Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental

49 Kepuasan peran Ketidakpuasan peran 5. Identitas diri Kejelasan identitas Ketidakjelasan Identitas 61 61 100 100

5.1.3 Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa responden kecemasan dari 61 orang responden keluarga yang memiliki anak retardasi mental dengan 3 kategori kecemasan yaitu ringan, sedang, berat diperoleh data bahwa sebagian besar mereka mengalami kecemasan sedang yakni sebanyak 39 responden 63,9, dan sebagian lagi mereka menunjukkan kecemasan yang ringan yaitu sebanyak 22 responden 36,1 serta kecemasan berat tidak dirasakan oleh keluarga 0. Data tersebut dapat dilihat pada table 5.4 dibawah ini. Table 5.4 Distribusi frekuensi kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat YPAC kota Medan tahun 2016 N=61. No Kecemasan Keluarga yang Memiliki Anak Retardasi Mental f 1. Ringan 22 36,1 2. Sedang 39 63,9 3. Berat Table 5.5 menunjukkan bagaimana perasaan responden yang memiliki anak retardasi mental. Terdapat 61 responden penelitian sebanyak 28 responden 45,9 menyatakan mereka cukup tenang dalam menghadapi anak retardasi mental, 28 responden 45,9 mengungkapkan bahwa mereka cukup merasa aman dalam merawat anak retardasi mental, 32 responden 52,4 mengungkapkan bahwa mereka cukup senang memiliki dan merawat anak mereka yang tidak normal, 29 responden 47,5 menyatakan bahwa mereka cukup yakin dalam merawat anak retardasi mental, 31 responden 50,8 mengungkapkan bahwa mereka cukup nyaman dalam hal Universitas Sumatera Utara 50 merawat dan memiliki anak retardasi mental, 27 responden 44,2 menyatakan bahwa mereka cukup percaya diri dalam merawat anak retardasi mental, 35 responden 57,3 menyatakan cukup tenang sekali dalam menghadapi dan merawat anak retardasi mental, 29 responden 47,5 mengungkapkan bahwa mereka kadang-kadang merasa puas dalam merawat anak mereka yang tidak normal, 25 responden 40,9 menyatakan bahwa mereka kadang-kadang merasa kuat dalam menghadapi dan merawat anak retardasi mental, 28 responden 45,9 mengungkapkan bahwa mereka cukup merasakan sesuatu yang menyenangkan dalam merawat dan menghadapi anak retardasi mental, 31 responden 50,8 menyatakan sama sekali tidak tegang dalam merawat dan menghadapi anak retardasi mental, 44 responden 72,1 menyatakan tidak sama sekali merasa tersiksa dan kacau dalam menghadapi anak retardasi mental, 34 responden 55,7 menyatakan bahwa mereka tidak sama sekali merasa khawatir yang berlebihan akhir-akhir ini terhadap anak mereka, 56 responden 91,8 mengungkapkan bahwa mereka sama sekali tidak merasa ketakutan dalam memiliki dan menghadapi anak retardasi mental, 37 responden 60,6 menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa gugup dan gelisah dalam merawat anak retardasi mental, 49 responden 80,3 menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa bimbang atau ragu-ragu dalam hal merawat dan membimbing anak retardasi mental, 58 responden 95,0 menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak merasa menyusahkan untuk merawat anak mereka yang tidak normal, dan 56 responden 91,8 mengungkapkan bahwa mereka sama sekali tidak merasa kebingungan dalam merawat anak mereka. \ Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang gambaran konsep diri dan kecemasan keluarga yang memiliki anak retardasi mental di Yayasan Pembinaan Anak Cacat YPAC kota Medan. Universitas Sumatera Utara 51 Hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental adalah berusia 36-51 tahun sebanyak 33 responden 54,1, hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Teugeh 2012 bahwa semakin tua umur seseorang, maka pengalaman dalam mengajari dan mendidik anak mereka semakin banyak, pengalaman diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, sehingga orang tua mampu mendidik anak mereka yang mengalami retardasi mental dengan baik. Tingkat pendidikan responden mayoritas orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental adalah SMA yakni 40 orang 65,6, sedangkan responden yang berpendidikan perguruan tinggi 19 orang 31,1 bahkan yang berpendidikan hanya di SD 2 orang 3,3. Menurut Judha dan Cokorda 2013 semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, maka pengetahuan maupun informasi yang diperoleh akan semakin tinggi pula, termasuk keluarga anak retardasi mental dapat mengetahui informasi tentang kelainan yang dialami oleh anaknya dengan baik. Tingkat pendidikan orang tua juga mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dalam menghadapi anak-anaknya artinya orang tua yang berpendidikan akan bersikap lebih baik. Hasil penelitian yang didapat tentang status dalam keluarga mayoritas terbanyak adalah seorang ibu yakni 51 orang 83,6, sedangkan seorang bapak hanya 7 orang 11,5 serta seorang nenek ada 1 orang 1,6 dan kakak ada 2 orang 3,3. Hal ini sejalan dengan penelitian Teugeh, Rompas, dan Ransun 2012 bahwa jenis kelamin berpengaruh dalam hal peranan, biasanya Ibu lebih berperan dalam mendidik dan mengasuh anak, selain itu ibu adalah seorang yang paling dekat atau yang paling sering berhubungan dengan anak didalam keluarga. Konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa konsep diri keluarga yang memiliki anak retardasi mental memiliki konsep diri positif, yakni sebanyak 61 orang 100 atau semua yang menjadi responden peneliti. Menurut Benny,Nurdin, dan Chundrayetti 2014 Universitas Sumatera Utara 52 banyak ibu yang memiliki anak retardasi mental tidak memperlihatkan indikasi penolakan terhadap anak, disamping itu ibu menunjukkan perhatian dan cinta yang besar terhadap anaknya karena faktor terbesar yang melatarbelakangi penerimaan ibu adalah agama, dimana orang tua yang lebih intens dalam melakukan praktek agama cenderung bersikap lebih menerima anak-anak mereka yang terhambat secara fisik. Hal ini juga didukung oleh Listiyaningsih dan Dewayani 2009 yaitu faktor lingkungan memberikan pengaruh paling besar terhadap kepercayaan diri orang tua dari anak retardasi mental, faktor lingkungan dapat diartikan sebagai lingkungan sosial, yaitu keberadaan orang-orang di sekitar orang tua anak retardasi mental, misalnya : tetangga, keluarga, dan anggota masyarakat yang lain dapat mendukung orang tua tersebut.

a. Gambaran diri