekatan antara serat dengan pasta semen, sehingga pasta semen akan semakin kokoh dan

stabil dalam menahan beban karena aksi serat (fiber bridging) yang mengikat

disekelilingnya. Peningkatan sifat struktural yang diperlihatkan oleh beton serat dipengaruhi oleh :

a. Orientasi penyebaran ( dispersion short fiber) yang random.

Arah penyebaran serat yang random dan terdistribusi secara merata dan baik akan menyebabkan peningkatan sifat struktural yang optimal. Faktor yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penyebaran dan pencampuran serat ke

dalam adukan, konsentrasi dan aspect ratio serat.

b. Lekatan pada alur retakan

Ukuran serat yang pendek dan tidak menerus, memungkinkan terjadinya alur retak tidak melewati serat, sehingga lekatan antara serat dan partikel penyusun beton dalam komposit menjadi tidak optimal. Apabila lekatan serat yang terjadi pada massa beton lebih kecil daripada kuat tarik serat, maka kekuatan beton

serat akan ditentukan oleh kuat tekan serat / bond strength.

c. Panjang tertanam serat yang tidak teratur ( random), dimana gaya aksial yang

diakibatkan oleh tegangan lekat serat pada pasta semen, merupakan fungsi dari panjang tertanam minimum serat pada bidang retak. Panjang tertanam serat ini juga tidak teratur.


(19)

commit to user 2.2.3. Beton Serat Memadat Mandiri

Beton serat memadat mandiri (Fibre Reinforced Self Compacting Concrete,

FR-SCC) adalah SCC yang ditambahkan bahan serat untuk mengoptimalkan kinerja beton. Penambahan bahan serat ke dalam SCC terbukti dapat mengkombinasikan keuntungan SCC dengan beton serat yaitu beton berkinerja tinggi yang mudah dalam pengerjaan dan sekaligus unggul dalam kekuatan, daktilitas, tahan impak, dan memiliki durabilitas yang lebih baik.

2.2.4. Material Penyusun Beton Serat Memadat Mandiri

2.2.4.1. Semen Portland

Semen berfungsi sebagai perekat butiran agregat agar terjadi suatu massa yang padat dan mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud di dalam konstruksi beton adalah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan air dan lazim dikenal dengan nama semen hidraulik. Salah satu jenis semen hidraulik yang biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen portland (portland cement). Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), Silika (SiO2), dan

alumina (Al2O3).

Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.1.


(20)

commit to user

Tabel 2.1. Jenis semen portland di Indonesia sesuai SII 0013-81

Jenis Semen Karakteristik Umum

Jenis I

Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain

Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang

Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut

persyaratan kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi

Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut

persyaratan panas hidrasi yang rendah

Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut

persyaratan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo (1996)

2.2.4.2. Agregat

Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60%-70% dari volume mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton (Mulyono, 2004). Berdasarkan ukuran besar butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar. Batasan antara agregat kasar dengan agregat halus berbeda antara disiplin ilmu yang satu

dengan yang lain. British Standard dan ASTM memberikan batasan agregat halus

adalah butiran dengan diameter lebih kecil dari 4,8 mm dan 4,75 mm.

a. Agregat Halus

Agregat halus yang digunakan untuk membuat SCC sama dengan agregat halus yang digunakan untuk membuat beton konvensional. Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5


(21)

commit to user

mm). Pemilihan agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Komposisi agregat halus sangat menentukan dalam hal

kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan

(durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah sebagai berikut :

1) Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal

dalam arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan hujan.

2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus harus dicuci terlebih dahulu.

3) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak.

Hal demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Header

dengan menggunakan larutan NaOH.

4) Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 (PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Sisa di atas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.

b) Sisa di atas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.

c) Sisa di atas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat.

Pasir di dalam campuran beton sangat menentukan kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Untuk memperoleh hasil beton yang seragam, mutu pasir harus dikendalikan. Oleh karena itu pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan. Batasan susunan butiran agregat halus dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(22)

commit to user Tabel 2.2. Batasan susunan butiran agregat halus

Ukuran saringan (mm)

Persentase lolos saringan

Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4

10,00 4,80 2,40 1,20 0,60 0,30 0,15 100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10 100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10 100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10 100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15 Keterangan:

Daerah 1 : Pasir kasar

Daerah 2 : Pasir agak kasar

Daerah 3 : Pasir agak halus

Daerah 4 : Pasir halus

b. Agregat Kasar

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang mempunyai ukuran butir-butir besar antara 5 mm hingga 40 mm. Sifat dari agregat kasar mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya. Agregat kasar mineral ini harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik dengan semen.

Sifat-sifat bahan bangunan sangat perlu untuk diketahui, dengan begitu kita dapat menentukan langkah-langkah yang diambil dalam menangani bahan bangunan tersebut. Sifat-sifat dari agregat kasar yang perlu diketahui antara lain tingkat

kekerasan (hardness), bentuk dan tekstur permukaan (shape and surface texture),

berat jenis agregat (spesific gravity), ikatan agregat kasar (bonding), modulus

halus butir (finenes modulus), dan gradasi agregat (grading).


(23)

commit to user

Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah :

1) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat

kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

2) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat kasar harus dicuci.

3) Agergat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.

4) Kekerasan butir-butir agregat kasar dapat diperiksa dengan mesin Los

Angeles. Dalam hal ini tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%. 5) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan

apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1 PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .

b) Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.

c) Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,

maksimum 60% dan minimum 10% berat.

Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat kasar

Ukuran saringan (mm) Persentase lolos saringan

40 mm 20 mm

40 20 10 4,8

95-100 30-70 10-35 0-5

100 95-100

22-55 0-10


(24)

commit to user

Gradasi butiran yang baik memungkinkan dicapai kepadatan (density) maksimum

dan porositas (voids) minimum. Sifat penting dari agregat baik kasar maupun

halus ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap penyusutan. Pada SCC, ukuran maksimum agregat kasar yang digunakan adalah sekitar 20 mm (As’ad, 2009) dan untuk pengujian ini digunakan ukuran 16 mm. Jika ukuran agregat kasar melebihi batas maksimum yang direncanakan tersebut, maka aliran beton

tersebut akan cenderung lambat dan berpeluang membuat blocking saat melewati

tulangan.

Agregat kasar yang digunakan dalam pembuatan SCC dibatasi kurang lebih hanya 50 % dari total volume beton. Hal ini dilakukan agar blok-blok yang terjadi ketika aliran beton melewati tulangan baja dapat ditekan seminimal mungkin. Blok-blok ini terjadi karena sifat viskositas yang tinggi dari aliran beton segar sehingga agregat-agregat kasar saling bersinggungan. Akibat terjadinya saling kontak

antara agregat kasar maka shear stress akan terjadi dan karena aliran beton sangat

lambat maka beton akan terkumpul di satu tempat sehingga mengurangi workability dari beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal. Gambar 2.1.

memperlihatkan terjadinya shear stress akibat saling kontak antara agregat kasar.


(25)

commit to user 2.2.4.3. Fly Ash

Fly ash adalah mineral admixture yang berasal dari sisa pembakaran batu bara yang tidak terpakai. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat

mengikat pada temperatur normal dengan adanya air. Dalam fly ash terdapat 3

senyawa utama yaitu : silika (SiO2) antara 25%-60%, alumina (Al2O3) antara

10%-30 % dan ferri oksida (Fe2O3) antara 5%-25%.

Menurut Himawan dan Dharma (2004), beberapa keunggulan penggunaan fly ash

antara lain :

a. Pada beton segar

1) Kehalusan dan bentuk bulat dari fly ash dapat meningkatkan workability.

2) Mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi.

b. Pada beton keras

1) Meningkatkan kuat tekan beton setelah umur ± 52 hari.

2) Meningkatkan durabilitas beton.

3) Meningkatkan kepadatan (density beton).

4) Mengurangi terjadinya penyusutan beton.

2.2.4.4. Air

Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau, dan cukup jernih. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

b. Tidak mengandung garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih

dari 15 gram/liter.


(26)

commit to user

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen (Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan beton. Disamping digunakan sebagai bahan campuran beton, air digunakan pula untuk merawat beton dengan cara pembasahan setelah dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.

2.2.4.5. Superplasticizer (Viscocrete 10 )

Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sika Viscocrete 10.

Sika Viscocrete 10 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar yang

digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang tinggi. Sika

Viscocrete 10 biasanya digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance Concrete), SCC (Self Compacting Concrete), beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntut tetap dalam kondisi segar lebih lama, misalnya untuk

perjalanan jauh. Superplacticizer secara tidak langsung dapat meningkatkan kuat

tekan beton karena dengan peranannya yang membantu dalam menghindari terjebaknya air di semen, maka tidak dibutuhkan air yang banyak dalam pembuatan beton. Dengan demikian, faktor air semen menjadi rendah dan kuat

tekan tinggi pun dapat dicapai. Spesifikasi (technical data) dari Sika Viscocrete

10 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Data teknis Sika Viscocrete 10

Bentuk Cair

Warna Pale Straw

Kerapatan relatif @ 20°C 1,06

Kandungan material kering % 30

Dosis % berat semen 0,2 – 1.5

pH 4,5

Water Soluble Chloride Content % < 0,1 Chloride free


(27)

commit to user 2.2.4.6 Serat

Ide dasar penambahan serat adalah memberi tambahan pada beton dengan serat yang disebarkan secara merata ke dalam adukan beton dengan orientasi random akan dapat mencegah terjadinya retak-retak beton secara dini, baik akibat panas

hidrasi, penyusutan, dan pembebanan (Harjono, 2001).

Penelitian ini menggunakan serat dari limbah industri yaitu plastik, kaleng, dan ban bekas (karet halus dan karet kasar). Serat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ukuran panjang 15 mm dan lebar 2 mm dengan persentase campuran 1%; dan 1,5% dari volume adukan beton. Berat jenis untuk serat karet sekitar 1,18 t/m3, kaleng 2,3 t/m3, dan plastik 0,95 t/m3.

2.2.5. Mekanisme Kerja Serat dalam Beton

Teori yang digunakan untuk menjelaskan mekanisme kerja serat yaitu: a. Spacing Concept

Spacing concept dalam teori ini diartikan dengan mendekatkan jarak antar serat dalam campuran beton sehingga beton akan lebih mampu membatasi ukuran retak dan mencegah berkembangnya retak menjadi lebih besar.

b. Composite Material Concept

Composite material concept atau konsep material komposit merupakan salah satu pendekatan yang cukup populer yang memperkirakan kuat tarik maupun kuat lentur dari beton serat. Konsep ini dikembangkan untuk memperkirakan

kekuatan material komposit pada saat timbul retak pertama / first crack

strength. Dalam konsep ini diasumsikan bahwa bahan penyusun saling

melekat sempurna, bentuk serat menerus, dan angka poisson dari material

dianggap nol.

Mekanisme kerja serat dalam adukan beton secara bersama-sama dapat dilihat pada Gambar 2.2.-2.4.


(28)

commit to user

a. Serat bersama pasta beton akan membentuk matriks komposit, dimana serat

akan menahan beban yang ada sesuai dengan modulus elastisitasnya.

Gambar 2.2. Serat dalam beton

b. Pasta beton akan semakin kokoh/stabil dalam menahan beban karena aksi

serat (fiber bridging) yang sangat mengikat di sekelilingnya.

Gambar 2.3. Aksi serat bersama pasta semen

c. Serat akan melakukan dowel action (aksi pasak) sehingga pasta yang sudah

retak dapat stabil/kokoh menahan beban yang ada.

Gambar 2.4. Aksi pasak dalam beton

2.2.6. Perilaku Cabut (Pull Out) Serat

Pemberian serat ke dalam beton akan meningkatkan kenerja beton dalam hal kuat tarik, kuat geser, kuat lentur, kemampuan mereduksi retak, kemampuan menahan susut, kemampuan menahan impak dan ketahanan terhadap api (Dining, 2003 dalam As’ad, 2006).

Kehadiran serat mampu menunda retak mikro yang kemudian memperbaiki kekuatan matriks, dimana semakin rapat serat akan makin kuat material beton

d p

d


(29)

commit to user

serat. Sebagai material komposit, ikatan beton-serat baja mendistribusi perkuatan dimana setiap serat akan memberi perkuatan kepada materil komposit. Ikatan beton-serat baja mampu menopang tegangan sekalipun betonnya sudah runtuh atau retak.

Saat beton retak, tegangan tarik yang terjadi melebihi kapasitas kekuatan material beton, transfer beban selanjutnya diteruskan pada ikatan antara beton dengan serat

baja pada proses cabut (pull out) serat dari beton. Gambar 2.5.(a) memperlihatkan

material beton serat yang tetap mampu memikul beban sekalipun beton telah retak atau runtuh. Pada daerah retak tersebut terjadi pengambilalihan beban oleh ikatan serat baja-beton dengan ditandai proses cabut serat dari beton yang disajikan pada Gambar 2.5.(b)

b

a b

Gambar 2.5. Proses cabut serat baja dari beton setelah keruntuhan beton

Ikatan beton-serat baja dan perilaku cabut serat dari beton setelah beton runtuh sangat menentukan kekuatan material komposit beton serat baja. Dalam konsep pendekatan material komposit, kekuatan cabut beton serat baja adalah nilai kumulatif penjumlahan dari kekuatan cabut serat tunggal baja dari beton pada material komposit beton serat baja (Maidl, 1995 dalam As’ad, 2006).

Sebaran acak serat baja di dalam beton memiliki orientasi arah serat yang sangat bervariasi. Kekuatan perlawanan cabut serat tunggal pada arah gaya tarik yang searah dengan orientasi serat sangat mungkin berbeda dengan kekuatan


(30)

commit to user

pada Gambar 2.6. menunjukkan bahwa pada bagian potongan tersebut tersingkap kawat serat baja dengan orientasi acak.

Gambar 2.6. Orientasi acak serat dalam beton

2.2.7. Penyusutan pada Beton (Shrinkage)

2.2.7.1. Definisi Susut

Susut beton secara umum diartikan sebagai berubahnya volume, yaitu berkurangnya volume beton akibat keluarnya air pada saat beton dalam proses pengerasan. Susut yang terjadi dalam hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan adanya pembebanan. Susut merupakan sifat utama dari pasta semen beton, yaitu akibat proses hidrasi yang terjadi saat air bercampur dengan semen. Proses penguapan air bebas dari pasta semen beton ini terjadi saat beton mengering dan berjalan bersamaan dengan lajunya pengerasan beton (Siswanto, 1990).

Menurut Nawi (1998), pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu :

a. Susut plastis, terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton

segar di cetakan.

b. Susut pengeringan, terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses

hidrasi pasta semen telah selesai.

2.2.7.2. Susut Kering Beton ( Drying Shrinkage )

Susut kering beton terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses

hidrasi pasta semen telah selesai. Susut kering beton adalah berkurangnya volume elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Penguapan ini menghilangkan air pori, sehingga mengakibatkan adanya tegangan kapiler yang


(31)

commit to user

menyebabkan dinding-dinding kapiler tertarik dan volume beton menyusut. Beton akan terus menerus mengalami susut kering dalam jangka panjang bahkan sampai bertahun-tahun sampai air yang terkandung di dalam beton benar-benar habis menguap. Menurut Nawi (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya susut kering beton antara lain sebagai berikut :

a. Agregat. Agregat berlaku sebagai penahan susut pasta semen. Jadi, beton dengan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin berkurang perubahan volumenya akibat susut. Lagipula, derajat ketahanan beton ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu dengan modulus elastisitas yang tinggi atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap proses susut. b. Faktor air-semen. Semakin besar faktor air-semen, akan semakin besar pula

efek susut.

c. Ukuran elemen beton. Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila volume elemen betonnya semakin besar. Akan tetapi, terjadinya susut akan semakin lama untuk elemen yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam. Sebagai contoh, mungkin diperlukan waktu sampai satu tahun untuk tercapainya pengeringan pada kedalaman 10 in. dari permukaan luar, dan sepuluh tahun untuk mencapai 24 in.dari permukaan luar.

d. Kondisi lingkungan. Kelembaban relatif di sekeliling beton sangat mempengaruhi besarnya susut; laju perubahan susut semakin kecil pada lingkungan dengan kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur di sekeliling juga merupakan faktor yang menentukan, yaitu susut akan tertahan pada temperatur rendah.

e. Banyaknya penulangan. Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan dengan beton sederhana; perbedaan relatifnya merupakan fungsi dari persentase tulangan.

f. Bahan tambahan pada campuran beton. Pengaruh ini sangat bervariasi, bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Akselerator seperti kalsium klorida digunakan untuk mempercepat proses pengerasan beton dan

memperbesar susut. Pozzolan juga dapat menambah susut, sedangkan bahan


(32)

commit to user

tambahan yang dapat meningkatkan workability campuran beton dan dapat

mengurangi pemakaian air serta penundaan panas hidrasi sehingga dapat memperkecil susut pada beton.

g. Jenis semen.. Sangat perlu diperhatikan penggunaan semen yang mengandung kadar C3A yang terlalu tinggi. Jumlah C3A di dalam semen harus dibatasi, agar

hidrasi dari semen dapat diperlambat. Begitu juga pembentukan panasnya (heat

generation). Penggilingan semen yang terlalu halus (3500 Blaine) juga harus

dihindari. Pada dasarnya adalah sangat beralasan bila jumlah semen dalam 1m3

beton dibatasi. Jumlah semen harus dibuat minimum dengan menggunakan admixture dan atau abu terbang. Sebaliknya makin besar kandungan gypsum

(CaSO4.2H2O) dalam semen, akan menghasilkan setting time yang makin

panjang.

2.2.7.3. Mekanisme Terjadinya Susut Kering

Berikut akan dijelaskan mekanisme terjadinya penyusutan dalam beton :

a. Sifat dasar yang tidak stabil dari hasil pembentukan awal kalsium silikat hidrat

pada penyusutan saat terjadi proses pengeringan. Sifat yang tepat dan terperinci dari mekanisme ini sukar dimengerti dan merupakan sesuatu yang bersifat permanen dan tidak dapat diubah.

b. Dalam pasta semen terdapat pori besar dan kecil. Mula-mula pori yang terdapat

dalam beton terisi penuh air tetapi dengan bertambahnya umur beton, maka air tersebut perlahan-lahan akan menguap keluar dari beton. Air yang pertama menguap adalah air yang terdapat dalam pori yang besar. Berlangsung sampai air yang ada pada pori besar habis sehingga menyebabkan adanya tegangan kapiler yang cukup untuk menimbulkan susut pada beton. Setelah itu air dari kapiler beton yang lebih kecil dan lebih halus secara berangsur-angsur akan mulai menguap. Kehilangan air dari kapiler kecil inilah yang menyebabkan terjadinya tegangan pori yang signifikan dan juga menyebabkan terjadinya susut. Mekanisme susut ini akan dijelaskan pada Gambar 2.7.


(33)

commit to user

Gambar 2.7 Mekanismesusut

c. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, sehingga air yang

terserap di permukaan akan mempengaruhi keseluruhan sifat sistem koloid tersebut. Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi di dalam sistem koloid silikat hidrat. Perubahan energi ini akan menyebabkan susut.

d. Ferraris dan Wittman menyatakan bahwa perubahan energi permukaan

merupakan sumber penyusutan pada kondisi kelembaban yang rendah.

e. Pada saat semen bercampur dengan air maka akan terjadi reaksi kimia, hal ini

yang disebut sebagai proses hidrasi. Proses ini menghasilkan produk hidrasi yang berupa kalsium silikat gel (C-S-H gel) dan kalsium hidroksida. Air yang ada dalam beton sebagian digunakan untuk proses hidrasi dan sebagian lagi digunakan untuk mengisi pori-pori pada pasta semen. Pada saat beton mulai mengering, air bebas pada pori yang tidak terikat secara fisik maupun kimiawi akan keluar, tetapi tidak begitu signifikan menyebabkan perubahan volume. Saat air bebas telah habis, air yang terikat secara fisik akan keluar, sehingga hal inilah yang secara signifikan menyebabkan terjadinya penyusutan.

Proses penyusutan tersebut berperan secara terpisah dan atau berkombinasi sehingga menyebabkan terjadinya susut kering.


(34)

commit to user 2.2.7.4. Prediksi Susut Kering Jangka Panjang

Perkiraan nilai susut kering pada masa yang akan datang sangat penting digunakan dalam merencanakan umur dan daya tahan suatu struktur bangunan. Sehingga perlu diadakan pengukuran nilai susut kering dalam jangka pendek. Metode yang paling tepat digunakan untuk memprediksi nilai susut kering jangka

panjang adalah dengan mengekstrapolasi nilai ultimate shrinkage dari pengukuran

susut kering jangka pendek.

Menurut Brooks dan Neville(1970), besarnya susut kering saat beton berumur 1

tahun dapat diprediksi dari pengukuran besar susut kering beton umur 7 dan 28 hari, dengan menggunakan persamaan linier dan power. Brooks dan Neville hanya menyusun persamaan untuk menentukan besar susut kering beton yang berumur 1 tahun.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai susut

kering beton. Diantaranya adalah ACI Committee 209, (Almudaiheem dan

Hansen, 1987). Kemajuan dalam perkiraan dapat dicapai dengan menggunakan nilai susut kering yang diteliti dari pengujian jangka pendek (28 hari) untuk

memperkirakan susut kering jangka panjang. ACI Committee 209 mengusulkan

untuk memprediksi susut beton jangka panjang dari data-data jangka pendek yang dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1.

( )=Ǵ . ( )

(2.1.) dimana :

( ) = nilai susut kering umur t (selama pengujian)

( ) = besar ultimate shrinkage


(35)

commit to user 2.2.7.5. Efek Susut Kering pada Struktur

Dampak yang ditimbulkan susut kering pada struktur bangunan memang tidak terlihat secara langsung karena perkembangan penyusutan terjadi sangat lambat, tetapi dalam jangka waktu lama akan berpotensi menyebabkan deformasi struktur. Dampak lain yang timbul adalah terjadinya keretakan pada dinding atau pada beton. Hal ini dikarenakan beton menjadi sangat lemah dalam menahan peningkatan tegangan pori pada beton. Apabila perencana tidak teliti dalam memprediksi susut kering, maka ketika kondisi struktur mengalami deformasi dan keretakan dapat dianggap sebagai penyebabnya adalah beban yang terlalu berat yang ditanggung oleh struktur.

Susut kering juga dapat menyebabkan keretakan pada struktur tipis seperti pada atap beton bangunan maupun tempat penampungan air yang terbuat dari beton, sehingga dapat menyebabkan kebocoran pada saat terjadi hujan dan kebocoran pada tempat penampungan air. Selain itu, keretakan pada beton bertulang baik pada kolom maupun balok yang diakibatkan oleh susut dapat berdampak terjadinya korosi pada tulangan karena pengaruh cuaca luar yang berpotensi menyebabkan korosi.

Pada struktur beton prategang, susut kering merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya kehilangan kekuatan prategang. Apabila ultimate

shrinkage pada beton berkisar antara 200x10-6 s/d 600x10-6, maka kehilangan prategang yang disebabkan oleh susut kering pada beton dengan modulus elastisitas E = 200000 MPa, setara dengan 40 MPa s/d 120 MPa. Kehilangan kekuatan prategang sebesar itu tentu saja mengurangi kemampuan struktur beton prategang di dalam menahan beban. Dari penjelasan di atas, maka perlu dilakukan perhitungan yang teliti mengenai susut kering pada beton agar dihasilkan suatu struktur yang layak dan kuat.


(36)

commit to user 2.2.7.6. Prinsip Pengukuran Susut Kering

Pada dasarnya, besar susut kering pada beton dapat diketahui dengan pengukuran perubahan bentuk dari beton tersebut pada benda uji di bawah kondisi kering tanpa dipengaruhi beban. Menurut ASTM C 596-96, susut kering adalah perubahan panjang dari benda uji selama periode tertentu, dimana perubahan panjang itu disebabkan bukan karena gaya eksternal melainkan akibat evaporasi. Pada saat beton serat mengeras dan menyusut, retak yang sangat kecil akan berkembang.

Pengukuran susut kering pada beton dilakukan dengan cara membandingkan

antara selisih panjang awal dan panjang akhir dengan panjang mula-mula benda uji. Berikut ini Gambar 2.8. menjelaskan hubungan penyusutan terhadap waktu.

waktu Panjang Perubahan

panjang dari t0

shrinkage

t0 L0 0 0

t1 L1 L0- L1 (L0- L1)/ L0

t2 L2 L0- L2 (L0- L2)/ L0

Gambar 2.8. Hubungan penyusutan terhadap waktu

2.2.7.7. Mekanisme Susut pada Beton Serat

Proses susut kering terjadi akibat adanya penguapan air dari beton yang

berlangsung secara terus-menerus hingga melibatkan air yang ada di dalam beton dalam jangka waktu yang cukup lama. Kehilangan air ini mengakibatkan timbulnya tegangan kapiler yang menyebabkan dinding kapiler tertarik sehingga

waktu Lo

L1 L

2


(37)

commit to user

volume beton menyusut, tetapi dengan adanya serat yang terdistribusi secara acak pada beton dapat menahan tegangan tarik pada dinding-dinding kapiler sehingga penyusutan pada beton dapat dikurangi. Dengan adanya pengurangan susut kering ini, maka retak-retak yang terjadipun dapat dikurangi. Dan retak-retak tersebut terpotong oleh batangan-batangan serat, sehingga tertahan untuk berkembang menjadi retak yang lebih besar.

Selain itu dalam jangka panjang dengan adanya serat yang terdistribusi secara merata di dalam SCC akan mampu menutupi keretakan-keretakan yang terjadi sehingga dapat mencegah korosi besi tulangan yang diakibatkan oleh serangan kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan korosi. Dapat dikatakan secara garis besar penambahan serat adalah bertujuan untuk memberi tulangan di dalam beton yang disebar merata ke dalam adukan beton dengan kandungan tertentu, sehingga dapat mengurangi terjadinya retak pada daerah tarik beton akibat pengaruh susut.


(38)

commit to user

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Uraian Umum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Pengujian terhadap susut beton serat memadat mandiri dilakukan dengan cara mengamati perubahan dimensi benda uji yang berupa prisma. Benda uji yang diamati tidak dikenai pembebanan sedikitpun agar perubahan dimensi yang terjadi benar-benar disebabkan oleh susut.

Penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas untuk tahap penyelidikan pengaruh penggunaan serat limbah industri pada SCC terhadap pengujian susut kering adalah jenis serat dan kadar serat, sedangkan

variabel tidak bebas dalam penelitian ini adalah besarnya susut kering (drying

shrinkage) balok beton.

Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar pengujian yang terdapat pada standar ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratorium Bahan Fakultas Teknik UNS Surakarta.

Pengamatan benda uji dimulai saat beton berumur satu hari hingga 60 hari. Data yang diperoleh berupa nilai-nilai penyusutan dimensi benda uji. Dari data tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan oleh jenis serat

dan kadar serat terhadap susut kering yang terjadi. Selanjutnya dibuat grafik

hubungan antara variasi jenis serat dan kadar serat dengan nilai susut kering yang terjadi, sehingga dapat diketahui seberapa besar kontribusi penggunaan variasi jenis serat dan kadar serat terhadap nilai susut kering beton serat memadat mandiri. Selain itu dilakukan analisis untuk memperkirakan susut kering jangka


(39)

commit to user

3.2. Benda Uji

Benda uji pada penelitian ini berupa balok beton dengan panjang 28 cm, tinggi 7,5 cm, dan lebar 7,5 cm. Penelitian ini terdiri dari balok SCC tanpa serat dan balok beton serat memadat mandiri. Serat yang digunakan adalah serat kaleng, plastik, karet halus, dan karet kasar dengan kadar serat sebesar 1% dan 1,5% terhadap volume beton. Jumlah benda uji keseluruhan sebanyak 25 buah. Perincian benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tabel 3.1 Perincian Benda Uji

Variasi Jenis Serat

Kadar Serat (% Volume)

Kode Benda Uji

Jumlah (Sampel)

Umur (Hari)

Tanpa serat 0 BTS-A0-SK 2

1-60

Kaleng 1 BSK-A1-SK 3

Plastik 1 BSP-A1-SK 3

Karet Halus 1 BSKH-A1-SK 3

Karet Kasar 1 BSKK-A1-SK 3

Kaleng 1,5 BSK-A1,5-SK 2

Plastik 1,5 BSP-A1,5-SK 3

Karet Halus 1,5 BSKH-A1,5-SK 3

Karet Kasar 1,5 BSKK-A1,5-SK 3

Jumlah - - 25

-Keterangan :

BTS-A0-SK : Beton (SCC) Tanpa Serat, Kadar Serat 0%, uji Shrinkage

BSK-A1-SK : Beton Serat Limbah Kaleng, Kadar Serat 1%, uji Shrinkage

BSP-A1-SK : Beton Serat Limbah Plastik, Kadar Serat 1%, uji Shrinkage

BSKH-A1-SK : Beton Serat Limbah Karet Halus, Kadar Serat 1%, uji Shrinkage

BSKK-A1-SK : Beton Serat Limbah Karet Kasar, Kadar Serat 1%, uji Shrinkage

BSK-A1,5-SK : Beton Serat Limbah Kaleng, Kadar Serat 1,5%, uji Shrinkage

BSP-A1,5-SK : Beton Serat Limbah Plastik, Kadar Serat 1,5%, uji Shrinkage

BSKH-A1,5-SK : Beton Serat Limbah Karet Halus, Kadar Serat 1,5%, uji Shrinkage BSKK-A1,5-SK : Beton Serat Limbah Karet Kasar, Kadar Serat 1,5%, uji Shrinkage


(40)

commit to user

Gambar 3.1 Benda uji balok beton memadat mandiri

3.3. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

a. Timbangan dengan kapasitas 2 kg dan 50 kg yang digunakan untuk mengukur

berat material.

b. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5 mm;

9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; 0 mm (pan) dan mesin penggetar ayakan yang digunakan untuk pengujian gradasi agregat.

c. Oven dengan kapasitas temperatur 300o C dan daya listrik 2200 W yang

digunakan untuk mengeringkan material.

d. Conical mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm, lengkap dengan alat penumbuk. Alat ini digunakan untuk

mengukur keadaan SSD (Saturated Surface Dry) agregat halus.

e. Cetakan benda uji berupa besi dengan panjang 28 cm, lebar 7,5 cm, dan tinggi


(41)

commit to user

f. Alat Demountable Mechanical Strain Gauge yang digunakan untuk pengujian

susut kering (drying shrinkage). Berupa :

1) Perletakan benda uji

2) Demec point 3) Bar reference 4) Demec gauge

g. Alat bantu lain:

1) Gelas ukur 250 ml untuk pengujian kadar Lumpur dan kandungan zat

organik dalam pasir.

2) Gelas ukur 1000 ml untuk menakar air.

3) Cangkul, ember, sekop, cetok, penggaris, lem alteko, kamera digital dll.

3.4. Bahan

Bahan yang dibutuhkan adalah :

a. Semen Portland

b. Pasir ukuran maksimum 4,75 mm

c. Kerikil ukuran maksimum 16 mm

d. Abu terbang (fly ash) berasal dari PLTU Paiton Jawa Timur

e. Superplasticizer produk Sika

f. Bahan serat kaleng, serat plastik dan serat ban

Serat dengan dipotong – potong berukuran kecil yang dibentuk lurus dengan ukuran panjang ±1,5 cm dan lebar ±2 mm


(42)

commit to user

3.5.

Tahap Penelitian

Tahapan-tahapan selengkapnya dalam penelitian ini meliputi :

a. Tahap I

Disebut tahap persiapan. Pada tahap ini dilakukan studi literatur, persiapan seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian. Termasuk

pembuatan cetakan atau bekisting benda uji juga dilakukan pada tahap ini.

b. Tahap II

Pengujian terhadap bahan yang digunakan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan tersebut. Selain itu, untuk mengetahui apakah bahan tersebut memenuhi persyaratan atau tidak bila digunakan sebagai bahan pada rancang campur adukan SCC.

c. Tahap III

Kajian mix design SCC tanpa tambahan serat. Pada tahap ini dilakukan

pembuatan beberapa mix design SCC dengan perbedaan berdasarkan pada

perbandingan agregat kasar dengan agregat halus, kadar fly ash, dan w/b.

Hasil terbaik mix design tersebut dipakai untuk pembuatan balok beton.

d. Tahap IV

Disebut tahap pembuatan benda uji. Pada tahap ini dilakukan pekerjaan sebagai berikut:

1) Penetapan campuran adukan SCC dan beton serat memadat mandiri.

2) Pembuatan adukan SCC dan beton serat memadat mandiri.

3) Pengecoran ke dalam bekisting.

4) Pelepasan benda uji dari cetakan.

e. Tahap V

Disebut tahap pengujian utama. Pada tahap ini dilakukan pengujian susut

kering (drying shrinkage) pada SCC dan beton serat memadat mandiri dengan

cara mengamati susut yang terjadi saat benda uji berumur satu hari hingga 60 hari. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.


(43)

commit to user

f. Tahap VI

Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini, data yang diperoleh dari hasil pengujian dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.

g. Tahap VII

Disebut tahap pengambilan keputusan. Pada tahap ini, data yang telah dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

Secara keseluruhan, tahapan penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada Gambar 3.2.


(44)

commit to user

Studi literatur Persiapan alat dan bahan

Tidak

ya Uji Agregat halus:

- kadar lumpur - kadar organik - spesific gravity - gradasi

Uji Agregat kasar: - abrasi

- spesific gravity - gradasi Semen Agregat

Halus

Agregat Kasar

Serat Air Bahan Tambah : -superplasticizer -fly ash Uji Agregat

Agregat memenuhi

syarat

Kajian mix design SCC Tanpa Serat

(Penentuan komposisi pasir, agregat kasar, semen, air, fly ash, superplasticizer)

Mulai

Pengujian utama Uji susut kering : - Perubahan panjang benda uji - Selisih perubahan panjang benda uji

Selesai Pembuatan benda uji: - Pembuatan Adukan Beton - Pengecoran ke dalam bekisting - Pelepasan benda uji dari

TAHAP V TAHAP IV

TAHAP VI TAHAP VII TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

Gambar 3.2. Bagan alir tahap-tahap penelitian

Analisis Data dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran


(45)

commit to user

3.6.

Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian bahan dasar beton sangat penting. Hal ini untuk mengetahui kelayakan karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam desain campuran beton terhadap suatu target tertentu. Pengujian bahan dasar beton hanya dilakukan terhadap agregat halus dan agregat kasar.

3.7.

Perancangan Campuran Beton (

Mix Design

)

Okamura dan Ozawa (1995) menyarankan spesifikasi SCC antara lain :

a. Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid, agar mortar dapat

melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut;

b. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar, yang

bertujuan mengisi pori dari agregat kasar;

c. Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1

tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya dan;

d. Dosis superplasticizer dan faktor air-bahan pengikat ditentukan setelahnya

untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.

Perancangan campuran SCC yang tepat dan sesuai dengan proporsi campuran

adukan beton tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas workability,

flowability, dan passingability yang baik. Dalam mix design ini, direncanakan tujuh campuran beton memadat mandiri dengan perbedaan berdasarkan

perbandingan agregat kasar dengan agregat halus, kadar fly ash, dan w/b. Tahap

awal dalam perencanaan campuran beton memadat mandiri adalah menentukan volume agregat sebesar 60% dari volume total beton. Volume agregat tersebut, dibuat perbandingan antara agregat kasar dengan agregat halus sesuai dengan perencanaan yang ada. Ketujuh campuran tersebut, dipilih salah satu sampel yang

mempunyai kualitas workability, flowability, dan passingability terbaik untuk


(46)

commit to user

3.8.

Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Bahan-bahan campuran adukan beton disiapkan dan ditimbang sesuai dengan

rancang campur adukan beton (mix design).

b. Bahan tersebut dicampur hingga homogen dengan cara memasukkannya ke

dalam alat aduk beton secara berurutan mulai dari kerikil, pasir, semen, fly

ash, dan serat. Setelah tercampur hingga homogen, bahan tersebut

ditambahkan air dan superplasticizer secara perlahan-lahan supaya campuran

SCC dapat terkontrol dengan baik.

c. Memasukkan adukan ke dalam cetakan balok besi dengan ukuran panjang 28

cm, lebar 7,5 cm, dan tinggi 7,5 cm hingga penuh baik tanpa dipadatkan maupun dengan dipadatkan sedikit.

d. Setelah cetakan penuh dan padat, permukaannya diratakan dan diberi kode

benda uji di atasnya, kemudian didiamkan selama 24 jam.

e. Bekisting atau cetakan dapat dibuka apabila benda uji telah berumur satu hari.

Proses pembuatan benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.3.(a,b,c, dan d)

a. Pencampuran bahan SCC dengan serat plastik b. Pencampuran bahan SCC dengan serat karet

c. Proses penuangan mix design ke alat cetak d. Hasil Penuangan mix design ke alat cetak


(47)

commit to user

3.9. Pengujian Susut Kering Balok Beton

Pengujian susut kering (drying shrinkage) dilakukan pada benda uji prisma segi

empat dan terdapat tiga jenis benda uji untuk tiap variasi dengan rentang waktu pengamatan 1 hingga 60 hari yang dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang perilaku susut kering benda uji. Pengukuran susut pada benda uji menggunakan

alat demountable mechanical strain gauge (demec gauge). Langkah-langkah

pengujian drying shrinkage beton adalah sebagai berikut:

a. Benda uji umur 1 hari dikeluarkan dari cetakan.

b. Sebelum dilakukan pengujian, benda uji ditimbang dan dilakukan pengukuran

diameter dan tingginya.

c. Setting alat Demountable Mechanical Strain Gauge, meliputi:

1) Perletakan benda uji

2) Demec point 3) Bar reference 4) Demec gauge

Setting pengujian dan alat uji susut keringdapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4. Setting pengujian dan alat uji susut kering

Langkah-langkah penyiapan alat :

a. Meletakkan benda uji pada dudukan.

b. Memberi tanda pada titik-titik yang akan ditinjau sejarak 200 mm dengan


(48)

commit to user

c. Demec point yang berupa butiran berbentuk silinder terbuka di kedua sisinya dan berdiameter 3 mm, ditempelkan dengan lem tepat di atas titik-titik.

d. Setelah proses pemasangan selesai, benda uji didiamkan selama kira-kira 4

jam sampai lem mengeras sehingga posisi demec point stabil.

e. Meletakkan demec gauge tepat di atas demec point.

f. Mengatur dial gauge yang terdapat pada demountable mechanical strain

gauge dan jarum disetel pada posisi angka nol.

g. Kemudian pengujian siap dilakukan dengan membaca dan mencatat

perubahan jarum pada angka yang ditunjukkan oleh dial gauge.

Langkah-langkah pengukuran dengan demec gauge :

a. Meletakkan benda uji pada dudukan.

b. Meletakkan demec gauge pada demec point benda uji.

c. Mengamati perubahan jarum pengukur pada alat uji demec gauge.

d. Membaca dan mencatat angka pada jarum apabila jarum telah berhenti atau

dalam keadaan stabil.

e. Mengulangi pengukuran pada masing-masing demec point sebanyak 5 kali.

f. Menghitung nilai shrinkage beton.

Pengukuran susut kering dengan demec gauge dapat dilihat pada Gambar 3.5


(49)

commit to user

41

BAB 4

HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar

Dalam bab ini akan ditampilkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap data yang diperoleh. Data rincian hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun beton disajikan dalam lampiran A.

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus

Pengujian terhadap agregat halus atau pasir meliputi pengujian kadar lumpur,

kandungan zat organik, specific gravity, dan gradasi agregat. Hasil pengujian

tersebut disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil pengujian agregat halus

Jenis pengujian Hasil pengujian Standar Kesimpulan

Kandungan Zat Organik Kuning muda Kuning Memenuhi syarat

Kandungan Lumpur 4% Maks 5% Memenuhi syarat

Bulk Specific Gravity 2,44 gr/cm3 - -

Bulk Specific SSD 2,52 gr/cm3 - -

Apparent Specific Gravity 2,65 gr/cm3 - -

Absorbtion 3,09% - -


(50)

commit to user 42 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 2 4 6 8 10

K u m u la ti f lo lo s (% )

Diameter ayakan (mm)

Hasil pengujian ASTM batas bawah ASTM batas atas

Hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.2. dengan grafik gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.

Tabel 4.2. Hasil pengujian gradasi agregat halus Diameter

ayakan (mm)

Berat tertahan Berat lolos

kumulatif (%)

ASTM C-33

Gram % Kumulatif

(%)

9,50 0,00 0,00 0,00 100,00 100

4,75 61,00 3,05 3,05 96,95 95 - 100

2,36 17,00 0,85 3,90 96,10 80 - 100

1,18 431,77 21,61 25,51 74,49 50 - 85

0,85 325,23 16,27 41,78 58,22 25 - 60

0,30 705,00 35,28 77,06 22,94 10 - 30

0,15 315,00 15,77 92,83 7,17 2 - 10

0,00 143,00 7,16 100,00 0,00 0

Jumlah 1998,00 100,00 344,13 - -

Modulus Halus = 100

100

å

beratkumulatiftertinggal

= 100 100 13 , 344

-= 2,44


(51)

commit to user

43 4.1.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar

Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) meliputi pengujian berat jenis

(specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi agregat kasar. Hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3. Kemudian untuk Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga dapat diketahui gradasinya dalam batas gradasi ASTM. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan pada lampiran A.

Tabel 4.3. Hasil pengujian agregat kasar

Jenis pengujian Hasil pengujian Standar Kesimpulan

Bulk Specific Gravity 2,40 gr/cm3 - -

Bulk Specific SSD 2,56 gr/cm3 - -

Apparent Specific Gravity

2,84 gr/cm3 - -

Absorbtion 6,39% - -

Abrasi 40,60% Maksimum 50% Memenuhi syarat

Modulus Halus Butir 6,55 5 – 8 Memenuhi syarat

Hasil pengujian gradasi agregat kasar dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat pada Tabel 4.4. dengan grafik gradasi yang disyaratkan ASTM C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.


(52)

commit to user 44 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 5 10 15 20

K u m u la ti f lo lo s (% )

Diameter saringan (mm)

Hasil pengujian ASTM batas bawah ASTM batas atas

Tabel 4.4. Hasil pengujian gradasi agregat kasar Diameter

ayakan (mm)

Berat tertahan Berat lolos

kumulatif (%)

ASTM C-33

Gram % Kumulatif

(%)

19,00 0,000 0,00 0,00 100,00 100

12,50 287,424 9,60 9,60 90,40 90 – 100

9,50 1088,620 36,36 45,96 44,04 40 – 70

4,75 1611,956 53,84 99,80 0,20 0 – 15

2,36 5,000 0,17 99,97 0,03 0 – 5

1,18 1,000 0,03 100,00 0,00 -

0,85 0,000 0,00 100,00 0,00 -

0,30 0,000 0,00 100,00 0,00 -

0,15 0,000 0,00 100,00 0,00 -

0,00 0,000 0,00 100,00 0,00 -

Jumlah 2994,000 100,00 755,33 - -

Modulus Halus = 100

100

å

beratkumulatiftertinggal

= 6,55

100 100 33 , 755 =


(53)

commit to user

45

Secara visual, agregat kasar yang digunakan dalam penelitian disajikan dalam Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Agregat kasar

4.2. Perancangan Campuran Adukan Beton

Penentuan perancangan campuran (mix design) beton serat memadat mandiri ini

diambil hasil terbaik dari data hasil pengujian tujuh campuran SCC tanpa

tambahan serat yang telah memenuhi semua parameter seperti workability,

flowability, passingability, dan efisien dalam penggunaan semen. Data hasil pengujian tujuh campuran SCC tanpa tambahan serat ini di dapat dari pengujian sebelumnya yang merupakan rangkaian dari penelitian terhadap kualitas SCC.

Setelah di dapat hasil mix design yang terbaik, maka dilakukan penambahan serat

guna membuat benda uji yang telah direncanakan. Dari perhitungan perancangan

campuran (mix design) adukan beton, diperoleh kebutuhan bahan untuk 1 m3


(54)

commit to user

46

Tabel 4.5. Proporsi campuran adukan SCC tanpa tambahan serat untuk

kebutuhan 1 m3 beton.

Nama Benda Uji PC

(kg)

Pasir (kg)

Kerikil (kg)

Air (kg )

Flay ash (kg)

BTS 464 912,96 608,64 253,06 92,83

BSK 464 912,96 608,64 253,06 92,83

BSP 464 912,96 608,64 253,06 92,83

BSKH 464 912,96 608,64 253,06 92,83

BSKK 464 912,96 608,64 253,06 92,83

Perhitungan lengkap terdapat pada lampiran B, sedangkan untuk satu kali adukan SCC tanpa tambahan serat ditampilkan dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Proporsi campuran adukan SCC tanpa tambahan serat untuk setiap variasi tiap 1 kali adukan.

Variasi

Kode Jumlah PC Pasir Kerikil Air

FA Benda Uji (sampel) (kg) (kg) (kg) (kg) (kg) Tanpa serat BTS 2 1,462 2,876 1,917 0,797 0,293 Serat Kaleng

BSK-A1-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 BSK-A1,5-SK 2 1,462 2,876 1,917 0,797 0,293 Serat Plastik

BSP-A1-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 BSP-A1,5-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 Serat Karet Halus

BSKH-A1-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 BSKH-A1,5-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 Serat Karet Kasar

BSKK-A1-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439 BSKK-A1,5-SK 3 2,192 4,314 2,876 1,196 0,439

Perhitungan proporsi campuran adukan SCC tanpa tambahan serat untuk setiap variasi secara lengkap terdapat pada lampiran B, sedangkan kebutuhan serat untuk setiap variasi tiap 1 kali adukan SCC disajikan dalam Tabel 4.7.


(55)

commit to user

47

Tabel 4.7. Proporsi kebutuhan serat untuk setiap variasi SCC

Jenis serat Nama benda uji Serat tiap 1 m 3

Serat tiap 1 kali adukan

(kg/m3) (kg)

Serat kaleng

BSK-A1-1

23 0,108

BSK-A1-2 BSK-A1-3 BSK-A1,5-1

34,5 0,108

BSK-A1,5-2

Serat plastic

BSP-A1-1

9,5 0,045

BSP-A1-2 BSP-A1-3 BSP-A1,5-1

14,25 0,069

BSP-A1,5-2 BSP-A1,5-3

Serat karet halus

BSKH-A1-1

11,8 0,057

BSKH-A1-2 BSKH-A1-3 BSKH-A1,5-1

17,9 0,084

BSKH-A1,5-2 BSKH-A1,5-3

Serat karet kasar

BSKK-A1-1

11,8 0,057

BSKK-A1-2 BSKK-A1-3 BSKK-A1,5-1

17,9 0,084

BSKK-A1,5-2 BSKK-A1,5-3

4

.3. Data Hasil Pengujian Susut Kering

Susut kering beton diukur pada saat beton berumur 1 hingga 62 hari dengan

menggunakan alat Demountable Mechanical Strain Gauge (dial gauge) yang

memakai standar ASTM C157. Data hasil pengukuran susut kering serat 1% ditampilkan dalam Tabel 4.8. dan pengukuran susut kering serat 1,5% ditampilkan dalam Tabel 4.9. Data pengujian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.


(1)

commit to user Gambar 4.8. Perbandingan

4.5.

Pembahasan Ha

Dari Gambar 4.4.-4.5. terli kering lebih tinggi diba membuktikan bahwa serat nilai susut kering pada pengeringan pada benda uj menunjukkan bahwa benda besar sampai yang terkecil be

Dari pengamatan Gambar lebih tinggi memiliki nilai benda uji dengan kadar se perubahan nilai susut kering maupun benda uji berserat pada ruang penyimpanan be hujan di beberapa hari sela benda uji menggunakan de

432,3 601,2 0 250 500 750 1000 U lt im a te S h ri n k a g e ( m ic ro st ra in )

Tanpa serat Plas

55

gan nilai ultimate shrinkage benda uji berserat 1%

Hasil Pengujian Susut Kering

erlihat bahwa benda uji tanpa serat memiliki ni ibandingkan dengan benda uji berserat. H at memiliki peran yang signifikan di dalam meng

SCC. Grafik hubungan susut kering denga uji berserat 1% dan 1,5% pada Gambar 4.4.-4 nda uji yang mengalami susut kering dari yan

il berturut-turut adalah BSKK, BSKH, BSK, dan

r 4.6. terlihat bahwa benda uji dengan kadar se lai susut kering yang lebih rendah dibandingkan serat yang lebih rendah. Terjadinya kecenderun ring yang tidak kostan baik pada benda uji berse at 1,5% dimungkinkan karena adanya kelembab n benda uji yang cenderung tidak stabil dikarena

elama waktu pengujian, kurang telitinya saat pem demec gauge, ketidakstabilan alat penguji di

432,3

481,6 497

585,7

428,6 434,7 429,2 430,6

Jenis serat

Ultimate Shrinkage (1%) Ultimate Shrinkage (1,5%) Ultimate Shrinkage (TS)

Karet Halus Karet Kasar

Plastik Kaleng

1%&1,5%

nilai susut Hasil ini engurangi gan umur 4.5. juga ang paling , dan BSP.

serat yang kan dengan ungan laju berserat 1% baban udara nakan ada pembacaan di dalam e (1%)


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan pembacaan susut dengan baik.

Susut kering pada benda uj uji berserat 1% adalah sebe dan nilai terbesar dialami µm. Kemudian, pada benda yang dialami oleh benda uj benda uji serat karet kasar ( bahwa jenis serat yang ada kering.

Hasil perbandingan susut ke dalam Gambar 4.9. Pengar selengkapnya dapat dilihat pa

Gambar 4.9. Perbandinga 226,0 316,6 0 100 200 300 400 500

Tanpa Serat Plast

S u su t K e ri n g ( m ic ro st ra in ) 56

usut kering, serta waktu pengujian yang tidak t

uji tanpa serat mencapai 316,6 µm. Nilai terkec besar 226 µm dialami oleh benda uji serat plasti i oleh benda uji serat karet kasar (BSKK) sebe da uji berserat 1,5% nilai terkecil adalah sebesar a uji serat plastik (BSP) dan nilai terbesar diala

r (BSKK) sebesar 271,6 µm. Hasil tersebut menu da pada benda uji ikut mempengaruhi besarnya ni

ut kering benda uji berserat 1% maupun 1,5% dita garuh variasi penggunaan jenis serat maupun kad hat pada Tabel 4.10.

ndingan nilai susut kering benda uji berserat 1% & 1,5

269,8 273,5

291,0 224,0

264,9 267,3 271,6

Susut Kering (1% Susut Kering (1,5% Susut Kering (TS)

Plastik Kaleng Karet Halus Karet Kasar

k terjadwal

kecil benda stik (BSP) sebesar 291 ar 224 µm alami oleh nunjukkan nilai susut

ditampilkan kadar serat

1,5 %.

ring (1%) ring (1,5%) ring (TS)


(3)

commit to user

57

Tabel 4.10. Pengaruh penggunaan jenis serat terhadap susut kering SCC pada

pembacaan dengan demec gauge. Susut Kering

SCC Tanpa Serat (microstrain)

Jenis Serat

Susut Kering SCC Serat (microstrain)

Penurunan Susut Kering

microstrain %

Kadar Serat 1% Volume Tiap Adukan

316,6

Plastik 226 90,6 28,6

Kaleng 269,8 46,8 14,8

Karet Halus 273,5 43,1 13,6

Karet Kasar 291 25,6 8,1

Kadar Serat 1,5% Volume Tiap Adukan

316,6

Plastik 224 92,6 29,2

Kaleng 264,9 51,7 16,3

Karet Halus 267,3 49,3 15,6

Karet Kasar 271,6 45 14,2

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, apabila ditinjau dari jumlah serat yang ada di dalam campuran dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah prosentase serat yang dipakai maka nilai susut kering yang terjadi semakin kecil. Hal ini dikarenakan serat tersebut mampu menahan tegangan tarik pada dinding-dinding kapiler beton yang menyebabkan susut, sehingga jumlah serat yang ada pada SCC dapat mempengaruhi besarnya susut kering yang terjadi.

Dari Tabel 4.10. di atas juga menunjukkan bahwa serat plastik dengan kadar serat 1% maupun 1,5% cenderung memiliki pengaruh yang lebih baik di dalam menahan susut kering dibandingkan 3 jenis serat yang lainnya. Ini juga membuktikan bahwa serat plastik memiliki kemampuan yang lebih baik `dalam menahan susut kering daripada serat kaleng. Hal ini terjadi karena serat plastik yang digunakan dalam penelitian ini lebih tebal dibandingkan dengan serat kaleng, sehingga modulus elastisitas serat kaleng yang lebih tinggi daripada serat plastik (berdasarkan data pengujian dari berbagai sumber) tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada kemampuan serat dalam menahan susut kering yang terjadi.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Analisis data hasil prediksi susut kering jangka panjang pada Gambar 4.7. di atas menunjukkan bahwa pola susut kering yang terjadi di masa yang akan datang cenderung stabil setelah beton berumur 100 hari lebih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kayali et.al yang mengatakan bahwa susut kering akan cenderung konstan setelah 100 hari pengeringan.


(5)

commit to user

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian, analisis data dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Penambahan serat ke dalam SCC dapat mengurangi penyusutan yang terjadi. Serat yang tersebar secara acak di dalam SCC menahan tegangan tarik pada dinding-dinding kapiler yang menyebabkan susut.

b. Nilai drying shrinkage dan ultimate shrinkage SCC dengan kadar serat 1% lebih tinggi dibandingkan SCC dengan kadar serat 1,5%. Semakin banyak jumlah prosentase serat yang terkandung dalam SCC, maka nilai susut kering SCC semakin kecil.

c. Pemakaian jenis serat yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula terhadap nilai susut kering SCC. Hasil urutan besarnya susut kering yang terjadi pada SCC tanpa serat, SCC berserat 1%, dan SCC berserat 1,5% adalah sebagai berikut :

tanpa serat > serat karet kasar > serat karet halus > serat kaleng > serat plastik d. Jenis serat plastik memiliki pengaruh yang lebih baik terhadap nilai susut

kering dibandingkan dengan serat kaleng, serat karet halus, dan serat karet kasar.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5.2. Saran

Menindaklanjuti penelitian ini, maka perlu dilakukan beberapa koreksi yang diperlukan agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun saran-saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

a. Adanya komunikasi yang baik dengan pihak laboran, sehingga pengujian dapat berjalan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan.

b. Memastikan bahwa alat uji yang akan digunakan dapat bekerja dengan baik. Untuk hasil yang lebih akurat, dapat menggunakan alat uji digital.

c. Perlu kehati-hatian dan ketelitian dalam proses pengukuran susut kering pada benda uji. Hal ini diperlukan karena alat uji dalam pengukuran cenderung sensitif dan ketika pengaturannya tidak tepat, alat uji cenderung kurang stabil. d. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan variasi prosentase kadar serat yang berbeda, jenis serat yang berbeda maupun tambahan material yang lain sehingga diperoleh SCC dengan kualitas terbaik dalam hal menahan susut kering.