PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH, KOMPLEKSITAS PEMERINTAH dan HASIL AUDIT BPK terhadap TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH di INDONESIA TAHUN 2013
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH,
KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK
TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi ( S.E )
Disusun Oleh :
HUSNI AENIN
NIM. 1111082000116
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Husni Aenin
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 31 Oktober 1993
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah Abang – Jakarta Pusat
Telepon : 083892103690
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
SD N No. 13 Allu 1 1999-2005
SMP N 1 Bangkala 2005-2008
SMA N 1 Tamalatea 2008-2009
MA Jamiat Kheir 2009-2011
S1 Ekonomi Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah 2011-2015
III. PENDIDIKAN NON FORMAL
LPP Latanza Institute, General English Class 2012
LPP Latanza Institute, Grammar Focus Class 2012
(7)
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : Muhammad Ribekhi
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 06 November 1959
Ibu : Aminingsih
Tempat, Tanggal Lahir : Tegal, 30 November 1965
Alamat : Jl. Martapura 1 No. 2A RT 008/004, Tanah
Abang – Jakarta Pusat
(8)
ABSTRACT
THE EFFECT OF THE CHARACTERISTICS OF THE GOVERNMENT, THE COMPLEXITY OF THE GOVERMENT AND THE RESULTS OF AUDIT OF THE FINANCIAL STATEMENT DISCLOSURE LEVEL IN INDONESIA IN 2013
By Husni Aenin
This study was conducted to analyze the effect of the government characteristics, the complexity of the government and the results of audits of the financial statement disclosure level of local government in Indonesia in 2013. Three factors influencing that 1) the characteristics of government consists of local goverement wealth, the level of dependence, total assets and the type of government; 2) the complexity of government consists of a population and the number of units under local government (SKPD); and 3) Results of audit consists of audit findings and the value of the findings. In this study using two (2) research model. The first model using lag effect and the second model using no lag effect. This study used a sample of local government districts and cities in Indonesia during 2013. Based on the purposive sampling method, the total sample was 425 financial statements. Testing the hypothesis in this study using multiple regression techniques.
The results showed that for both models only the wealth of the goverement and the type of government that have a significant effect on the level of disclosure. For regional assets have positive and significant impact on the disclosure. As for the type of government found that the district government revelations level higher than the level of disclosure of the city government.
Keywords: Disclosures, local goverement wealth, the level of dependence, total assets, type of government, population, number of SKPD, the number of audit findings, the value of the findings.
(9)
ABSTRAK
PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH, KOMPLEKSITAS PEMERINTAH DAN HASIL AUDIT BPK TERHADAP TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA TAHUN 2013 Oleh
Husni Aenin
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintah dan hasil audit BPK terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah di Indonesia tahun 2013. Tiga Faktor yang mempengaruhi yaitu 1) karakteristik pemerintah terdiri dari kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total aset dan tipe pemerintah; 2) kompleksitas pemerintah terdiri dari jumlah penduduk dan jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD); dan 3) Hasil audit BPK terdiri dari temuan audit dan nilai temuan. Dalam penelitian ini menggunakan 2 (dua) model penelitian. Model pertama menggunakan metode lag effect dan model kedua menggunakan metode no lag effect. Penelitian ini menggunakan sampel pemerintah daerah kabupaten dan kota di Indonesia selama tahun 2013. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel penelitian adalah 425 laporan keuangan. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk kedua model hanya kekayaan daerah dan tipe pemerintah yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Untuk kekayaan daerah memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan. Sedangkan untuk tipe pemerintah menemukan bahwa tingkat pegungkapan pemerintah kabupaten lebih tinggi dari tingkat pengungkapan pemerintah kota.
Kata kunci : Pengungkapan LKPD kabupaten / kota, kekayaan daerah, tingkat ketergantungan, total aset, tipe pemerintah, jumlah penduduk, jumlah SKPD, jumlah temuan audit, nilai temuan.
(10)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, yang telah membimbing umatnya menuju jalan kebenaran. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terimakasih atas bantuan, bimbingan, dukungan, semangat dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada :
1. Bapak Muhammad Ribekhi dan Mamah Aminingsih tersayang terimakasih atas segala pengorbanan, perhatian, kasih sayang, dukungan dan doa tiada henti yang selalu tercurah untuk ananda, semoga ananda senantiasa bisa membuat kalian bangga dan bahagia. Maaf atas keterlambatan menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Yessi Fitri, SE., M.Si., Ak., CA Selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah meluangkan waktu, mencurahkan perhatian,
(11)
semua saran yang Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang skripsi.
4. Bapak Hepi Prayudiawan, S.E., M.M., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Dr. Rini, M.Si., Ak., CA selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk berdiskusi, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada penulis. 7. Kakakku Mas Faat, dan Husna nana terimakasih atas dukungan yang bersifat
moril dan materiil yang diberikan kepada penulis.
8. Sahabat Celotehku Tersayang, Rika W, Mute, Rika J, Syaifa, Fia, Ulfah, Hani, Amanah dan Dian, Terimakasih telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis selama proses pembuatan skripsi.
9. The Buddiest do re mi (Mute dan Kw), yang selalu menyemangati dan
memberikan perhatian serta menjadi motivator, Terima kasih sayang-sayangku, Terimakasih untuk kebersamaan kita yang luar biasa.
10. Seluruh Kawan-kawan Akuntansi 2011 khususnya Akuntansi B dan Adik-adik angkatan 2012 - 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh
(12)
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
:Jakarta, Nopember 2015
(13)
DAFTAR ISI
Halaman Judul………...………ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif……..………...………iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi………..…....iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah……….….…....v
Daftar Riwayat Hidup………....……….vi
Abstract...viii
Abstrak………...…………..………..ix
Kata Pengantar……….………..……….…...x
Daftar Isi………...…...………..………..xiii
Daftar Tabel...xviii
Daftar Gambar...xix
Daftar Lampiran……….……….………...xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...…………..………1
B. Perumusan Masalah..………...………...7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….………8
1. Tujuan Penelitian………...……...8
2. Manfaat penelitian……….………10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Literatur…..……...…………...…..………11
1. Teori Keagenan…….………..………..11
2. Teori Signalling………….…………..……….……….14
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah………...…………16
(14)
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten dan Kota..25
7. Karakteristik Pemerintah……..……...………...………...34
a. Kekayaan Daerah……...…….………….….………35
b. Tingkat Ketergantungan…..….……….………...36
c. Total Aset………....……….38
d. Tipe Pemerintahan………...…………..………39
8. Kompleksitas Pemerintah.……….……….….40
a. Jumlah Penduduk…...……….….41
b. Jumlah SKPD…………..………....41
9. Hasil Audit BPK…...………...………..42
B. Penelitian Terdahulu.……….……...………47
C. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis….………..…….56
1. Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.………….……….56
2. Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….……..………57
3. Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………….……….……….58
4. Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….………..59
5. Jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………….………..………60
6. Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……….………...61
7. Temuan audit dan tingkat penyimpangan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah……...………...62
(15)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian………..………...67
B. Metode Penentuan Populasi dan Sampel...………..……….67
C. Metode Pengumpulan Data…..………....………...68
D. Metode Analisis Data………..…………..………….………..69
1. Statistik Deskriptif………..……..………70
2. Uji Asumsi Klasik……….……...………...………..71
a. Uji Normalitas………...……….71
b. Uji Multikolinieritas………..………72
c. Uji Heteroskedastisitas……….………73
3. Pengujian Hipotesis…….……...…………..………73
a. Koefisien Determinasi (R²)……...……...………...76
b. Uji F-statistik………..………...76
c. Uji T-statistik………..………...77
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian………..……….…………...78
1. Pengungkapan LKPD………..……….78
2. Kekayaan Daerah………..………....80
3. Tingkat Ketergantungan………….……….………….81
4. Total Aset……….……..81
5. Tipe Pemerintah…………..………..82
6. Jumlah Penduduk………83
7. Jumlah SKPD………..……….……….83
8. Temuan Audit………...……….84
9. Tingkat penyimpangan………..……...84
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………86
1. Deskripsi Objek Penelitian………...86
(16)
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian………...88
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif………88
a. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model I……...………...88
b. Hasil Uji Statistik Deskriptif Model II………..93
2. Uji Asumsi Klasik………97
a. Uji Normalitas………..………...98
b. Uji Multikolinieritas……….………..99
1) Uji Multikolineritas pada Model I…………...….100
2) Uji Multikolineritas pada Model II………...…..101
c. Uji Heteroskedastisitas………...………….…102
d. Uji Autokorelasi………...….………...104
1) Uji Autokorelasi pada Model I……….……….105
2) Uji Autokorelasi pada Model I1………….…………105
3. Uji Hipotesis………...…………..……….106
a. Uji Koefisien Determinasi R (Adjusted R-Squared)………..106
b. Uji Signifikansi F-test (Uji F)……….108
c. Uji Signifikansi T-test (Uji-t)………...……..110
1) Kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………...111 2) Tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………..………...112
3) Total aset terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………113
4) Tipe pemerintah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah………...114
(17)
6) Jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan laporan
keuangan pemerintah daerah………117
7) Jumlah temuan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model I)………...117
8) Jumlah temuan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)………...…120
9) Tingkat Penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model I)………...…..………...120
10) Tingkat Penyimpangan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah (Model II)….……….………122
BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan………..123
B. Implikasi…...………127
C. Saran……….128
Daftar Pustaka……….……….129
(18)
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu………..……...…….47
4.1 Proses Pengambilan Sampel……...………86
4.2 Statistik Deskriptif Model I………..………...89
4.3 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model I………..………...91
4.4 Statistik Deskriptif Model II…….………...………...93
4.5 Proporsi Tipe Pemerintah Daerah Model II…...……….……….……..………...95
4.6 Hasil Uji Multikolinearitas Model I………...…….100
4.7 Hasil Uji Multikolinearitas Model II………...101
4.8 Uji Autokorelasi Model I………..………..………...105
4.9 Uji Autokorelasi Model II...…………..………..…..………...106 4.10 Uji Koefisien Determinasi Model I………..………...107
4.11 Uji Koefisien Determinasi Model I………..………...108
4.12 Hasil Uji Statistik F Model I………..………..109 4.13 Hasil Uji Statistik F Model I……….………..109 4.14 Hasil Uji t Model I……….………110
4.15 Hasil Uji t Model II………...……….………111 4.16 Data Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP) Pada Pemerintah Daerah Tahun 2010 S.D. 2014 (Semester I)………..…..……119
(19)
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran Model I (Lag Effect)………65
2.2 Skema Kerangka Pemikiran Model II (No Lag Effect)………..…....66
4.1 Grafik Histogram Model I………...………...98
4.2 Grafik Histogram Model II………..98
4.3 Grafik P-Plot Model I………..99
4.4 Grafik P-Plot Model II……….99
4.5 Grafik Scatterplot Model I…………...……….…...102
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Tabel Checklist Scoring Laporan keuangan………...132
2. Data Sampel………141
(21)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otonomi Daerah diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan diamandemen menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menyatakan bahwa otonomi daerah memberikan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undanganan. Pemberian wewenang ini juga berdampak pada pengalihan anggaran untuk pemenuhan urusan tersebut dari pusat ke daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini diikuti dengan reformasi keuangan. Reformasi keuangan dilakukan pada semua tahapan proses keuangan negara dimulai dari perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawaban keuangan dan audit. Oleh karena itu dalam rangka mendukung terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dalam pelaksanaan otonomi daerah
tersebut, pemerintah daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya secara transparan dan akuntabel sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Bentuk upaya pemerintah daerah dalam
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah secara akuntabel dan transparan adalah dengan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(22)
(LKPD) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku agar bisa menyajikan informasi yang mudah diakses, dipahami dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menyebutkan bahwa pendelegasian kewenangan yang diserahkan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan melalui mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui dana perimbangan yang terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Otonomi daerah dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Salah satu upaya konkrit Pemerintah Daerah dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah secara akuntabel dan transparan adalah dengan menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) termasuk didalamnya pengungkapan yang wajar sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Peraturan mengenai pengungkapan laporan keuangan mulai diatur secara rinci pada tahun 2005 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
(23)
2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (PP 24/2005) yang diubah terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 (PP 71/2010) tentang hal yang sama. Berdasarkan PP 71/2010, pengungkapan laporan keuangan yang disusun pemerintah di Indonesia menggunakan prinsip pengungkapan lengkap, dimana laporan keuangan harus menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan tersebut dapat ditempatkan pada lembar muka (on the
face) laporan keuangan atau pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Namun beberapa penelitian menemukan bahwa tingkat pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) pada Catatan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan di Indonesia masih rendah yaitu rata-rata pengungkapan sebesar 52.57% (Liestiani, 2008), 44,56% (Hilmi dan Martani 2012 ), 51.9% (Andriani 2012), 60,1% (Arifin dan Fitriasari 2014), serta dalam penelitian Sarah (2014) yang menunjukkan tingkat pengungkapan LKPD sebesar 54%.
Pengungkapan laporan keuangan pemerintah, khususnya pemerintah daerah (Pemda), belum sepenuhnya dilaksanakan secara maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Hilmi dan Martani (2011) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pengungkapan dalam Catatan atas Laporan Keuangan selama tahun 2006 hingga tahun 2009 adalah 44,56%. Bagian dengan rata-rata tingkat pengungkapan tertinggi adalah pada bagian pendahuluan yaitu sebesar 71,55% dan Bagian
(24)
dengan rata-rata tingkat pengungkapan terendah terdapat pada bagian ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan dengan rata-rata tingkat pengungkapan hanya sebesar 15,13%.
Ingram (1984) dalam penelitiannya menyebutkan bebarapa faktor yang mempengaruhi kualitas pengungkapan yaitu : (1) koalisi pemilih (masyarakat) yang mendorong peningkatan permintaan akan informasi, (2) kekuatan administrasi, seperti pemilihan administrator sistem akuntansi, pemilihan auditor, dan (3) management incentive yang terdiri dari kekayaan negara, profesionalisme
dan kompleksitas pemerintah. Penelitian ini mengambil sampel pemerintah negara bagian di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat pengungkapan berhubungan positif dan signifikan dengan koalisi pemilih,
kekuatan administrasi, dan management incentive. Sedangkan faktor alternatif
information source mempunyai hubungan negatif dengan tingkat pengungkapan.
Penelitian lain dilakukan oleh Cheng (1992) dengan menggunakan model ekonomi-politik didasarkan pada teori dan studi empiris dalam sektor publik untuk menjelaskan pengungkapan laporan keuangan dalam pemerintah daerah. Terdapat bukti yang mendukung bahwa pengungkapan tersebut dipengaruhi oleh lingkungan politik dan kekuatan dari institusi yang terdapat pada pemerintah daerah.
Di Indonesia, Liestiani (2008) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah
(25)
Daerah (LKPD) Kabupaten/Kota untuk tahun anggaran 2006. Variabel independen yang digunakan oleh Liestiani (2008) dibagi menjadi tiga kelompok yaitu insentif pemda, hasil pemeriksaan, dan karakteristik daerah. Insentif pemda terdiri dari tiga variabel yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan dan kompleksitas pemerintahan. Kelompok hasil pemeriksaan ada dua hal yang diteliti yakni jumlah temuan pemeriksaan dan tingkat penyimpangan. Dari enam variabel yang diteliti, variabel kekayaan daerah, kompleksitas pemerintah (jumlah populasi), jumlah temuan, dan tingkat penyimpangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Sedangkan tingkat ketergantungan dan karakteristik daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan pemerintah kabupaten/kota. Hilmi dan Martani (2011) juga melakukan penelitian tentang tingkat pengungkapan yang menunjukkan bahwa kekayaan lokal, populasi, dan tingkat penyimpangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan provinsi laporan keuangan pemerintah. Tingkat ketergantungan, total aset, jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dan jumlah temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.
Penelitian yang dilakukan oleh Liestiani (2008) dan Hilmi (2011) menggunakan variabel temuan audit dan nilai temuan pada tahun yang sama. Padahal UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa temuan audit BPK RI digunakan oleh
(26)
pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat
koreksi tersebut. Sehingga idealnya pemerintah daerah akan memenuhi rekomendasi yang diberikan oleh BPK untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya dengan melakukan perbaikan-perbaikan di periode selanjutnya sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh auditor. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan 2 metode untuk mengukur jumlah temuan dan nilai temuan yaitu dengan metode lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan tahun lalu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan keuangan tahun berikutnya. Selain itu, metode kedua adalah metode no lag effect
yaitu dengan mengukur temuan audit laporan keuangan periode sekarang untuk mengetahui pengaruhnya terhadap peningkatan pengungkapan pada laporan keuangan pada tahun yang sama seperti yang dilakukan oleh Liestiani (2008), Hilmi (2010), Khasanah (2014). Selain itu, dalam penelitian ini terdapat penambahan satu variabel yaitu Tipe pemerintahan sebagai proksi dari karakteristik pemerintah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara tingkat pengungkapan kota dengan tingkat pengungkapan kabupaten.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik mengambil topik ini untuk diteliti, pertama, karena pengungkapan laporan keuangan belum banyak dilakukan pada laporan keuangan pemerintahan dibandingkan perusahaan,
(27)
disebabkan karena terbatasnya informasi pemerintah yang dapat diakses publik dan sulitnya mengembangkan motif yang mendasari pengungkapan. Kedua, penelitian yang mengukur variabel jumlah temuan audit dan nilai temuan dengan menggunakan dua metode ( lag effect dan no lag effect ) jarang dilakukan, hanya
terdapat beberapa penelitian seperti yang dilakukan oleh Andriani (2012) dan Fitriasari (2014). Ketiga, laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahun terbaru yaitu tahun 2013 yang juga menggunakan peraturan pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Karakteristik Pemerintah, Kompleksitas Pemerintah, Hasil Audit BPK terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Daerah di Indonesia Tahun 2013
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut
1. Apakah kekayaan daerah berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
2. Apakah tingkat ketergantungan pemerintah daerah kabupaten / kota terhadap pemerintah pusat berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
(28)
3. Apakah total aset berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
4. Apakah tipe pemerintahan berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
5. Apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
6. Apakah jumlah SKPD berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD
kabupaten dan kota di Indonesia ?
7. Apakah temuan audit tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
8. Apakah temuan audit periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
9. Apakah tingkat penyimpangan tahun lalu berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
10. Apakah tingkat penyimpangan periode sekarang berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis pengaruh kekayaan daerah terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
(29)
b. Menganalisis pengaruh tingkat ketergantungan terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
c. Menganalisis pengaruh total aset terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
d. Menganalisis pengaruh tipe pemerintahan terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
e. Menganalisis pengaruh jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
f. Menganalisis pengaruh jumlah SKPD terhadap tingkat pengungkapan
LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
g. Menganalisis pengaruh temuan audit tahun lalu terhadap tingkat
pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
h. Menganalisis pengaruh temuan audit periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia
i. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan tahun lalu terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
j. Menganalisis pengaruh tingkat penyimpangan periode sekarang terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia.
(30)
2. Manfaat Penelitian A. Kontribusi Teoritis
1. Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dan pembanding untuk menambah ilmu pengetahuan.
2. Peneliti berikutnya, Sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang akan melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai topik ini.
3. Penulis, sebagai sarana untuk memperluas wawasan serta menambah referensi mengenai akuntansi pemerintahan sehingga dapat bermanfaat bagi penulis di masa yang akan datang.
B. Kontribusi Praktis
1. BPK RI, sebagai salah satu bahan pertimbangan mengenai audit yang
akan dilakukan di pemerintahan daerah.
2. Pemerintahan Daerah sebagai bahan evaluasi agar terus meningkatkan akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan pemerintah daerah. 3. Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang akuntabilitas dan
(31)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur 1. Teori Keagenan
Teori Keagenan (Agency Theory) membahas tentang hubungan
keagenan dimana suatu pihak tertentu (Principal) mendelegasikan pekerjaan
kepada pihak lain (Agent) yang melakukan pekerjaan. Jensen dan Meckling
(1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another
person (the agent) to perform some service on their behalf which involves
delegating some decision making authority to the agent”. Hubungan
keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi principal (Setiawan, 2012).
Principal didefinisikan sebagai pihak yang merupakan pemilik dari
suatu institusi (beneficiary holder), sebutlah perusahaan atau institusi
pemerintah, sedangkan agent adalah staf yang ditunjuk untuk mengelola dan
menjalankan aktivitas. Problem muncul ketika ada perbedaan kepentingan antara principal dan agent, dimana principal bertujuan mengembangkan
(32)
bisnis atau melaksanakan kegiatan secara efisien, sedangkan agent bertujuan
meningkatkan standar hidup dirinya dan keluarganya (Lesmana, 2010). Dalam banyak kasus, tidak semua informasi yang dimiliki oleh agent
juga dimiliki oleh principal sehingga sangat memungkinkan bagi agent
untuk memanipulasi informasi untuk kepentingan dirinya (asymmetric
information). adanya asymetric information menyebabkan terjadinya
penyelewengan yang dilakukan oleh agent dan menimbulkan
ketidakpercayaan principal. oleh karena itu agent harus memberikan
pertanggungjawaban kepada principal untuk memastikan bahwa agent tidak
menyalahgunakan wewenang yang mereka miliki (Hilmi, 2012).
Principal bisa mengurangi asymetric information dengan
menempatkan pengawasan. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku sehingga dengan meningkatnya akuntabilitas pemerintah, maka principal akan lebih percaya dan dapat mengurangi
asymetric information yang berakibat pada berkurangnya tindakan
penyelewengan dan kegiatan yang tidak efisien. Tindakan Pengawasan dapat dilakukan dengan melihat Laporan keuangan termasuk catatan atas laporan keuangan yang digunakan untuk membantu pemahaman para pembaca dan pengguna laporan keuangan (Andriani, 2012).
(33)
Menurut Zimmerman (1977) agency problem juga ada dalam konteks
organisasi pemerintahan. Rakyat sebagai principles memberikan mandat
kepada pemerintah sebagai agen, untuk menjalankan tugas pemerintahan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks lain, politisi dapat juga disebut principles karena menggantikan peran rakyat, namun dapat juga dipandang sebagai agen karena menjalankan tugas pengawasan yang diberikan oleh rakyat. Moe (1984) dalam Hilmi dan Martani (2011) mengemukakan bahwa hubungan prinsipal dan agen dapat dilihat dalam politik demokrasi. Masyarakat adalah prinsipal, politisi (legislatif) adalah agen mereka. Politisi (legislatif) adalah prinsipal, birokrat/pemerintah adalah agen mereka. Pejabat pemerintahan adalah prinsipal, pegawai pemerintahan adalah agen mereka. Keseluruhan politik tersusun dari alur hubungan prinsipal-agen, dari masyarat hingga level terendah pemerintahan ( Hilmi, 2012).
Zimmerman (1977) dalam Arifin dan Fitriasari (2014) menyatakan bahwa pemerintah sebagai agent yang mendapatkan mandat dari rakyat
sebagai principal, berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah diamanatkan oleh rakyat kepadanya. Pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat dalam hal penggunaan keuangan negara adalah dengan membuat suatu laporan keuangan. Dalam laporan keuangan tersebut pemerintah wajib untuk mengungkapkan informasi atas segala yang
(34)
berhubungan dengan keuangan negara dalam catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian dari laporan keuangan pemerintah (Arifin dan Fitriasari, 2014).
Pengguna Laporan keuangan adalah masyarakat, legislatif, lembaga pengawas, pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman, serta pemerintah (Andriani, 2012). Agar laporan keuangan mudah dipahami maka pemerintah harus memberikan pengungkapan yang wajar atas segala sesuatu yang berkaitan dengan keuangan negara. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan pemerintah.
2. Teori Signalling
Masyarakat sebagai pengguna laporan keuangan daerah menuntut transparasi dari segala hal informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerahnya. Oleh karena itu pemerintah daerah wajib menyediakan informasi untuk memenuhi keinginan masyarakat dan mengurangi asimetri informasi. Informasi yang diungkap oleh pemerintah daerah memberikan sinyal yang menggambarkan kualitas pengelolaan pemerintah daerah tersebut. Informasi yang diungkap berupa pengungkapan
(35)
wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) (Hilmi, 2012).
Signaling Theory menjelaskan mengapa suatu entitas mempunyai
dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan kepada pihak eksternal (masyarakat). Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah entitas (pemerintah daerah) memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan (masyarakat). Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk merealisasikan keinginan masyarakat (Andriani, 2012).
Signalling theory, Evans dan Patton (1987) dalam Fitriasari (2014)
menyatakan bahwa dalam konteks signalling theory pemerintah berusaha
untuk memberikan sinyal yang baik kepada rakyat agar rakyat dapat terus mendukung kegiatan pemerintah yang saat ini berjalan. Salah satu sinyal yang baik yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat adalah dengan menerbitkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun sebagai bentuk promosi politik bahwa pemerintah telah menjalankan tugasnya dengan baik sehingga dapat meningkatkan reputasi pemerintah dimata rakyat (Arifin dan Fitriasari, 2014).
Agar laporan keuangan yang dijadikan sebagai bentuk promosi politik tersebut dapat dipahami oleh rakyat, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan keuangan negara harus mendapatkan pengungkapan yang
(36)
jelas. Pengungkapan atas laporan keuangan tersebut dijelaskan dalam CaLK yang merupakan salah satu komponen dari laporan keuangan.
3. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Sedangkan yang dimaksud dengan entitas pelaporan menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 ialah:
“Unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyajikan laporan pertanggung jawaban, berupa laporan keuangan yang bertujuan umum, yang terdiri dari: (a) Pemerintah pusat; (b) Pemerintah daerah; (c) Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintah pusat; (d) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundangundangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan.”
Berdasar PP Nomor 71 Tahun 2010, laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi
(37)
efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Khasanah, 2014).
Pelaporan keuangan pemerintah bertujuan untuk menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya
keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/deficit Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan (Setiawan, 2012).
Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun 2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(38)
(PPKD) bertugas menyusun LKPD. Proses penyusunan LKPD paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan. LKPD disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Setiawan, 2012).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD (Andriani, 2012).
4. Standar Akuntansi Pemerintah
Tahun 2005 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Peraturan tersebut mengatur akuntansi berbasis kas menuju akrual (Cash towards Accrual). PP ini merupakan transisi sebab Undang-Undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara mengamanatkan perlunya
(39)
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja basis akrual (Khasanah, 2014).
Pada tahun 2010, Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual tuntas disusun Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan ditetapkan sebagai Peraturan Pemerintah dalam PP Nomor 71 Tahun 2010. Implementasi dari peraturan tersebut ialah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat maupun Daerah secara bertahap didorong untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual. Paling lambat tahun 2015, seluruh laporan keuangan pemerintah daerah sudah menerapkan SAP berbasis akrual. SAP merupakan pedoman dalam menyatukan persepsi antara penyusun, pengguna dan auditor. SAP dijadikan acuan wajib dalam penyajian laporan keuangan entitas pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. SAP berisi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. SAP juga mengatur mengenai informasi yang harus disajikan dalam laporan keuangan, bagaimana menetapkan, mengukur dan melaporkannya. Selain itu, SAP juga digunakan oleh pengguna laporan keuangan termasuk legislatif untuk memahami informasi yang disajikan dalam laporan. Sedangkan untuk pihak auditor eksternal (BPK) akan menggunakan SAP sebagai kriteria dalam pelaksanaan audit keuangan (Syafitri, 2012) dalam Khasanah (2014).
(40)
Komponen yang harus disajikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II ialah :
1) Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan dari suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. Neraca meliputi sekurang-kurangnya pos-pos seperti, kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap, kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, dan ekuitas dana.
2) Laporan Realisasi Anggaran
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara tersanding. Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya.
3) Laporan Arus Kas
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.
(41)
4) Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan SAP serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya.
5. Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Penyediaan informasi tersebut untuk kepentingan transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. Transparansi mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi
yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan (masyarakat) (Setiawan, 2014).
Kata pengungkapan (disclosure) memiliki arti tidak menutupi atau
(42)
disclosure mengandung arti bahwa laporan keuangan harus memberi
informasi dan penjelasan yang cukup mengenai hasil aktivitas suatu unit usaha (Chariri dan Ghozali, 2000 : 235).
Salah satu komponen pokok dalam laporan keuangan pemerintah adalah Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK). Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 dijelaskan bahwa Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar (Khasanah, 2014). Berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran I, Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-hal sebagai berikut :
1) Informasi Umum tentang Entitas Pelaporan dan Entitas Akuntansi. 2) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro. 3) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut
(43)
4) Informasi tentang dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya.
5) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan.
6) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
7) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
Sedangkan dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 Lampiran II, Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan atau menyajikan atau menyediakan hal-hal sebagai berikut:
1) Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Undang-undang APBN/Perda APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
2) Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun
pelaporan.
3) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
(44)
4) Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
5) Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas.
6) Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Seluruh komponen laporan keuangan pemerintah daerah diatur dalam Standar Akuntansi Pemerintahan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010. PP ini memperbaharui SAP sebelumnya yaitu PP No. 24 Tahun 2005 yang masih menggunakan basis cash towards accrual namun masih diberi tenggang waktu hingga tahun 2014 untuk mengubah basis akuntansi yang digunakan (Sarah, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode dengan sistem scoring. Sistem
scoring yang dimaksud adalah dengan membuat daftar checklist
pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan Standar Akuntansi
Pemerintahan PP 24 tahun 2005 atau PP 71 tahun 2010 Lampiran II yang dilengkapi dengan peraturan yang terdapat pada Permendagri No. 13 tahun 2006. Seperti yang dilakukan oleh Liestiani (2008), Hilmi (2010), Arifin dan Fitriasari (2014), dan Sarah (2014).
(45)
6. Penilaian Tingkat Pengungkapan LKPD Kabupaten
Penilaian tingkat pengungkapan dalam penelitian ini digunakan
checklist form yang berisi komponen yang harus ada dalam catatan atas
laporan keuangan yang bersumber dari Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) terbaru yaitu PP No. 71 Tahun 2010 Lampiran II (Sarah, 2014).
Check list form dari CALK tersebut disusun dari SAP yang berisi:
1) Bagian pertama menyajikan informasi tentang Kebijakan
Fiskal/Keuangan, Ekonomi Makro, Pencapaian Target Undang-Undang APBN/Peraturan Daerah APBD, berikut Kendala dan Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target. Yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. Kebijakan Fiskal/Keuangan
Dalam bagian ini entitas terkait harus dapat menjelaskan perbedaan-perbedaan penting tentang posisi dan kondisi
keuangan/fiskal dengan periode sebelumnya dengan
anggaran/rencana lainnya dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan, efisiensi belanja serta penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan.
(46)
Menjelaskan perubahan anggaran yang penting selama periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPR/DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
c. Kondisi Ekonomi Makro
Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN/APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak, tingkat suku bunga dan neraca pembayaran.
2) Dalam bagian kedua, kinerja keuangan entitas pelaporan dalam Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan.
a. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan
dijelaskansecara obyektif dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan pencapaian kinerja dapat diketahui berdasarkan
(47)
tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat
diukur dengan membandingkan keluaran (output) dengan masukan
(input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan
hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.
b. Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan, memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas pelaporan; dan menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan andal.
3) Bagian ketiga mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi. Berikut poin yang termasuk ke dalam bagian ketiga :
a. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan.
b. Penjelasan pertimbangan dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu disesuaikan dengan kondisi entitas pelaporan meliputi
(48)
pertimbangan sehat, substansi mengungguli bentuk formal serta materialitas.
c. Isi dari Kebijakan akuntansi yang menjelaskan tentang: a) Entitas pelaporan
Dalam entitas pelaporan berisi tentang domisili, bentuk hukum, dan juridiksi entitas tersebut berada, penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya, ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya, serta jumlah unit entitas yang berada di bawahnya.
b) Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan. Dalam PP No 71 Tahun 2010 Lampiran II basis akuntansi yang digunakan masih basis cash towards accrual.
c) Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Basis pengukuran yang disajikan berupa basis pengukuran tiap pos, yaitu:
I. Aset disajikan per pos pengukurannya berdasar pada SAP,
yaitu pengukuran kas, investasi jangka pendek, piutang, persediaan, investasi jangka panjang, asset tetap dan asset moneter.
(49)
II. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal dan jika dalam mata uang asing maka harus dinyatakan dalam rupiah menggunkaan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca.
III. Ekuitas diukur sebesar selisih antara asset dan kewajiban. Ekuitas terbagi menjadi tiga, yaitu ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi dan ekuitas dana cadangan.
IV. Pendapatan, belanja dan pembiayaan diukur berdasarkan asas bruto dan diakui saat diterima di Rekening Umum Daerah.
4) Bagian keempat adalah penjelasan pos-pos dalam Laporan Keuangan.
Dalam bagian ini dijelaskan rincian angka per pos dalam laporan keuangan dan sumber dana yang ada dalam angka tersebut dan terdapat poin-poin yang harus diungkapkan seperti,
a. Aset yang terdiri dari: a) Kas
Kas dijelaskan berdasarkan jumlah yang dipegang oleh masing-masing bendahara, yaitu bendahara pengeluaran, penerimaan dan kas daerah.
(50)
Harus diungkapkan rincian investasi jangka pendek tersebut dan perubahan harga pasar. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
I. Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
II. Investasi ter sebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas;
III. Berisiko rendah. c) Piutang
Dalam akun ini dijelaskan pos-pos piutang yang dimiliki oleh entitas.
d) Persediaan
Dalam pos persediaan harus diungkapkan lebih rinci mengenai kondisi dari persediaan dan kelompok-kelompok persediaan seperti perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, persediaan yang masih dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dan barang yang masih dalam proses produksi yang ditujukan untuk dijual atau diserahkan ke masyarakat. e) Investasi Jangka Panjang
(51)
Terdapat bagian dari investasi jangka panjang ini, yaitu investasi permanen dan non permanen. Investasi Permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi
Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. f) Aset Tetap
Dalam pos aset tetap harus disajikan dengan rincian aset tetap yang dimiliki oleh entitas dan mutasi penambahan aset tetap tersebut, serta bila telah melakukan penyusutan harus dirinci nilai tahun ini dan tahun sebelum, metode penyusutan, masa manfaat dan nilai bruto. Namun tentang mekanisme penyusutan biasanya disajikan di halaman muka atau halaman penjelasan mengenai basis pengukuran yang digunakan sehingga dalam bagian pos-pos LKPD tidak disajikan lagi. Penyajian aset tetap juga harus mengungkapkan rincian jika terjadi penilaian kembali aset tetap, namun seluruh Kabupaten di Indonesia tidak menjelaskan bila ada penilaian kembali. Rincian Konstruksi dalam Pengerjaan juga masih kurang karena tidak mencantumkan kontrak, biaya, uang muka, dan sumber pembiayaannya.
(52)
g) Dana Cadangan
Dana cadangan harus diungkapkan beserta perda
pembentuknya dan tujuan dana cadangan tersebut. h) Aset Lainnya
Dalam aset lainnya diungkapkan aset-aset yang tidak termasuk dalam golongan di atas seperti Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Perbendaharaan, Tuntutan Ganti Rugi, Kemitraan dengan Pihak Ketiga, Aset Tak Berwujud dan Aset Lain-Lain. b. Kewajiban
Kewajiban dibagi dua, yaitu Utang Jangka Pendek dan Utang Jangka Panjang.
c. Ekuitas
Ekuitas terbagi tiga, yaitu ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi dan ekuitas dana cadangan.
d. Pendapatan
Pendapatan daerah menurut jenisnya dibagi menjadi tiga, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah. Seluruh pos ini harus diungkapkan beserta nilai nominal dan presentase atas selisih lebih/kurang antara realisasi dana anggaran serta nilai nominal dan presentase
(53)
atas selisih antara pendapatan yang didapat periode ini dengan pendapatan periode tahun lalu.
e. Belanja
Belanja dapat diungkapkan berdasarkan klasifikasi jenis atau fungsi. Seluruh entitas yang diteliti mengungkapkan belanja sesuai dengan jenisnya. Dalam pengungkapan belanja ini juga harus diungkapkan prosentase atas selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya. f. Pembiayaan
Pembiayaan disajikan dengan presentase atas selisih lebih/kurang antara realisasi dan anggaran serta antara tahun berjalan dan tahun sebelumnya. Penerimaan pembiayaan mayoritas kabupaten adalah penggunaan sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SiLPA) dan pengeluaran pembiayaan mayoritas terjadi untuk penyertaan modal pemerintah dan pembayaran pokok hutang. g. Laporan Arus Kas
Laporam arus kas terbagi menjadi empat, yaitu dari aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, aktivitas pembiayaan dan aktivitas nonanggaran.
5) Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh
(54)
suatu entitas pelaporan. Jika ada kebijakan akuntansi yang dipilih tidak sesuai dengan SAP harus diungkapkan.
6) Penjelasan mengenai kontinjensi dan kewajiban lainnya serta
pengungkapan lain seperti penggantian manajemen pemerintahan selama tahun berjalan, kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi manajemen baru serta pemekaran entitas dan kejadian yang mempunyai dampak sosial harus diungkapkan dalam bagian akhir Catatan atas Laporan Keuangan.
7. Karakteristik Pemerintah
Karakteristik berarti mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006), karakteristik adalah cirri-ciri khusus; mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain. Penelitian yang dilakukan Suhardjanto dan Miranti (2009) dalam Khazanah (2014) pada sektor swasta mendefinisikan karakteristik perusahaan sebagai ciri-ciri khusus yang
melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan
membedakannya dengan perusahaan lain.
Hilmi (2011) mendefinisikan karakteristik pemerintah daerah dengan menggunakan ukuran kekayaan daerah yang diproksikan dengan
(55)
total pendapatan dibagi jumlah penduduk, tingkat ketergantungan yang diproksikan dengan dana transfer dibagi total pendapatan, dan jumlah aset. Martani dan Liestiani (2010) mengukur karakteristik pemerintah dengan hanya menggunakan tipe pemerintahan. Sedangkan Arifin dan Fitriasari (2014) yang menggunakan laporan keuangan pemerintah pusat membandingkan antara kementerian dan lembaga sebagai proksi dari variabel jenis organisasi.
Penelitian Setyaningrum (2012) menerangkan karakteristik daerah melalui beberapa variabel, yaitu ukuran pemda yang diproksikan dengan total asset, jumlah DPRD, umur pemda, kekayaan daerah (PAD), jumlah SKPD, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan pemda dan intergovernmental revenue atau tingkat ketergantungan.
Penelitian ini menggunakan model karakteristik pemerintah yang dilakukan Hilmi (2011), yaitu kekayaan daerah, tingkat ketergantungan , dan total aset. Peneliti juga menambahkan satu variabel baru untuk karakteristik pemerintah yaitu Tipe pemerintahan dengan mengacu pada penelitian Martani dan Liestiani (2010) dan Firiasari (2014).
a. Kekayaan Daerah
Tingkat kemakmuran suatu daerah dapat tergambarkan dari kekayaan daerah tersebut (Sinaga, 2011 dalam Khasanah, 2014).
(56)
Kekayaan pemerintah daerah dapat dinyatakan dengan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Setyaningrum, 2012). Menurut Kawedar et. al. (2008:180), pendapatan daerah meliputi semua
penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. PAD sebagai salah satu penerimaan daerah yang bersumber dari wilayahnya sendiri yang mencerminkan tingkat kemandirian daerah (Santosa dan Rahayu 2005).
Sumber PAD yang utama adalah pajak dan retribusi daerah yang berasal dari masyarakat masing-masing daerah (Setyaningrum, 2012). Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah
3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4) Lain-lain PAD yang sah
b. Tingkat Ketergantungan
Hilmi dan Martani (2011) serta Andriani (2012) melakukan penelitian tentang tingkat ketergantungan yang diproksikan dengan dana transfer dibagi total pendapatan. Dana transfer merupakan jenis
(57)
pendanaan daerah yang berasal dari pemerintah pusat atau provinsi. Sebagai timbal baliknya, pemerintah daerah membelanjakan pendapatan transfer antar pemerintah sesuai dengan alokasi dan petunjuk anggaran menurut undang-undang (Lesmana, 2010).
Transfer ke Daerah ditetapkan dalam APBN, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang selanjutnya dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran atas Nama Menteri Keuangan selaku pengguna anggaran untuk tiap jenis transfer ke daerah dengan dilampiri rincian alokasi per daerah (Liestiani, 2010). Pendapatan transfer terdiri dari :
1) Transfer pemerintah pusat - Dana perimbangan a) Dana bagi hasil
b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus
2) Transfer pemerintah pusat lainnya
a) Dana penyesuaian
(58)
c. Total Aset
Dalam beberapa penelitian, jumlah asset digunakan untuk mengukur ukuran perusahaan (size) seperti dalam penelitian Liestiani
(2010), Hilmi (2011), Setyaningrum (2012) dan Fitriasari (2014). Total aset atau total aktiva dipilih dalam penelitian ini karena nilainya yang lebih stabil daripada penjualan dan kapitalisasi pasar. Nilai aset dalam pemerintahan suatu daerah bisa dilihat dari jumlah aset dalam neraca pemerintah daerah tersebut. Telah banyak studi yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi akan secara signifikan mempengaruhi struktur organisasi, dimana organisasi besar cenderung lebih banyak memiliki aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil (Yulianingtyas, 2011) dalam Khazanah (2014).
Selain nilai total aset, menurut Sudarmadji dan Sularto (2007) dalam Khazanah (2014) besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam penjualan dan kapitalisasi pasar. Ketiga variabel tersebut dapat digunakan dalam mengukur besar ukuran karena kemampuan ketiganya dalam mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam. Semakin banyak penjualan, perputaran uang akan semakin banyak.
(59)
Semakin besar kapitalisasi pasar semakin besar perusahaan tersebut dikenal masyarakat (Sudarsana, 2013).
d. Tipe Pemerintahan
Tipe pemerintahan daerah terdiri dari pemerintahan provinsi, pemerintahan kota, dan pemerintahan kabupaten. Daerah yang populasinya banyak dan memiliki beragam latar belakang sosial, maka permasalahan pemerintah daerahnya semakin kompleks. Permasalahan yang dihadapi pemerintah kota cenderung lebih kompleks dibandingkan kabupaten. Hal ini dikarenakan dari jumlah masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang sosial dan pendidikan (Liestiani, 2010).
Kepala daerah memiliki dorongan yang lebih besar untuk secara sukarela memberikan informasi guna pemantauan secara proporsional dengan wilayah metropolitan yang memiliki populasi penduduk yang besar dibanding dengan wilayah pedesaan yang memiliki jumlah penduduk relatif besar. Wilayah metropolitan merupakan daerah tujuan urbanisasi yang memiliki penduduk lebih heterogen, baik dari sisi pendidikan, sosial, dan ekonomi (Sinaga, 2011).
(60)
Pemerintah daerah harus memberikan perhatian yang lebih
dalam melayani kebutuhan warganya. Semakin kompleks
permasalahan di suatu daerah maka semakin besar pula tanggung jawab pemerintah daerah untuk dapat memberikan pelayanan yang maksimal bagi warganya. Untuk itu diperlukan adanya transparansi dalam setiap tindakan pemerintah daerah, termasuk transparansi dalam mengelola keuangan daerah (Khasanah, 2014).
8. Kompleksitas Pemerintah
Kompleksitas dalam pemerintahan dapat diartikan sebagai kondisi dimana terdapat beragam faktor dengan karakteristik berbeda-beda yang mempengaruhi pemerintahan baik secara langsung maupun tidak langsung (khazanah, 2014). Ingram (1984) memaparkan bahwa variabel kompleksitas pemerintahan (yang diproksikan dengan jumlah penduduk) memberikan dorongan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan pengungkapan pada laporan keuangannya. Hilmi (2011) menggunakan variabel jumlah SKPD dan jumlah penduduk dalam mengukur kompleksitas. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model kompleksitas yang sama dengan Hilmi (2010).
(61)
1. Jumlah SKPD
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, SKPD atau Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
Sebagai pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintah daerah sekaligus pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah, selanjutnya melimpahkan kekuasaannya tersebut untuk dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelolaan keuangan daerah dan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang di bawah koordinasi sekretaris daerah. Pembuatan laporan keuangan yang dilakukan masing-masing SKPD akan dikonsolidasikan oleh SKPKD untuk menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten (Khasanah, 2014).
2. Jumlah Penduduk
Dalam sosiologi penduduk didefinisikan sebagai kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Penduduk suatu negara atau daerah dapat didefinisikan mejadi dua, yaitu :
(62)
a. Orang yang tinggal disuatu daerah
b. orang yang secara hukum berhak tinggal di suatu daerah. dengan kata lain orang yan memiliki surat resmi untuk tingal disuatu daerah (www.wikipedia.org)
Untuk menghitung jumlah, komposisi dan karakteristik penduduk disuatu daerah dilakukan suatu pencatatan yang disebut dengan sensus penduduk. Sensus penduduk adalah suatu rangkaian kegiatan pengambilan "stok" (stock taking) penduduk pada suatu titik
waktu tertentu yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah geografis (www.wikipedia.org)
Metode pencacahan dalam sensus penduduk ada dua, yaitu de
facto dan de jure. pencacahan secara de facto adalah pencacahan yang
dilakukan di empat dimana mereka ditemukan oleh petugas lapangan sensus/ sesuai tempat tinggal mereka. Pencacahan secara de jure
adalah pencacahan yang dilakukan di tempat mereka tinggal secara resmi/sesuai identitas diri (www.wikipedia.org).
9. Hasil Audit BPK
Auditing menurut Boynton dan Johnson (2006:6) dalam The
(63)
Accounting Association (Accounting Review, Vol 47) adalah sebagai
berikut:
“A Systematic process of objectively obtaining and evaluating
regarding assertions about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the
results to interested users”
Artinya Auditing adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakaian yang berkepentingan.
Untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan pemerintah maka laporan keuangan perlu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (Kawedar, 2008) dalam Khazanah (2104). Pelaksanaan pemeriksaan dalam sektor pemerintahan oleh BPK-RI dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang antara lain menyebutkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terdiri atas 3 (tiga) jenis pemeriksaan (Andriani, 2012), yaitu :
(64)
1) Pemeriksaan keuangan
Salah satu tugas BPK adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan. Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai (reasonable
assurance) bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar
dalam semua hal yang material , sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif lainnya. Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan pendapat atau opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
2) Pemeriksaan kinerja
Pemeriksaan kinerja bertujuan menilai aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas.
3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) bertujuan untuk memeberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. PDTT tidak memberikan opini ataupun untuk memberikan penilaian kinerja. PDTT bisa bersifat eksaminasi (pengujian), review, atau prosedur yang disepakati.
Tujuan Pemeriksaan (Audit) oleh BPK-RI tersebut adalah untuk memberikan opini atau pernyataan profesional pemeriksa atas tingkat
(65)
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah daerah, berdasarkan kepada kriteria yang menjadi pertimbangan dalam penentuan opini, yaitu (1) kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), (2) efektivitas sistem pengendalian internal, (3) kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan dan (4) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), sebagaimana tertuang dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Sarah, 2014).
Meskipun tujuan pemeriksaan (audit) BPK-RI bukan untuk mencari kesalahan atau penyimpangan, namun bila dari hasil pengujian
audit ditemukan penyimpangan, BPK-RI berkewajiban
mengungkapkannya sebagai temuan audit (Andriani, 2012).
Temuan audit BPK merupakan kasus-kasus yang ditemukan BPK dalam laporan keuangan pemerintah daerah atas pelanggaran yang dilakukan suatu daerah terhadap ketentuan pengendalian intern maupun terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Arifin dan Fitriasari, 2014). Penelitian Liestiani (2008), menemukan bahwa jumlah temuan audit BPK berkorelasi positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Sebab melalui adanya temuan ini, BPK akan meminta adanya koreksi dan
(66)
peningkatan pengungkapannya (Arifin dan Fitriasari, 2014). Sehingga, semakin besar jumlah temuan maka semakin besar jumlah tambahan pengungkapan yang akan diminta oleh BPK dalam laporan keuangan.
(67)
B. Penelitian Terdahulu
Hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik pemerintah, kompleksitas pemerintah dan hasil audit BPK terhadap tingkat pengungkapan LKPD kabupaten dan kota di Indonesia dapat diringkas sbb :
Tabel 2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
No .
Penelitian/Judul/ Sumber
Metodologi Penelitian X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 1 0
Y Hasil
1 Imam Arifin dan
Debby Fitriasari (2014) Pengungkapan Laporan Keuangan Kementerian/Lemb aga, Karakteristik Organisasi Dan Hasil Audit BPK Jurnal SNA 17 Mataram, Lombok 2014.
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: sekunder (Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat)
Sampel: 78 laporan keuangan
kementerian/lembaga
Tahun data: 2011
Metode analisis: Statistik Deskriptif
Variabel lainnya :
V V V V V V V Hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa ukuran organisasi dan jenis organisasi memiliki pengaruh positif
sedangkan temuan audit tidak terbukti
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan kementerian / lembaga untuk dua model (Lag effect dan No lag effect).
(68)
Tabel 2.1 Lanjutan No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 1 0
Y Hasil
Jenis organisasi.
2 Nur Lailatul
Khasanah (2014) Pengaruh Karakteristik, Kompleksitas, dan Temuan Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Skripsi Universitas Diponegoro (2014)
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: sekunder (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah)
Sampel: 105 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tahun data: 2010, 2011 dan 2012
Metode analisis: Statistik Deskriptif Variable lainnya: Umur pemerintah daerah dan ukuran legislative
V V V V V V V Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari empat variabel yang menggambarkan
karakteristik pemerintah, hanya total aset yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan LKPD, sedangkan variabel lain berupa kekayaan daerah (PAD), tingkat ketergantungan, dan umur pemerintah daerah tidak berpengaruh signifikan. Sementara dari kompleksitas pemerintah, hanya variabel jumlah SKPD yang memiliki pengaruh Bersambung ke halaman selanjutnya
(69)
Tabel 2.1 Lanjutan No . Penelitian/Judul/ Sumber Metodologi Penelitian X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 1 0
Y Hasil
negatif signifikan terhadap tingkat
pengungkapan, variabel ukuran legislatif terbukti tidak memiliki pengaruh signifikan. Variabel temuan audit tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan.
3 Dyah
Setyaningrum dan Febriyani Syafitri (2012) Analisis pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan Jurnal Akuntansi
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: sekunder (Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah)
Sampel: 620 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Tahun data: 2008 – 2009
V V V V V Karakteristik pemerintah
daerah yang terdiri dari umur administratif pemerintah daerah, kekayaan pemerintah daerah, dan ukuran legislatif memiliki pengaruh positif dan signifian terhadap tingkat pengungkapan LKPD, sedangkan
intergovernmental revenue memiliki Bersambung ke halaman selanjutnya
(70)
Tabel 2.1 Lanjutan No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 1 0
Y Hasil
dan Keuangan Indonesia, Desember 2012, Vol.9, No.2, hal 154-170
Metode analisis : Statistik Deskriptif
Variable lainnya: Umur administratif, ukuran legislatif,
intergovernmental revenue, Ukuran pemerintah daerah, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan daerah dan pembiayaan utang.
pengaruh negatif yang signifikan. Ukuran pemerintah daerah, diferensiasi fungsional, spesialisasi pekerjaan, rasio kemandirian keuangan daerah dan pembiayaan utang
terbukti tidak mempunyai pengaruh terhadap
tingkat pengungkapan LKPD.
4 Evanti Andriani
(2012) Pengaruh Opini Audit dan Temuan Audit Terhadap Tingkat Pengungkapan Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Skripsi Universitas
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: sekunder (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah)
Sampel: 442 Laporan Keuangan
V V V V V Untuk kedua model (Lag
effect dan No lag effect) Opini dan nilai temuan
yang berpengaruh
signifikan terhadap
tingkat pengungkapan.
Untuk opini memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap Bersambung ke halaman selanjutnya
(71)
Tabel 2.1 Lanjutan No. Penelitian/Judul/
Sumber
Metodologi Penelitian X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 1 0
Y Hasil
Indonesia (2012) Tahun data: 2008 dan
2009
Metode analisis: Statistik Deskriptif
Variable lainnya: Opini Audit
tingkat pengungkapan. Sedangkan untuk nilai temuan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan.
5 Amiruddin Zul Hilmi
dan Dwi Martani (2012) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Jurnal SNA 15 Banjarmasin
Jenis penelitian: kuantitatif
Sumber data: sekunder (Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi)
Sampel: 29 Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi
Tahun data: 2006-2009
Metode analisis: Statistik Deskriptif
Variable lainnya: Kekayaan daerah diukur dengan total
V V V V V V V V Kekayaan lokal, populasi,
dan tingkat penyimpangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan provinsi laporan keuangan pemerintah. Tingkat ketergantungan, total aset, jumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dan jumlah temuan audit tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan Bersambung ke halaman selanjutnya
(1)
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .108 .196 .552 .581
LnWEALTH .022 .006 .432 3.929 .000 .179 5.597
DEPEND .028 .051 .042 .535 .593 .350 2.858
LnASSET -.007 .007 -.079 -1.049 .295 .383 2.613
TYPE -.021 .007 -.157 -2.958 .003 .767 1.304
POP -4.893E-9 .000 -.054 -.729 .466 .397 2.519
SKPD .000 .000 .051 1.039 .299 .880 1.136
FINDL 3.193E-5 .000 .007 .156 .876 .960 1.042
DEVL -.028 .124 -.011 -.223 .823 .948 1.055
a. Dependent Variable: DISC
(2)
(3)
2)
No Lag Effect
DESCRIPTIVES
VARIABLES=DISC WEALTH DEPEND ASSET TYPE POP SKPD FIND DEV
/STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX .
Descriptives
[DataSet1] C:\Users\user\Documents\data husni indo.sav
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS BCOV R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT DISC
/METHOD=ENTER LnWEALTH DEPEND LnASSET TYPE POP SKPD FIND DEV
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID).
Descriptive Statistics
425 .31 .69 .4799 .05524
425 3235747159.00 2791580050709.5 127171575591.0 248157131294.630
425 .22 .99 .8860 .08446
425 513004173680 37450893488257 2671526731592 2845743904886.78
425 .00 1.00 .2047 .40396
425 32191.00 5202097.00 531668.3741 607007.86358 425 15.00 210.00 52.2494 21.24118 425 5.00 82.00 26.3859 12.29940
425 .00 .16 .0058 .01331
425 DISC
WEALTH DEPEND ASSET TYPE POP SKPD FIND DEV
Valid N (listwise)
(4)
Variables Entered/Removedb DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET, POP, Ln WEALTHa . Enter Model 1 Variables Entered Variables Removed Method
All requested variables entered. a.
Dependent Variable: DISC b.
Model Summary
b,320
a,102
,085
,05284
1,609
Model
1
R
R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Es timate
Durbin-Watson
Predic tors: (Constant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET,
POP, LnWEALTH
a.
Dependent Variable: DISC
b.
ANOVA
b,132
8
,017
5,932
,000
a1,161
416
,003
1,294
424
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Predictors: (Cons tant), DEV, FIND, SKPD, DEPEND, TYPE, LnASSET, POP,
LnW EALTH
a.
Dependent Variable: DISC
b.
(5)
Charts
Coefficientsa
,109 ,196 ,557 ,578
,022 ,006 ,430 3,950 ,000 ,182 5,488
,027 ,051 ,041 ,528 ,598 ,350 2,861
-,007 ,007 -,079 -1,048 ,295 ,384 2,605
-,022 ,007 -,159 -2,986 ,003 ,760 1,315
-5,2E-009 ,000 -,057 -,783 ,434 ,405 2,471
,000 ,000 ,051 1,042 ,298 ,885 1,130
,000 ,000 ,025 ,520 ,603 ,933 1,072
-,038 ,196 -,009 -,195 ,846 ,964 1,037
(Constant) LnW EALTH DEPEND LnASSET TYPE POP SKPD FIND DEV Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta Standardiz ed
Coefficients
t Sig. Tolerance VIF
Collinearity Statistics
Dependent Variable: DISC a.
60
50
40
30
Frequency
Histogram
(6)
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Observed Cum Prob 1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expected
Cum
P
rob
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: DISC
2.5 0.0
-2.5
Regression Standardized Predicted Value 4
2
0
-2
-4
R
egressio
n S
tud
enti
ze
d
R
esidu
al
Scatterplot