Status Kewenangan Otorita Batam dalam Bidang Pertanahan Berdasarkan

79

BAB III STATUS KEWENANGAN OTORITA BATAM

DALAM BIDANG PERTANAHAN

A. Status Kewenangan Otorita Batam dalam Bidang Pertanahan Berdasarkan

Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 Tentang Daerah Industri Pulau Batam 1. Status Hukum Pulau Batam Keberadaan Otorita Batam tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pusat untuk memperlakukan Pulau Batam secara khusus demi memacu iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional dengan memanfaatkan potensi dan letak strategis Pulau Batam. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah menerbitkan sejumlah keputusan yang menjadi dasar hukum bagi keberadaan Otoritas Batam. Keputusan tersebut antara lain: Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 tentang Proyek Pengembangan Pulau Batam Sebagai Dasar Logistik Lepas Pantai Untuk Kegiatan Pengeboran Oleh Pertamina; Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 1971 tentang Pembangunan Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam yang telah lima kali diubah yaitu dengan Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1978, Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1989, Keputusan Presiden Nomor 94 Tahun 1998, Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2000, Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2005; Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1974 tentang Penun jukan Beberapa Lokasi di Sekupang, Batu Ampar, dan kabil sebagai kawasan Bonded Ware dan PT Persero Batam Sebagai Penguasa Bonded Ware House; Keputusan 68 Universitas Sumatera Utara 80 Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam; Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1978 tentang Penetapan Seluruh Pulau Batam Sebagai Kawasan Berikat Bonded Zone; Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1984 tentang Hubungan Kerja Antara Pemerintah Kotamadya Batam dengan Otoritas Batam; Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1984 tentangt Perluasan Wilayah Kerja Otorita Batam meliputi lima puluh pulau kecil di sekitarnya dan Penetapannya sebagai wilayah Usaha Kawasan Berikat Bonded Zone. Dalam bidang pertanahan, kepada Otorita Batam diberikan hak pengelolaan atas seluruh wilayah di Pulau Batam. Hak Pengelolaan Otorita Batam diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah Industri Pulau Batam dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 1977 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 mengatur tentang kedudukan Pulau Batam sebagai daerah industri, adanya lembaga Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam dan mengatur peruntukan dan penggunaan tanah di Pulau Batam. Dalam Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa peruntukan dan penggunaan tanah di daerah Industri Pulau Batam untuk keperluan bangunan-bangunan, usaha-usaha dan fasilitas-fasilitas lainnya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pembangunan Universitas Sumatera Utara 81 Pulau Batam, didasarkan atas suatu rencana tata guna tanah dalam rangka pengembangan Pulau Batam menjadi daerah industri. 97 Dalam ayat 2 disebutkan bahwa hal-hal yang bersangkutan dengan pengurusan tanah di dalam wilayah Daerah Industri Pulau Batam dalam rangka ketentuan tersebut diatur lebih lanjut oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang agraria dengan ketentuan sebagai berikut. 98 a. Seluruh areal tanah yang terletak di Pulau Batam diserahkan dengan hak pengelolaan kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. b. Hak Pengelolaan tersebut memberi wewenang kepada Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk : 1 Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; 2 Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; 3 Menyerahkan bagian-bagin dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang Pokok Agraria; 4 Menerima uang pemasukanganti rugi dan uang wajib tahunan. Sebagai tindak lanjut dari Pasal 6 Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1977. Keputusan 97 Indonesia, Keputusan Presiden tentang Daerah Industri Pulau Batam, Keppres No. 41 Tahun 1973, Pasal 6. 98 Ibid. Universitas Sumatera Utara 82 Menteri Dalam Negeri ini memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk seluruh areal tanah yang ada di Pulau Batam termasuk gugusan Pulau Jadan Berhias, Tanjung Sauh, Ngenang, dan Pulau Kasem. Adapun beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Otorita Batam sebagai berikut. 99 a. Hak pengelolaan diberikan untuk jangka waktu selama tanah digunakan untuk kepentingan penerima hak dan terhitung sejak didaftarkan pada kantor pertanahan setempat. b. Hak pengelolaan diberikan untuk dipergunakan sebagai pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan, dan usaha lain-lain yang berkaitan dengan itu . c. Apabila di atas areal tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan masih terdapat tanah, bangunan, dan tanaman milik rakyat, pembayaran ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru. d. Penerima hak untuk pemberian hak pengelolaan tersebut diharuskan membayar biaya administrasi. e. Dalam rangka pemberian hak pengelolaan, tanah yang telah dibebaskan dari hak-hak rakyat harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan 99 Departemen Dalam Negeri, Keputusan Menteri Dalam Negeri Tentang Pengelolaan dan Penggunaan Tanah di Daerah Industri Pulau Batam, Kepmendagri No. 43 Tahun 1977. Universitas Sumatera Utara 83 sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh kantor pertanahan setempat. f. Terhadap areal tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan dan telah dilakukan pengukuran sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti, harus didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk kemudian dapat dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya menurut ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1966. g. Hak pengelolaan yang telah diterbitkan sertifikat tanda bukti haknya memberikan wewenang kepada pemegang haknya Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam untuk : merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; menyerahkan bagian-bagian dari tanah hak pengelolaan tersebut kepada pihak ketiga dengan hak guna bangunan dan hak pakai sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan agraria yang berlaku. h. Tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut harus dipelihara sebaik-baiknya. i. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan ini kepada pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria. Universitas Sumatera Utara 84 j. Penerima hak wajib mengembalikan areal tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan tersebut seluruhnya atau sebagian kepada negara apabila areal tanah tadi tidak dipergunakan lagi untuk keperluan sebagaimana mestinya. k. Pemberian hak pengelolana dapat ditinjau kembali atau dibatalkan apabila : luas tanah yang diberikan dengan hak pengelolaan tersebut ternyata melebihi keperluan; tanah tersebut sebagian atau seluruhnya tidak dipergunakan, dipelihara sebagaimana mestinya; salah satu syarat atau ketentuan dalam surat keputusan ini tidak dipenuhi sebagaimana mestinya. l. Segala akibat, biaya, untung, dan rugi yang timbul karena pemberian hak pengelolaan ini menjadi bebantanggungan sepenuhnya dari penerima hak. Terhadap hak pengelolaan Otorita Batam, harus didaftartkan pada Kantor Pertanahan Kota Batam untuk kemudian dikeluarkan sertifikat tanda bukti haknya. Wilayah kerja Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang sebelumnya hanya meliputi Pulau Batam, ditambah dengan Pulau Rempang dan Pulau Galang Melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 1992 tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat Bonded Zone dengan bunyi keputusan sebagai berikut. 100 100 Indonesia, Keputusan Presiden tentang Penambahan Wilayah Lingkungan Kerja Daerah Industri Pulau Batam dan Penetapannya Sebagai Wilayah Usaha Kawasan Berikat Bonded Zone, Keppres No. 28 tahun 1992. Universitas Sumatera Utara 85 a. Wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 41 tahun 1973 ditambah dengan Pulau Rempang dan Pulau Galang. b. Beberapa pulau kecil tertentu di sekitar Pulau Rempang dan Pulau Galang yang secara teknis diperlukan bagi perencanaan dan pengembangan Pulau Rempang dan Pulau Galang dengan Keputusan Presiden dapat ditetapkan pula sebagai bagian dari wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam. c. Pulau-pulau yang ditambahkan sebagai wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam merupakan wilayah usaha kawasan berikat bonded zone Daerah Industri Pulau Batam. d. Pelaksanaan penambahan Pulau galang ke dalam wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam dilakukan secepatnya dengan memerhatikan penyelesaian masalah pengungsi di pulau tersebut. e. Penyusun rencana pengembangan wilayah Pulau Rempang dan Pulau Galang sebagai wilayah lingkungan kerja Daerah Industri Pulau Batam dilaksanakan sebagai satu kesatuan dan dalam rangka penyempurnaan rencana induk pengembangan Daerah Industri Pulau Batam yang ditetapkan oleh Presiden. f. Hal-hal yang bersangkutan dengan pengelolaan dan pengurusan tanah di dalam wilayah Pulau Rempang dan Pulau Galang, termasuk usaha-usaha pengamanan, penguasaan, pengalihan, dan pemindahan hak atas tanah diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional. Universitas Sumatera Utara 86 Pemerintah menyatakan kesediaan memberikan hak pengelolaan seluruh areal tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9-VIII-1993 tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan pulau-pulau lain disekitarnya dengan bunyi keputusan menyatakan kesediaan untuk memberikan hak pengelolaan kepada Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas seluruh areal tanah lain di sekitarnya dengan syarta-syarat dan ketentuan sebagai berikut : 101 a. Segala akibat, biaya, untung, dan rugi yang timbul karena pemberian hak pengelolaan tersebut menjadi tanggung jawab sepenuhnya penerima hak. b. Hak pengelolaan tersebut akan diberikan untuk waktu selama tanah dimaksud dipergunakan untuk pengembangan daerah industri, pelabuhan, pariwisata, pemukiman, peternakan, perikanan, dan lain-lain usaha yang berkaitan dengan itu, terhitung sejak didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat. c. Apabila di atas areal tanah yang akan diberikan dengan hak pengelolana tersebut masih terdapat tanah, bangunan dan tanaman milik rakyat, pembayaran ganti ruginya wajib diselesaikan terlebih dahulu oleh penerima hak, demikian pula pemindahan penduduk ke tempat pemukiman baru atas dasar musyawarah. 101 Departemen AgrariaBadan Pertanahan Nasional, Keputusan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional tentang Pengelolaan dan Pengurusan Tanah di Daerah Industri Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau –pulau Lain di Sekitarnya, KepmenagK.BPN No. 9-VIII-1993 Tahun 1993. Universitas Sumatera Utara 87 d. Dalam rangka kesediaan pemberian hak pengelolaan tersebut tanah-tanah yang telah bebas atau telah dibebaskan dari hak-hak rakyat, harus diberi tanda-tanda batas sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1961 untuk kemudian dilakukan pengukuran oleh kantor pertanahan setempat. e. Terhadap areal tanah yang akan diberikan dengan hak pengelolaan dan telah dilakukan pengukuran sehingga telah dapat diketahui luasnya dengan pasti, akan diberikan dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional secara bertahap parsial dan harus didaftarkan pada kantor pertanahan setempat untuk memperoleh tanda bukti berupa sertifikat dengan membayar biaya pendaftaran menurut ketentuan yang berlaku. f. Penerima hak dalam menyerahkan bagian-bagian dari hak pengelolaan kepada pihak ketiga diwajibkan untuk memenuhitunduk pada ketentuan-ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977. g. Pemindahan hak atas tanah yang diberikan dengan keputusan pemberian hak pengelolaan kepada pihak lain dalam bentuk apapun tidak diperbolehkan kecuali dengan izin Kepala Badan Pertanahan Nasional.

2. Kewenangan yang Diberikan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PEMBERIAN KEWENANGAN BIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH DAERAH SESUAI UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2004 DI KABUPATEN SLEMAN

0 6 102

KEWENANGAN GUBERNUR SUMATERA BARAT DALAM PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 10

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 12

KEWENANGAN SEKRETARIAT DAERAH KOTA PADANGSIDEMPUAN DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 17

KEWENANGAN DPRD DALAM PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 6

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

0 0 10

KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAYANAN BIDANG KETENAGAKERJAAN DI KOTA SURAKARTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH.

0 0 10

KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH OTONOM DALAM PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH | FAHRIAH | Legal Opinion 5850 19411 1 PB

0 0 10

BAB II TINJAUAN TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN HUBUNGAN LUAR NEGERI BIDANG EKONOMI - ASPEK HUKUM KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MELAKSANAKAN KERJASAMA EKONOMI DENGAN LUAR NEGERI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIN

0 0 56

MENENGAH (RPIJM} BIDANG CIPTA KARYA TAHUN 2OL7-2O21 Berdasarkan Undang- Undang No.32 Tahun 20A4 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

0 0 6