PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK RI TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN WAJIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014)

(1)

(Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014)

THE INFLUENCE OF LOCAL GOVERNMENT CHARACTERISTICS AND AUDIT FINDINGS FROM BPK RI ON MANDATORY DISCLOSURE

LEVEL OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL STATEMENTS (Study on Provincial Governments in Indonesia in 2012-2014)

Oleh

AYU DEWI RATNASARI 20130420386

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK RI TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN

WAJIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014) THE INFLUENCE OF LOCAL GOVERNMENT CHARACTERISTICS AND

AUDIT FINDINGS FROM BPK RI ON MANDATORY DISCLOSURE LEVEL OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL STATEMENTS

(Study on Provincial Governments in Indonesia in 2012-2014) SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

AYU DEWI RATNASARI 20130420386

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii SKRIPSI

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK RI TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN

WAJIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014) THE INFLUENCE OF LOCAL GOVERNMENT CHARACTERISTICS AND

AUDIT FINDINGS FROM BPK RI ON MANDATORY DISCLOSURE LEVEL OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL STATEMENTS

(Study on Provincial Governments in Indonesia in 2012-2014)

Diajukan oleh

AYU DEWI RATNASARI 20130420386

Telah disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing

Rizal Yaya .,SE., M.Sc. Ak., Ph.D., CA Tanggal 30 November 2016 NIK: 197312181999143016


(4)

iii SKRIPSI

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK RI TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN

WAJIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014) THE INFLUENCE OF LOCAL GOVERNMENT CHARACTERISTICS AND

AUDIT FINDINGS FROM BPK RI ON MANDATORY DISCLOSURE LEVEL OF LOCAL GOVERNMENT FINANCIAL STATEMENTS

(Study on Provincial Governments in Indonesia in 2012-2014)

Diajukan oleh

AYU DEWI RATNASARI 20130420386

Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di depan Dewan Penguji Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal 20 Desember 2016

Yang terdiri dari

Dr. Suryo Pratolo, M.Si., Akt. Ketua Tim Penguji

Rizal Yaya, S.E., M.Sc. Ak., Ph.D., CA Hafiez Sofyani, SE., M.Sc.

Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si. NIK. 19660604199202 143 016


(5)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Ayu Dewi Ratnasari Nomor Mahasiswa : 20130420386

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK RI TERHADAP

TINGKAT PENGUNGKAPAN WAJIB LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA (Studi pada Pemerintah Provinsi di Indonesia Periode 2012-2014)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata di dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 30 November 2016


(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

xii

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, karunia dan rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan Pemerintah Daerah” sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan informasi untuk dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pihak-pihak terkait (Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak-pihak-pihak lainnya) guna mengetahui seberapa jauh tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terhadap pengungkapan wajib dalam SAP. Sehingga penulisan hasil penelitian ini dapat memberikan dorongan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangan dalam rangka peningkatan kualitas pelaporan menjadi lebih baik, transparan dan akuntabel. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.


(12)

xiii

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, M.Si., Akt selaku Kepala Program Studi Akuntansi. 3. Bapak Dr. Bambang Jatmiko, SE., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik

Akuntansi kelas I angkatan 2013.

4. Bapak Rizal Yaya.,SE., M.Sc. Ak., Ph.D., CA., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan beliau untuk memberikan masukan dan bimbingan selama proses penyelesaian karya tulis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang membimbing penulis selama ini.

6. Ayah dan Ibu serta adik-adikku tercinta, yang senantiasa memberikan perhatian, semangat dan motivasi kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi.

7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, kemudahan dan semangat dalam proses penyelesaian tugas akhir (skripsi) ini.

Sebagai kata akhir, kekurangan milik manusia, sementara kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi


(13)

xiv

ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya tulis dengan topik serupa.

Yogyakarta, 30 November 2016


(14)

xv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... .... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... .... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... .... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... .... v

INTISARI ... .... x

ABSTRAK ... .... xi

KATA PENGANTAR ... .. xii

DAFTAR ISI ... .... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... .. xix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... .... 1

B. Batasan Masalah... .... 12

C. Rumusan Masalah ... .... 13

D. Tujuan Penelitian ... .... 14

E. Manfaat Penelitian ... .... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aksioma 1. Al-Qur’an ... .... 17


(15)

xvi B. Landasan Teori

1. Teori Akuntabilitas... .... 20

2. Teori Stewardship ... .... 23

3. Pemerintah Daerah di Indonesia ... .... 27

4. Karakteristik Pemerintah Daerah ... .... 29

5. Perkembangan Regulasi Standar Akuntansi ... .... 31

6. Pelaporan dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ... .... 33

7. Pengungkapan pada Laporan Keuangan dan Catatan atas Laporan Keuangan ... .... 35

8. Temuan Audit... .... 37

C. Hasil Penelitian Terdahulu ... .... 40

D. Hipotesis 1. Kekayaan Daerah ... .... 45

2. Ukuran Pemerintah Daerah ... .... 46

3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ... .... 47

4. Intergovernmental Revenue ... .... 49

5. Temuan Audit... .... 51

E. Model Penenlitian ... .... 54

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ... .... 55

B. Jenis Data ... .... 55

C. Teknik Pengambilan Sampel... .... 56


(16)

xvii

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen ... .... 57

2. Variabel Independen ... .... 59

F. Uji Hipotesis dan Analisis Data 1. Statistik Deskriptif ... .... 64

2. Uji Asumsi Klasik ... .... 65

3. Uji Hipotesis ... .... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Statistik Deskriptif a. Statistik Deskriptif Variabel Dependen ... .... 71

b. Statistik Deskriptif Variabel Insependen ... .... 86

2. Uji Asumsi Klasik ... .... 90

3. Uji Hipotesis ... .... 95

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... .. 112

B. Keterbatasan Penelitian ... .. 114

C. Saran ... .. 115 DAFTAR PUSTAKA


(17)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Operasionalisasi Variabel ... .... 63

Tabel 2. Statistik Deskriptif Variabel Dependen ... .... 71

Tabel 3. Rincian Hasil Checklist ... .... 75

Tabel 4. Statistik Deskriptif Variabel Independen ... .. 86

Tabel 5. Uji Normalitas ... .... 90

Tabel 6. Uji Multikolinearitas ... .... 91

Tabel 7. Uji Heteroskedastisitas ... .... 93

Tabel 8. Uji Autokorelasi dan Uji Koefisien Determinasi ... .... 94

Tabel 9. Uji Simultan (Statistik F) ... .... 96


(18)

xix

DAFTAR GAMBAR


(19)

(20)

(21)

x

INTISARI

Penelitan ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris tentang pengaruh karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit BPK RI terhadap tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 88 LKPD Provinsi di Indonesia pada tahun 2012-2014.

Karakteristik pemerintah daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah dan intergovernmental revenue, serta temuan audit BPK RI. Kepatuhan pengungkapan wajib diukur dengan 34 item sesuai pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, yaitu yang tertuang dalam PSAP Nomor 5 sampai dengan PSAP Nomor 9.

Berdasarkan hasil penelitian, tingkat pengungkapan wajib LKPD adalah 52,74%. Terdapat tiga variabel yang menunjukkan adanya pengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Tiga variabel tersebut adalah ukuran pemerintah daerah, intergovernmental revenue dan temuan audit BPK RI. Dua variabel lainnya, yaitu kekayaan daerah dan rasio kemandirian keuangan daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD.

Kata kunci: karakteristik pemerintah daerah, temuan audit, pengungkapan wajib, laporan keuangan pemerintah daerah.


(22)

xi

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the influence of local government characteristics and audit findings from BPK RI on mandatory disclosure level of local government financial statements (LGFS) in Indonesia. This research uses purposive sampling method. There are 88 LGFS of provincial governments in 2012-2014 in Indonesia are used as sample in this research.

The characteristics of local governments in this research are wealth of the local government, size of the local government, independent ratio of LGFS, intergovernmental revenue and audit findings from BPK RI. Mandatory disclosure compliance is measured by 34 items based on government regulation No. 71 in 2010 about government accounting standart. It is included in statement of government accounting standard no 5 to 9.

Based on the result of this research that average for mandatory disclosure of LGFS is 52,74%. There are 3 variabels show about they influence on mandatory disclosure level of LGFS. They are size of the local government, intergovernmental revenue and audit findings from BPK RI. The other variabels are wealth of the local government and independent ratio of LGFS have not influence on.

Keyword: characteristics of local government, audit findings, mandatory disclosure, local government finance statements.


(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Organisasi pemerintah daerah merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan dengan masyarakat sebagai sumber legitimasinya. Untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat pemerintah dituntut melakukan kinerja yang baik, sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat ditingkatkan secara efektif dan efisien. Hal ini diharapkan dapat tercapai seiring dengan sistem desentralisasi yang diterapkan pada era otonomi daerah saat ini. Dengan sistem desentralisasi, pemerintah daerah dapat lebih dekat dengan masyarakat. Aspirasi riil masyarakat seharusnya lebih mampu diterima, sehingga pelayanan yang diberikan bisa sesuai dengan harapan masyarakat.

Pergeseran sistem yang pada awalnya menggunakan sistem sentralisasi dan bergeser menjadi sistem desentralisasi mengacu pada Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (pengganti dan penyempurnaan dari Undang-undang No.22 Tahun 1999) dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (pengganti dan penyempurna dari Undang-undang No. 25 Tahun 1999), mengharuskan pemerintah memenuhi akuntabilitas dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain: anggaran, pengendalian akuntansi, dan sistem pelaporan.


(24)

Perubahan sistem pengelolaan pemerintahan, menyebabkan adanya perubahan sistem pertanggungjawaban pemerintah daerah, dari yang awalnya bersifat vertikal (kepada pemerintah pusat) menjadi horizontal (kepada masyarakat melalui DPRD). Urusan pemerintah sebagian dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sebelum masa reformasi urusan

pemerintah seluruhnya ditangani oleh pemerintah pusat, maka setelah reformasi

sebagian besar urusan pemerintah tersebut dilimpahkan ke daerah. Pengalihan ini

juga berdampak pada pengalihan anggaran untuk pemenuhan urusan tersebut dari

pusat ke daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini diikuti dengan

reformasi keuangan. Reformasi keuangan dilakukan pada semua tahapan proses

keuangan negara dimulai dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan

anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan dan audit.

Sejak diberlakukannya sistem desentralisasi, praktik akuntansi entitas publik yang banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah banyak mendapat perhatian dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Mereka lebih dituntut untuk dapat mewujudkan transparasi, akuntabilitas, partisipasi, efisiensi, dan efektivitas serta penegakan hukum. Hal ini dikarenakan penerapan sistem ini memberikan peluang besar bagi pejabat daerah untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan, contohnya praktik KKN. Kewenangan suatu daerah untuk menggali kemampuannya mengelola sumber-sumber keuangan sendiri semakin luas, sementara kewenangan pemerintah pusat untuk campur tangan dalam pengelolaan daerah semakin kecil. Sehingga, penerapan good governance (tata kelola urusan publik yang baik) sangat dibutuhkan dalam sistem pemerintahan di Indonesia.


(25)

Dalam rangka mewujudkan good governance, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyusun dan menyampaikan laporan keuangan sebagai bentuk akuntabilitas. Laporan keuangan menjadi keharusan untuk dilaporkan oleh masing-masing pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dijelaskan lebih lanjut bahwa Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota, wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidaknya berisi Neraca, Laporan Realisasi APBN/APBD, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Laporan keuangan pemerintah tersebut harus sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan yang berlaku dan harus diaudit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebelum digunakan sebagai sumber informasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti DPR/DPRD dan masyarakat umum.

Di Indonesia, pemerintah daerah hanya diwajibkan menyampaikan LKPD kepada DPRD sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan, sedangkan untuk pelaporan kepada masyarakat bersifat sukarela. Namun, mengacu pada Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menjelaskan bahwa pejabat publik harus lebih transparan, bertanggung jawab dan lebih berorientasi kepada pelayanan masyarakat. Dengan demikian, berdasarkan dikeluarkannya UU tersebut


(26)

pemerintah sepatutnya melaporkan hasil kinerja keuangannya sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial (Pratama dkk., 2015).

Penelitian ini penting dilakukan selain sebagai bentuk evaluasi atas tingkat kepatuhan pengungkapan wajib yang dilakukan pemerintah daerah, namun juga dapat digunakan untuk menemukan bukti empiris terkait hal-hal yang dapat memotivasi pemerintah daerah untuk melaporkan pengungkapan wajib dalam LKPD. Sehingga diharapkan setelah diadakannya penelitian ini, pemerintah daerah dapat memperbaiki pengungkapan LKPD untuk periode-periode selanjutnya.

Pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah menjadi salah satu cara bagi pemerintah pusat maupun masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah. Apakah mereka melaksanakan tanggung jawab atau amanahnya sesuai dengan peraturan atau tidak. Pemerintah harus transparan, akuntabel dan amanah terhadap publik. Selain hal tersebut diatur di dalm UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 juga tersebut di dalam AL-Quran dan Hadist. Peneliti menggunakan QS. Al-Anfal (27), QS. Al-Mu’minun (8) dan hadist tentang ciri-ciri orang munafik sebagai aksioma (Ilmu yang kedudukannya di atas teori dan kebenarannya tidak bisa dipatahkan karena bersumber dari wahyu Allah) di dalam penelitian ini.

Di dalam AL-Quran dan Hadist di atas dinyatakan secara jelas bahwa menjaga dan melaksanakan amanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku hukumnya adalah wajib. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Anfal ayat 27 dan QS. Al-Mu’minun ayat 8 digunakan sebagai aksioma utama di


(27)

penelitian ini dikarenakan pemerintah daerah yang terdiri dari orang-orang terpilih untuk menjadi pemimpin yang memiliki tugas untuk melayani masyarakat dan mencapai kesejahteraan rakyat, salah satunya melalui pengelolaan dana yang diungkapkan dalam LKPD. Dari LKPD kinerja pemerintah dapat dievaluasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Melalui LKPD publik dapat menilai apakah pemerintah telah amanah dalam mengelola dana milik publik tersebut.

Pemerintah daerah diberi kepercayaan baik oleh pemerintah pusat maupun kepercayaan dari masyarakat. Sudah selayaknya mereka menjalankan amanah tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Merujuk pada ayat-ayat Allah SWT di atas pun dapat disimpulkan bahwa pengkhianatan amanat manusia tidak lebih kecil dosanya dan tidak lebih kurang dampak buruknya daripada mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Merujuk pada sebuah hadist yang menjelaskan tentang tiga ciri orang munafik, maka berkhianat atas amanah yang diembannya adalah salah satu bagian di dalamnya. Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Penelitian terkait dengan pengungkapan laporan keuangan belum banyak dilakukan pada laporan keuangan pemerintahan dibandingkan perusahaan. Hal ini dikarenakan informasi terkait pemerintahan yang masih terbatas dan sulit diakses oleh publik. Hal ini pula lah yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi motif yang mendasari pengungkapan dalam LKPD (Hilmi dan Martani, 2010).


(28)

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, terdapat jawaban-jawaban yang tidak konsisten untuk masing-masing variabel yang serupa dengan penelitian ini. Sehingga peneliti berusaha untuk menguji kembali variabel-variabel tersebut dalam rangka memberikan jawaban atas perbedaan hasil penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian yang serupa terkait dengan motif pengungkapan wajib dalam LKPD pernah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri oleh Patrick (2007), Suhardjanto dan Lesmana (2010), Setyaningrum dan Syafitri (2012), Pratama dkk. (2015), Setyowati (2016). Penelitian-penelitian tersebut merupakan penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi utama di dalam penelitian ini.

Setyaningrum dan Syafitri (2012) pernah melakukan penelitian tentang karakteristik-karakteristik pemerintah daerah yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Hasilnya menunjukkan bahwa kekayaan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Setyowati (2016) dan Pratama dkk. (2015). Di dalam penelitian tersebut diperoleh hasil analisis bahwa ukuran pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Suhardjanto dan Lesmana (2010). Berbeda dengan Pratama dkk. (2015) dan Setyowati (2016) menyatakan bahwa ukuran pemerintah daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib dalam LKPD. Variabel rasio kemandirian dinyatakan tidak berpengaruh. Berbeda dengan Suhardjanto dan Lesmana (2010) yang menyatakan bahwa rasio kemandirian


(29)

berpengaruh positif dan signifikan. Setyaningrum dan Syafitri (2012) menyatakan bahwa intergovernmental revenue mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib LKPD secara positif dan signifikan. Hasil tersebut tidak didukung oleh penelitian Setyowati (2016) yang menyatakan bahwa intergovernmental revenue tidak mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD. Liestiani (2008) menemukan bahwa jumlah temuan audit dari hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPD mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD Kabupaten/Kota secara positif dan signifikan. Sedangkan berdasarkan hasil dari penelitian Hilmi dan Martani (2010) ditemukan tidak adanya pengaruh temuan audit BPK RI terhadap tingkat pengungkapan LKPD.

Penelitian ini menguji lima faktor yang diduga dapat mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD. Empat diantaranya merupakan indikator dari karakteristik pemerintah daerah, yaitu kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah dan intergovernmental revenue. Satu faktor lainnya yang diduga peneliti dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat pengungkapan adalah temuan audit BPK RI. Variabel-variabel dalam penelitian dipilih dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi referensi utama dalam penelitian ini.

Kekayaan daerah merupakan salah satu karakteristik dari pemerintah daerah. Kekayaan daerah diduga memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Semakin suatu daerah memiliki tingkat kekayaan yang besar, diduga akan menyebabkan semakin besar kesempatan aparat pemerintah daerah (steward) untuk menyalahgunakan


(30)

kekayaan tersebut. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat, selaku principal lebih tertarik untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah dengan kekayaan yang lebih besar. Pada pemerintahan demikian, masyarakat akan lebih menuntut transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan. Berdasarkan argumen tersebut, maka kekayaan daerah diduga mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib LKPD. Semakin besar pengawasan dan tuntutan, kemungkinan dapat mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengungkapkan lebih banyak informasi-informasi keuangan pemerintahan.

Ukuran pemerintah daerah dapat diproksikan dengan total aset yang dimiliki. Semakin besar total aset, maka akan semakin besar ukuran pemerintahan tersebut. Seperti halnya variabel kekayaan daerah, semakin besar ukuran pemerintahan maka akan semakin besar pengawasan atau evaluasi terhadap kinerja pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang memiliki ukuran lebih besar akan lebih kompleks dan memiliki informasi-informasi keuangan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemerintah daerah dengan ukuran yang lebih kecil. Dalam kondisi demikian, untuk mencegah asimetri informasi, pemerintah daerah dituntut untuk lebih transparan, yaitu dengan mengungkapkan lebih banyak informasi keuangan. Berdasarkan argument tersebut, maka ukuran pemerintah daerah diduga berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD secara positif dan signifikan.


(31)

Kemandirian keuangan daerah yang dalam penelitian ini diproksikan dengan total PAD diabandingkan dengan total pendapatan transfer dan total kewajiban, diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2002). Sumber PAD terutama bersumber dari pemungutan pajak dan retribusi kepada masyarakat masing-masing daerah (Setyaningrum dan Syafitri, 2012). Semakin tinggi rasio kemandirian, maka ada kemungkinan besar bahwa pajak dan retribusi yang dibayarkan oleh masyarakat juga semakin tinggi (Suhardjanto dan Lesmana, 2010). Artinya semakin tinggi PAD, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat. Semakin tinggi partisipasi masyarakat, maka akan semakin besar pula dorongan dan tuntutan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas bisa diwujudkan salah satunya dengan pengungkapan informasi pada LKPD.

Intergovernmental revenue menggambarkan seberapa besar

tingkat ketergantungan suatu pemerintahan daerah terhadap pembiayaan dari pemerintah pusat maupun dari pihak eksternal dalam membiayai program-programnya. Semakin tinggi intergovernmental revenue suatu pemerintah daerah, maka semakin besar pengawasan dari pemerintah pusat dalam rangka evaluasi kinerja dan kepatuhan pemerintah daerah terhadap peraturan yang


(32)

relevan dalam rangka meingkatkan kepercayaan. Hal ini mengakibatkan semakin besar pula tuntutan dari pemerintah pusat untuk pemerintah daerah meingkatkan transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan dari dana yang diterima yang dapat diwujudkan dalam pengungkapan LKPD. Berdasarkan argument tersebut diatas, peneliti menduga bahwa pemerintah dengan rasio intergovernmental revenue yang tinggi, maka akan semakin tinggi tingkat pengungkapan wajib dalam LKPD.

Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK terhadap laporan keuangan pemerintah daerah atass pelanggaran yang dilakukan suatu daearah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku (Suryani, 2016). Dengan adanya temuan ini, maka BPK akan meminta pemerintah daerah melakukan koreksi dan meningkatkan pengungkapannya. Sehingga semakin tinggi jumlah temuan, maka akan semakin tinggi jumlah tambahan pengungkapan yang akan diminta oleh BPK dalam laporan keuangan (Hilmi dan Martani, 2010).

Tidak hanya ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian ini. Namun dikarenakan pula adanya hasil penelitian yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi. Hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kepatuhan pemerintah daerah terhadap ketentuan SAP untuk mengungkapkan item-item yang wajib terkait informasi-iformasi keuangan masih rendah, yaitu 22% (Suhardjanto dan Lesmana, 2010); 52,09 % (Setyaningrum dan Syafitri, 2012); 53% (Pratama dkk., 2015) dan 64% (Setyowati, 2016). Hasil-hasil


(33)

penelitian tersebut memberikan gambaran bahwa pemerintah daerah belum sepenuhya mengungkapkan item-item pengungkapan wajib yang sesuai dengan SAP. Kondisi-kondisi tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib LKPD.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Hubungan antar

Penyelenggara Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “asas

akuntabilitas” adalah yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penelitian ini menggunakan mandatory disclosure untuk menggembarkan tingkat kepatuhan pemerintah provinsi terhadap SAP. Penelitian ini memfokuskan pada kepatuhan pengungkapan akun-akun yang tertuang di dalam neraca. Hal ini dikarenakan neraca memiliki peranan penting, di samping sebagai sarana pelaporan keuangan yang baru, neraca merupakan laporan yang memberikan gambaran utuh dari suatu entitas (pemerintahan daerah) pada suatu titik waaktu (Bastian, 2006).

Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, peneliti memilih kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian dan intergovernmental revenue sebagai sebagian kecil karakteristik daerah serta temuan audit sebagai variabel independen yang diduga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. Peneliti


(34)

tertarik untuk mengangkat topik mengenai tingkat kepatuhan pemerintah provinsi terhadap SAP sebagai topik skripsi dengan judul “Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah dan Temuan Audit BPK RI terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan Pemerintah Daerah”

B. Batasan Masalah

Agar pembahasan atas penelitian ini terarah, sehingga tujuan penulisan ilmiah dapat dicapai. Maka, penulis membuat ruang lingkup penelitian sebagai batasan-batasan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini. Ruang lingkup penelitian ini, yaitu:

1. Penelitian hanya dilakukan dengan menggunakan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Provinsi di Indonesia tahun 2012-2014 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

2. Penelitian ini hanya menggunakan LKPD yang memiliki data lengkap untuk semua variabel yang digunakan.

3. Hanya ada lima variabel independen yang akan diuji pengaruhnya terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD di dalam penelitian ini. Lima variabel tersebut adalah kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah, intergovernmental revenue, serta temuan audit BPK RI.


(35)

4. Penelitian ini hanya akan menganalisis tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap SAP dengan berfokus pada pengungkapan wajib (mandatory disclosure).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari penjelasan pada latar belakang tersebut, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD? 2. Bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan

dengan ukuran pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD?

3. Bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan rasio kemandirian keuangan daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD?

4. Bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan rasio intergovernmental revenue terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD?

5. Bagaimana pengaruh jumlah temuan audit BPK RI terhdap tingkat pengungkapan wajib LKPD?


(36)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh bukti empiris bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD.

2. Untuk memperoleh bukti empiris bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan ukuran pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD.

3. Untuk memperoleh bukti empiris bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan rasio kemandirian keuangan daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD.

4. Untuk memperoleh bukti empiris bagaimana pengaruh karakteristik pemerintah daerah yang diproksikan dengan rasio intergovernmental revenue terhadap daerah terhadap tingkat pengungkapan wajib LKPD. 5. Untuk memperoleh bukti empiris bagaimana pengaruh jumlah temuan


(37)

E. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini didapatkan manfaat penelitian untuk akademisi dan praktisi. Berikut manfaat penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat di bidang akuntansi terutama akuntansi sektor publik yang berkaitan dengan pengungkapan wajib dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Selain itu, Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengungkapan LKPD, terutama terkait pengungkapan LKPD dilihat dari sudut pandang kelima faktor yang diuji dalam penelitian ini, yaitu kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah dan intergovernmental revenue serta temuan audit.

2. Manfaat praktis

a. Bagi instansi terkait (pemerintah daerah)

Menjadi bahan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah terhadap pengungkapan wajib dalam SAP serta dorongan untuk meningkatkan pengungkapan pada LKPD, sehingga kualitas pelaporan menjadi lebih baik.


(38)

b. Bagi pemerintah pusat

Menjadi bahan evaluasi, masukan dan pertimbangan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah berkaitan dengan pengungkapan wajib yang dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Dengan demikian, pemerintah pusat bahkan dapat menerapkan punishment maupun reward terhadap hal tersebut sesuai dengan SAP.

c. Bagi masyarakat

Menjadi sumber informasi bagi masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengungkapan wajib laporan keuangan pemerintah daerah LKPD.


(39)

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aksioma

Aksioma adalah sebuah pernyataan yang kita terima sebagai suatu kebenaran dan bersifat umum, seta tanpa perlu adanya pembuktian dari kita. Aksioma dapat dikatakan sebagai sebuah ketentuan yang pasti atau mutlak kebenarannya. Dalam penelitian ini, aksioma diartikan sebagai pernyataan yang kedudukannya berada di atas teori, di mana kebenarannya adalah mutlak dan tidak bisa dipatahkan oleh teori yang lain.

1. AL-Quran

Ayat-ayat AL-Quran yang berisi tentang pentingnya menjaga amanah dan larangan untuk khianat adalah sebagai berikut:

a. Surat Al-Anfal Ayat 27

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (QS. Al-Anfal ayat 27).

Ayat ini mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Salah satu indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Amanah, dari satu


(40)

sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah: “Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya” (QS Al-Qhashash 26).

b. Surat Al-Mu’minun Ayat 8

Artinya: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (QS : Al-Muminun ayat 8).

QS. Al-Mu’minun dijadikan aksioma di dalam penelitian ini dikarenakan dalam kandungan ayat tersebut Allah berfirman bahwa salah satu perilaku orang yang beriman harus dapat memelihara dan menjaga dengan benar-benar janji dan amanah mereka terhadap Allah maupun terhadap sesama.

Firman Allah SWT dalam QS. Anfal ayat 27 dan QS. Al-Mu’minun ayat 8 digunakan sebagai aksioma dalam penelitian ini dikarenakan pemerintah daerah yang terdiri dari orang-orang terpilih untuk menjadi pemimpin yang memiliki tugas sebagai wakil rakyat yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, salah satunya melalui pengelolaan dana. Pemerintah daerah diberi kepercayaan baik oleh pemerintah pusat maupun masyarakat.


(41)

Pemerintah daerah harus menjalankan amanah tersebut sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Merujuk pada ayat-ayat Allah SWT di atas pun dapat disimpulkan bahwa pengkhianatan amanat manusia tidak lebih kecil dosanya dan tidak lebih kurang dampak buruknya daripada mengkhianati Allah dan Rasul-Nya.

2. Hadist

Hadist yang berisi tentang pentingnya menjaga amanah/janji dan larangan untuk khianat adalah sebagai berikut:

a. HR Bukhari tentang ciri-ciri orang munafik (berkhianat) Hadist tentang tanda-tanda orang munafik:

ثَ ح ا إ ثَث قف ن ْلا ةيآ

خ ن ت ْؤا ا إ و ،فلْخأ عو ا إ و ، ذك

Artinya: Tanda orang munafik itu tiga, apabila ia berucap berdusta, jika membuat janji berdusta, dan jika dipercaya mengkhianati (HR Al-Bukhari).

Dalam hadits di atas, Nabi SAW menyebutkan tiga sifat nifak, yaitu suka berdusta ketika berbicara, ketika berjanji mengingkari, dan ketika dipercaya berkhianat. Dalam hadist tersebut Nabi SAW bersabda bahwa khianat adalah salah satu tanda orang munafik. Artinya ketika seseorang diberi amanah, maka ia dipercaya dapat menjalankan amanah yang dipegangnya atau janjinya. Begitupun dalam penelitian ini, pemerintah daerah wajib bertanggung jawab


(42)

dalam mengemban tugas dan mengelola dana demi kesejahteraan masyarakat.

B. Landasan Teori

1. Teori Akuntabilitas

Akuntabilitas publik merupakan kewajiban pihak pemegang amanah (steward) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002).

Akuntabilitas merupakan konsep yang lebih luas dari stewardship. Namun, seringkali istilah akuntabilitas dipersamakan dengan stewardship yaitu diartikan sebagai pertanggungjawaban. Sebenarnya stewardship mengacu pada pengelolaan atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien tanpa dibebani kewajiban untuk melaporkan. Sedangkan akuntabilitas mengacu pada pertanggungjawaban oleh seseorang yang diberi amanah kepada pemberi tanggung jawab dengan kewajiban membuat pelaporan dan pengungkapan secara jelas.

Akuntabilitas adalah pertanggungjelasan dari seseorang atau sekelompok orang yang diberi amanah untuk menjalankan tugas tertentu kepada pihak pemberi amanah baik secara vertikal maupun secara horizontal. Teori akuntabilitas adalah teori terkait kemampuan memberi


(43)

jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang atau sekelompok orang terhadap masyarakat luas dalam suatu organisasi (Rasul, 2003). Akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal/masyarakat, bukan hanya pertanggungjawaban vertikal atau otoritas yang lebih tinggi (Turner and Hulme, 1997). Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik.

Akuntabilitas pemerintahan yang terdapat pada negara demokrasi tidak bisa terlepas dari prinsip dasar demokrasi, yaitu bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat. Pemerintahan demokrasi dalam menjalankan dan mengatur kehidupan rakyat dengan membuat sejumlah peraturan, mengambil serta menggunakan sumber dana masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah daerah wajib memberikan pertanggungjawabannya kepada masyarakat. Hal ini sesuai dengan isi Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Hubungan antar Penyelenggara Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Akuntabilitas di dalam pemerintahan daerah mengandung arti bahwa pemerintah daerah harus mampu memberikan penjelasan atau


(44)

alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan dan hasil usaha sehubungan dengan tugas pemerintah daerah. Terkait penyelenggaraan akuntabilitas di pemerintahan daerah, akuntabilitas tidak dapat diketahui oleh masyarakat tanpa pemerintah daerah memberitahukan secara transparan mengenai pengumpulan sumber daya dan sumber dana beserta penggunaannya.

Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Mardiasmo (2005:21) menyebutkan bahwa dimensi tersebut adalah:

1) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum

Akuntabilitas ini terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan dan terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.

2) Akuntabilitas proses

Akuntabilitas ini terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam malaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.

3) Akuntabilitas program

Akuntabilitas ini terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah


(45)

mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

4) Akuntabilitas kebijakan

Akuntabilitas ini terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.

Teori akuntabilitas dijadikan teori utama dalam penelitian ini, dikarenakan pemerintah daerah sebagai organisasi sektor publik harus dapat memenuhi aspek akuntabilitas atau pertanggungjelasan kepada pemerintah pusat dan masyarakat. Dalam pengertian luas, akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak pemegang amanah (steward) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Makna akuntabilitas ini merupakan konsep filosofis inti dalam manajemen sektor publik.

2. Teori Stewardship

Ada dua teori utama yang dapat digunakan untuk penelitian yang terkait dengan pengungkapan, yaitu agency theory dan stewardship theory (Daniri, 2005 dalam Khasanah, 2014). Teori utama yang akan


(46)

digunakan dalam penelitian ini adalah stewardship theory. Jika dalam agency theory dibahas hubungan antara agen dan principal. Maka dalam stewardship theory akan dibahas hubungan antara steward dengan principal.

Laporan keuangan berisi informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas suatu organisasi. Begitupun fungsi laporan keuangan di dalam organisasi sektor publik. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah akan bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. Pihak-pihak tertentu dapat memanfaatkan LKPD tersebut untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dapat pula menunjukkan pertanggungjawaban steward atas pengelolaan sumber daya yang dipercayakan oleh principal terhadap mereka.

Stewardship theory merupakan teori yang menggambarkan di mana steward (pihak yang diberi amanah) lebih termotivasi untuk melaksanakan kinerja yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan organisasi dibandingkan tujuan-tujuan pribadi atau individu (Rahardjo, 2007). Berdasarkan teori stewardship, para steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan principal. Mereka diyakini memiliki tujuan yang sama dengan tujuan organisasi. Hal ini menyebabkan steward memiliki loyalitas tinggi terhadap organisasi (Khasanah, 2014).

Stewardship theory digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian terdahulu oleh Khasanah (2014). Khasanah (2014)


(47)

menyatakan bahwa hubungan yang terjalin antara pemerintah daerah (steward) dengan masyarakat (principal) adalah atas dasar sifat alami manusia. Masyarakat percaya bahwa pemerintah akan bertanggung jawab memenuhi hak mereka dan bertindak sesuai kewajiban yang berdasar pada peraturan daerah yang relevan. Berdasarkan teori ini pemerintah diyakini publik sebagai pihak yang memiliki integritas dan kejujuran yang tinggi.

Model of man pada teori stewardship perilakunya bisa dibentuk, sehingga memiliki sifat yang dapat bekerjasama dengan baik dalam organisasi. Perilaku of man tersebut lebih mengutamakan perilaku kolektif (kelompok) dibandingkan perilaku individu, sehingga mereka (steward) selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang baik pada principal. Di dalam organisasi akan selalu ada dua perilaku yang ditemui pada SDM, yaitu self serving dan pro-organizational. Berdasarkan teori stewardship, steward akan selalu berupaya untuk mengalihkan self serving dengan mengutamakan pro-organizational. Sebab menjunjung nilai kebersamaan dianggap steward sebagai perilaku yang rasional. Dengan mengutamakan tujuan organisasi dan bersifat kolektif dianggap dapat mempermudah tercapainya tujuan bersama. Dengan demikian, diketahui bahwa dalam teori stewardship, steward mengasumsikan bahwa kesuksesan organisasi memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan principal.

Menurut Khasanah (2014), pemerintah selaku steward memiliki informasi lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang


(48)

dimiliki oleh masyarakat sebagai principal. Berbeda dengan teori agency di mana manajerial berusaha untuk menyimpan informasi yang dimilikinya dari principal demi memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan dalam teori stewardship, steward dipercaya memiliki tanggung jawab dan kesadaran untuk mewujudkan transparasi dan akuntabilitas. Pemerintah daerah bertanggung jawab atas kepercayaan massyarakat yang diperoleh melalui pemilu. Adanya kesadaran dan tanggung jawab ini menjadi salah satu cara pemerintah daerah untuk meyakinkan masyarakat sebagai pemerintahan yang taat dengan peraturan. Hal ini pun bisa menjadi salah satu cara pemerintah daerah untuk mencapai tujuan politik dengan kepercayaan publik dengan harapan akan terpilih kembali pada pemilu periode selanjutnya.

Dalam teori stewardship, pemerintah daerah selaku steward akan berperilaku sesuai kepentingan bersama. Ketika kepentingan steward

dan principal berbeda, steward berusaha bekerja sama daripada

menentangnya, sebab steward berasumsi bahwa kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan harapan pemilik merupakan pertimbangan yang rasional. Jadi mereka berperilaku dengan orientasi mencapai tujuan organisasi. Steward akan berusaha melindungi dan memaksimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan, dengan demikian steward berusaha untuk tidak menyimpang dari peraturan-peraturan yang ada. Asumsi penting dari stewardship adalah steward


(49)

berusaha untuk memiliki tujuan yang sama dengan pemilik/principal (Rahardjo, 2007).

Pemerintah daerah merupakan salah satu organisasi sektor publik yang termasuk ke dalam tipe pure public organization. Hal ini berarti bahwa tujuan utama operasionalisasi pemerintah daerah bukanlah untuk mencari keuntungan, tetapi untuk melayani masyarakat. Sesuai dengan teori stewardship yang berbanding terbalik dengan teori agency. Dalam teori stewardship, steward beusaha untuk mencapai tujuan utama organisasi. Mereka tidak termotivasi dengan tujuan-tujuan individu. Aplagi tujuan-tujuan yang hanya terkait dengan keuntungan individual, tetapi mereka termotivasi dengan tujuan organisasi itu sendiri. Dalam hal ini adalah pemerintah daerah, maka steward (wakil rakyat di pemerintahan daerah) berusaha untuk menjalankan amanah untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.

3. Pemerintah Daerah di Indonesia

Pada era reformasi, konsep desentralisasi mulai diterapkan di pemerintahan Indonesia. Untuk merealisasikannya, pemerintah mengeluarkan peraturan yaitu Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah sebagaimana telah diubah dengan undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 33 tahun 2004


(50)

(Suryani, 2016). Kebijakan ini mengubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi terdesentralisasi.

Desentralisasi artinya bahwa adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk dapat mengurus rumah tangganya sendiri, baik dari segi administratif pemerintahan maupun dari segi pengelolaan keuangan. Dengan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah seharusnya dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik, karena pemerintah menjadi lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi daerah dilaksanakan dengan harapan dapat terciptanya pembangunan nasional yang lebih efisien, karena implementasi pembangunan dilaksanakan di masing-masing daerah secara langsung. Pembangunan nasional diharapkan dapat terwujud, karena pemerintah pusat lebih fokus pada urusan yang bersifat nasional, sedangkan urusan masing-masing daerah berada di bawah wewenang pemerintah daerah terkait.

Berdasarkan pasal Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 pasal (1), bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Pemerintah Daerah adalah


(51)

kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Dalam menjalankan pemerintahan, setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota disebut wali kota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Dalam menjalankan pemerintahan, kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Kepala daerah juga memunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah tersebut kepada masyarakat.

4. Karakteristik Pemerintah Daerah

Karakteristik berarti memunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu (Suryani, 2016). Karakteristik adalah ciri-ciri khusus sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Karakteristik pemerintah daerah berarti sifat khas dari otoritas administratif pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Elemen-elemen yang terdapat dalam laporan keuangan pemerintah daerah dapat menggambarkan karakteristik pemerintah daerah. Laporan keuangan merupakan suatu alat yang memfasilitasi transparansi akuntabilitas publik,


(52)

yang menyediakan informasi yang relevan mengenai kegiatan operasionalnya, posisi keuangan, arus kas dan penjelasan atas pos-pos yang ada di dalam laporan keuangan tersebut. Pada penelitian-penelitian di sektor pemerintahan, karakteristik pemerintah daerah sering digunakan sebagai proksi dalam item-item pada laporan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan.

Setyaningrum dan Syafitri (2012) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah dapat diwakili dengan ukuran pemerintah daerah, ukuran legislatif, umur administratif pemerintah daerah, kekayaan pemerintah daerah, diferensiasi fungsional, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan daerah dan intergovernmental revenue. Feriyanti dkk. (2015) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah dengan diwakili oleh kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, umur administrative pemerintah daerah dan ukuran legislatif. Hilmi dan Martani (2010) menggunakan proksi Kekayaan daerah, tingkat ketergantungan daerah dan total aset sebagai karakteristik pemerintah daerah.

Penelitian ini akan menguji secara komprehensif karakteristik pemerintah daerah yang diduga mempengaruhi tingkat pengungkapan wajib LKPD. Karakteristik pemerintah daerah yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah kekayaan daerah, ukuran pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah serta rasio intergovernmental revenue.


(53)

5. Perkembangan Regulasi Standar Akuntansi

Otonomi daerah dan sistem pemerintahan desentralisasi mulai diterapkan di Indonesia pada tahun 2001. Adanya pembaruan ini mengakibatkan adanya transfer kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Penyelenggaraan pemerintahan yang tadinya menggunakan prinsip-prinsip sentralisasi (terpusat) berubah menjadi terdesentralisasi. Dengan adanya pergeseran prinsip-prinsip pemerintahan ini, artinya pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk bertanggung jawab secara mandiri terhadap urusan rumah tangga masing-masing daerah, baik dari segi administratif, pengelolaan keuangan maupun pelayanan terhadap masyarakat. Dengan semakin bebasnya bagi pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri, maka semakin dibutuhkan pengawasan yang lebih terhadap kinerja masing-masing pemerintah daerah. Oleh karena itu, sejak diterapkannya sistem desentralisasi, pemerintah daerah semakin dituntut untuk membuat laporan keuangan yang sesuai dengan peraturan yang relevan dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan (Setyaningrum dan Syafitri, 2012).

Berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam membuat laporan keuangan harus sesuai dengan


(54)

SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan). Berdasarkan hal tersebut, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang berbasis kas menuju akrual.

Berdasarkan PP No 24/2005, Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP dibutuhkan dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan yang setidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Dengan diberlakukan SAP dalam pertanggungjawaban keuangan pemerintah, diharapkan akan menghasilkan sebuah laporan pertanggungjawaban yang bermutu; memberikan informasi yang lengkap; akurat dan mudah dipahami berbagai pihak terutama DPR dan BPK dalam menjalankan tugasnya.

Pada bulan Oktober 2010, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dengan basis akrual. PP ini dikeluarkan sebagai pengganti PP No. 24 Tahun 2005. Akan tetapi dalam PP yang baru tidak hanya menerapkan basis akrual saja, namun masih terdapat penerapan berbasis kas menuju akrual sebagaimana yang diatur di dalam PP No. 24 Tahun 2005.

SAP kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya bulletin teknis SAP. Bulletin teknis SAP berfungsi untuk mengatasi masalah teknis akuntansi dan memberikan informasi yang berisi


(55)

penjelasan teknis akuntansi sebagai pedoman bagi pengguna yang diatur dalam Bulletin Teknis No. 3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harus diaudit oleh BPK sebagai bentuk pengawasan. Dari pemeriksaan tersebut BPK dapat memberikan opini atas kewajaran informasi keuangan di dalam LKPD tersebut.

6. Pelaporan dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, Laporan Keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelapor. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melakssanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan PP No. 71 tahun 2010, pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, social maupun politik dengan:


(56)

a. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran.

b. Menyediakan informasi mengenai kesesuaian cara memeroleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

c. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatan dan mencukupi kebutuhan kasnya.

d. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai.

e. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman.

f. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan dan penurunan sebagai akibat yang dilakukan selama periode pelaporan.

Berdasarkan pada PP No 71 2010, laporan keuangan pokok pemerintah daerah terdiri dari:

1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);


(57)

3) Neraca;

4) Laporan Operasional (LO); 5) Laporan Arus Kas (LAK);

6) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE); 7) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

7. Pengungkapan pada Laporan Keuangan dan Catatan atas Laporan Keuangan

Kata disclosure artinya tidak menutupi atau tidak menyembunyikan (Ghozali dan Chariri, 2007:377). Pengungkapan (disclosure) berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal informative yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang dapat dinyatakan melalui laporan keuangan utama (Suripto, 1999). Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang memunyai kepentingan berbeda-beda (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011).

Menurut Ghozali dan Chariri (2007:393) ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu:

1) Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)

Pengungkapan wajib adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Untuk sektor


(58)

pemerintahan di Indonesia, baik pemerintah pusat maupun daerah pengungkapan informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan menyebutkan mengharuskan adanya pengungkapan lengkap (full disclosure), dimana laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi-informasi yang berguna bagi pengguna laporan baik pada lembar muka laporan keuangan ataupun pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

2) Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)

Pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar atau peraturan yang berlaku (Daarough dalam Na’im dan Rakhman, 2000). Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan melebihi yang diwajibkan (Na’im dan Rakhman, 2000). Dalam PP No 24 Tahun 2005 mengenai struktur Catatan atas Laporan Keuangan disebutkan CaLK meliputi pengungkapan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.

Penelitian ini akan berfokus pada kepatuhan mandatory disclosure, karena membandingkan antara pengungkapan dalam LKPD dengan yang seharusnya diungkapkan berdasarkan SAP. Kesesuaian


(59)

pengungkapan dengan standar akuntansi merepresentasikan kepatuhan terhadap SAP (Suryani, 2016). Penelitian ini memfokuskan pada kepatuhan pengungkapan akun-akun yang tertuang di dalam neraca, sebab neraca memiliki peranan penting, di samping sebagai sarana pelaporan keuangan yang baru, neraca merupakan laporan yang memberikan gambaran utuh dari suatu entitas (pemerintahan daerah) pada suatu titik waktu (Bastian, 2006).

8. Temuan Audit

Audit merupakan proses pemeriksaan secara sistematis untuk mengetahui apakah hasil dari pelaksanaan berupa laporan keuangan maupun kinerja telah sesuai dengan perencanaan dan target sebelumnya, atau dengan kata lain sebagai pembuktian. Proses audit dilakukan oleh ahli auditor, baik auditor internal maupun auditor eksternal yang telah diakui independensinya sesuai standar auditing.

Berdasarkan Undang-undang No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyatakan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan keuangan negara dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan UU No


(60)

15 Tahun 2014, BPK dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan negara harus berpedoman pada standar pemeriksaan. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan dan standar pelaporan.

Berdasarkan pada Undang-undang No. 15 Tahun 2004, pemeriksaan keuangan negara yang dilakukan oleh BPK RI terdiri dari tiga jenis, yaitu:

1) Pemeriksaan keuangan

Pemeriksaan keuangan menurut Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah pemeriksaan atas laporan keuangan (LK) yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai bahwa LK telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh BPK adalah pemeriksaan atas LK pemerintah pusat, pemerintah daerah dan badan lainnya termasuk BUMN.

2) Pemeriksaan kinerja

Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomis dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan


(61)

intern pemerintah. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.

3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu

Sesuai dengan Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.

Hasil dari pemeriksaan BPK atas LKPD dapat berupa temuan, opini, kesimpulan dan rekomendasi. Temuan audit merupakan kasus-kasus yang ditemukan oleh BPK pada laporan keuangan berupa kerancauan dan ketidaksesuaian dengan realisasi laporan serta teridentifikasi sebagai suatu pelanggaran (Hendriyani dan Tahar, 2015). Berdasarkan UU No. 15 tahun 2004 pasal 1, opini audit adalah pernyataan professional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. Sedangkan rekomendasi adalah saran


(62)

dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya, yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan tindakan dan/atau perbaikan.

Berdasarkan Undang-undang No 15 tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa temuan audit BPK RI digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi tersebut. Selain itu auditor juga akan mengomunikasikan temuan audit tersebut kepada auditee. Pada akhir pemeriksaan, auditor akan membuat rekomendasi terkait temuan audit agar dapat dilakukan perbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh BPK.

Tindak lanjut atas hasil audit sesuai dengan rekomendasi diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah yang lebih baik. Artinya temuan audit atas laporan keuangan pemerintah daerah berkurang pada periode pelaporan selanjutnya (Arifin dan Fitriasari, 2014).

C. Hasil Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Untuk lebih lengkapnya mengenai rincian hasil penelitian terdahulu terkait penelitian


(63)

ini dapat dilihat di lampiran 4. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Nosihana dan Yaya (2016) dalam penelitiannya menyatakan bahwa variabel kompetisi politik, ukuran pemerintah daerah dan rasio pembayaran utang berpengaruh positif terhadap peningkatan pengungkapan LK pada situs pemerintah daerah. Variabel kekayaan pemerintah daerah tidak berpengaruh, sedangkan opini audit berpengaruh negatif terhadap peningkatan pengungkapan LK pada situs pemerintah daerah.

Setyowati (2016) melakukan penelitian determinan yang mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata tingkat pengungkapan wajib LKPD di Indonesia adalah 64%. Variabel kekayaan daerah dan pembangunan masyarakat berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Variabel kepemilikan aset oleh pemerintah daerah berpengaruh negatif, sedangkan Variabel diferensiasi fungsional, debt pemerintah daerah dan intergovernmental revenue tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD.

Feriyanti, dkk (2015) menyatakan bahwa pengungkapan yang dilakukan pemerintah daerah menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2011 ke 2013. Pada tahun 2011 tingkat pengungkapan LKPD hanya 55%, meningkat menjadi 62% pada tahun 2012 dan 68% pada tahun 2013. Adanya peningkatan dalam pengungkapan LKPD, menunjukkan bahwa pemerintah daerah terus memperbaiki kualitas laporan keuangannya. Variabel umur


(64)

administratif, ukuran legislatif dan tingkat penyimpangan audit memiliki hubungan negatif signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Variabel kekayaan pemerintah daerah, tingkat ketergantungan pemerintah daerah, jumlah penduduk dan jumlah SKPD memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD. Variabel jumlah temuan audit BPK tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD.

Hendriyani dan Tahar (2015) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi di Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah rata-rata tingkat pengungkapan dalam CaLK selama tahun 2012-2014 adalah 41,7663%. Variabel belanja modal dan jumlah penduduk berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Tingkat ketergantungan berpengaruh negatif terhdap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi, sedangkan PAD dan temuan audit BPK RI tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.

Pratama, dkk (2015) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan LKPD Kabupaten/Kota Bali. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kompleksitas pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah, kekayaan daerah, belanja daerah berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan dalam LKPD.

Arifin dan Fitriasari (2014) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan kementrian/lembaga tahun


(1)

20 5.2 Implikasi

Implikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1)

Bagi instansi terkait (pemerintah daerah), penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kepatuhan pengungkapan laporan keuangannya terhadap SAP. Berdasarkan penelitian ini dijelaskan bahwa pemerintah daerah merupakan steward (pelayan). Sebagai steward sudah seharusnya pemerintah daerah mengungkapkan informasi-informasi yang terkait dengan kinerjanya secara vertikal (pemerintah pusat) maupun horizontal (masyarakat). Pengungkapan tersebut merupakan wujud transparansi, akuntabilitas dan sebagai salah satu bentuk pelayanan yang diberikan pemerintah daerah kepada principal. Dengan demikian penelitian ini dapat menumbuhkan kesadaran pemerintah daerah selaku steward tentang kewajibannya untuk mengungkapkan informasi-informasi keuangan sesuai SAP dalam rangka transparansi dan akuntabilitas.

2)

Bagi pemerintah pusat, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, masukan dan pertimbangan untuk memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah daerah berkaitan dengan pengungkapan wajib yang dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Dengan demikian, pemerintah pusat bahkan dapat menerapkan punishment maupun reward terhadap hal tersebut sesuai dengan SAP.

3)

Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi untuk mengetahui

seberapa jauh tingkat pengungkapan wajib LKPD. Penelitian ini dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa tidak seharusnya masyarakat acuh terhadap pengelolaan keuangan dan kinerja pemerintah daerah. Selaku principal, masyarakat seharusnya ikut mengawasi kinerja pemerintah daerah. Dengan adanya pengawasan dan kepedulian dari masyarakat akan ada kemungkinan pemerintah daerah termotivasi untuk meningkatkan kualitas laporan keuangannya.

5.3 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya, dapat diperoleh keterbatasan penelitian, yaitu sebagai berikut:

1) Peneliti hanya menggunakan data LKPD Provinsi tahun anggaran 2012-2014 (jangka waktu pendek), sehingga kurang dapat mengamati tingkat pengungkapan wajib LKPD Provinsi.


(2)

21

2) Peneliti hanya mengambil sampel LKPD Provinsi, sementara masih banyak jenis LKPD pemerintah daerah yang lainnya, misalnya LKPD Kabupaten/Kota, LKPD Kementrian/Lembaga.

3) Peneliti hanya berfokus pada mandatory disclosure (pengungkapan wajib), sementara jenis pengungkapan LKPD ada dua, yaitu mandatory disclosure dan voluntary

disclosure (pengungkapan sukarela).

4) Perhitungan tingkat kepatuhan pengungkapan wajib dihitung dengan melakukan

checklist yang berdasarkan pertimbangan subyektif atau opini dari peneliti. Hal ini

memungkinkan akan diperoleh hasil yang berbeda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain untuk sampel dan periode pelaporan LKPD Provinsi yang sama.

5) Karakteristik yang digunakan dalam penelitian ini hanya menjelaskan sebagian kecil dari karakteristik pemerintah daerah dan temuan audit yang mempengaruhi pengungkapan wajib LKPD Provinsi yang berarti masih terdapat faktor-faktor lain yang dapat menjelaskan tingkat pengungkapan LKPD yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian dikarenakan keterbatasan waktu.

5.4 Saran

Berdasarkan keterbatasan di atas, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1) Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan data LKPD dalam

pengamatan yang lebih panjang.

2) Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan sampel yang lebih luas, misalnya dengan menambah serta mengombinasikan antara LKPD Provinsi, LKPD Kabupaten/Kota dan LKPD Kementrian/Kelembagaan, sehingga dapat.

3) Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya berfokus pada mandatory

disclosure saja, tetapi juga berfokus pada voluntary disclosure.

4) Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan teknik perhitungan kepatuhan pengungkapan lain yang dapat memberikan hasil yang lebih akurat dan obyektif, bukan berdasarkan pada penilaian subyektif.

5) Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan menambah variabel berupa faktor-faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD, misalnya untuk karakteristik pemerintah daerah: jumlah penduduk, jumlah SKPD, total pembiayaan dan lain-lain. Untuk temuan audit, misalnya: opini audit dan nominal penyimpangan.


(3)

22

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Evanti. 2011. Pengaruh Opini Audit dan Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Skripsi Akuntansi FE UI. Depok.

Arifin, Imam. 2014. Pengungkapan Laporan Keuangan Kementrian/Lembaga, Karakteristik Organisasi dan Hasil Audit BPK. SNA 17 Mataram, Lombok. Universitas Mataram.

Badan Pemeriksa Keuangan RI. 2012. Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah. Jakarta Pusat: BPK RI.

.2013. Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah. Jakarta Pusat: BPK RI.

.2014. Ikhtisar Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah. Jakarta Pusat: BPK RI.

Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.

Darma, Emile Satia dan Agus Tri Basuki. 2015. Statistika, Aplikasi pada Ekonomi, Bisnis

dan Penelitian. Yogyakarta: Danisa Media.

Darmastuti, D dan S Dyah. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah pada Tahun 2009.

Simposium Nasional Akuntansi XV Banjarmasin.

Departemen Agama Republik Indonesia. 2012. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Alfatih.

Dwirandra. 2008. Efektivitas Dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonom Kabupaten/ Kota Di Propinsi Bali Tahun 2002-2006. Skripsi.

Feriyanti, Mira dkk. 2015. Determinan Kepatuhan pada Ketentuan Pengungkapan Wajib Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat). Jurnal Investasi. Vol. 11 No.2, Desember, hal. 171-185.

Ghozali, Imam dan Anis Chariri. 2000. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

. 2007. Teori Akuntansi, Edisi ketiga. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate DENGAN Program IBM SPSS 19 (edisi

kelima). Semarang: Badan Penerbit Undip.

Halim, Abdul, dan Abdullah, Syukriy. 2007. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daeah (Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi). Jurnal


(4)

23

Hendriyani, Ririn dan Afrizal Tahar. 2015. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi di Indonesia. Jurnal

Bisnis dan Ekonomi (JBE). Vol.22 No.1, Maret, hal 25-33.

Hilmi, Amiruddin Zul dan Dwi Martani. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi. Skripsi Universitas

Indonesia. Jakarta.

Khasanah, L Nur. 2014. Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, Dan Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada LKPD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Periode 2010-2012). Skripsi FEB

Universitas Diponegoro. Semarang.

Lesmana, S. I. 2010. Pengaruh Karakteristik Pemda Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia. Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Liestiani, A. 2008. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemda Kabupaten/Kota di Indonesia Untuk Tahun Anggaran 2006. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Depok.

Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik, Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Andi.

. 2005. Akuntansi Sektor Publik: Penrntuan Harga Pelayanan Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Medina, Febri. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Transparansi Informasi Keuangan pada Situs Resmi Pemda. Skripsi FEB Universitas Diponegoro. Semarang.

Naim, Ainun dan Fu’ad Rakhman. 2000. Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.15 No.1, hal, 70-82.

Nazaruddin, Ietje. dan Agus Tri Basuki. 2016. Analisis Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Danisa Media.

Nosihana, Ariefia dan Rizal Yaya. 2016. Internet Financial Reporting dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya pada Pemerintah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jurnal

Dinamika Akuntansi dan Bisnis. Vol.3 No.2, hal 87-101.

Patrick, Patricia A. 2007. The determinants of organizational innovativeness: The adoption of GASB 34 in Pennsylvania local government. Ph.D. dissertation. The Pennsylvania State University. United States-Pennsylvania.

Pemerintah Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 7 tentang


(5)

24

. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2004. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sekretariat Negara.

Jakarta.

. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2008. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan

Informasi Publik. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan. Sekretariat Negara. Jakarta.

. 2010. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pratama, Kadek A, Desak N, Edy S. 2015. Pengaruh Kompleksitas Pemerintah Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah, Kekayaan Daerah, dan Belanja Daerah terhadap Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Bali Tahun 2010-2013). e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan

Akuntansi Program S1. Volume 3 No.1.

Prawoto, Nano, dkk. 2014. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Publikasi

Karya Ilmiah, Edisi Kelima, Cetakan Kedua. Yogyakarta: UPFE UMY.

Rahardjo, Budi. 2007. Keuangan dan Akuntansi untuk Manajer Non Keuangan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rasul, Syahrudin. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam

Perspektif UU NO. 17/2003 Tentang Keuangan Negara. Jakarta: PNRI.

Rora, Puspita Sari. 2010. Pengaruh Kinerja, Tingkat Ketergantungan dan Karakteristik Pemda terhadap Tingkat Pengungkapan Sukarela pada Situs Pemda Tahun 2010.

Journal Skripsi Sarjana.FEUI. Depok.

Sekaran, Uma dan Bougie, Roger. 2010. Research Method for Business A Skill Building

Approach (5th Edition). United Kingdom: John Wiley & Sons Ltd.

Setyaningrum, Dyah dan Febriyani Syafitri. 2012. Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Jurnal


(6)

25

Setyowati, Lilis. 2016. Determinan yang Memengaruhi Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol.6 No.1, hal. 43-58.

Sinaga, Yusrika F dan Tri Jatmiko Wahyu Prabowo. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan di Internet secara Sukarela oleh Pemda. Skripsi

FEB Universitas Diponegoro. Semarang.

Suhardjanto, Djoko, Rena Rukmita Yulianingtyas. 2011. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Kepatuhan Pengungkapan Wajib dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal

Akuntansi & Auditing. Vol.8 No.1, November, hal.30:42.

Suhardjanto, Djoko, Rusmin, Mandasari, P.,Brown, A. 2010. Mandatory Disclosure Compliance and Local Government Characteristics: Evidence from Indonesian Municipalities. Penelitian Hibah Publikasi Internasional, LP2M UNS.

Suhardjanto, Djoko, Sigit Indra Lesmana. 2010. Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia. Prestasi P3M Stie Bank BPD

Jateng. Vol.6 No.2, hal. 25-40.

Sumarjo, H. 2010. Pengaruh karakteristik Pemda terhadap kinerja keuangan Pemda. Skripsi,

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Supripto, Bambang. 1999. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan. Simposium Nasional Akuntansi II.

Suryani, Lilis. 2016. Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Pengawasan Legislatif dan Temuan Audit terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Provinsi, Kabupaten, Kota Tahun 2014. Tesis Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Syafitri, Febriyani. 2012. Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan. Skripsi Sarjana. FEUI. Depok.

Trisnawati, Mya Dewi & Komarudin, Achmad. 2014. Determinan publikasi laporan

keuangan pemerintah daerah melalui internet. Jurnal Brawijaya. Tersedia pada

http://www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id/files/2014/09/149.pdf. Diakses pada tanggal 7 Juni 2016.

Triuriana, E Agus. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja Instansi. Skripsi.

Turner, Mark and Hulme, David ,1997. Governance, Administrasi, and Development:

Making The State Work. London: MacMillan Press Ltd.

Zulfikar. 2013. Pengaruh Karakteristik Pemda berupa Ukuran Pemda, Tingkat Kekayaan, Tingkat Ketergantungan, dan Belanja Daerah serta Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia pada Anggaran 2007.


Dokumen yang terkait

PENGARUH KARAKTERISTIK, KOMPLEKSITAS PEMERINTAHAN DAN TEMUAN AUDIT TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN WAJIB LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (LKPD) (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten Kota yang

2 12 105

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH, KOMPLEKSITAS PEMERINTAH dan HASIL AUDIT BPK terhadap TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH di INDONESIA TAHUN 2013

0 15 188

PENGARUH UKURAN PEMERINTAH DAERAH, JUMLAH SKPD, UMUR PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT TERHADAP Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah, Jumlah SKPD, Umur Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKP

0 9 12

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit Bpk Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Di Indonesia (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia).

0 10 20

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit Bpk Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Di Indonesia (Studi Empiris Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia).

0 3 17

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kab

1 6 15

ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH Analisis Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Dan Temuan Audit BPK Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kab

0 2 16

PENGARUH KARAKTERISTIK KEPALA DAERAH DAN KARAKTERISTIK KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP TINGKAT KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN WAJIB DALAM LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

0 1 82

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH.

0 0 14

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH DAN TEMUAN AUDIT BPK TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris Pada Pemerintah KabupatenKota Se-Jawa Tengah Periode 2014-2016)

0 0 17