Uji Disolusi Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri Uv

(1)

UJI DISOLUSI KAPSUL PIROKSIKAM SECARA

SPEKTROFOTOMETRI UV

TUGAS AKHIR

OLEH:

DEWI HARDIAH NIM 122410111

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT., yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan yang diakhiri dengan penulisan tugas akhir dengan judul Uji Disolusi Kapsul Piroksikam Secara Spektrofotometri UV.

Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Selama menyusun tugas akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

3. Ibu T. Ismanelly Hanum,S.Si.,M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas akhir.

4. Bapak Drs. M. Alibata Harahap, Apt., M.Kes., selaku Kepala Balai Besar POM (BBPOM) di Medan.


(4)

5. Ibu Lambok Okta SR, S.Si., M.Kes., Apt., selaku Manajer Mutu di Balai Besar POM (BBPOM) di Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

6. Ibu Lucy Rahmadesi, S.Farm., Apt., selaku Koordinator Pembimbing Praktek Kerja Lapangan (PKL) beserta seluruh staf laboratorium Balai Besar POM (BBPOM) di Medan.

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf Fakultas Farmasi USU. Ayahanda dan Ibunda, adik penulis serta seluruh teman-teman mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2012 yang telah memberikan doa restu, motivasi dan dorongan baik moril maupun materil sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan. Sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkah-Nya atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Amin.

Medan, April 2015 Penulis,

Dewi Hardiah NIM 122410111


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan... 2

1.3 Manfaat... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat ... 3

2.2 Pengertian Kapsul ... 3

2.3 Macam – macam Kapsul ... 3

2.3.1 Kapsul Gelatin yang Keras ... 3

2.3.2 Kapsul Gelatin Lunak... 5

2.4 Syarat – syarat Kapsul ... 6

2.5 Analgetika ... 7


(6)

2.6 Piroksikam ... 9

2.6.1 Indikasi ... 9

2.7 Uji Disolusi ... 10

2.7.1 Alat Uji Disolusi ... 10

2.7.2 Prosedur Pengujian Disolusi ... 10

2.7.3 Metode Uji Disolusi ... 12

2.7.4 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Disolusi ... 13

2.7.5 Formulasi Mesium Disolusi ... 14

2.7.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14

2.8 Spektrofotometri UV ... 15

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pengujian ... 17

3.2 Alat-Alat ... 17

3.3 Sampel ... 17

3.4 Bahan ... 17

3.5 Prosedur ... 17

3.5.1 Pembuatan Pereaksi ... 17

3.5.2 Uji Disolusi Sampel ... 17

3.5.3 PembuatanBaku Pembanding ... 18

3.5.4 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 18

3.6 Perhitungan... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 21


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 22 5.2 Saran ... 22 DAFTAR PUSTAKA ... 29


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi ... 14 Tabel 4.1 Data Hasil Uji Disolusi ... 21


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar ... 23 Lampiran 2. Gambar Alat Uji Disolusi ... 25 Lampiran 3. Gambar Sampel ... 27


(10)

SPEKTROFOTOMETRI UV Abstrak

Kapsul piroksikam adalah derivat-benzothianin yang berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan bekerja lama. Kapsul piroksikam harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kapsul tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul merek Licofel yang mengandung 20 mg piroksikam memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 kapsul yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 1 (metode keranjang) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis yang ada di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 kapsul, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 % sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

Kata kunci: kapsul piroksikam , uji disolusi, penetapan kadar, spektrofotometri UV.


(11)

SPEKTROFOTOMETRI UV Abstrak

Kapsul piroksikam adalah derivat-benzothianin yang berkhasiat sebagai analgetik, antipiretik, antiradang kuat dan bekerja lama. Kapsul piroksikam harus melalui serangkaian pengujian untuk menentukan kualitas kapsul tersebut. Salah satunya adalah uji disolusi. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah kapsul merek Licofel yang mengandung 20 mg piroksikam memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV.

Sampel terdiri dari 6 kapsul yang diambil dari satu bets. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat tipe 1 (metode keranjang) dan penetapan kadar zat terlarut dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV sesuai dengan prosedur dan alat spektrofotometer UV-Vis yang ada di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar zat terlarut dari ke-6 kapsul, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 % sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari ketentuan (Q + 5%) yakni (75% + 5% = 80%).

Kata kunci: kapsul piroksikam , uji disolusi, penetapan kadar, spektrofotometri UV.


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Menurut Farmakope Indonesia kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang kapsul, keras atau lunak. Cangkang kapsul dibuat dari gelatin atau tanpa zat tambahan lain (Depkes RI,1984).

Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan kedalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan juga bisa keras. Kebanyakan kapsul – kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu pula, kapsul dapat untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi di tempat tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang gelatin dan digunakan sebagai pengukur yang dini dari obat – obat bentuk serbuk (Ansel, 1989).

Disolusi adalah proses suatu zat solid memasuki pelarut untuk menghasilkan suatu larutan. Disolusi secaara singkat didefinisikan sebagai proses suatu solid melarut (Siregar, 2010).

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi.


(13)

Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400 nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).

1.2Tujuan

Untuk menentukan apakah kapsul piroksikam merek Licofel® memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia. 1.3 Manfaat

Uji disolusi bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apakah kapsul piroksikam merek Licofel® memenuhi persyaratan Farmakope Indonesiaatau tidak sehingga produk tersebut layak untuk didistribusikan.


(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat

Obat sering disebut obat modern ialah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (Anief,1997).

2.2 Pengertian Kapsul

Kapsul dapat didefenisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang atau wadah kecil yang umumnya dibuat dari gelatin yang sesuai. Tergantung pada formulasinya kapsul dari gelatin bisa lunak dan juga bisa keras. Kebanyakan kapsul – kapsul yang diedarkan di pasaran adalah kapsul yang semuanya dapat ditelan oleh pasien, untuk keuntungan dalam pengobatan. Begitu pula, kapsul dapat untuk disisipkan ke dalam rektum sehingga obat dilepaskan dan diabsorpsi di tempat tersebut, atau isi kapsul dapat dipindahkan dari cangkang gelatin dan digunakan sebagai pengukur yang dini dari obat – obat bentuk serbuk. (Ansel,1989).

2.3 Macam-macam Kapsul 2.3.1 Kapsul gelatin yang keras

Kapsul gelatin yang keras merupakan jenis yang digunakan oleh ahli farmasi masyarakat dalam menggabungkan obat-obat secara mendadak dan di


(15)

lingkungan para pembuat sediaan farmasi dalam memproduksi kapsul umumnya. Cangkang kapsul kosong dibuat dari campuran gelatin, gula dan air jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak mempunyai rasa (Ansel, 1989).

Gelatin, USP, dihasilkan dari hidrolisis sebagian dari kolagen yang diperoleh dari kulit, jaringan ikat putih dan tulang binatang-binatang. Dalam perdagangan didapat gelatin dalam bentuk serbuk halus, serbuk kasar, parutan, serpihan-serpihan atau lembaran-lembaran (Ansel, 1989).

Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, akan tetapi mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi lembab atau bila disimpan dalam larutan berair. Oleh karena itu kapsul gelatin yang lunak, mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras, pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur dalam cangkang kapsul. Biasanya kapsul keras gelatin mengandung uap air antara 9-12% (Ansel, 1989).

Bilamana disimpan dalam lingkungan dengan kelembapan yang tinggi, penambahan uap air akan diabsorbsi oleh kapsul dan kapsul keras ini akan rusak dari bentuk kekerasannya. Sebaliknya dalam lingkungan udara yang sangat kering, sebagian dari uap air yang terdapat dalam kapsul gelatin mungkin akan hilang, dan kapsul ini menjadi rapuh serta mungkin akan remuk bila dipegang (Ansel, 1989).

Karena uap air bisa diabsorbsi atau dilepaskan oleh kapsul gelatin, tergantung pada keadaan lingkungan, maka merupakan perlindungan fisik sederhana bila memasukkan bahan higroskopis atau yang mudah mencair, bila akan disimpan dalam ruangan dengan kelembapam tinggi. Bukannya merupakan


(16)

hal yang tidak lazim, kapsul dari bahan yang mudah dipengaruhi kelembapan dikemas dalam wadah yang mengandung kantung “zat pengering“, untuk mencegah kapsul mengabsorbsi uap air dari udara. Dengan atau tanpa “zat pengering” seperti itu, kapsul umunya harus disimpan dalam suasana dengan kelembapan yang rendah (Ansel, 1989).

2.3.2 Kapsul gelatin lunak

Kapsul gelatin lunak dibuat dari gelatin dimana gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat elastis seperti plastik. Kapsul-kapsul ini yang mungkin bentuknya membujur seperti elips atau seperti bola dapat digunakan untuk diisi cairan, suspensi, bahan berbentuk pasta atau serbuk kering. Biasanya pada pembuatan kapsul ini, mengisi dan menyegelnya dilakukan secara berkesinambungan dengan suatu mesin khusus. Kapsul lunak yang kosong dibuat dan diberi segel dalam keadaan kedap udara (untuk mencegah kempis dam saling melekat satu dengan lainnya). Untuk pengisian kapsul akan dilakukan kemudian, tapi cara ini jarang dilakukan (Ansel, 1989).

Kapsul gelatin lunak menjadi bermanfaat, bila diperlukan langsung disegel begitu obat masuk ke dalam kapsul. Kapsul menjadi sangat penting bila diisi dengan obat-obat cair atau larutan obat begitu juga obat dari bahan – bahan yang mudah menguap atau obat yang mudah mencair bila terkena udara. Untuk obat-obat ini lebih sesuai menggunakan kapsul lunak daripada kapsul keras.

Kapsul lunak bentuknya bagus dan lebih mudah ditelan oleh pasien. Tetapi, membuatnya tidak mudah kecuali dalam industri skala besar dan menggunakan peralatan khusus (Ansel, 1989).


(17)

2.4 Syarat – syarat kapsul

1. Keseragaman Bobot

Menurut FI. III, dibagi menjadi dua kelompok , yaitu :

 Kapsul berisi obat kering

Timbang 20 kapsul, timbang lagi satu persatu, keluarkan isi semua kapsul, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari dua kapsul yang penyimpangannya lebih besar dari harga yang ditetapkan oleh kolom A dan tidak satu kapsul pun yang penyimpangannya melebihi yang ditetapkan oleh kolom B.

Bobot rata-rata kapsul

Perbedaan bobot isi kapsul dalam %

A B

120 mg atau lebih lebih dari 120 mg

10% 7,5%

20% 15%

 Kapsul berisi obat cair atau pasta

Timbang 10 kapsul, timbang lagi satu persatu. Keluarkan isi semua kapsul, cuci cangkang kapsul dengan eter. Buang cairan cucian, biarkan hingga tidak berbau eter, timbang seluruh bagian cangkang kapsul. Hitung bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul. Perbedaan dalam persen bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak lebih dari 7,5%.


(18)

2. Waktu Hancur

Uji waktu hancur digunakan untuk menguji kapsul keras maupun kapsul lunak. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh kapsul yang bersangkutan untuk hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak terikat oleh satu bentuk.

3. Keseragaman Sediaan

Terdiri dari keragaman bobot untuk kapsul keras dan keseragaman kandungan untuk kapsul lunak.

4. Uji Disolusi

Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing – masing monografi. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing – masing monografi (Depkes RI,1984).

2.5 Analgetika

Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007).

Rasa sakit ialah suatu fenomena subjektif yang amat dipengaruhi oleh penyebabnya, jenisnya dan individu tertentu. Rasa sakit ini merupakan sensasi yang timbul oleh karena stimulus yang berasal dari gangguan atau kerusakan jaringan. Jadi rasa sakit ini penting untuk melindungi tubuh, oleh karena dengan adanya rasa sakit maka kita akan berusaha untuk menghindarkan ataupun menyelamatkan diri (Anwar,1973).


(19)

2.5.1 Penggolongan obat analgetika

Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :

a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).

 Analgetika Non Narkotika yaitu obat – obat yang dapat menghilangkan rasa sakit/nyeri somatis. Obat – obat yang termasuk analgetika non narkotika :

I. Golongan Salisilat

II. Golongan Para – aminofenol

III. Golongan Pirazolon

IV. Golongan lain, misalnya : - Indomethacin

- Mefanamic acid

- Preparat – preparat campuran.

 Analgetika narkotik ini merupakan bahan – bahan yang dapat

menimbulkan analgesia yang amat kuat dan dapat menimbulkan kecanduan. Pada umumnya bahan –bahan ini didapati dari opium sehingga sering juga disebut opiate – analgesic. Obat – obat yang termasuk analgetik narkotik :

I. Opium


(20)

III. Methadone dan turunannya (Anwar,1973). 2.6 Piroksikam

Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisika dan kimia piroksikam adalah sebagai berikut:

4-Hidroksi-2-metil-N-2- piridil-2H-1,2- benzotiazin-3-karboksamida 1,1- dioksida [36322-90-4]

Piroksikam mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0%

Berat Molekul : 331,35

Rumus Molekul : C15H13N3O4S

Pemerian : Serbuk hampir putih atau coklat terang atau kuning terang, tidak berbau. Bentuk monohidrat berwarna kuning.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dalam asam-asam encer dan

sebagian besar pelarut organik, sukar larut dalam etanol dan dalam larutan alkali mengandung air.

2.6.1 Indikasi

Menghilangkan rasa sakit, radang, dan gangguan muskuloskeletal akut seperti tendinitis, perartritis, serta sprains dan strains (Sartono,1996).


(21)

2.7 Uji Disolusi

Uji disolusi merupakan suatu prosedur pengendalian mutu tetap dalam praktik Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Uji disolusi merupakan suatu indikator sederhana dan tidak mahal untuk ketetapan fisik produk. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain dalam karakteristik disolusinya, atau jika waktu disolusi bets produk menunjukkan kecenderungan tetap menaik atau menurun, hal tersebut diduga suatu peringatan pasti bahwa beberapa faktor dalam bahan baku, formulasi atau proses berada di luar kendali (Siregar, 2010).

2.7.1 Alat uji disolusi

Alat uji disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada dasarnya alat ini berfungsi mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam satuan waktu di bawah antar permukaan cairan solid, suhu, dan komposisi media yang dibakukan (Siregar, 2010).

Pada prinsipnya, alat uji disolusi terdiri atas bejana dan tutup, yang berfungsi sebagai wadah yang mendisolusi zat aktif; pengaduk, motor pemutar pengaduk; termometer; penangas air yang dilengkapi dengan thermostat (Siregar, 2010).

2.7.2 Prosedur pengujian Disolusi

Pada tiap pengujian, dimasukkan sejumlah volume media disolusi (seperti yang tertera dalam masing-masing monografi) ke dalam wadah, pasang alat dan dibiarkan media disolusi mencapai temperatur 37oC. Satu tablet atau kapsul dicelupkan dalam keranjang atau dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah, kemudian pengaduk diputar dengan kecepatan seperti yang ditetapkan dalam


(22)

monografi. Pada interval waktu yang ditetapkan dari media diambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung tidak kurang 1 cm dari dinding wadah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing – masing monografi (Depkes RI, 1995).

Menurut Ditjen POM (1995), ada dua tipe alat uji disolusi sesuai dengan yang tertera dalam masing-masing monografi:

a. Alat 1 (Tipe Keranjang)

Alat terdiri dari wadah bertutup yang terbuat dari kaca, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan wadah disolusi (keranjang) berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm−175 mm, diameter 98 mm−106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus dan tanpa goyangan. Sebuah tablet diletakkan dalam keranjang saringan kawat kecil yang diikatkan pada bagian bawah batang logam yang digerakkan oleh motor yang kecepatannya dapat diatur. Wadah dicelupkan sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37o ± 0,5oC selama pengujian dan menjaga agar gerakan air halus dan tetap. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan digunakan suatu penutup yang pas.


(23)

b. Alat 2 (Tipe Dayung)

Alat ini sama dengan alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang logam sebagai pengaduk. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi spesifikasi dengan jarak 25 mm ± 2 mm antara daun dan bagian dasar wadah yang dipertahankan selama pengujian berlangsung. Sediaan obat dibiarkan tenggelam ke bagian dasar wadah sebelum dayung mulai berputar. Gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.

2.7.3 Metode Uji Disolusi

Banyak metode untuk menetapkan laju disolusi zat aktif dari sediaanya. Antara lain yaitu metode keranjang dan dayung.

1. Metode Keranjang

Metode ini pada mulanya diusulkan oleh Pernaworski (1968) dan dimodifikasi menjadi metode resmi pertama yang diadopsi oleh USP XVIII dan NF XIII pada tahun 1971.

Metode basket berputar telah digunakan lebih dar 30 tahun dalam pengujian yan gluas untuk ssemua jenis bentuk sediaan.

Metode basket menunkukkan suatu upaya membatasi posisi bentuk sediaan untuk memberikan kemungkinan maksimum suatu antarpermukaan solid-cairan yang tetap. Metode ini mempunyai beberapa keterbatasan, yaitu kecenderungan zat bergerak menyumbat kasa basket, sangat peka terhadap gas terlarut dalam media disolusi, kecepatan aliran


(24)

yang kurang memadai ketika partikel meninggalkan basket dan mengapung dalam media, dan kesulitan konstruksi jika diupayakan metode yang diotomatisasi.

2. Metode Dayung

Pada mulanya dikembangkan oleh Poole (1969), kemudian dimodifikasi melului karya ilmuwan di National Center for Drug Analysis (NCDA), FDA di St. Louis (Mo). Metode ini pada dasarnya terdiri atas batang dan daun pengaduk yang merupakan dayung berputar dengan dimensi tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu dengan dasar bundar. Metode ini mengatasi banyak keterbatasan basket berputar, tetapi mensyaratkan presisi yang eksterm dalam geometri dayung, labu, dan perlakuan variasi yang tidak dapat diterima dalam data disolusi berikutnya bahkan perubahan yang sangat kecil dalam penempatan (orientasi) dayung. Metode ini sangat baik untuk sistem otomatis (Siregar, 2010).

2.7.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi

Dengan menganalisa parameter-parameter persamaan Noyes dan Withney, maka faktor-faktor itu antara lain :

1. Pengaruh ukuran partikel

Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan luas permukaan zat aktif. 2. Pengaruh kelarutan zat aktif

Kecepatan disolusi berbanding lurus dengan perbedaan Cs – C. Jadi, makin besar kelarutan zat aktif makin besar kecepatan disolusi (Soewarni, 1985).


(25)

2.7.5 Formulasi medium disolusi

Idealnya, medium disolusi diformulasi sedekat mungkin dengan pH in vivo

yang diantisipasi. Sebagai contoh, medium disolusi yang didasarkan pada 0,1 N HCl digunakan untuk menurunkan pH mendekati pH lambung. Hal ini disebabkan pH lambung manusia berada di sekitar nilai 1-3. Cairan disolusi lambung dapat pula digunakan. Makanan dapat meningkatkan pH lambung sampai 3-5.

Beberapa cairan disolusi farmakope berada pada pH netral, walaupun dalam kenyataannya apabila tablet ditelan akan berada/mencapai pH rendah lambung. Penggunaan surfaktan dan enzim dapat dipakai sebagai perkiraan kasar cairan intestinal walaupun surfaktan ditambahkan untuk menigkatkan kelarutan obat secara solubilitas miselar (Agoes, 2008).

2.7.6 Kriteria Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Farmakope Indonesia Ed. IV menyatakan, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tabel penerimaan (Siregar, 2010).

Tabel 2.1 Tabel Penerimaan Hasil Uji Disolusi

Tahap Jumlah Sediaan

yang diuji Kriteria Penerimaan

S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%

S2 6

Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15%


(26)

Harga Q adalah jumlah zat aktif yang terlarut, seperti yang tertera dalam masing-masing monografi, dinyatakan dalam persen dari jumlah yang tertera pada etiket. Angka 5% dan 15% adalah persen dari jumlah yang tertera pada etiket sehingga mempunyai arti yang sama dengan Q. Kecuali ditetapkan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan umum untuk penetapan satu titik tunggal ialah terdisolusi 75% dalam 45 menit dengan menggunakan Alat 1 pada 100 rpm atau Alat 2 pada 50 rpm (Siregar, 2010).

2.8 Spektrofotometri UV

Spektrofotometer UV-Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus,2004).

Interaksi antara radiasi dan materi merupakan hal yang sangat menarik. Kebanyakan molekul obat menyerap radiasi dalam daerah ultraviolet spektrum tersebut, meskipun sebagian diwarnai sehingga menyerap radiasi dalam daerah visibel, misalnya suatu zat berwarna biru menyerap radiasi pada daerah merah spektrum tersebut. Serapan radiasi UV/visibel terjadi melalui eksitasi elektron-elektron di dalam struktur molekular menjadi keadaan energi yang lebih tinggi.

S3 12

Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+ S3 ) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q – 15% dan tidak satupun unit yang lebih kecil dari Q – 25%


(27)

Radiasi di daerah UV/visibel diserap melalui eksitasi elektron-elektron yang terlibat dalam ikatan-ikatan antara atom-atom pembentuk molekul sehingga awan elektron menahan atom-atom bersama-sama mendistribusikan kembali atom-atom itu sendiri dan orbital yang ditempati oleh elektron-elektron pengikat tidak lagi bertimpang tindih.

Radiasi UV panjang gelombang pendek < 150 nm ( >8,3 eV) dapat menyebabkan putusnya ikatan paling kuat di dalam molekul organik sehingga sangat membahayakan organisme hidup. Yang lebih menarik perhatian para analis adalah ikatan-ikatan yang lebih lemah di dalam molekul karena ikatan tersebut dapat dieksitasi dengan radiasi UV panjang gelombang yang lebih panjang > 200 nm ( > 6,2 eV), yang terdapat pada panjang gelombang yang lebih panjang daripada daerah di tempat udara dan pelarut – pelarut umum mengabsorbsi (Watson, 2005).

Analisis spektrofotometri cukup teliti, cepat dan sangat cocok untuk digunakan pada kadar yang kecil. Senyawa yang dianalisis harus mempunyai gugus kromofor. Pengamatan spektrum bermanfaat, karena dapat membandingkan spektrum sebelum dan sesudah partisi (Sardjoko, 1993).


(28)

BAB III METODOLOGI

3.1 Tempat dan waktu pengujian

Pengujian uji disolusi kapsul piroksikam 20 mg dilakukan di Laboratorium Napza, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan Jalan Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 16 Februari 2015. 3.2 Alat-alat

Alat yang digunakan adalah alat disolusi, beaker glass, corong, erlenmeyer, gelas ukur, labu tentukur 100 ml dan 25 ml, pipet volum, spuit, vial.

3.3 Sampel

Sampel yang digunakan adalah Licofel® yang berasal dari pabrik Berlico Mulia Farma.

3.4 Bahan

Bahan yang digunakan adalah HCl 0,1 N dan akuades. 3.5 Prosedur

3.5.1 Pembuatan Pereaksi

a. Larutkan 14,0 g natrium klorida (p) dalam 49 ml asam klorida (p). b. Ditambahkan aquadest secukupnya hingga 6000 ml.

c. Larutan mempunyai pH lebih kurang 1,2.

d. Dimasukkan masing-masing 900 ml ke dalam vessel dissolusi. e. Ditunggu hingga suhu 37o C.

3.5.2 Uji Disolusi Sampel


(29)

a. Ditimbang masing-masing 6 kapsul piroksikam, dicatat hasilnya. b. Disiapkan alat, pastikan alat siap pakai.

c. Dimasukkan 900 ml media disolusi, dipasang alat dengan pengaduk

bentuk keranjang.

d. Dimasukkan 6 kapsul piroksikam 20 mg ke dalam masing-masing wadah secara serentak. Segera jalankan alat pada suhu 37oC ± 0,5oC dengan laju kecepatan 100 rpm dan tunggu selama 45 menit.

e. Dipasang spuit pada alat disolusi.

f. Pada menit ke 40 bilas spuit sebanyak 5 ml dengan media disolusi, lalu dimenit ke 45 diambil dengan spuit media disolusi sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

g. Dipipet masing-masing 3 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, lalu dicukupkan sampai garis tanda (Depkes RI,1995).

3.5.3 Baku Pembanding

a. Ditimbang 10,232 mg baku pembanding, masukkan dalam labu 100 ml. b. Dilarutkan dengan media disolusi, dicukupkan hingga 100 ml.

c. Dipipet 4 ml masukkan ke dalam labu 100 ml, dicukupkan dengan media disolusi.

3.5.4 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Hidupkan alat spektofotometer ultra violet (UV).

b. Klik program spektofotometer ultra violet (UV) yang terdapat di komputer.


(30)

c. Klik menu Quantification, masukkan panjang gelombang maksimum (273 nm) serta jarak batas atas dan batas bawah panjang gelombang (200 nm dan 400 nm).

d. Masukkan akuades (blanko) ke dalam kuvet.

e. Letakkan kuvet di tempat pengukuran. f. Klik blank, lalu spektrum keluar.

g. Masukkan larutan A (Larutan baku pembanding) ke dalam kuvet.

h. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

i. Klik standard, keluar 1 absorbansi di dalam tabel, klik 3 kali sehingga diperoleh 3 buah absorbansi. Dalam perhitungan kadar yang digunakan adalah nilai absorbansi yang terdapat di tengah.

j. Masukkan larutan B (Larutan uji) ke dalam kuvet.

k. Letakkan kuvet di tempat pengukuran.

l. Klik sampel, keluar 1 buah absorbansi di dalam tabel, klik 2 kali sehingga diperoleh 2 absorbansi untuk masing-masing sampel. Dalam perhitungan kadar, yang digunakan sebagai Au (Absorbansi larutan uji) adalah nilai absorbansi yang mendekati nilai absorbansi larutan baku.

3.6 Perhitungan

Perhitungan kadar zat terlarut kapsul piroksikam dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

a. Faktor perkalian (Fk) FK = �� ��������

�������� � 100%


(31)

Fu = faktor pengenceran uji Bb = bobot baku

Kb = kemurnian baku

Fb = faktor pengenceran baku Ab = absorbansi baku

Kc = keterangan etiket b. % Zat aktif terlarut (Dx)

% Dx = Fk x Au

Keterangan : Fk = faktor perkalian Au = absorbansi uji


(32)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil

Berdasarkan uji disolusi kapsul piroksikam 20 mg yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Disolusi No. Berat Kapsul

(mg)

Absorbansi Larutan Uji (Au)

Kadar Zat Terlarut (%)

1. 20 0,5190 98,09%

2. 20 0,5575 105,36%

3. 20 0,5542 104,74%

4. 20 0,5391 101,88%

5. 20 0,5540 104,70%

6. 20 0,5292 100,01%

Cara perhitungan yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 1. 4.2Pembahasan

Dari hasil uji disolusi kapsul piroksikam yang dilakukan diperoleh kadar zat terlarut, yaitu 98,09 %,105,36 %, 104,74 %, 101,88 %, 104,70 %, 100,01 %. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia, dimana jumlah ke-6 kapsul yang diuji pada tahap 1 (S1) memenuhi kriteria penerimaan hasil uji disolusi, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari (Q + 5%) yaitu (75% + 5%= 80%). Dari data di atas dinyatakan bahwa kapsul piroksikam 20 mg memenuhi syarat.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil uji disolusi yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kapsul piroksikam 20 mg merek Licofel® telah memenuhi persyaratan uji disolusi sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia Edisi IV. Dimana persyaratan uji disolusi tiap unit sediaan tidak satupun kadar kurang dari ketentuan (Q + 5%) yaitu (75% + 5%= 80%). Berarti hasil uji disolusi memenuhi persyaratan.

5.2Saran

Disarankan kepada penguji selanjutnya untuk melakukan uji disolusi dengan metode yang lain dan dengan sampel yang berbeda. Hal tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu produk untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes,G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung : ITB University Press. Hal. 381

Anief, M. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal. 13

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 244, 246, 247. Dachriyanus, (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.

Sartono. (1993). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 36, 37.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Tjay,T.H, dan Rahardja,K. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia. Hal 312-314.

Watson, D.G. (2005). Analisis Farmasi Edisi II. London : Churchill Livingstone. Hal. 107


(35)

Lampiran 1.

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar

Nama sediaan : Licofel

Zat berkhasiat : 20 mg piroksikam tiap kapsul

No. Bets :

Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 keranjang

Waktu : 45 menit

Kecepatan Rotasi : 100 rpm Panjang Gelombang : ± 273 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 10,232 mg

Faktor Pengenceran Larutan Baku (Fb) : 2500 ml

Faktor Pengenceran Larutan Uji (Fu) : 3,33 ml

Kandungan Gliseril Guaiakolat pada etiket (Ke) : 20 mg

Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,3165


(36)

Lanjutan Lampiran 1 Perhitungan:

a. Faktor perkalian (Fk) FK = �� ��������

�������� � 100%

Keterangan : V = volume tabung vessel disolusi Fu = faktor pengenceran uji Bb = bobot baku

Kb = kemurnian baku

Fb = faktor pengenceran baku Ab = absorbansi baku

Kc = keterangan etiket b. % Zat aktif terlarut (Dx) % Dx = Fk x Au

Keterangan : Fk = faktor perkalian Au = absorbansi uji

1. % Dx = 189 x 0,5190 = 98,90 % 2. % Dx = 189 x 0,5575 = 105,37 % 3. % Dx = 189 x 0,5542 = 104,74 % 4. % Dx = 189 x 0,5391 = 101,89 % 5. % Dx = 189 x 0,5540 = 104,71 % 6. % Dx = 189 x 0,5292 = 100,02 %


(37)

Lampiran 2.

Gambar Alat Uji Disolusi


(38)

Lanjutan Lampiran 2 Gambar alat disolusi


(39)

Lampiran 3 Gambar Sampel


(1)

Agoes,G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung : ITB University Press. Hal. 381

Anief, M. (2006). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal. 13

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Hal. 244, 246, 247. Dachriyanus, (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.

Padang: Andalas University Press. Hal. 1.

Depkes RI. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Depkes RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan. Hal. 4, 422, 423, 1084, 1085.

Sardjoko. (1993). Rancangan Obat. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 162.

Sartono. (1993). Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Cetakan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 36, 37.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 84 – 86, 90, 96.

Tjay,T.H, dan Rahardja,K. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia. Hal 312-314.

Watson, D.G. (2005). Analisis Farmasi Edisi II. London : Churchill Livingstone. Hal. 107


(2)

Data Uji Disolusi dan Perhitungan Kadar Nama sediaan : Licofel

Zat berkhasiat : 20 mg piroksikam tiap kapsul No. Bets :

Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N Tipe Alat : Tipe 1 keranjang Waktu : 45 menit

Kecepatan Rotasi : 100 rpm Panjang Gelombang : ± 273 nm

Persyaratan (Q) : Harus larut tidak kurang dari 75% dari jumlah yang tertera pada etiket

Bobot Baku (Bb) : 10,232 mg

Faktor Pengenceran Larutan Baku (Fb) : 2500 ml Faktor Pengenceran Larutan Uji (Fu) : 3,33 ml Kandungan Gliseril Guaiakolat pada etiket (Ke) : 20 mg Absorbansi Larutan Baku (Ab) : 0,3165 Kadar Baku (Kb) : 189 %


(3)

Perhitungan:

a. Faktor perkalian (Fk) FK = �� ��������

�������� � 100%

Keterangan : V = volume tabung vessel disolusi Fu = faktor pengenceran uji Bb = bobot baku

Kb = kemurnian baku

Fb = faktor pengenceran baku Ab = absorbansi baku

Kc = keterangan etiket b. % Zat aktif terlarut (Dx) % Dx = Fk x Au

Keterangan : Fk = faktor perkalian Au = absorbansi uji

1. % Dx = 189 x 0,5190 = 98,90 % 2. % Dx = 189 x 0,5575 = 105,37 % 3. % Dx = 189 x 0,5542 = 104,74 % 4. % Dx = 189 x 0,5391 = 101,89 % 5. % Dx = 189 x 0,5540 = 104,71 %


(4)

Gambar Alat Uji Disolusi


(5)

(6)