14
b Konstruktif
Film yang bersifat konstruktif ialah kebalikan dari yang bersifat destruktif yaitu, film dimana perilaku si aktor atau aktris serba
negatif yang bisa ditiru yang bisa ditiru oleh masyarakat. Terutama muda-mudi ataupun anak-anak.
c Artistik – Etis – Logis
Film memang harus artistik. Itulah sebabnya, film sering disebut hasil seni. Jika saja sebuah film membawakan cerita yang
mengandung etika, lalu penampilannya memang logis, film seperti itu dapat dinilai sebagai memenuhi ciri ketiga film bermutu.
d Persuasif
Film yang bersifat persuasif adalah film yang ceritanya mengandung ajakan secara halus, dalam hal ini sudah tentu jakan
berpartisipasi dalam pembangunan “national and character building” yang sedang dilancarkan pemerintah. Effendy, 2000:
226-227
2.1.2. Terpaan Film
Terpaan adalah pengalaman yang didapat dari televisi, surat kabar, majalah, dimana didalamnya terdapat tekanan secara tidak langsung
preasure sehingga menimbulkan pengaruh influence. Dolf, 1986:13 Terpaan adalah frekuensi seseorang untuk mendengarkan radio,
membaca, dan menonton televisi. Hamalik, 1987:143. Terpaan film
15
adalah penerimaan informasi tentang kegiatan komunikasi massa yang menyampaikan pesan berkenaan dengan produk atau jasa melalui
komunikasi persuasif, ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media
massa timbul pada komunikasi sebgai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikolog. Salah
satu efek dari komunikasi massa yaitu efek konatif. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media masa, melainkan didahului
oleh efek kognitif dan afektif. Effendy, 2003:319 Dalam penelitian ini kata terpaan adalah frekuensi dari melihat itu
sendiri yang meliputi tingkat keseringan dan tingkat perhatian responden dalam melihat film “KING”.
2.1.3. Definisi Motif
Motif adalah rasa antusias atau keinginan yang kuat yang membuat kita membulatkan hati untuk mengerjakan sesuatu atau alasan kita
melakukan sesuatu. Motif datang dari segala sumber, bisa dari diri sendiri, teman, guru ataupun faktor luar media massa. Ronnie, 2005:95
Menurut Adisasmito 2007: 31-32, motif sebagai kesatuan keinginan dan tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku.
Beliau menmbahkan bahwa motif mengarahkan keseluruhan daya penggerak dalam diri atlet yang menjamin kelangsungan latiham untuk
mencapai tujuan yang dikehendaki.
16
Ditinjau dari prosesnya, motif mempunyai proses sebagai berikut: seseorang mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi
dibandingkan keadaannya sekarang. Hal ini akan mendorong dirinya untuk mencapai apa yang diinginkannya itu. Itulah yang disebut “termotivasi”.
Adapun sesuatu yang mendorongnya, disebut motivator. McClelland, 1987 Dalam penelitian ini motivator adalah film “KING”.
Motif terbagi atas dua bentuk, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Atlet dengan motif intrinsik biasanya bertanggung jawab,
tekun, bekerja keras, teratur, disiplin dalam menjalani latihan, serta tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Lain halnya dengan motif
ekstrinsik, dorongan untuk berprestasi tergantung pada besarnya nilai penguat reward yang diterima dari waktu ke waktu sehingga apabila
imbalan yang diterima berkurang atau tidak ada, prestasinya cenderung menurun. Adisasmito, 2007
2.1.3.1.Motif Berprestasi
Motif berprestasi adalah salah satu aspek yang dapat mempengaruhi performa seorang atlet dalam menghadapi pertandingan
selain keyakinan diri self effectivity, stress, emosi, dan good setting. Adisasmito mendefinisikan motif berprestasi sebagai:
Motif yang bertujuan untuk mendapatkan pengakuan atau menghindari celaan situasi yang menerapkan standar keunggulan. Motif
berprestasi merupakan keinginan yang kuat untuk mencapai kesuksesan
17
atau prestasi dengan cepat, dimana kesuksesan itu tergantung pada kemampuan atlet itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa motif berprestasi
merupakan “ standard of excellence” atau kecenderungan dalam diri atlet untuk berprestasi sebaik mungkin. Atlet yang mempunyai motif
berprestasi tinggi mempunyai sifat yang positif terhadap suatu situasi yang mengacu ke arah prestasi. Adisasmito, 2007:38-39
Sebagai kesimpulan, yang dimaksud motif berprestasi dalam penelitian ini adalah dorongan atau keinginan yang menggerakkan atlet
untuk mencapai keberhasilan dengan standar tertentu.
2.1.4.2. Ciri-ciri Motif Berprestasi
Ciri-ciri orang yang memiliki motif berprestasi tinggi dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
a. Ciri-ciri pokok, yakni memiliki kepercayaan diri, bekerja keras,
keberhasilan dalam bekerja, tanggung jawab, dan ambisius. b.
Ciri-ciri lain nya, yakni memperhitungkan resiko, bangga terhadap keberhasilan kerja kerja, menemukan tujuan, mengatasi rintangan,
tidak suka buang-buang waktu, memecahkan masalah, dan berhasil dalam kompetisi. Adisasmito, 2007:40
Dari hasil penelitiannya, McClelland menemukan tiga karakteristik umum dari orang yang memiliki motif berprestasi, yaitu:
a. Kepiawaian dalam menetapkan tujuan personal yang tinggi namun
secara rasional dapat dicapai.
18
b. Lebih komit terhadap kepuasan berprestasi secara personal dari
dalam daripada iming-iming hadiah dari luar. c.
Keinginan akan umpan balik dari pekerjaannya. McClelland, 1999:1
Sedangkan untuk lebih fokus terhadap motif berprestasi atlet, Lilik berpendapat atlet yang memiliki motif berprestasi yang tinggi memiliki
ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Berani mengambil resiko Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi cenderung untuk
memilih aktivitas yang menantang, namun tidak berada diatas taraf kemapuan dan cenderung memilih aktivitas dengan derajat
kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan
atau kepuasan yang didapat. Misalnya, atlet bulutangkis yang belum bisa melakukan jumping smash akan berusaha keras berhasil
melakukan nya walaupun kemungkinan bisa cedera. 2.
Melakukan evaluasi Atlet yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi selalu
melakukan evaluasi terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya. Meminta umpan balik kepada pelatih merupakan salah
satu upaya yang dilakukan atlet untuk melakukan evaluasi kemampuan nya. Secara teoritis, atlet dengan motif berprestasi
yang tinggi lebih menyukai bekerja dalam situasi dimana mereka
19
mendapat umpan balik yang konkret tentang apa yang sudah mereka lakukan. Karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui
apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik dibandingkan dengan yang lain atau belum. Umpan balik ini
selanjutnya yang akan dipergunakan untuk memperbaiki prestasi nya.
3. Bertanggung jawab dan disiplin
Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi akan lebih bertanggung jawab dan disiplin secara pribadi pada hasil kinerjanya karena
hanya dengan begitu mereka merasa puas saat dapat menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Atlet dengan motif berprestasi nya yang
tinggi memiliki tanggung jawab penuh dalam menjalankan program latihan yang diberikan padanya dengan sungguh-sungguh
dan disiplin yang tinggi. Disiplin dan rasa tanggung jawab yang tinggi dapat terlihat dari tepat waktunya latihan, tidur, menjaga
asupan makanan, serta melakukan latihan dengan semnangat dan sungguh-sungguh.
4. Tekun
Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi lebih tekun menjalani latihan, bahkan pada saat latihan tersebut dibuat lebih sulit dan
kompleks. Misalnya, jika seorang pemain memiliki kelemahan dalam teknik, ia tidak akan segan-segan mencari tahu dan berlatih
untuk dapat mengatasi kelemahan nyatersebut sampai bisa. Dalam
20
pertandingan, atlet yang mempunyai ketekunan akan terlihat sabar, ulet, semangat, pantang menyerah walaupun perolehan angkanya
tertinggal. 5.
Inovatif Atlet dengan motif berprestasi yang tinggi biasanya sering
melakukan inovasi dalam bermain dengan melakukan cara atau sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Ia akan lebih sering
mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan suatu hal dan lebih inovatif sehingga dapat menemukan
strategi ataupun taktik yang baik dalam mengatasi lawan-lawan nya. Adisasmito, 2007: 48-50
Dalam penelitian ini, motif berprestasi didapatkan dari media film film “KING”
2.1.4. Teori S-O-R
Teori ini merupakan singkatan dari Stimulus – Organisme – Response. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
Jadi, unsur-unsur dalam model ini adalah: a
Pesan Stimulus, S b
Komunikan Organisme, O c
Efek Respon, R
21
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek “how” bukan “what” dan “why”, yaitu bagaimana mengubah sikap
komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula.
Hovland, Janis, dan Kelly Effendy, 2000:255 menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru terdapat tiga variabel penting, yaitu: perhatian,
pengertian, dan penerimaan yang ditunjukkan dalam gambar berikut:
ORGANI SME:
a. Perhatian
b. Pengertian
c. Penerimaan
STI MULUS
RESPONSE:
Perubahan Tingkat Motivasi
Gambar 1 : Teori S-O-R Effendi, 2000:225
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada
perhatian dari komunikan . setelah komunikan mengerti, komunikan inilah yang akan melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan
mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. Effendi, 2000:253-256.
Dalam penelitian ini, sesuai gambar di atas, diharapkan stimulus berupa terpaan film “KING” yang mengandung unsur hiburan dan pesan-
22
pesan yang bersifat edukatif yang diperankan sekaligus disampaikan oleh pemeran dalam film tersebut yang menerpa anak-anak, yang dalam
penelitian ini adalah atlet bulutangkis junior PB. Suryanaga Surabaya. Kemudian diharapkan akan mampu menarik perhatian para atlet tersebut.
Pada tahap berikutnya, anak-anak mengerti dan menerima pesan-pesan yang terkandung dalam film “KING”. Penerimaan pesan-pesan yang
terkandung dalam film “KING” oleh para atlet junior ini akan menimbulkan respon yaitu perubahan tingkat motif dalam prestasi,
perubahan ini berkaitan dengan adanya motif berprestasi yang ditimbulkan para atlet junior bulutangkis tersebut, atau tidak ada sama
sekali.
2.2. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah hubungan terpaan film “KING” dengan motif berprestasi atlet bulutangkis junior PB.
Suryanaga di Surabaya. Adapun kerangka berpikirnya sebagai berikut: Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu terpaan film
“KING” sebagai variabel x variabel bebas dan motif berprestasi atlet junior bulutangkis sebagai variabel y variabel terikat.
Berdasarkan teori S-O-R, peneliti ingin melihat adanya terpaan film “KING” yang memunculkan motif untuk menjadi atlet berprestasi
pada atlet junior di PB.Suryanaga. Terpaan film “KING” variabel x diukur melalui indikator frekuensi dan durasi dalam menonton film