9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Kopi Arabika
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian 2010, Kopi Arabika adalah spesies asli yang berasal dari Ethiopia. Kopi Arabika tumbuh
di Afrika Barat, India Barat, Brazil, dan Jawa. Kopi Arabika merupakan tanaman perdu tahunan yang memiliki akar tunggang, tingginya antara 7-12 m dan
mempunyai cabang. Percabangan sekunder sangat aktif bahkan pada cabang primer di atas permukaan tanah membentuk kipas berjuntai menyentuh tanah.
Panjang cabang primer rata-rata mencapai 123 cm sedangkan ruas cabangnya pendek-pendek. Batang tanaman Kopi Arabika berkayu, keras, dan tegak dengan
warna putih keabu-abuan. Beberapa sifat penting Kopi Arabika antara lain. 1.
Syarat tumbuh Kopi Arabika pada daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20°C. Daerah yang iklimnya kering atau bulan
kering tiga bulan per tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.
2. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. 3.
Rata-rata produksi sedang 4,5-5 kuintal kopi berashath, tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Produksi Kopi
Arabika bisa mencapai 15-20 kuintalhath apabila dikelola secara intensif. 4.
Umumnya berbuah sekali dalam setahun. Beberapa varietas kopi yang termasuk Kopi Arabika dan banyak
diusahakan di Indonesia antara lain Abesinia, Pasumah, Marago Type, dan Congensis.
2.2 Budidaya Kopi Arabika
Menurut Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian 2010, adapun langkah-langkah dalam budidaya Kopi Arabika, antara lain.
1. Persemaian
Benih yang digunakan harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki. Biji diperoleh setelah benih kulit, dan daging buah
dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu, setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian
disemaikan pada media yang sudah disiapkan. Tanaman persemaian harus dipacu kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Bagian atas
bedengan diberi lapisan pasir tepat kira-kira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup, tetapi tidak tergenang. Benih
dipindahkan ke tempat persemaian lapangan setelah berusia tiga bulan.
2. Penanaman
Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran.
Pengajiran adalah cara untuk mengatur jarak tanam agar rapi, lurus, dan teratur dengan menggunakan ajir bilahan bambu atau tongkat dari kayu. Jarak tanam
berbentuk segi empat 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpang sari 2 x 4 m. Lubang tanam dibuat tiga bulan sebelum ditanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm
dan tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah
minimal tiga pasang.
Penanaman Kopi Arabika memerlukan pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohon yang ditanam seperti lamtoro,
dadap, dan sengon. Pohon pelindung selain berguna untuk melindungi tanaman kopi, juga berguna untuk memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit,
mengurangi biaya penyiangan, dan dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas
.
3. Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali dalam sebulan pada tanaman
muda sedangkan untuk tanaman dewasa dua kali dalam sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun yaitu
awal musim hujan dan akhir musim hujan.
4. Panen
Ukuran kematangan buah kopi ditandai oleh perubahan kulit buah telah merah. Warna tersebut akan berubah menjadi kehitam-hitaman setelah masa
masak penuh terlampaui over ripe. Sistem petik merah akan menghasilkan kopi pasar bermutu tinggi dengan rendemen yang tinggi sekitar 20-22. Tanaman
Kopi Arabika sudah mulai berproduksi pada umur 2,5-3 tahun. Buah kopi yang bisa dipetik pada panen pertama hanya sedikit. Jumlah tersebut semakin
meningkat dari tahun ke tahun dan mencapai puncaknya setelah berumur 7-9 tahun. Tanaman Kopi Arabika mampu berproduksi rata-rata 5-7
kuintalhatahun pada saat umur tersebut.
5. Pascapanen pengolahan hasil
Ada dua cara pengolahan buah Kopi Arabika, antara lain.
a. Pengolahan kering dry process
Pengolahan kering biasanya dilakukan pada buah kopi yang belum masak masih hijau dan kelewat masak, serta buah kopi yang cacat lainnya. Buah kopi
disortasi dengan cara memisahkan buah kopi yang masak dari buah yang belum masak dan kelewat masak, buah cacat dan kotoran lainnya. Buah kopi dijemur
selama 10-15 hari hingga kadar air kurang dari 13 setelah disortasi, setelah proses penjemuran buah kopi dikupas dengan mesin pengupas huller.
b. Pengolahan basah wet process
Buah kopi yang baik dan masak dipisahkan dari buah busuk, mentah, dan kotoran lainnya. Buah kopi dimasukkan ke dalam bak sortasi buah yang berisi air.
Air yang digunakan adalah air yang bersih dan bebas dari kotoran yang dapat mencemari biji kopi. Buah yang mengapung terserang bubuk buah dipisahkan
dari buah yang tenggelam dan selanjutnya diolah terpisah. Buah kopi dikupas dengan mesin pengupas pulper tipe silinder setelah proses sortasi, kemudian biji
kopi difermentasi. Tahap fermentasi hanya dilakukan untuk pengolahan Kopi Arabika. Tujuan proses ini adalah untuk menghilangkan lapisan lendir yang
tersisa di permukaan kulit tanduk biji kopi setelah proses pengupasan. Tujuan lain proses fermentasi ini adalah untuk mengurangi rasa pahit dan mendorong
terbentuknya kesan mild pada citarasa seduhannya. Prinsip fermentasi adalah pernguraian senyawa-senyawa yang terkandung
di dalam lapisan lendir oleh mikroba alami dan dibantu dengan oksigen dari udara. Proses fermentasi dapat dilakukan secara basah merendam biji kopi di
dalam genangan air dan secara kering tanpa rendaman air. Cara sederhana untuk fermentasi kering adalah dengan menyimpan biji kopi HS basah dalam karung
plastik yang bersih atau dapat juga dilakukan dengan menumpuk biji kopi HS basah di dalam bak semen dan kemudian ditutup dengan karung goni, dan
dilakukan pembalikan minimal satu kali sehari. Akhir fermentasi ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi
biji Kopi Arabika berkisar 12-36 jam. Biji kopi dicuci untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang
masih menempel dikulit tanduk setelah proses fermentasi. Proses pencucian ini dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin. Kopi gabah kopi
HS yang telah dicuci ditiriskan selama beberapa jam. Proses selanjutnya adalah pengeringan. Kopi HS harus dijemur sampai kadar air 30, selanjutnya dapat
dikeringkan dengan mesin pada suhu maksimum 45
o
C atau dijemur terus hingga kering. Penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas yang bersih.
Pengeringan ini dilakukan sampai kadar air kopi lebih rendah dari 12. c.
Penggerbusan Hulling Buah kopi kering digiling dengan mesin huller untuk mendapatkan biji
kopi Ose kopi beras atau dapat juga dilakukan dengan cara ditumbuk. Penggerbusan dilakukan terhadap kopi HS yang cukup kering.
d. Penyimpanan
i. Biji kopi HS atau kopi beras dapat disimpan setelah cukup kering, dengan
kadar air 12. ii.
Biji kopi harus dikemas dan disimpan dengan bahan kemas dari ruang simpan yang tidak lembab, aerasi baik, bersih, dan bebas dari bahan yang
berbau asing dan hama gudang.
iii. Penyimpanan kopi bisa secara curah atau dalam karung. Penyusunan
karung dalam gudang menggunakan palet landasan kayu dengan jarak dari lantai 10 cm, 60 cm dari dinding, dan 60 cm antartumpukan.
Penyusunan karung dengan sistem kunci lima dengan tinggi tumpukan kurang dari 20 karung.
iv. Selama penyimpanan dilakukan pengawasan mutu biji kopi secara
periodik setiap bulan meliputi kadar air, serangan hama, dan jamur. Penyimpanan sebaiknya tidak lebih dari tiga bulan.
6. Proses pengolahan kopi bubuk
Kopi yang akan diolah menjadi bubuk kopi biasanya masih dalam bentuk kopi Ose. Kopi Ose diolah menjadi kopi bubuk untuk menghasilkan nilai tambah.
Berikut ini proses pengolahan yang dilakukan Puslitkoka Jember, 2013. a.
Penyangraian Kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses
sangrai diawali dengan penguapan air dan diikuti dengan reaksi pirolisis. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO
2
dalam jumlah banyak dari ruang sangrai. Secara fisik, reaksi pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Kisaran suhu sangrai yang umum adalah 195-205
o
C. Waktu penyangraian bervariasi mulai dari 7-30 menit tergantung pada suhu dan tingkat sangrai yang diinginkan. Kisaran suhu sangrai
adalah sebagai berikut. i.
Suhu 190-195
o
C untuk tingkat sangrai ringan warna coklat muda ii.
Suhu 200-205
o
C untuk tingkat sangrai medium warna coklat agak gelap
iii. Suhu 205
o
C untuk tingkat sangrai gelap warna coklat tua cenderung agak hitam
b. Penghalusan biji kopi sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus grinder sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran kopi bubuk
mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga senyawa pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut saat diseduh ke dalam air panas.
c. Pengemasan
Kopi bubuk dikemas dalam kemasan alumunium foil atau pembungkus dari plastik dan di-press panas. Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan
terjaga dengan baik pada kemasan vakum, supaya kandungan oksigen di dalam kemasan minimal.
2.3 Konsep Nilai Tambah
Menurut Hayami et. al 1987 dalam Kementrian Keuangan RI, 2012 menyatakan nilai tambah value added adalah pertambahan nilai suatu komoditi
karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Definisi lain nilai tambah menurut Hayami et.al 1987 dalam
Maimun, 2009 adalah selisih antara komoditi yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung.
Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia, dan manajemen.
Metode Hayami merupakan salah satu metode analisis nilai tambah yang sering dipakai. Hayami menerapkan analisis nilai tambah pada subsistem
pengolahan produksi sekunder. Produksi sekunder merupakan kegiatan produksi yang mengubah bentuk produk primer.
Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan, yaitu biaya penggantian untuk keausan dan kelapukan modal dalam produksi. Ada
dua konsep nilai tambah berdasarkan penyusutan yaitu nilai tambah netto dan nilai tambah brutto. Nilai tambah netto adalah nilai yang memperhitungkan
penyusutan yang terjadi, sedangkan nilai tambah brutto adalah nilai yang tidak memperhatikan penyusutan Sicat dan Arndt, 1991 dalam Nur, 2013.
Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku
yang digunakan, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output
, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan harga input lain. Menurut Hayami et.al 1987 dalam Pertiwi, 2013
dalam analisis nilai tambah terdapat tiga komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output
yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah
satu satuan input, dan nilai yang menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.
Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan,
serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi cenderung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian
keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila diterapkan teknologi padat modal maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian
tenaga kerja.
2.4 Analisis Finansial