PENGUKURAN IMPLEMENTASI PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) SERTA IDENTIFIKASI HAZARD DENGAN PENDEKATAN.

(1)

DI PT. IGLAS (Persero), Gresik

SKRIPSI

Disusun Oleh : RIZAL AKHBAR

0632010201

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

JAWA TIMUR


(2)

DI PT. IGLAS (Persero), Gresik

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknik Industri

Disusun Oleh :

RIZAL AKHBAR

0632010201

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “

JAWA TIMUR


(3)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahNya, serta Para Nabi dan Rasul Allah terutama Nabi Muhammad SAW yang kami jadikan panutan sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap Mahasiswa Jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur untuk memperoleh gelar sarjana S-1.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini tentunya terdapat kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu sebagai penulis, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Kami juga menyadari bahwa penyusunan Tugas Akhir ini tidak akan terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan membimbing kami selama melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada :

1. Bapak Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(4)

P, MT. selaku dosen pembimbing II dan dan Bpk Suseno Budi P, ST, MT. selaku dosen wali jurusan Teknik Industri di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Terima kasih atas segala bimbingan dan kemudahan sehingga saya bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. 5. Para Dosen Penguji seminar dan penguji lesan Jurusan Teknik Industri di

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Seluruh karyawan dan staf PT. Iglas (Persero) Gresik, terutama Pak Drs. H. Arka Widya Udaka yang telah meluangkan waktu serta memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga Tugas Akhir ini dapat terlaksana dan terselesaikan dengan baik.

7. Orang Tua tercinta dan adek - adek saya yang telah memberikan dorongan hingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Pacarq yang telah mendukung dan memberi semangat untuk semua kegiatan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

9. Teman – teman TI angkatan ’06 makasih saran dan semangat yang telah kalian berikan, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik, miss u all...

Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis.

Surabaya, Oktober 2010


(5)

Hal JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Asumsi... 4

1.5 Tujuan Penelitian... 4

1.6 Manfaat Penelitian... 5

1.7 Sistematika Penulisan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 8

2.2 Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 9 2.3 Implementasi Program K3... 11


(6)

2.6 Risk Assessment ... 28

2.6.1 Identifikasi Resiko ... 29

2.6.2 Penilaian Resiko... 29

2.6.3 Kembangkan Solusi altenatif ... 32

2.6.4 Memutuskan Tindakan Yang Akan Diambil ... 33

2.7 Uji Statistik ... 34

2.7.1 Uji Validitas... 34

2.7.2 Uji Reliabilitas... 35

2.8 Penelitian Terdahulu... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.2 Identifikasi Variabel ... 39

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4 Metode Penentuan Responden ... 42

3.5 Metode Pengolahan Data ... 43

3.6 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 51

4.1.1 Identifikasi Kecelakaan Kerja Tahun 2009 ... 51

4.2 Pengolahan Data... 52

4.2.1 Uji Validitas... 53

4.2.2 Uji Reliabilitas... 54


(7)

4.2.5 Penentuan Tingkat/Level Implementasi Program K3 .... 63 4.2.6 Identifikasi dan Klasifikasi Hazard dengan Pendekatan

Risk Assessment ... 65 4.2.6.1 Penentuan Prioritas Penanggulangan Resiko ... 69 4.3 Perancangan Pencegahan ... 70

4.3.1 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya ergonomi dan lingkungan sekitar ... 70 4.3.2 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya Mekanis ....

... 71 4.3.3 Usulan Pencegahan Untuk Mengatasi Bahaya

Lingkungan Sekitar... 71 4.4 Hasil dan Pembahasan... 73

4.4.1 Identifikasi dan Pengkatagorian Hazard... 73 4.4.2 Analisa Penentuan Level / Tingkat Implementasi

Program K3 ... 73 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 75 5.2 Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Hal

Tabel 2.1 Kisaran Range Achivement ... 14

Tabel 2.2 Kategori Kecelakaan Kerja ... 21

Tabel 2.3 Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan ... 22

Tabel 2.4 Penggolongan Bahaya Ditempat Kerja Beserta Contohnya ... 23

Tabel 2.5 Checklist Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko... 29

Tabel 2.6 Matriks Risk Assessment ... 30

Tabel 2.7 Tabel Pengendalian Resiko... 33

Tabel 4.1 Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 51

Tabel 4.2 Uji Validitas ... 53

Tabel 4.3 Uji Realibilitas ... 54

Tabel 4.4 Data Kuisioner ... 56

Tabel 4.5 Kisaran Range Achivement ... 57

Tabel 4.6 Tingkat Implementasi Program K3... 57

Tabel 4.7 Nilai Total Rata-rata dan Pencapaian Program Implementasi K3 ... 59

Tabel 4.8 Kategori Kecelakaan Kerja ... 61

Tabel 4.9 Kategori Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 61

Tabel 4.10 Level Implementasi Program K3 ... 64

Tabel 4.11 Penggelompokan Kejadian Kecelakaan Kerja Tahun 2009... 65

Tabel 4.12 Risk Assessment Code untuk Setiap Sumber Bahaya ... 67


(9)

Tabel 4.15 Usulan Pencegahan Terhadap Sumber Bahaya... 72 Tabel 4.16 Tindakan Pencegahan ... 74


(10)

Hal Gambar 3.1 Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 47 Gambar 4.1 Grafik tingkat implementasi program K3 ... 60 Gambar 4.2 Data Kecelakaan Kategori Sedang... 62


(11)

Lampiran 1 Gambaran Umum Perusahaan Lampiran 2 Contoh Kuisioner

Lampiran 3 Hasil Kuisioner

Lampiran 4 Rekapitulasi Pengisian Kuisioner Implementasi Program K3 Lampiran 5 Hasil Pengujian Valid dan Reliabel

Lampiran 6 Perhitungan Manual Lampiran 7 Matrik Risk Assessment Lampiran 8 Tabel Statistik Untuk r Tabel Lampiran 9 Tabel Statistik Untuk α Tabel Lampiran 10 Data Kecelakaan Kerja Tahun 2009


(12)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang senantiasa terjadi. Ahli teknologi seharusnya mencakup pula desain yang layak, pemasaran instalasi dan aspek operasional yang benardan sesuai standart atau norma keselamatan kerja, upaya pencegahan atau pengendalian teknologi yang diterapkan secara optimal.

PT. IGLAS (Persero) Gresik merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur dalam memproduksi kemasan gelas, khususnya botol serta berbagai bahaya senantiasa dijumpai seperti seperti kaki menginjak pecahan botol, tangan terjepit antara stang screen merah body dan stang screen merah shoulder, dan lain sebagainya. Berbagai potensi bahaya senantiasa dijumpai pada tahun 2009 masih terjadi 11 kecelakaan kerja yang menyebabkan terbengkalainya tugas seseorang. Sering terjadinya kecelakaan kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik serta belum terukurnya secara lengkap potensi bahaya (hazards).

Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk menentukan nilai resiko dari bahaya (hazards) yang timbul di PT. IGLAS (Persero) Gresik, dengan pendekatan risk assessment (penilaian analisa resiko), dari hasil tersebut akan member gambaran mengenai tingkat implementasi program K3 dan mengenai kekurangn yang perlu diperbaiki atau keberhasilan yang perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan dimasa yang akan datang.

Berdasarkan penelitian diketahui tingkat implementasi yang diterapkan PT. IGLAS (Persero) Gresik masih berada pada kategori kuning artinya kinerja belum tercapai, meskipun nilainya sudah mendekati target. Adapun level implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik berada pada level 3 yaitu hati-hati. Hal ini menandakan bahwa ada beberapa aspek (seperti pelengkapan APD dan kepatuhan terhadap penggunaan alat pelindung (APD), serta adanya papan rambu peringatan yang permanen) yang perlu diperbaiki. Seperti ketersediaan APD untuk setiap jenis sumber bahaya sehingga dapat mencegah timbulnya kecelakaan kerja.

Kata kunci : Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Hazards, metode risk assessment


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era globalisasi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu system program yang dibuat bagi pekerja sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal – hal yang menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, serta tindakan antisipasi jika terjadi hal yang demikian. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak diinginkan atau diduga, tidak sengaja terjadi dalam hubungan kerja, yang umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor, meliputi peristiwa kebakaran, penyakit akibat kerja, serta pencemaran pada lingkungan kerja. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, disebutkan bahwa perusahaan wajib melakukan pelaporan


(14)

internal, yang salah satunya berupa pelaporan identifikasi sumber bahaya. Dalam peraturan itu pula dinyatakan bahwa identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan cara mempertimbangan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya, jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi, selain itu perusahaan juga diwajibkan melakukan penilaian resiko untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja

PT. IGLAS (Persero), Gresik adalah perusahaan industri yang bergerak di bidang pembuatan kemasan gelas, khususnya botol, yang berlokasi di jalan Kapten darmo Sugondo Gresik. Dalam lingkungan industri khususnya di PT. IGLAS (Persero) Gresik, berbagai potensi bahaya yang mengancam seperti kaki menginjak pecahan botol, tangan terjepit antara stang screen merah body dan stang screen merah shoulder, dan lain sebagainya. Berbagai potensi bahaya senantiasa dijumpai pada tahun 2009 masih terjadi 11 kecelakaan kerja yang menyebabkan terbengkalainya tugas seseorang. Hal tersebut senantiasa dijumpai karena belum terukurnya secara lengkap potensi bahaya (hazard) yang merupakan problematika perusahaan tersebut, maka cara yang dapat dilakukan adalah menerapkan dan mengukur tingkat keberhasilan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk mengidentifikasi hazard dengan menggunakan metode Risk Assessment, yang ditentukan berdasar pada parameter banyaknya kecelakaan yang terjadi. Dari hasil pengukuran tersebut akan memberi gambaran mengenai tingkat implementasi program K3 dan rekomendasi atau saran


(15)

mengenai kekurangan yang perlu diperbaiki atau keberhasilan yang perlu dipertahankan dan lebih ditingkatkan.

Atas dasar inilah yang akhirnya menciptakan gagasan untuk melakukan identifikasi potensi bahaya (hazard) yang timbul di PT. IGLAS (Persero), Gresik sehingga dapat diketahui hazard (potensi bahaya) yang mempunyai nilai resiko paling tinggi (high risk) sampai hazard yang mempunyai nilai resiko paling rendah (low risk). Dengan demikian dapat dilakukan penanganan yang tepat sebagai usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dikemudian hari.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada pada latar belakang di atas, maka

perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian tugas akhir ini adalah “Bagaimana Mengukur Tingkat Pencapaian Implementasi Program Kesehatan

Dan Keselamatan Kerja (K3) Dan Potensi Hazards Dengan Pendekatan Risk Assessment Di PT. IGLAS (Persero), Gresik”.

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini sesuai dengan yang direncanakan, serta lebih jelas dan terarah kerangka analisanya maka perlu dibuat batasan masalah sebagai berikut : 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kecelakaan kerja selama

tahun 2009

2. Dalam penelitian yang menjadi objek adalah lingkungan yang berada bagian produksi dan karyawan bagian produksi PT. IGLAS (Persero), Gresik.


(16)

3. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Juni 2010.

1.4. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Sistem Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) yang diterapkan oleh PT. IGLAS (Persero) Gresik, tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

2. Kondisi pabrik yang diukur tingkat implementasinya tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung.

3. Responden bersikap netral dan objective dalam memberikan penilaian terhadap implementasi program K3.

4. Data yang diambil secara umum dianggap telah mewakili keadaan lingkungan kerja di PT. IGLAS (Persero), Gresik.

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Mengukur tingkat pencapaian implementasi program Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3).

2. Menentukan level implementasi dan tingkat kecelakaan kerja di PT. IGLAS (Persero)


(17)

1.6. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Bagi Penulis :

 Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh dari dunia akademis yang salah satunya adalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

 Dapat mengetahui Sistem Manajemen K3 (SMK3) di PT. IGLAS (Persero)

2. Bagi Perusahaan :

 Dapat ditentukan level / tingkat keberhasilan implementasi K3.

 Sebagai bahan pertimbangan dan sumber informasi bagi pimpinan perusahaan dalam pengambilan keputusan / kebijakan khususnya yang berhubungan dengan Sistem Manajemen K3.

Dapat dilakukan penanganan yang tepat terhadap hazard yang timbul di perusahaan sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja.

3. Bagi UPN “Veteran” Jatim :

 Menambah literatur tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya penanganan terhadap potensi bahaya yang dijumpai didalam perusahaan.  Menjalin hubungan baik antara perguruan tinggi yakni Universitas

Pembangunan Nasional Jawa Timur dengan perusahaan industri, terutama PT. IGLAS (Persero).

 Sebagai tolak ukur untuk mengetahui seberapa jauh para mahasiswa dapat menerapkan ilmunya didalam perusahaan.


(18)

1.7. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya sistematika penulisan berisikan mengenai uraian yang akan dibahas pada masing-masing bab, sehingga dalam setiap bab akan mempunyai pembahasan topik tersendiri. Adapun sistematika penulisan dari tugas akhir ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah yang diteliti, tujuan dan manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang dipakai dalam penelitian serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II berisi tinjauan pustaka, yaitu teori-teori yang mendukung penelitian ini, antara lain mengenai definisi keselamatan dan kesehatan kerja, perhitungan tingkat implementasi program K3, mengkategorikan kecelakaan kerja, definisi Hazard dan Risk Assessment.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini diberi langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini yaitu hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian atau gambaran atau urutan kerja menyeluruh selama pelaksanaan penelitian.

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV berisi analisa data berikut pembahasannya. Data-data yang dikumpulkan adalah data kecelakaan kerja yang terjadi di obyek penelitian serta checklist / kuisioner penilaian implementasi program


(19)

K3. Data ini diperlukan untuk mendukung pengukuran tingkat implementasi program K3 di PT. IGLAS (Persero). Pengolahan data dilakukan untuk mengkategorikan hazard (potensi bahaya) yang timbul dengan pendekatan Risk Assessment (penilaian resiko).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab V merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan yang diambil terhadap hasil analisis dan interpretasi, serta saran-saran untuk pembenahan dan peningkatan program K3 di PT. IGLAS (Persero). DAFTAR PUSTAKA


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Tjandra (2001) keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

Sedangkan kesehatan kerja adalah suatu aspek kesehatan yang erat kaitannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.

Kesehatan Kerja adalah sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi

dangan lingkungan dan pekerjaannya (k3.spt.itb.safety@blogger.com, 2009).

Sedangkan keselamatan kerja adalah dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapan dalam usaha mencegah kemungkinan terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Efek yang akut adalah suatu reaksi tiba – tiba terhadap kondisi yang parah atau buruk, efek yang kronis adalah suatu keadaan jangka panjang yang semakin memburuk dikarenakan tereksposnya atau terpaparnya keadaan yang kurang baik secara berkepanjangan.

Adapun tujuan keselamatan kerja menurut Tjandra (2001) adalah meningkatkan kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja di tempat kerja guna


(21)

mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Keselamatan kerja dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja, menyangkut aspek keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moral pekerja, perlakuan sesuai martabat manusia, agar tenaga kerja dan produktivitas kerja. Dengan demikian para tenaga kerja dapat memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan kesehatannya di dalam setiap pekerjaannya sehari – hari.

2.2. Perundang – Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Undang – undang keselamatan dan kesehatan kerja, merupakan undang – undang pokok yang mengatur keselamatan kerja secara umum dan bersifat nasional. Disamping undang – undang selamatan kerja yang mengatur secara umum, masih terdapat peraturan – peraturan keselamatan kerja yang mengatur secara khusus atau dikenal dengan azas lex specialist.

Dalam undang – undang keselamatan kerja yang mengatakan bahwa menteri tenaga kerja adalah pemegang kebijaksanaan keselamatan kerja secara nasional dan pelaksanaannya secara umum dijalankan oleh direktur dalam hal ini adalah Direktur Jenderal, dan pegawai pengawas serta ahli K3 yang menjalankan pengawasan serta membantu pelaksanaanya secara langsung. Disamping perangkat pegawai pengawas dan ahli K3 untuk membantu dijalankannya undang – undang tersebut masih terdapat perangkat atau lembaga lainnya yang


(22)

disebutsebagai panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang berada di perusahaaan.

Sebagai pelaksana dari pasal 86 dan 87 UU no.13 tahun 2003 tersebut adalah diterbitkannya Permenaker No.Per-05/MEN/1996 tentang SMK3, yaitu : (1) Setiap pekerja buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja b. Moral dan Kesusilaan

c. Perilaku yang sesuai dengan harkat dan martabat umat manusia serta nilai – nilai agama

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3

Pasal 87 (1) menyatakan bahwa : setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Undang – undang ini diterapkan oleh Departemen Tenaga Kerja Direktori Pembina Norma – norma Keselamatan Kerja. Disahkan pada tanggal 12 Januari 1970. Ada 11 bab 18 pasal dalam UU No.1 tahun 1970, secara garis besar dapat dijelaskan bahwa memuat aturan – aturan dasar ketentuan umum sebagai berikut : 1. Pasal 1 tentang istilah – istilah.

2. Pasal 2 ruuang lingkup memuat atutan dasar dan ketentuan umum tentang

keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah negara RI.


(23)

3. Pasal 3,4, secara jelas mengatakan bahwa setiap tempat kerja harus memenuhi syarat – syarat keselamatan kerja sesuai peraturan perundangan.

4. Pasal 5,6,7, pengawasan UU keselamatan kerja.

5. Pasal 8, mewajibkan kepada pengurus untuk memeriksakan tenaga kerja

sesuai peraturan perundangan.

6. Pasal 9, mewajibkan kepada pengurus untuk memberikan pembinaan kepada

tenaga kerja yang meliputi; penyelengaraan pelatihan K3, menyediakan alat perlindungan diri, melakukan upaya – upaya pencegahan kecelakaan dan pemberantaskan kebakaran serta peningkatan K3 dan peberian P3K bagi setiap tenaga kerja yang bekerja di perusahaannya sesuai persyaratan dan ketentuan yang berlaku.

7. Pasal 10, pengurus berkewajiban mengusulkan pembentukan Panitia Pembina

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di perusahaan.

8. Pasal 11, mewajibkan kepada pengurus untuk melaporkan setiap kecelakaan

yang terjadi dalam tempat kerja sesuai dengan peraturan perundangan.

9. Pasal 12, mengatur hak tenaga kerja dalam penerapan K3 di tempat kerja

untuk menjamin perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi dirinya.

10. Pasal 13, mewajibkan pada semua orang yang akan memasuki tempat kerja untuk mentaati petunjuk keselamatan kerja.

11. Pasal 14, mewajibkan kepada pengurus untuk memasang UU 1/1970, memesang semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di tempat kerjanya, serta menyediakan alat pelindung diri secara cuma – cuma sesuai petunjuk pegawai atau ahli K3.


(24)

12. Pasal 15,16,17,18 ketantuan – ketentuan penutup.

Menurut peraturan perundang – undangan tersebut perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan pemahaman peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Walaupun secara teknis, dibawah undang – undang umum, majikan diharapkan menyediakan tempat yang aman untuk bekerja dan peralatan yang aman untuk bekerja. Namun pada kenyatannya masyarakat umum menerima kecelakaan sebagai hal yang tak dapat dielakkan.

Agar setiap tenga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh – pengaruh lingkungan kerja yang berkaitan dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan berkala seperti yang dimaksudkan pada pasal 8 UU No.1 tahun 1970.

Dalam Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal yang meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.


(25)

2.3. Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Menurut Dedy (2006) menyatakan bahwa pengukuran tingkat kesiapan terhadap bahaya di tempat kerja dilakukan dengan menggunakan tiga penilaian. Yang pertama dengan Cheklist yang dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :PER.05/MEN/1996 untuk mengetahui nilai implementasi program K3, yang kedua dengan menentukan tingkat Loss Rate atau tingkat kerugian yang diderita perusahaan akibat terjadinya kecelakaan kerja. Dan yang ketiga dengan

aplikasi software evacnet untuk mengetahui tingkat kesiapan ketika terjadi

keadaan darurat terutama kebakaran.

penilaian tingkat implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja diperoleh dengan membandingkan setiap pertanyaan dalam check list dengan standart implementasi yang digunakan sebagai acuan oleh pihak manajemen untuk menerapkan progran K3. Nilai tertinggi diberikan jika implementasi memenuhi semua standart yang telah ditentukan dan sebaliknya nilai terendah diberikan jika implementasi sama sekali tidak dapat memenuhi standart.

Suatu pencapaian tingkat implementasi dinyatakan dalam kategori yaitu : kategori merah, kategori kuning, kategori hijau. Dimana penentuan kategori pencapaian tingkat implementasi ini merujuk pada konsep traffic light system dalam pengukuran suatu kinerja. Traffic light system menunjukan apakah score dari suatu indikator kinerja memerlukan perbaikan atau tidak. Sedangkan kisaran nilai indikator kinerja untuk kategori merah, kuning, hijau mengacupada peraturan Menteri Tenaga Kerja : PER.05/MEN/1996. Indikator dari traffic light system ini direpresentasikan dengan beberapa warna sebagai berikut :


(26)

a. Warna hijau

Achivement dari suatu indikator kinerja sudah tercapai. Kisaran nilai indikator suatu kinerja untuk kategori ini adalah 85% - 100%

b. Warna kuning

Achiverment dari suatu indikator kinerja sudah tercapai, meskipun suatu nilainya sudah mendekati target. Jadi pihak manajemen harus hati – hati dengan adanya suatu kemukinan. Suatu kisaran nilai indikator kinerja untuk kategori ini adalah 60% - 84%.

c. Warna merah

Achiverment dari suatu indikator kinerja benar – benar dibawah target yang telah ditetapkan dan memerlukan perbaikan dengan segera. Kisaran nilai indikator kinerja untuk kategori ini adalah 0% - 59%.

Tabel 2.1. Kisaran Range Achivement

Kategori Range Achivement Nilai rata-rata Hijau 85 % - 100 % 2.7 - 3 Kuning 60 % - 84 % 2.2 – 2.68

Merah 0 % - 59 % 0 - 2.18

Untuk mengetahui tingkat implementasi program, dilakukan dengan menghitung rata – rata dari nilai yang diberikan oleh responden, kemudian menghitung rata – rata nilai dari masing – masing kategori penilaian. Sedangkan untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria pencapaian merah, kuning, hijau maka nilai rata – rata tersebut harus dinornalisasikan dengan rumus normalisasi De Boer sebagai berikut :


(27)

Achivement kategori penilaian =

minimum) skala

-maksimum (skala

minimum) skala

-aktual nilai (

x100%

2.4 Kecelakaan Kerja

Menurut Tjandra (2001) kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tak diharapkan. Tak terduga oleh karena di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Tak diharapkan oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materiil maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat tidak diinginkan.

Usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam mencegah kecelakaan dan meningkatkan K3 adalah :

a. Membuat peraturan perundangan yaitu ketentuan – ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi – kondisi kerja pada umumnya serta melakukan pengawasan terhadap perundangan yang telah diwajibkan.

b. Mengurangi kecelakaan, kebakaran dan peledakan.

c. Memberikan peralatan perlindungan diri untuk pegawai yang bekerja pada

lingkungan yang menggunakan peralatan berbahaya.

d. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan

kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, serta mencegah kebisingan.

e. Memberikan perawatan terhadap timbulnya pentakit.

f. Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keasrian lingkungan kerja.


(28)

h. Asuransi yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan, misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jiak tindakan – tindakan keselamatan sangat baik.

Perhitungan tingkat kecelakaan ada dua cara yaitu : 1. Tradisional Indexes (perhitungan secara tradisional)

Untuk statis yang umum dikenal adalah frequncy dan severity. Frequncy mengukur jumlah kasus per jumlah jam kerja standart, dan severity mengukur dampak total dari kasus – kasus ini dalam satuan ”hari kerja yang hilang” Perjumlah jam kerja standart. Beberapa kecelakaan (injury), seperti amputasi memang cukup parah (severe) tetapi kemungkinan berakibat pada sedikit atau tanpa kehilangan hari kerja untuk menghindari distorsi dalam tingkat severity seperti dalam kasus semacam itu, ukuran standart hari kerja hilang ditentukan secara sekehendak hati untuk kecelakaan (injury) yang permanen seperti amputasi atau kehilangan penglihatan.

Hal tersebut merupakan kecelakaan fatal (fatalities), karena sebenarnya sebuah kecelakaan fatal buaknya kasus hilangnya hari kerja dalam arti yang sesungguhnya, tidak juga pada kasus ketidakmampuan total yang permanen karena pekerja tersebut tidak pernah kerja lagi.

Istilah kuno lainya adalah keseriusan, yang merupakan rasio severity terhadap frequency. Ini menghasilkan sebuah ukuran kepentingan rata – rata relative dari injuries dan illness tanpa memperhitungkan jumlah jam kerja selama periode yang diamati.


(29)

2. Incedence rate.

Incidence rate meliputi semua injury atau illness yang dibutuhkan perawatan medis ditambah kecelakaan fatal. Bandingkan hal ini dengan frequency rate tradisional yang hanya memperhitungkan kasus dimana pekerja kehilangan paling sedikit satu hari kerja,perawatan medis tidak meliputi pertolongan pertama sederhana, obat – obatan preventive (misalnya suntikan tetanus), atau prosedur diqgnose medis dengan hasil negative. Pertolongan pertama dideskripsikan sebagai perawatan satu kali dan observasi yang berkelanjutan terhadap goresan kecil, teriris, terbakar, terkena pecahan, dan lain – lain yang tidak membutuhkan perawatan medis dan tidak dipertimbakan sebagai perawatan medis walaupun hal – hal tersebut dilakukan oleh dokter atau personel yang profesional lainnya. Jika injury tersebut perlu dicacatkan.

Untuk menghitung incidence rate jumlah injury dibagi dengan jumlah jam kerja selama periode yang diamati dan kemudian dikalikan dengan sebuah faktor standart secara khusus.

Total injury =

diamati yang

periode selama

karyawan semua

kerja jam total

000 , 200 lnesstermasukkecelakaanfatalx rydanil

jumlahinju

(2.1)

Pemilihan angka 200,000 adalah didasarkan pada jumlah jam kerja seorang pekerja full time yang bekerja sekitar 50 minggu/tahun dengan 40 jam kerja per minggu. Sehingga jumlah jam kerja pertahun per pekerja adalah 40 jam/minggu x 50 minggu/tahun = 2000 jam/tahun

Sehingga 200,000 jam mewakili jumlah jam kerja yang dihabiskan oleh 100 pekerja dalm setahun. 100 pekerja x 2000 jam.tahun = 200,000 jam/tahun


(30)

Degan demikian total injury incidence rate mewakili jumlah injury yang diharapkan dalam 100 orang pekerja dalam setahun. Dari persamaan (2.1) diatas, periode aktual untuk mengumpulkan data incedence rate tidak harus satu per tahun per periode waktu spesifikasi lainnya. Periode yang cukup panjang diperlukan untuk memperoleh jumlah kasus yang representative terutama jika kasusnya rendah.

Persamaan (2.1) diatas memperhitungkan semua kasus yang melibatkan perawatan medis tidak hanya kasus kehilangan hari kerja, juga hari dimana pekerja masih dalam tugasnya tetapi tidak mampu untuk melakukan pekerjaan regulernya dikarenakan injury atau illness turut dimasukkan dalam perhitungan. Hari kerja yang semacam itu disebut hari restricted work activity (aktivitas kerja terbatas) dan mungkin disatukan bersama dengan hari kerja yang hilang atau dipertimbangkan terpisah, tergantung pada statistik yang diinginkan.

Interpretasi tentang lost workday ( hari kerja yang hilang ) meliputi hari dalam restricted work activity dan juga hari tanpa kerja. Istilah incidence rate sesungguhnya merupakan istilah yang umum sebagai tambahan dalam total injury / illness incidence rate meliputi hal-hal berikut:

1. Injury incidence rate 2. Illness

3. Fatality

4. Lost workday- cases incidence rate 5. Number of lost workday rate


(31)

6. Spesific - hazards incidence rate

Seluruh rating diatas menggunakan faktor standar 200.000 perbedaan antara rating 4 dan 5 dalam daftar diatas adalah sebagai berikut rating 4 menghitung kasus dimana satu atau lebih hari kerja hilang atau dimana pekerja ditransfer kepekerrja yang lain, rating 5 menghitung jumlah total hari kerja yang hilang atau dimana pekerja ditransfer kepekerjaan lain.

Dalam menghitung jumlah hilangnya hari kerja, tanggal terjadinya injury atau permulaan terjadinya illness tidak dihitung, walaupun pekerjanya meninggalkan tugasnya pada sebagaian besar waktu dalam hari itu, sehingga jika pekerja kembali bekerja ke tugas regulernya dan mampu melakukan semua tugas regulernya sepanjang waktu dalam hari setelah injury atau illness, tidak ada hari kerja hilang yang dihitung. Juga pekerja menghitung hari kerja yang hilang, akhir pekan atau hari libur normal lainnya tidak boleh dihitung jika pekerja memang tidak harus bekerja pada hari tersebut.

Pemilihan total jam kerja yang digunakan sebagai pembagi (penyebut) dalam menghitung spesifikasi hazards incidence rate harus dilakukan dengan hati – hati. Karena hazards spesifik lebih sempit dan harus lebihsedikit pekerja yang terekspos, data harus dikumpulkan selama beberapa tahun untuk memperoleh hasil yang berarti untuk spesifikasi hazards incidence rate.

Incidence rate standart yang dikenal luas adalah lost workday cases incedence rate (LWDI), karakteristi LWDI adalah bahwa LWDI mempertimbangkan injury saja, bukan illness. Illness lebih sulit dilacak untuk


(32)

membutikan keterkaitannya dengan pekerjaan untuk kejadian yang kronis, yang mana kemungkinan mempunyai variasi sebab – sebab yang berkesinambungan.LWDI yang didasarkan pada bukti yang nyata, dipertimbangan sebagai ukuran yang lebih tepat untuk keefektifan program kesehatan dan keselamatan kerja sebuah perusahaan juga, mungkin untuk alasan yang sama, LWDI mempertimbangkan hanya lost time injuries, tidak semua injury.

Walaupun kasus restricted work activity dipertimbangkan sebagai kasus lost time, LWDI tidak meliputi kecelakaan fatal (fatalities) baik yang ada karena injury atau illness, kecelakaan fatal seharusnya dipertimbangkan sebagai kemunculan yang langka dan karena itu seharusnya tidak disamakan dengan injury yang lebih umum yang menjadi dasar LWDI.

Injury dan illness adalah dua hal yang berbeda, contoh injury adalah terkoyak, keretakan tulang dan amputasi yang dihasilkan dari satu kecelakaan kerja atau terpapar sesuatu yang melibatkan kejadian tunggal dalam lingkungan kerja. Gigitan binantang, semacam serangga maupun ular juga dipertimbangkan injury.

Illness adalah kondisi yang tidak normal atau tidak teratur, tidak diklasifikasikan sebagai injury, disebabkan oleh terpaparnya sesuatu kepada faktor – faktor lingkungan. Illness biasanya dihubungkan dengan kejadian ekspos yang kronis, namun beberapa kejadian ekspos yang akut bisa dipertimbangkan sebagai illness jika kejadian ekspos tersebut merupakan hasil dari lebih daeri satu kejadian atau kecelakaan tunggal.


(33)

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator keberhasilan program kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat dikategorikan dalam 3 kelompok seperti ditunjukkan dalam tabel.

Banyaknya kejadian kecelakaan merupakan salah satu indikator keberhasilan program keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat dikatagorikan dalam tiga kelompok seperti ditujukan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2. Kategori Kecelakaan Kerja

Kategori Parameter penilaian keterangan

Hijau Terjadi kecelakaan ringan

(injuries)

Luka ringan atau sakit ringan (tidak kehilangan hari kerja)

Kuning Terjadi kecelakaan sedang

(illness)

Luka berat atau parah atau sakit dengan perawatan intensif (kehilangan hari kerja)

Merah Terjadi kecelakaan berat

(fatalities)

Meninggal atau cacat seumur hidup (tidak mampu bekerja) Penentuan level tingkat implementasi program K3 dilakukan dengan memetakan tingkat implementasi dan tingkat kecelakan kerja kedalam Tabel Tingkat Implementasi Kecelakaan. Tabel tersebut memetakan pengukuran dalam 6 level implementasi, level 1 menunjukan tingkat tertinggi dan level 6 merupakan tingkat terendah. Pada tingkat implementasi tingkat kecelakaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini


(34)

Tabel 2.3. Tingkat Implementasi – Tingkat Kecelakaan

TINGKAT IMPLEMENTASI

HIJAU KUNING MERAH

H

IJ

A

U

Level 1 (aman & nyaman)

Level 2 (cukup

aman) Level 4 (rawan)

K

U

N

IN

G

Level 2 (cukup aman)

Level 3 (hati-hati) Level 5 (berbahaya) T IN G K A T K E CE L A K A A N M E RA H Level 4 (rawan) Level 5 (berbahaya)

Level 6 (sangat berbahaya)

2.5 Bahaya (Hazard) di tempat kerja

Menurut Tjandra (2001) hazards adalah sesuatu potensi bahwa dari suatu urutan kejadian (event) akan timbul suatu kerusakan atau dampak yang merugikan.

Hazard primer adalah hazard yang bisa secara langsung dan segera menyebabkan: (1) injury atau kematian; (2) kerusakan peralatan, kendaraan, struktur atau fasilitas; (3) degradasi kapabilitas fungsional (terhentinya operasi dalam pabrik); (4) kerugian material. Berikut ini beberapa jenis/katagori hazard dalam indutri:

1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin 2. Bahan Kimia : bahan-bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan

kimia.

3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, parasit. 4. Bahaya Mekanis : permesinan, peralatan.


(35)

5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengakutan barang, mendorong, menarik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas. 6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift,

trauma.

7. Bahaya Tingkah Laku : ketidakpayuhan terhadap standart, kurang keahlian,

tugas baru atau tidak rutin.

8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan,

kondisi, permukaan berlumpur dan basah, cuaca, kebakaran.

Tabel 2.4. Penggolongan Bahaya Ditempat Kerja Beserta Contohnya Bahaya terhadap

keselamatan

Bahan kimia berbahaya Ancaman bahaya

lainnya • Listrik

Kebakaran/ledakan

• Mesin-mesin tanpa

pelindung

• Mengangkat

benda-benda yang berat

• Pengaturan tempat

kerja (berantakan, penyimpanan barang yang tidak baik)

• Kendaraan bermotor

• Pelarut / pembersih

• Asam / bahan yang

menyebabkan iritasi • Debu (asbes, silika,

kayu)

• Logam berat (timah

hitam, arsenik, air raksa)

• Polusi udara Pestisida Resin

• Kebisingan

• Radiasi

• Gerakan yang

berulang-ulang • Posisi tubuh yang

tidak nyaman • Panas / dingin

• Penyakit menular

• Stress / pelecehan • Beban kerja /


(36)

Adapun hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah agar bahaya tidak terjadi di tempat kerja adalah sebagai berikut :

1. Evaluasi Bahaya di Tempat Kerja

Merupakan suatu kegiatan meninjau kembali terhadap suatu tempat yang beresiko menimbulkan bahaya ditempat kerja. Aktivitas utama dalam mengevaluasi bahaya di tempat kerja adalah :

1. Pengamatan di lokasi kepada proses produksi dan cara kerja. 2. Wawancara dengan perkerja dan supervisor.

3. Survei terhadap lingkungan kerja, peralatan, dan pekerja.

4. Penelaahan terdahap dokumen yang diperlukan dari perusahaan. 5. Pengukuran dan monitor terhadap efek bahaya bagi pekerja.

6. Pembandingan dari hasil monitor terhadap peraturan yang ada dan/atau

merekomendasikan petunjuk mengenai batas – batas yang harus diikuti untuk meningkatkan keselamatan kerja.

2. Mengendalikan Bahaya

Merupakan usaha untuk mencegah dan mengurangi bahaya ditempat kerja dengan beberapa teknik pengendalian. Dalam hal ini pekerja tidak dapat dilindungi apabila bahaya yang ada belum diidentifikasi dan dievaluasi.

Ada tiga jenis pengendalian, yakni : 1. Pengendalian Teknik

Yaitu dengan mengendalikan bahaya yang bersifat teknis, dengan memberikan rekomendasi untuk alat atau mesin tertentu sesuai dengan standartnya.


(37)

Misalnya : Rekomendasi laju udara minimum untuk sistem ventilasi buangan lokal adalah :

2. Pengendalian Administratif

Yaitu dengan membentuk tim untuk pengendalian secara administratif untuk mencegah bahaya, misalnya dengan membentuk panitia pembina kesehatan

dan keselamatan kerja (P2K3) untuk menangani usaha - usaha

pengendalian bahaya dan keselamatan kerja, yaitu dengan memberikan

pengetahuan atau pelatihan bagi para pekerja sebelum melakukan aktivitas ditempat kerja.

3. Peralatan Pelindung Pekerja

Yaitu seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaa dan penyakit akibat kerja (Tarkawa, 2008).

Bebarapa alat pelindung diri adalah sebagai berikut: a. Alat pelindung kepala

Terdiri dari : Safety Helmet, Hood, Hair cap. b. Alat pelindung mata

Terdiri dari : Kacamata dengan atau tanpa pelindung samping, Googles (cup / box type), Tameng muka (face shields / face screen).

c. Alat pelindung telinga


(38)

d. Alat pelindung pernafasan

Terdiri dari : Air Purifying Respirator, Air Supplied Respirator Breathing Apparatuss

e. Alat pelindung tangan

Terdiri dari : Sarung tangan biasa, Gauntlets atau sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam, Mitts atau sarung tangan dimana keempat jarinya dibungkus menjadi satu kecuali ibu jarinya.

f. Alat pelindung kaki

Terdiri dari : Sepatu pengaman untuk pengecoran baja, Sepatu untuk tempat-tempat khusus yang mengandung bahaya peledakan, Sepatu karet anti elektrostatik, Sepatu pengaman untuk pekerja bangunan.

g. Pakaian pelindung

Berbentuk apron yang menutupi sebagian dari tubuh pemakainya yaitu mulai dada sampai lutut pemakainya dan overal yang menutup seluruh tubuh.

h. Tali dan Sabuk pengaman

Digunakan pada pekerjaan mendaki, memanjat dan konstruksi bangunan. 3. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Yang dimaksud program kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal – hal yang berpotensi


(39)

menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dan tindakan antisipasi bila terjadi hal yang demikian.

Adapun variabel-variabel yang digunakan meliputi:

1. Penggunaan Alat Pelindung Kerja (APD)

Seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya di lingkungan kerja

2. Upaya pencegahan terjadi keadaan darurat

Usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk mengatasi keadaan darurat (bahaya kecelakaan)

3. Penyelidikan Kecelakaan

Kelengkapan catatan yang dimiliki oleh perusahaan tentang semua jenis kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan.

4. Hubungan Koordinasi dengan pihak security

Adanya koordinasi yang baik antar pihak security dengan koordinator perusahaan.

5. Hubungan koordinasi dengan pihak teknik 6. Training (Operasional Mesin)

Pembinaan yang diberikan kepada pekerja tentang tata cara operasional mesin 7. Inspeksi (Daerah Tempat Kerja)

Meninjau lokasi pabrik oleh pihak healthy safety 8. Pengendalian limbah dan polusi


(40)

2.6. Risk Assessment

Tarkawa (2008) risk assessment adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu. Bertujuan untuk mereduksi ketidakpastian dalam pengukuran resiko dan biasanya berkaitan dengan pengukuran tingkat keparahan (severity) dan tingkat probabilitas (frequency/probability). Severity adalah tingkat keparahan yang timbul dari peristiwa kecelakaan, baik berupa kematian, cacat sebagian/seluruh bagian tubuh, luka yang menyebabkan tidak mampu bekerja maupun tindakan pertolongan

pertama (P3K). Sedangkan frequency/probability adalah kemungkinan suatu

keadaan/kondisi yang dapat menyebabkan kejadian kecelakaan.

Perkalian antara nilai severity dan probability, akan didapatkan level resiko (risk level). Berdasarkan tentang prosedur tentang Risk Assessment and Management, level resiko (risk level) dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tingkatan, yaitu:

extreme risk, dengan score ≥ 15

high risk, dengan score 10 sampai < 15 moderate risk, dengan score 5 sampai < 10 low risk, dengan score ≤ 4

Proses dari pelaksanaan dan pengendalian resiko (Risk Assessment and Management) terdiri atas 4 (empat) tahapan, antara lain:

 Identifikasi kejadian/tindakan yang dapat menyebabkan resiko (identification potential event)


(41)

 Kembangkan solusi alternatif (Develop alternative solution)  Putuskan apa yang harus dilakukan (Decide what to do) 2.6.1. Identifikasi Resiko

Setelah melakukan pengamatan dilapangan maka, didapatkan beberapa

potensi bahaya (hazards) baik yang berpengaruh kecil maupun besar dalam

menimbulkan terjadinya resiko. Data identifikasi bahaya dapat dilihat dalam checklist identifikasi bahaya dan penilaian resiko dibawah ini:

Tabel 2.5. Checklist Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko Penilaian Resiko No. Kegiatan Identifikasi

Bahaya

Identifikasi

Konsekuensi Severity Prob. Risk Level

2.6.2 Penilaian Resiko

Setelah dilakukan identifikasi resiko, maka langkah selanjutnya adalah penilaian masing-masing risk level ditiap resiko, dengan Matriks Risk Assessment, dibawah ini:


(42)

Tabel 2.6. Matriks Risk Assessment Probability Severity A Mungkin terjadi dengan segera atau

dalam jangka waktu yang singkat

B Kemungkinan besar akan terjadi C kemungkinan kecil akan terjadi D kemungkinan tidak terjadi Kematian atau ketidakmampuan total yang permanen

I 1 1 2 3

Kecelakaan yang ketidakmampuan total sementara yang lebih dari

3 bulan

II 1 2 3 4

Kecelakaan yang menyebabkan sakit ringan

dan segera dapat bekerja, tidak menyebabkan cacat

permanen

III 2 3 4 5

Pertolongan pertama atau perawatan medis

sederhana atau pelanggaran terhadap persyaratan dalam suatu

standart

VI 3 4 5 5

Keterangan RAC :

Klas 1 Kategori Bahaya Sangat Tinggi = “Urgent” Klas 2 Kategori Bahaya Serius = “High”

Klas 3 Kategori Bahaya Sedang = “Medium” Klas 4 Kategori Bahaya Kecil = “Low” Klas 5 Kategori Tidak Ada Bahaya = “None”


(43)

Severity:

1. Incidental: Kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan ringan (tindakan P3K) dan tidak menyebabkan hari hilang atau kerugian US $ < 1K.

2. Minor: Kecelakaan yang mengakibatkan luka dan hari hilang kurang dari 2x24 jam atau kerugian antara US $ 1K – US $ 10K.

3. Mayor: Kecelakaan yang mengakibatkan luka dan hilangnya hari kerja lebih dari 2x24 jam atau kerugian antara US $ 10K – US $ <25K.

4. Fatal: Kecelakaan yang mengakibatkan cacat sebagian/seluruh tubuh atau kerugian antara US $ 25K – US $ 100K.

5. Catasthropic: Kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau kerugian US $ > 100K.

Probability:

1. Jarang terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan kurang dari 10 tahun

sekali.

2. Kecil kemungkinan terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan terjadi 5 – 10 tahun.

3. Mungkin dapat terjadi: Kemungkinan terjadinya kecelakaan 1 – 5 tahun.

4. Cenderung untuk terjadi: Paparan terhadap keadaan berbahaya tidak

terus-menerus (setiap bulan).

5. Hampir pasti akan terjadi: Paparan terhadap keadaan berbahaya dialami terus-menerus.


(44)

2.6.3. Kembangkan Solusi Alternatif (Develop Alternatif Solution)

Setelah level resiko diketahui, tahapan berikutnya adalah mengembangkan solusi alternative untuk mengeliminasi ataupun mereduksi resiko tersebut. Tetapi sebelumnya jika pada klasifikasi level ternyata level dari resiko berada pada batas yang masih diterima (acceptable risk) maka tindakan pencegahan atau preventif yang dilakukan adalah cukup memonitor saja aktivitas pengendalian resiko yang telah dilaksanakan.

Solusi alternatif diberikan hanya untuk level resiko yang tergolong tinggi hingga ekstrim (level resiko ≥ 10). Jika ternyata terdapat banyak resiko yang harus ditanggulangi sedangkan disatu sisi resourches yang ada terbatas, maka masalah ini akan menjurus pada penentuan prioritas. Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menentukan prioritas, salah satunya adalah analisa manfaat biaya (benefit-cost analysist). Baik metode kuantitatif maupun kualitatif dapat digunakan untuk menentukan prioritas.

Hirarki dalam mengendalikan resiko dapat dibagi atas:

1. Eliminasi, yaitu meniadakan tahapan suatu kegiatan/proses berbahaya. 2. Substitusi, yaitu mengganti suatu bahan atau memodifikasi proses.

3. Rekayasa teknik, yaitu dengan menambahkan Alat Pelindung Diri (APD),

pemasangan sensor otomatis, dll.

4. Administrasi,misalnya rotasi/mutasi karyawan, pengendalian system ijin kerja, Alat Pelindung Diri (APD), yaitu dengan menggunakan APD (ear-plug, masker, helm, safety shoes, dll).


(45)

Sedangkan contoh pilihan dalam pengendalian resiko dapat dilihat dalam tabel 2.7. dibawah ini:

Tabel 2.7. Tabel Pengendalian Resiko

Pencegahan Mitigasi/Pengurangan Eliminasi Mengurangi

Probability Reduksi Dampak

Penanggulangan Bahaya Pindahkan fasilitas/bangu-nan Pindahkan peralatan Pindahkan orang Proses dibuat otomatis Desain ulang peralatan Desain ulang proses Ganti bahan/material Hentikan operasi Atasi sumber bahaya Prosedur operasi Alarm Prosedur pemeliharaan/ perawatan Training/pelatihan Pengawasan Audit: Fasilitas Prosedur Pihak ketiga Pemilihan kontraktor Pemeliharaan berkala Inspeksi K3 Rambu peringatan Umum:

Sistem Emergency shut down

Sistem Pengendalian

(control system)

Health and Safety (K3):

APD Mengurangi paparan (reduce exposure) Lingkungan (Environment): Daur Ulang (Recycle) Pemantauan/ monitoring (air, udara, air bawah tanah) Pengolahan limbah, pengendalian emisi/gas buang Latihan/Drill: Penanggulangan keadan darurat Kesiapan peralatan penanggulangan keadaan darurat

2.6.4. Memutuskan Tindakan yang Akan diambil (Decide What to do)

Analisa keputusan merupakan metode paling sederhana yang dapat digunakan dalam mengambil keputusan. Analisa keputusan dipengaruhi oleh berbagai sudut pandang, misalnya dari segi ergonomi, motivasi, kepemimpinan, dan lain-lain.


(46)

Dalam menganalisa suatu keputusan, terdapat beberapa ketentuan umum yang harus dipertimbangkan, seperti dibawah ini :

1. Desain merupakan prioritas utama dalam rangka mengeliminasi hazards

dibandingkan dengan metode lain.

2. Jika desain dari safeguards tidak mudah untuk dikerjakan, maka perlengkapan keamanan untuk perlindungan harus digunakan.

3. Jika desain maupun perlengkapan keamanan juga tidak praktis, maka

peralatan peringatan otomatis harus ditetapkan.

4. Jika semua ketentuan diatas juga tidak mudah untuk dikerjakan, prosedur yang memenuhi dan pelatihan untuk personil dapat digunakan.

2.7. Uji Statistik

Agar data yang diberikan dapat memberikan informasi tentang uji statistik yang tepat dan berguna dalam analisa dan pengambilan keputusan lebih lanjut sehingga data tersebut perlu diolah. Untuk itu dibutuhkan tools yang tepat uantuk membantu dalam penyelesaiannnya.

Dalam hal ini, metode – metode statistik yang dibutuhkan dalam pengolahan data antara lain :

2.7.1. Uji Validitas

Validitas didefinisikan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur (test) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu test atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila


(47)

alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberi hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan pengukuran tersebut. Data dikatakan valid apabila rhitung ≥ rtable. Validitas dihitung dengan rumus korelasi produk momen :

r =

  

 

 

2 2 2 2

12

y y

N x x

N

y x xy

N

 

 

Dimana :

x = skor tiap – tiap variable X = Sigma/jumlah X (sor butir)

y = skor tiap responden X2 = sigma/ jumlah X kuadrat

N = jumlah responden Y = sigma / jumlah Y

Rxy = Korelasi Produk Moment Y2 = sigma / jumlah Y kuadrat

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik table korelasi nilai r.

2.7.2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja kemudian yang diperoleh dianalisa dengan teknik tertentu. Data dikatakan reliabel apabila r ≥ rtable. Pengujian reliabilitas instrument dapat dilakukan dengan cara teknik belah dua dari Spearman Brown.

b b

r r

1 2


(48)

Dimana :

rtot = koefisien reabilitas seluruh item

rb = angka korelasi produk moment belahan pertama dan belahan kedua.

2.8. Penilitian Terdahulu 1. Hendra Adhinata (2009).

Judul : Pengukuran Tingkat Pencapaian Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) untuk Mengkategorikan Hazards dengan Pendekatan Risk Assessment

(Studi Kasus : PT. Mandara Adhitama UtamaBox, Surabaya)

Perkembangan teknologi dan pasar bebas yang marak dengan berbagai persaingan, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia.

Kategori Kecelakaan Kerja Tahun 2008 

Keterangan No. Tanggal

Kejadian

Uraian tentang terjadinya

kecelakaan Luka / cedera

Hari kerja hilang

Kategori kecelaka

an kerja 1. 12/02/2008 Terkena mesin slotter pada saat

memasukkan kardus.

Jari tangan

robek 2

Kuning (Sedang)

2. 24/06/2008

Terkena mesin longway saat memasukkan shit ke mesin longway jari tersangkut dengan

shit sehingga terseret ke mesin

tersebut

Jari tangan retak (Jari tangan Kiri)


(49)

3. 11/08/2008

Terkena mesin stitch ketika melakukan penjepretan pada kardus mengenai jari.

Luka gores pada tangan

dan mengakibatk

an kebengkaan

2 Kuning (Sedang)

Sumber : Data Internal PT. Mandara Adhitama UtamaBox

Berdasar dokumentasi kecelakaan kerja yang selama satu tahun yang ditunjukkan pada tabel 4.8. maka tingkat kecelakaan kerja di PT.Mandara Adhitama Utama Box dapat dikategorikan kuning karena masih terjadi kecelakaan kerja dengan kategori sedang (kuning) dalam periode tahun 2008. Untuk perhitungan lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Berdasar penilaian terhadap tingkat implementasi K3 yang melalui kuisioner yang telah dihitung. Pencapaian tingkat implementasi program K3 di PT. Mandara Adhitama Utama Box., diperoleh angka 82% dengan cara merata– rata dari angka pencapaian satu persatu program K3. Nilai pencapaian ini termasuk kategori Kuning karena berada pada range 60% - 84%. Yang berarti bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja belum mencapai target.

2. Dedy Oktrianto Effendi,

Judul : Pengukuran Tingkat Kesiapan Perusahaan Terhadap Bahaya di Tempat Kerja dan Penanganan Hazard

(Studi Kasus PT Otsuka Indonesia)

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, Bab III Pasal 3 disebutkan bahwa : “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat


(50)

mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”.

Berdasarkan hasil dari pengolahan Cheklist yang diberikan kepada seorang safety engineer, seorang safety officer dan seorang anggota P2K3 di Pabrik Medical Equipment 1. Maka dapat diketahui bahwa nilai tingkat implementasinya sebesar 91%. Dengan demikian tingkat implementasi program K3 pada Pabrik Medical Equipment 1 berada pada level hijau, yang berarti bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja program K3 sudah tercapai. Dari kelima kategori yang diberikan hampir kesemuanya telah mencapai pada kategori hijau, hanya terdapat satu kategori yang berada pada kategori kuning yaitu pada kategori perencanaan. Jika dilihat lebih mendalam lagi terdapat perbedaan penilaian antara seorang pengonsep (dalam hal ini adalah safety oficer dan safety engineer) dengan orang yang langsung berada dilapangan (dalam hal ini adalah P2K3 di pabrik ME 1).

Kesimpulan yang didapatkan adalah nilai implementasi K3 berdasarkan pertanyaan yang ada pada Cheklist. Berada pada level hijau dengan nilai

pencapaian 91%. Nilai Loss rate berdasarkan data kecelakaan. Berada pada level kuning. Ploting antara keduanya menghasilkan level 2 (cukup baik)


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di PT. IGLAS (Persero) yang berlokasi di Jalan Kapten Darmo Sugondo, Gresik. Proses pengambilan data dilakukan mulai Bulan Mei sampai Bulan Juni 2010, dengan penelitian langsung, data dari perusahaan, dan hasil wawancara dengan beberapa karyawan.

3.2. Identifikasi Variabel

Variabel adalah semua ciri atau faktor yang mempunyai variasi nilai, yang diukur dan diuji untuk menjelaskan hubungan (yang diungkapkan maupun tidak dalam hipotesis) guna memecahkan masalah penelitian. Adapun variabel – variabel dari penelitian ini adalah :

a. Variabel terikat

Variabel ini adalah sebuah variabel yang nilainya ditentukan oleh satu atau beberapa faktor lain. Didalam penelitian ini variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut :

 Tingkat kecelakaan atau Level Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Mengidentifikasi tingkat kecelakaan kerja yang kemudian digunakan sebagai bahan evaluasi untuk dilakukan perbaikan dimasa mendatang.


(52)

b. Variabel bebas

Variabel bebas ini nilainya tidak bergantung pada variabel lain, biasanya nilai variabel ini dapat ditentukan secara bebas tergantung kebutuhan yang diinginkan. Variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari :

1. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

1. Penggunaan Alat Pelindung Kerja (APD)

Seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya di lingkungan kerja

2. Upaya pencegahan terjadi keadaan darurat

Usaha yang dilakukan oleh pekerja untuk mengatasi keadaan darurat (bahaya kecelakaan)

3. Penyelidikan Kecelakaan

Kelengkapan catatan yang dimiliki oleh perusahaan tentang semua jenis kecelakaan yang pernah terjadi di perusahaan.

4. Hubungan Koordinasi dengan pihak security

Adanya koordinasi yang baik antar pihak security dengan koordinator perusahaan.

5. Hubungan koordinasi dengan pihak teknik 6. Training (Operasional Mesin)

Pembinaan yang diberikan kepada pekerja tentang tata cara operasional mesin


(53)

7. Inspeksi (Daerah Tempat Kerja)

Meninjau lokasi pabrik oleh pihak healthy safety 8. Pengendalian limbah dan polusi

9. Akses Jalan Masuk dan Evakuasi

2. Jenis bahaya

Menjelaskan berbagai macam jenis bahaya yang terdapat pada perusahaan yang bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Berikut ini beberapa jenis/katagori hazard dalam industri:

1. Bahaya Fisik : kebisingan, radiasi, pencahayaan, suhu panas, suhu dingin 2. Bahan Kimia : bahan-bahan berbahaya dan beracun, debu, uap kimia, larutan

kimia.

3. Bahaya Biologi : virus, bakteri, parasit. 4. Bahaya Mekanis : permesinan, peralatan.

5. Bahaya Ergonomi : ruang sempit dan terbatas, pengakutan barang,

mendorong, menarik, pencahayaan tidak memadai, gerakan tubuh terbatas. 6. Bahaya Psikososial : pola gilir kerja, pengorganisasian kerja, long shift,

trauma.

7. Bahaya Tingkah Laku : ketidakpayuhan terhadap standart, kurang keahlian,

tugas baru atau tidak rutin.

8. Bahaya Lingkungan Sekitar : gelap, permukaan tidak rata, kemiringan,


(54)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Untuk menganalisa suatu yang dihadapi, diperlukan beberapa macam data yang berhubungan dengan masalah tersebut. Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara sebagai berikut :

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dengan melakukan interview atau wawancara langsung dengan pihak yang bersangkutan dalam perusahaan tersebut.

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan dan dari literatur yang berkaitan dengan penelitian.

3.4. Metode penentuan Responden

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi, karena adanya keterbatasan waktu dan biaya maka penelitian ini tidak mengambil keseluruhan populasi sebagai objek penelitian.

Penentuan jumlah sample / kuesioner ini menurut Suharsini Arikunto (2002), apabila Subyek kurang dari 100, maka lebih baik diambil seluruhnya sehingga penelitianya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyek besar (lebih dari 100), maka dapat diambil antara 10%-15%, maka menggunakan rumus:


(55)

keterangan: n = besar sampel N = besar populasi

3.5. Metode Pengolahan Data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode risk

assessment. Sebelum dilakukan analisis, maka dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas.

Uji validitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan

sudah cukup atau belum yang dihitung dengan rumus pearson product moment

sebagai berikut:

dimana :

rhitung = koefisien korelasi, = jumlah skor item, = jumlah skor total (seluruh item),

n = jumlah responden

sedangkan uji reabilitas digunakan untuk mengetahui keandalan suatu instrumen dalam melakukan penelitian mempunyai arti sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya untuk mencapai tujuan dari penelitian cara Uji reabilitas dihitung dengan rumus :

rtot = b b

r r

1 2


(56)

dimana :

rtot = koefisien reabilitas seluruh item

rb = angka korelasi produk moment belahan pertama dan belahan kedua

setelah dilakukan uji statistik maka selanjutnya tahap pemgukuran tingkat implementasi yang terdiri dari :

1. Penilaian tingkat implementasi program

Penilaian dilakukan oleh pekerja bagian produksi yang berhubungan secara langsung dengan potensi bahaya di perusahaan.

2. Perhitungan tingkat implementasi program

Perhitungan dilakukan dengan menghitung rata – rata dari nilai yang diberikan oleh responden, kemudian menghitung rata – rata nilai masing – masing kategori penilaian, untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria pencapaian merah, kuning, dan hijau maka rata – rata tersebut di Normalisasikan dengan rumus De Boer (Trikeens et.al,2000) sebagai berikut : Achivement kategori penilaian =

minimum) skala

-maksimum (skala

minimum) skala

-aktual nilai (

x100% Nilai hasil normalisasi dari semua kategori kemudian di rata – rata sehingga diperoleh nilai tunggal

3. Pengumpulan data kecelakaan

Berupa data sekunder, data kecelakaan kerja selama tahun 2009, yang terjadi di unit kerja yang diamati


(57)

4. Penentuan kategori kecelakaan kerja

Dilakukan dengan mengacu pada tinjauan pustaka yaitu kategori hijau jika terjadi kecelakaan kerja ringan, kategori kuning jika terjadi kecelakaan kerja sedang, kategori hijau jika terjadi kecelakaan berat

5. Penentuan level tingkat implementasi program

Dilakukan dengan memetakan hasil perhitungan tingkat implementasi program dan kategori kecelakaan kerja ke dalam satu tabel 2.2. ada 6 level implementasi program.

Selanjutnya tahap pengkategorikan hazards dengan pendekata risk assessment. Pada tahap ini dilakukan klasifikasi hazards yang timbul di unit kerja yang diamati. Langkah awal dalam tahap ini adalah pemahaman mengenai potensi bahaya yang terjadi pada proses produksi yang terjadi di unit kerja tersebut. Output yang dihasilkan dari tahap ini berupa rangking dari hazards yang mungkin timbul di unit kerja yang diamati.

Selanjutnya tahap analisa, pada tahap ini dilakukan analisa dari data yang telah dikumpulkan dan juga pengolahan data yang telah dilakukan terhadap pengukuran tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja di PT. IGLAS (Persero).

3.6. Langkah – Langkah Pemecahan Masalah

Langkah – langkah ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penyelesaian penelitian yang dilakukan. Metodologi penelitian merupakan sebuah


(58)

kerangka penilitian yang memuat langkah – langkah yang ditempuh dalam memecahkan permasalahan yang ingin diselesaikan.

Untuk lebih jelasnya tentang langkah – langkah pemecahan masalah diatas, maka dapat digambarkan dalam flowchart sebagai berikut :

Mulai

Studi Literatur Studi Lapangan

Identifikasi Variabel

Pengumpulan Data : Data Kecelakaan Kerja Th 2009

Penyebaran Kuisioner

Uji Validitas

Uji Reliabilitas Data Valid ?

rhitung ≥ rtable Item tidak Valid Dibuang

Tidak

Ya

Sisa data Valid

A

Penyusunan Kuisioner Sesuai dengan populasi

B C

Tahap Identifikasi masalah Tujuan Penelitian


(59)

Data Reliabel ?

r ≥ rtable

Perhitungan Implementasi Program K 3

A B

Ya Tidak

C

Penentuan Level / Tingkat Implementasi Program K3

Identifikasi dan Pengkategorian Hazard

Pembahasan

Tahap Pengkategorian Hazard

Tahap Analisa Hasil dan Pembahasan Tahap pengukuran implementasi program K3

Selesai

Kesimpulan dan Saran Tahap Penarikan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3.1. Langkah – langkah pemecahan masalah

Langkah – langkah pemecahan masalah:

1. Mulai

Langkah awal penelitian dalam menentukan topik permasalahan. 2. Studi Lapangan

Langkah ini merupakan suatu pengenalan awal dari perusahaan yang menjadi tujuan penelitian. Dengan studi lapangan diharapkan dapat diketahui beberapa


(60)

masalah yang ada pada perusahaan yang sesuai dengan topik penelitian yang akan diteliti.

3. Studi Literatur

Studi literatur ini bertujuan untuk meningkatkan serta memperdalam landasan teori dari permasalahan yang akan diteliti, serta menunjang dan mempermudah bagi peneliti memecahkan masalah dalam penelitian tersebut.

4. Perumusan Masalah

Perumusan masalah disusun berdasar latar belakang dari masalah yang ada, kemudian ditentukan metode yang tepat dalam menyelesaikan tersebut.

5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang ingin dicapai dalam pemecahan masalah tersebut.

6. Identifikasi Variabel

Adapun Variabel bebas dari penelitian ini yaitu Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Jenis bahaya. Untuk variable terikatnya yaitu Sumber bahaya serta resiko yang mungkin terjadi.

7. Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Data Kecelakaan kerja selama tahun 2009 dan data kuisioner yang disebar pada karyawan PT. Iglas (Persero)


(61)

8. Pembuatan Checklist / KuisionerPenilaian Implementasi Program K3

Checklist / Kuisionerini dibuat berdasarkan hasil wawancara, pengamatan dan pembuatan pertanyaan disesuaikan dengan kondisi yang ada dilapangan pada saat observasi. Kuisioner ini dibuat dengan skala 1, 2, dan 3.

 Skala 1 = Apabila responden merasa kondisi riil sama sekali belum

memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

 Skala 2 = Apabila responden merasa diberikan jika kondisi riil memenuhi sebagian dari standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

 Skala 3 = Apabila responden merasa diberikan jika kondisi riil telah

memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 9. Penyebaran Kuisioner

Penyebaran kuisioner diberikan dan diisi oleh karyawan PT. IGLAS (Persero) 10. Pengembalian Kuisioner

Setelah kuisioner diisi oleh karyawan PT. IGLAS (Persero), kemudian kuisioner dikembalikan kepada peneliti dan setelah itu data disusun agar bisa untuk dilakukan pengujian selanjutnya.

11. Uji Validitas

Yaitu menguji apakah data valid atau tidak dengan membandingkan r tabel dengan r hitung dari output program SPSS Versi 15. Apabila r hitung lebih besar dari r tabel maka data valid, begitupun sebaliknya membuang item tidak valid.


(62)

12. Uji Reliabilitas

Yaitu menguji apakah data reliabel atau tidak dengan membandingkan α tabel dan α hitung dari program SPSS versi 15. Jika α hitung lebih besar dari α tabel maka data reliabel. Apabila ada data yang tidak reliabel maka ada perubahan dari isi kuisioner.

13. Perhitungan Implementasi Program K3

Menghitung rata-rata nilai dari masing-masing kategori penilaian. 14. Penentuan Level / Tingkat Implementasi Program

Dilakukan dengan memetakan hasil perhitungan implementasi program K3 dengan kategori kecelakaan kerja kedalam suatu tabel.

15. Identifikasi dan Pengkategorian Hazards

Pada tahap ini hazards diurutkan berdasar jenis bahaya dan ditentukan pula risk level-nya.

16. Pembahasan

Berisi data-data yang diperoleh dari perusahaan beserta langkah-langkah pengolahannya sehingga didapat hasil akhir untuk mengetahui persoalan dalam penelitian ini.

17. Kesimpulan dan Saran

Setelah kegiatan ini selesai, maka perlu untuk disimpulkan mengenai hasil dan manfaat yang diperoleh dari penelitian ini serta saran yang diberikan sebagai bahan masukan bagi perusahaan.


(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data kuesioner penilaian tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja pada karyawan di bagian produksi, data kecelakaan kerja selama 2009. Untuk hasil kuesioner dapat dilihat pada lampiran 3 hasil kuesioner.

4.1.1. Identifikasi Kecelakaan Kerja Tahun 2009

Data yang diambil merupakan data kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2009 diunit produksi. Kecelakaan kerja tersebut dapat dilihat dalam table sebagai berikut.

Tabel 4.1 Kecelakaan Kerja Tahun 2009

No Tanggal Sebab Kecelakaan Akibat Kecelakaan Hilang Hari Kerja 1 2 Jan Terkena percikan

beling cucian persis mengenai mata sebelah kanan

Mata sebelah kanan terjadi pendarahan

4

2 10 Jan tangan tertarik impeller blower

Jari tangan kanan terkelupas

2 3 9 Feb Tangan kiri terjepit

stang screen

Kulit jari tangan kiri terluka

2 4 5 Maret Jari tangan terjepit

gerakan paffis down dan funnel

Kuku jari manis terkelupas

2

5 17 april Kaki sebelah kiri menginjak pecahan botol

Urat besar pada kaki sobek

4

6 25 Juli Terkena percikan pecahan beling cucian persis mengenai mata

Mata sebelah kiri luka bagian retina


(64)

sebelah kiri 7 9 Agst Kaki kanan

menginjak pecahan botol

Urat besar pada kaki sobek

4

8 11 Agst Kaki kanan

menginjak pecahan botol

Urat besar pada kaki sobek

4

9 6 Sept Terpeleset jatuh diselokan timbangan

Kaki sebelah kanan kulitnya sobek

2 10 12 Nov Tangan kanan terjepit

diantara pertemuan antara stang dan squeegee

Tangan kanan bengkak dan memar ( dinyatakan oleh dokter RSUD Gresik) tidak ada keretakan pada tulang tangan

2

11 19 Des Pecahan beling terkena mata sebelah kiri

tersebut 3

(Sumber : Data Sekunder)

Berdasarkan data kecelakaan diatas dapat diketahui bahwa akibat yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja dapat membuat tugas pekerja terbengkalai, hal tersebut dapat dilihat dengan adanya hari kerja yang hilang. Terkena percikan beling cucian persis mengenai mata sebelah kanan hal tersebut diakibatkan yang bersangkutan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) sehingga mengakibatkan mata sebelah kanan terjadi pendarahan dan menyebabkan yang bersangkutan kehilangan hari kerja selama 4 hari.

4.2 Pengolahan Data

Pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi penggumpulan data kuisioner yang telah diisi oleh karyawan PT. IGLAS (Persero), Gresik sejumlah 75 responden yang ada di lampiran 4, uji validitas, uji reabilitas, perhitungan tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan


(65)

kerja, penentuan kategori kecelakaan kerja, penentuan level tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja, klasifikasi hazard dengan metode risk assessment.

4.2.1. Uji Validitas

Setelah mengetahui jumlah sampel maka dilakukan penyebaran kuisioner kepada karyawan PT.IGLAS (Persero), Gresik. Dari hasil kuisioner yang disebar kemudian dilakukan pengujian validitas dengan menggunakan bantuan software SPSS, maka akan diperoleh angka r hitung yang akan dibandingkan dengan r tabel. Dimana kriteria validnya suatu data bilamana nilai r hitungnya lebih besar dari r tabel, Adapun pengujian validitas dapat dilihat pada tabel 4.3. dibawah ini :

Tabel 4.2. Uji Validitas

Kode R hitung R table Keterangan

A1 .714 .191 valid

A2 .588 .191 valid

A3 .486 .191 valid

A4 .423 .191 valid

A5 .364 .191 valid

B1 .479 .191 valid

B2 .257 .191 valid

B3 .593 .191 valid

B4 .524 .191 valid

C1 .432 .191 valid

C2 .391 .191 valid

C3 .482 .191 valid

D1 .532 .191 valid

D2 .447 .191 valid

D3 .584 .191 valid

E1 .494 .191 valid

E2 .447 .191 valid

E3 .485 .191 valid

F1 .562 .191 valid

F2 .556 .191 valid

F3 .557 .191 valid

G1 .488 .191 valid

G2 .525 .191 valid

G3 .529 .191 valid

G4 .608 .191 valid


(66)

H2 .452 .191 valid

H3 .654 .191 valid

H4 .424 .191 valid

H5 .463 .191 valid

H6 .525 .191 valid

I1 .361 .191 valid

I2 .364 .191 valid

I3 .311 .191 valid

Semua item sudah valid karena nilai r hitungnya lebih besar dari r tabel, contoh kode A1 r hitungnya 0.714 nilainya lebih besar dari r tabel yaitu 0.191 maka data valid, sehingga pengujian selanjutnya dapat dilakukan yaitu uji reliabilitas.

4.2.2. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas menggunakan bantuan software SPSS dan akan diperoleh angka  hitung yang akan dibandingkan dengan  tabel. Data dikatakan reliabel bila nilai  hitung lebih besar  tabel. Adapun pengujian reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.4. dibawah ini :

Tabel 4.3. Uji Reliabilitas

hitung table Keterangan

.922 0.191 Reliabel

 hitung >  tabel maka reliabel

Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa penelitian dapat dilanjutkan karena data yang diambil sudah reliabel, dimana nilai  hitung >  table maka reliable 4.2.3. Perhitungan Tingkat Implementasi program K3

Penilaian tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja diperoleh dengan membandingkan setiap pertanyaan dalam check list dengan


(1)

ini merupakan salah satu tugas dari manajemen K3 dalam menjaga kinerja perusahaan, khususnya dalam mencegah timbulnya kecelakaan dan bahaya yang dapat menimbulkan korban serta kerugian.

Dalam pencapaian implementasi program K3, pengendalian limbah dan industri berkinerja sebesar 85.8 % dimana sudah memperoleh nilai yang cukup Karena PT. IGLAS (Persero) sudah mempunyai kemampuan dalam hal mengolah limbah (waste) serta mendaur ulang (recycle) residu yang tidak terpakai, sehingga tidak sampai mencemari karyawan maupun lingkungan sekitar. Hal ini merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat pada umumnya.

Akses jalan masuk dan evakuasi terhadap karyawan memperoleh nilai sebesar 80.5 % hal ini disebabkan karena perusahaan sudah belum memiliki jalan yang rata, bersih dari tetesan / ceceran sampah atau minyak, serta jalan atau pintu darurat bagi karyawan bila terjadi sesuatu misalkan bencana kebakaran atau gempa bumi.

4.4.2. Analisis Penentuan Level / Tingkat Implementasi Program K3

Telah ditentukan pada bab sebelumnya bahwa kategori tingkat implementasi program K3 adalah KUNING dan kategori kecelakaan kerja adalah KUNING, maka berdasar tabel 2.2. level / tingkat implementasi program K3 di PT. IGLAS (Persero) berada pada level 3 (hati-hati) yang artinya kinerja belum tercapai, meskipun nilai sudah mendekati target. Hal ini menandakan bahwa penerapan implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja diperusahaan, masih memerlukan perbaikan.


(2)

77

4.4.3. Analisis Usulan Pencegahan Untuk Meminimalisasi Keselakaan

Menentukan tindakan pencegahan untuk setiap jenis sumber bahaya seperti penyediaan APD untuk setiap jenis pekerjaan. Tindakan pencegahan untuk masing-masing sumber bahaya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.16. Tindakan Pencegahan

No Jenis Bahaya Sumber Bahaya Identifikasi Bahaya (Resiko Yang Mungkin Terjadi) Pencegahan 1. Bahaya ergonomi dan lingkungan sekitar Proses pencucian beling Terkena percikan beling

 Pasang pendinggin udara (kipas angin),

 penggunaan APD (kacamata),  Pasang rambu agar lebih

hati-hati. 2. Bahaya mekanis Impeller Blower Resiko tangan tertarik

 Pemberian jarak yang aman untuk mesin-mesin yang mempunyai resiko berbahaya.  Pasang rambu agar lebih

hati-hati,

 menggunakan APD (sarung tangan)

3. Bahaya mekanis Pengoperasian mesin pencetak botol Resiko pekerja terjepit

 Menggadakan pelatihan (training) yang cukup (3 bulan sekali)

 memakai APD,

 Pasang rambu agar lebih hati-hati 4. Bahaya lingkungan sekitar Pecahan botol berserakan Resiko pekerja menginjak

 Memperbaiki tempat

pembuanggan pecahan gelas.  Pemberian sepatu boot.  Pasang rambu agar lebih

hati-hati 5. Bahaya lingkungan sekitar Permukan licin Resiko pekerja terpeleset

 Pasang Rambu lebih hati-hati,  pemberian sepatu boot yang

tahan licin apabila melewati tempat yang mempunyai lantai licin


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tingkat implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja dan klasifikasi hazard dengan metode risk assessment maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pencapaian implementasi program K3 di PT. IGLAS (Persero) sebesar 83.88% sehingga termasuk dalam kategori Kuning (berada pada range 60% - 84%)

2. Level implementasi program kesehatan dan keselamatan kerja di PT. IGLAS (Persero) Gresik berada pada level 3 yaitu hati-hati ketegori warna KUNING. Hal ini menandakan bahwa ada beberapa aspek (seperti kelengkapan APD dan kepatuhan terhadap penggunaan APD, serta adanya papan rambu peringatan yang permanen) yang perlu diperbaiki

3. Adapun usulan pencegahan untuk meminimalisasi kecelakaan di PT. IGLAS (Persero)

No Jenis Bahaya

Sumber Bahaya

Identifikasi Bahaya (Resiko Yang

Mungkin Terjadi)

Usulan Pencegahan

1.

Bahaya ergonomi dan

lingkungan sekitar

Proses pencucian beling

Terkena percikan beling

 Pasang pendinggin udara (kipas angin),

 penggunaan APD (kacamata),  Pasang rambu agar lebih

hati-hati.

2.  Pemberian jarak yang aman

untuk mesin-mesin yang


(4)

79 Bahaya mekanis Impeller Blower Resiko tangan tertarik

mempunyai resiko berbahaya.  Pasang rambu agar lebih

hati-hati,

 menggunakan APD (sarung tangan)

3. Bahaya mekanis Pengoperasian mesin pencetak botol Resiko pekerja terjepit

 Menggadakan pelatihan (training) yang cukup (3 bulan sekali)

 memakai APD,

 Pasang rambu agar lebih hati-hati 4. Bahaya lingkungan sekitar Pecahan botol berserakan Resiko pekerja menginjak

 Memperbaiki tempat

pembuanggan pecahan gelas.  Pemberian sepatu boot.  Pasang rambu agar lebih

hati-hati 5. Bahaya lingkungan sekitar Permukan licin Resiko pekerja terpeleset

 Pasang Rambu lebih hati-hati,  pemberian sepatu boot yang

tahan licin apabila melewati tempat yang mempunyai lantai licin

5.2 Saran

Berdasarkan analisis program kesehatan dan keselamatan kerja, maka saran yang dapat diberikan untuk PT. IGLAS (Persero) Gresik adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya jika selalu dilakukan sosialisasi sehingga nanti dapat merubah pola pikir karyawan

2. Seharusnya diberikan sanksi terhadap pekerja yang tidak mematuhi SOP, untuk keselamatan pekerja sendiri dimasa yang akan datang

3. Seharusnya disediakan kelengkapan alat pelindung untuk setiap jenis pekerjaan karena jumlahnya belum mencukupi, pengawasan penggunaan


(5)

alat pelindung kerja. Memberikan rambu (peringatan) yang permanen untuk mencegah timbulnya kelalaian.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsini, 2002 “Kesehatan dan Keselamatan Kerja” . Jakarta.

Astarina Nia, 2008, ”Analisa Implementasi Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan Perangkingan hazards dengan Pendekatan Manajemen Resiko di IP.Ngagel I Surabaya”, UPN”Veteran”, Surabaya.

k3.spt.itb.safety@blogger.com, 2009

Oktrianto Effendi Dedy, 2006, Pengukuran Tingkat Kesiapan Perusahaan Terhadap Bahaya Di Tempat Kerja Dan Penanganan Hazard. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Tarkawa, 2008, “Kesehatan dan Keselamatan Kerja (Manajemen Implementasi K3 di Tempat Kerja)”. Harapan press, Surakarta

Triekens, J.H, Hvolby, H.H, 2000. “Performance Measurement and Improvement in Supply Chain”. Ciney Conference.

Wahyuni Nur, 2009, “Analisis Implementasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Klasifikasi Bahaya (hazards) dengan Pendekatan Risk Assessment di PT. INDOCERIA SIDOARJO”, UPN”Veteran”, Jawa Timur.

Yoga Aditama Tjandra, 2001, “Kesehatan dan Keselamatan Kerja” . Jakarta : Universitas Indonesia .