BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Menurut Tjandra 2001 keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Sedangkan kesehatan kerja adalah suatu aspek kesehatan yang erat
kaitannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
Kesehatan Kerja adalah sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dangan lingkungan dan pekerjaannya
k3.spt.itb.safetyblogger.com, 2009.
Sedangkan keselamatan kerja adalah dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Efek yang akut adalah suatu reaksi tiba – tiba terhadap kondisi yang parah
atau buruk, efek yang kronis adalah suatu keadaan jangka panjang yang semakin memburuk dikarenakan tereksposnya atau terpaparnya keadaan yang kurang baik
secara berkepanjangan. Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Tjandra 2001 adalah
meningkatkan kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja di tempat kerja guna
8
mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerja.
Keselamatan kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja, menyangkut aspek keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral
pekerja, perlakuan sesuai martabat manusia, agar tenaga kerja dan produktivitas kerja. Dengan demikian para tenaga kerja dapat memperoleh jaminan
perlindungan keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap pekerjaannya sehari – hari.
2.2. Perundang – Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3
Undang – undang keselamatan dan kesehatan kerja, merupakan undang – undang pokok yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat
nasional. Disamping undang – undang selamatan kerja yang mengatur secara umum, masih terdapat peraturan – peraturan keselamatan kerja yang mengatur
secara khusus atau dikenal dengan azas lex specialist. Dalam undang – undang keselamatan kerja yang mengatakan bahwa
menteri tenaga kerja adalah pemegang kebijaksanaan keselamatan kerja secara nasional dan pelaksanaannya secara umum dijalankan oleh direktur dalam hal ini
adalah Direktur Jenderal, dan pegawai pengawas serta ahli K3 yang menjalankan pengawasan serta membantu pelaksanaanya secara langsung. Disamping
perangkat pegawai pengawas dan ahli K3 untuk membantu dijalankannya undang – undang tersebut masih terdapat perangkat atau lembaga lainnya yang
disebutsebagai panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja P2K3 yang berada di perusahaaan.
Sebagai pelaksana dari pasal 86 dan 87 UU no.13 tahun 2003 tersebut adalah diterbitkannya Permenaker No.Per-05MEN1996 tentang SMK3, yaitu :
1 Setiap pekerja buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Moral dan Kesusilaan
c. Perilaku yang sesuai dengan harkat dan martabat umat manusia serta nilai
– nilai agama 2
Untuk melindungi keselamatan pekerjaburuh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3
Pasal 87 1 menyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja SMK3 yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan. Undang – undang ini diterapkan oleh Departemen Tenaga Kerja Direktori
Pembina Norma – norma Keselamatan Kerja. Disahkan pada tanggal 12 Januari 1970. Ada 11 bab 18 pasal dalam UU No.1 tahun 1970, secara garis besar dapat
dijelaskan bahwa memuat aturan – aturan dasar ketentuan umum sebagai berikut : 1.
Pasal 1 tentang istilah – istilah. 2.
Pasal 2 ruuang lingkup memuat atutan dasar dan ketentuan umum tentang keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah,
dipermukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah negara RI.
3. Pasal 3,4, secara jelas mengatakan bahwa setiap tempat kerja harus memenuhi
syarat – syarat keselamatan kerja sesuai peraturan perundangan. 4.
Pasal 5,6,7, pengawasan UU keselamatan kerja. 5.
Pasal 8, mewajibkan kepada pengurus untuk memeriksakan tenaga kerja sesuai peraturan perundangan.
6. Pasal 9, mewajibkan kepada pengurus untuk memberikan pembinaan kepada
tenaga kerja yang meliputi; penyelengaraan pelatihan K3, menyediakan alat perlindungan diri, melakukan upaya – upaya pencegahan kecelakaan dan
pemberantaskan kebakaran serta peningkatan K3 dan peberian P3K bagi setiap tenaga kerja yang bekerja di perusahaannya sesuai persyaratan dan
ketentuan yang berlaku. 7.
Pasal 10, pengurus berkewajiban mengusulkan pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja P2K3 di perusahaan.
8. Pasal 11, mewajibkan kepada pengurus untuk melaporkan setiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerja sesuai dengan peraturan perundangan. 9.
Pasal 12, mengatur hak tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja untuk menjamin perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi dirinya.
10. Pasal 13, mewajibkan pada semua orang yang akan memasuki tempat kerja
untuk mentaati petunjuk keselamatan kerja. 11.
Pasal 14, mewajibkan kepada pengurus untuk memasang UU 11970, memesang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di tempat
kerjanya, serta menyediakan alat pelindung diri secara cuma – cuma sesuai petunjuk pegawai atau ahli K3.
12. Pasal 15,16,17,18 ketantuan – ketentuan penutup.
Menurut peraturan perundang – undangan tersebut perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan
pemahaman peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Walaupun secara teknis, dibawah undang – undang umum, majikan diharapkan menyediakan tempat yang aman untuk bekerja dan peralatan yang aman untuk
bekerja. Namun pada kenyatannya masyarakat umum menerima kecelakaan sebagai hal yang tak dapat dielakkan.
Agar setiap tenga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh – pengaruh lingkungan kerja yang
berkaitan dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan berkala seperti yang
dimaksudkan pada pasal 8 UU No.1 tahun 1970. Dalam Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal
23 mengenai kesehatan kerja dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang meliputi pelayanan
kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
2.3. Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja K3