Kriteria Diagnostik Klasifikasi Diabetes Melitus .1 Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus 2.1.1 Pengertian Diabetes melitus merupakan suatu penyakit heterogen yang didefinisikan berdasarkan adanya hiperglikemia Ganong McPhee, 2010. Guyton dan Hall 2007 menjelaskan bahwa DM merupakan suatu sindrom dengan terganggunya metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Menurut American Diabetes Association ADA 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

2.1.2 Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik DM menurut ADA 2010 yaitu jika ditemukan kondisi sebagai berikut: 1. HbA1C ≥ 6,5 2. Kadar gula darah puasa GDP ≥ 126 mgdl 3. Terdapat trias klinis DM poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan dan kadar gula darah acak GDA ≥ 200 mgdl. 4. Kadar gula darah 2 jam post prandial PP atau tes toleransi glukosa oral TTGO 75 gram anhididrous yang dilarutkan dalam air standar WHO ≥ 200 mgdl. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PERKENI tahun 2011, kecurigaan adanya DM dapat dilihat apabila terdapat gejala klasik seperti poliuria, 6 polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Gejala lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. Kriteria diagnosis DM meliputi: 1. Gejala klasik DM ditambah dengan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mgdl 11,1 mmolL. 2. Gejala klasik DM ditambah dengan kadar glukosa plasma puasa ≥ 126mgdl 7,0 mmolL. 3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mgdl 11,1 mmolL.

2.1.3 Klasifikasi

Menurut PERKENI 2011 menyatakan bahwa terdapat empat klasifikasi DM, diantaranya : 1. Diabetes melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 disebut juga dengan DM tergantung insulin yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin Guyton Hall, 2007. Diabetes melitus tipe 1 dapat dibagi menjadi dua subtipe yaitu autoimun dan idiopatik. Kelainan autoimun dapat menyebabkan kerusakan sel beta pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin berat Guyton Hall, 2007; Ganong McPhee, 2010. Sebagian kecil kausa DM tipe 1 tidak diketahui atau idiopatik. Subtipe ini lebih sering ditemukan pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia Price Wilson, 2006. 2. Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 disebut juga dengan DM tidak tergantung insulin yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target terhadap efek metabolik insulin. Tipe ini 10 kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan tipe 1. Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi pada orang dewasa usia 30 tahun ke atas, akan tetapi akhir-akhir ini banyak dijumpai pula pada usia dibawah 20 tahun. Prevalensi DM tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini berkaitan dengan peningkatan resistensi terhadap efek insulin di tempat-tempat kerjanya serta penurunan sekresi insulin oleh pankreas. Diabetes melitus tipe ini sering 80 kasus berkaitan dengan obesitas. Obesitas merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resistensi insulin Ganong McPhee, 2010; Guyton Hall, 2007. 3. Diabetes melitus tipe lain Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, seperti defek genetik sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Ganong McPhee, 2010. 4. Diabetes melitus gestasional Diabetes melitus tipe ini terjadi pada 4 wanita hamil, dapat kambuh pada kehamilan berikutnya, dan cenderung sembuh setelah melahirkan. Faktor risiko terjadinya DM gestasional ialah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat DM gestasional terdahulu. Pasien-pasien yang memiliki predisposisi DM secara genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan. Diabetes melitus gestasional biasanya terjadi pada paruh kedua gestasi, yang dipicu oleh peningkatan kadar hormon-hormon seperti somatomamotropin khorion, progesteron, kortisol, dan prolaktin yang memiliki efek counterregulatory anti-insulin Ganong McPhee, 2010; Price Wilson, 2006.

2.1.4 Patofisologi