Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Keparahan Inflamasi Gingiva

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DITINJAU DARI

ASPEK KEPARAHAN INFLAMASI GINGIVA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

LAVANYAH RAJAGOPAL NIM : 070600155

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Januari 2011

Pembimbing Tanda tangan

1. Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ……….. NIP. 19790514 200502 2 001

2. Zulkarnain, drg., M.Kes ………


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 13 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Pitu Wulandari, drg., S.Psi., Sp.Perio ……….. ANGGOTA : 1. Zulkarnain, drg., M.Kes ..……… 2. Saidina Hamzah Daliemunthe, drg.,Sp.Perio(K) .………. 3. Irma Ervina, drg., Sp.Perio (K) ………..

Disetujui Ketua Departemen

Irmansyah R.,drg.,Ph.D ………..


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kurniaNya, skripsi ini telah selesai disusun penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara di Medan.

Pada kesempatan ini, dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tidak terhingga kepada orang tua tersayang yaitu ayahanda Rajagopal Subramaniam dan ibunda Jeya Mohini serta Kesevan Seenivasagam yang senantiasa mendoakan, menyayangi, membimbing dan mendukung penuh baik moral maupun materi, semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan dan menyelesaikannya penulisan skripsi dengan baik.

Dalam menulis skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran dan bantuan dari berbagai pihak oleh kerana itu pada kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pitu Wulandari, drg dan Zulkarnain, drg., selaku pembimbing skripsi yang

telah memberikan waktu dan ilmunya untuk membimbing serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(5)

3. Drs. Abdul Jalil., A.A, M.Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah meluangkan masa dan ilmunya dalam membantu mengolah hasil data yang telah dikumpulkan.

4. Prof. Rasinta Taringan selaku dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU

5. Sahabatku (Navissha Devi, Umaiyal Sockalingam, Mohanasri Balachandran,

Allirani Visvanathan, dan Gowri Gopalan) yang selalu bersama penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

6. Teman-temanku stambuk ’07 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang

telah memberikan semangat, dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca untuk pengembangan disiplin ilmu, berguna bagi fakultas, pemgembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, Januari 2011 Penulis,

Lavanyah Rajagopal NIM : 070600155


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diabetes Melitus... 5

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus 2.2.1 Diabetes Melitus tipe 1... 6

2.2.2 Diabetes Melitus tipe 2... 7

2.2.3 Diabeteas Melitus Gestasional... 7

2.2.4 Diabeteas Melitus Tipe Spesifik Lain... 8

2.3 Komplikasi Diabetes Melitus 2.3.1 Komplikasi Sistemik... 9


(7)

2.4 Periodontitis... 11

2.5 Patogenesis Periodontitis sebagai Komplikasi Diabetes... 12

2.6 Keparahan Inflamasi pada Gingiva…………... 13

2.7Inflamasi Periodontitis pada Diabetes Melitus... 14

2.7.1 Indeks Pengukuran Keparahan Inflamasi………. 16

2.7.1.1 Indeks Gingiva (IG)……….. 16

2.7.1.2 Indeks Pendarahan Papila Gingiva Dimodifikasi (IPPD).. 18

2.7.1.3 Indeks Oral Higiene (OHIS)……….. 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konsep……….. 21

3.2 Hipotesis……… .. 21

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 22

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 22

4.3 Populasi dan Sampel... 22

4.4 Kriteria Inklusi... 23

4.5 Kriteria Eksklusi... 24

4.6 Variabel Penelitian……… 24

4.7 Definisi Operasional………. 25

4.8 Alat dan Bahan Penelitian……… 25

4.9 Prosedur Penelitian……….. 26

4.10 Skema Penelitian……… 27

4.11 Analisis Data……….. 27

BAB 5 HASIL PENELITIAN... 29

BAB 6 PEMBAHASAN... 37

BAB 7 KESIMPULAN... 41

DAFTAR RUJUKAN... 43


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria Skor Indeks Gingiva……….... 17

2. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM ... 29 3. Rerata Indeks Debris pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes... 31 4. Rerata Indeks Kalkulus pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes... 32 5. Rerata Indeks OHIS pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes... 33 6. Rerata Indeks Gingivitis pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes.... 33 7. Rerata Indeks IPPD pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes... 34

8. Korelasi kadar gula darah dengan Indeks Debris, Indeks Kalkulus, Indeks OHIS, Indeks Gingivitis dan Indeks IPPD... 35


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Siklus keparahan inflamasi jaringan periodonsium

pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol……… 16 2. Indeks pendarahan papila dimodifikasi menurut

Saxen dan Muhlemann……….. 18


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kode Etik………. 46

2. Selesai Penelitian di RSUD Dr. Pirngadi………. 47

3. Selesai Penelitian di Puskesmas Sering……….... 48

4. Data pemeriksaan pasien diabetes……… 49

5. Data penelitian subjek……… 51

6. Penjelasan bagi subjek penelitian………. 53

7. Lembar persetujuan……….. 55

8. Kuesioner………. 56


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein karena berkurangnya sekresi atau aktivitas insulin.1

Diabetes Melitus tidak merupakan salah satu penyakit menular dan prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia prevalensi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sehingga Indonesia merupakan negara yang menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat.2 Hal ini disebabkan karena sekitar 8,4% penduduk di Indonesia menderita DM pada tahun 2000 dan diperkirakan terus meningkat yaitu sebanyak 21, 3 juta orang penderita diabetes melitus di Indonesia pada tahun 2030.2 Diabetes Melitus juga diketahui merupakan penyebab kematian tertinggi di bagian instalasi rawat inap di rumah sakit pada tahun 2005 di Indonesia yaitu sebanyak 3.316 kematian dengan case fertility rate (CFR) 7,9%.2

Penderita diabetes melitus mempunyai daya pertahanan tubuh yang rendah sehingga mudah terkena infeksi. Salah satunya adalah infeksi periodontal. Dalam penelitiannya,Taylor dan Borgnakke mengidentifikasi penyakit periodontal sebagai faktor risiko kontrol metabolik buruk pada penderita diabetes melitus.1 Penderita


(12)

diabetes lebih mudah terinfeksi dengan inflamasi periodontal dibandingkan individu yang tidak diabetik. Dengan demikian, diketahui bahwa periodontitis dan diabetes mempunyai hubungan timbal balik dan saling berhubungan.1,4-6

Penyakit periodontal berisiko tinggi pada penderita diabetes dibandingkan dengan populasi sehat, sehingga banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme biologi spesifik dalam menjelaskan hubungan keduanya. Penelitian epidemiologi terkini menunjukkan bahwa prevalensi diabetes dengan periodontitis secara signifikan lebih besar (dua kali) dibandingkan pasien tanpa diabetes. Hubungan dua arah antara penyakit periodontal dan diabetes melitus merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui terutama oleh dokter gigi karena hal tersebut dapat membantu dokter gigi dalam melakukan perawatan yang diperlukan.6

Jumlah bakteri yang meningkat pada rongga mulut penderita DM, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodonsium. Diabetes memperparah periodontitis melalui respon inflamasi yang berlebihan dan mikroflora yang terdapat pada jaringan periodonsium. Pada penderita DM tipe 2 dengan hiperlipidemi ditemukan inflamasi gingiva yang parah dan kehilangan perlekatan pada jaringan periodonsium.4

Perjalanan inflamasi dari gingiva ke struktur periodontal pendukung (atau peralihan gingivitis menjadi periodontitis) diduga sebagai modifikasi dari patogenesis plak, atau oleh daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu mencakup aktivitas imunologis dan mekanisme yang berkaitan dengan jaringan lainnnya seperti derajat fibrosis gingiva, lebar gingiva cekat dan reaksi fibrogenesis dan osteogenesis yang berlangsung disekitar lesi inflamasi. Suatu sistem fibrin-fibrinolitik berperan


(13)

menghambat perluasan lesi. Berkembangnya penyakit periodontal pada penderita DM mengakibatkan kerusakan pada jaringan periodonsium sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas.3

Penebalan membran basal pembuluh darah pada gingiva penderita diabetes melitus mengakibatkan pengurangan transportasi nutrisi melewati dinding pembuluh darah sehingga hal ini mampu meningkatkan keparahan inflamasi gingiva. Pengurangan produksi kolagen pada gingiva dan fibroblas periodontal pada penderita DM juga dapat meningkatkan risiko inflamasi periodontal.6

1.2 Perumusan Masalah

1.2.1 Apakah terdapat hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek keparahan inflamasi gingiva.

1.2.2 Apakah terdapat hubungan kadar gula darah dengan keparahan inflamasi gingiva antara penderita diabetes melitus tipe 2 dengan non DM yang menderita periodontitis.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis dari keparahan inflamasi gingiva.

1.3.2 Menilai status periodontal penderita diabetes melitus.

1.3.3 Membandingkan kondisi jaringan periodonsium penderita DM dengan kontrol glikemi yang baik dan buruk.


(14)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Mengetahui keparahan inflamasi jaringan periodonsium pada penderita diabetes melitus.

1.4.2 Mengetahui hubungan diabetes melitus terhadap periodontitis.

1.4.3 Mengetahui diabetes melitus sebagai faktor risiko yang berperan dalam terjadinya periodontitis.

1.4.4 Dokter umum dan dokter gigi dapat mengetahui bahwa kondisi rongga mulut sangat mempengaruhi kondisi sistemik individu.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan sekresi insulin, atau fungsi insulin,

ataupun keduanya.1 Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang

bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah agar tetap normal. Insulin berfungsi untuk memasukkan gula dari dalam otot ke dalam jaringan sehingga tubuh dapat menghasilkan energi.4

Menurut WHO (World Health Organization), diabetes merupakan penyakit

kronis, yang terjadi apabila pankreas tidak menghasilkan insulin yang adekuat, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang diproduksinya. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dikenal dengan istilah hiperglikemia.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 2006, seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL dan pada waktu 2 jam selepas makan (postprandial) >200 mg/dL. Kadar gula darah bervariasi pada setiap individu setiap hari dimana kandungan gula darah akan meningkat jumlahnya setelah individu tersebut makan dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam setelah makan.2 Pada keadaan normal, lebih kurang 50% glukosa dari makanan yang dimakan akan


(16)

menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Semua proses metabolik terganggu pada penderita diabetes melitus akibat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel menurun dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.8

Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% di dalam tubuh sehingga, bila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak dapat menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, akibatnya glukosa tersebut diekskresikan melalui urin (glukosuria).7,8 Ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini disebut dengan diuresis osmotik. Akibat hal ini, penderita akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan sering merasa haus (polidipsi).1,9

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association (1997) dan yang

sesuai anjuran Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah:

2.2.1 Diabetes melitus tipe 1: Insulin Dependent DiabetesMellitus (IDDM)

Diabetes melitus tipe 1 adalah ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Kondisi ini menyebabkan tubuh kekurangan insulin. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan


(17)

hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Diabetes tipe 1 lebih cenderung terjadi pada usia muda, biasanya sebelum usia 30 tahun. Pasien dengan diabetes tipe 1 harus bergantung pada insulin dan pengambilan obat diet kontrol.1,4,5

2.2.2 Diabetes melitus tipe 2: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin DependentDiabetes Mellitus [NIDDM])

DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Dalam hal ini, sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya, sehingga terjadi defisiensi relatif insulin. Kondisi ini menyebabkan sel mengalami desensitisasi terhadap glukosa.1,7,8

Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe 2.8,9

2.2.3 Diabetes Melitus Gestasional (GDM)

Diabetes Melitus Gestasional adalah intoleransi glukosa yang terjadi pada saat kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemi terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada


(18)

perempuan yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Anak-anak dari ibu dengan GDM memiliki risiko lebih besar mengalami obesitas dan diabetes pada usia dewasa muda.1,7,8

2.2.4 Diabetes melitus “Tipe Spesifik Lain”.

Defek genetik pada fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreatektomi, endokrinopati, akromegali, sindrom Cushing dan hipertiroidisme tergolong di dalam tipe ini. Penggunaan narkoba atau obat/ zat kimia, infeksi contohnya rubella kongenital, sitomegalovirus, penyebab imunologi yang jarang seperti antibodi antiinsulin, dan sindrom genetik lain yang

berhubungan dengan DM seperti syndrome Down, syndrome Klinefelter juga

tergolong ke dalam tipe ini. 1,7-9

2.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya penyakit lain) paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi secara terus menerus, sehingga mengakibatkan kerusakan pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya di dalam tubuh. Zat kompleks yang terdiri dari glukosa di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju kulit dan saraf.7-11


(19)

Komplikasi sistemik diabetes berhubungan dengan deposisi advanced glycation endproducts (AGE) pada berbagai jaringan terutama sistem vaskularisasi dan sistem saraf perifer.1,4,8 Perubahan sistem vaskularisasi meliputi angiopati dan pembentukan atheroma. Perubahan mikroskopis antara lain deposisi lipida, proliferasi endotel dan pembesaran tunika intima kapiler di seluruh tubuh.9,10

Perubahan makropatologis dapat diamati pada sistem sirkulasi secara esensial dan berkaitan dengan pembentukan atheroma (atherosklerosis). Atheroma dihasilkan dari deposisi AGE dan LDL yang berkonsekuensi menimbulkan kalsifikasi berbagai arteri di dalam tubuh. Atheroma mengakibatkan sirkulasi yang buruk dan bertanggungjawab atas ulserasi dan gangren pada ekstremitas bawah. Komplikasi paling parah atheroma adalah adanya miokard infark, hipertensi, stroke, insufisiensi koroner dan gagal ginjal.8,9,11

Komplikasi mikrovaskuler yang terjadi melalui akibat DM adalah retinopati (yang mungkin menyebabkan kebutaan), nefropati (mungkin menyebabkan gagal ginjal) dan neuropati. Neuropati diabetik berkaitan dengan hiperglikemia dan hal

tersebut terjadi karena meningkatnya absorpsi glukosa oleh sel-sel Schwann.

Beberapa manifestasi klinis yang berhubungan dengan neuropati antara lain nyeri terbakar, dan rasa baal terutama pada ekstremitas tubuh, kelemahan otot, dan timbulnya parestesi pada rongga mulut.1,7,8

Retina dan mikrosirkulasi glomerulus ginjal adalah organ yang paling terpengaruh. Retinopati diabetik merupakan penemuan umum pada pasien diabetes tipe 1 dan kurang terlihat pada pasien diabetes tipe 2. Nefropati diabetes adalah


(20)

penyebab utama pasien diabetes tipe 1 akibat gagal ginjal. Pasien diabetes tipe 2 juga dapat mengalami penyakit ginjal akan tetapi prevalensinya lebih rendah.1,7,8

2.3.2 Komplikasi Oral

Komplikasi oral yang dapat terjadi pada penderita diabetes tipe 1 maupun 2 dapat dilihat pada penderita diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika kadar glukosa pada penderita terkontrol baik, maka manifestasi penyakit ini terhadap rongga mulut minimal bahkan hilang.5

Manifestasi oral antara lain adalah penyakit periodontal, Serostomia, burning mouth syndrome (BMS), Kandidiasis, penyembuhan luka yang lama dan abnormal, peningkatan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva.2,7,8

Beberapa komplikasi ini dapat secara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada penderita diabetes tak terkontrol sedangkan kondisi lainnya, terutama Serostomia, dapat dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe perawatan yang diperoleh penderita. Serostomia merupakan kondisi penurunan aliran saliva yang dapat memicu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, dan dapat juga mengakibatkan perkembangan bakteri patogen seperti kandidiasis.1,2,7,8

Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh peninggian kadar glukosa pada sekresi saliva, terutama pada penderita diabetes tak terkontrol, sedangkan pada penderita yang terkontrol hal tersebut kurang terjadi karena asupan karbohidratnya yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva, meskipun


(21)

dengan kadar plak yang rendah, lebih berisiko pada penderita diabetes tak terkontrol dibandingkan pada penderita non diabetes.4

Deposisi AGE pada dinding kapiler gingiva, kolagen ligamen periodontal dan matriks tulang alveolar, peningkatan kadar LDL dengan pembentukan atheroma, hiperglikemia yang mempengaruhi penyembuhan luka periodontal normal, perubahan respon imun, peningkatan oksidasi, perubahan fungsi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan faktor genetik merupakan faktor-faktor yag berkontribusi terhadap perkembangan inflamasi jaringan periodonsium dan penyakit periodontal pada penderita diabetes melitus.7

2.4 Periodontitis

Periodontitis merupakan peradangan atau infeksi pada jaringan periodonsium yaitu gingiva, tulang alveolar, sementum dan ligamen periodontal. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gingiva) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gingiva ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodonsium.6

Periodontitis bersifat kronis, kumulatif, progresif dan apabila telah mengenai jaringan yang lebih dalam dapat menjadi irreversibel. Secara klinis pada awalnya terlihat peradangan jaringan gingiva di servikal gigi dan warnanya lebih merah dibandingkan jaringan gingiva sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gingiva berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi. Bila gingivitis ini dibiarkan berlanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam. Akibatnya adalah kehilangan perlekatan yang banyak, destruksi jaringan gingiva dan terbentuk saku periodontal.


(22)

Bila keparahan tersebut telah mengenai tulang, maka gigi menjadi goyang bahkan gigi tersebut dapat lepas dari socket nya.6

2.5 Patogenesis Periodontitis sebagai Komplikasi Diabetes

Sintesis dan sekresi sitokin akibat infeksi yang berasal dari periodontitis dapat mengakibatkan sintesis dan sekresi sitokin yang berasal dari interaksi AGE dengan RAGE, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan periodontitis dengan DM berlangsung dalam dua arah.1,3,5

Dengan demikian penyakit periodontal yang berupa inflamasi kronis dapat menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami komplikasi yang lebih berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi yang terjadi pada diabetes melitus tipe 1 maupun tipe 2 lebih parah pada penderita diabetik dengan penyakit periodontal yang berat dibandingkan dengan penderita diabetik yang menderita penyakit periodontal ringan sampai sedang.7

Periodontitis kronis yang parah pada penderita DM menjadi penyebab bagi peningkatan konsentrasi hemoglobin terglikosilasi. Infeksi yang berasal dari periodontitis selain meningkatkan produksi sitokin, juga mampu meningkatkan resistensi insulin yang pada akhirnya memperburuk kontrol glikemik penderita diabetes.8,9

2.6 Keparahan Inflamasi pada Gingiva

Pengaruh periodontitis pada diabetes melitus merupakan hasil respon inflamasi jaringan periodonsium. Sejumlah mediator proinflamasi diproduksi oleh jaringan periodonsium terinflamasi, termasuk Tumor Necrosis Factor-Alfa (TNF-α), interleukin 6 dan interleukin 1, mediator ini akan masuk ke dalam aliran darah


(23)

melalui mikrosirkulasi jaringan periodonsium sehingga dapat mempengaruhi jaringan dan organ tubuh yang lain.

Pembentukan AGEs terjadi ketika glukosa yang tersedia berkontak dengan stuktur protein yang lain. Proses ini tidak berlangsung secara enzimatik, dan ketika AGEs terbentuk, maka AGE akan terikat dengan reseptor seluler spesifik yang dikenal sebagai reseptor AGE (RAGE). Reseptor AGE ditemukan dalam sel-sel endotelial dan monosit yang mempunyai peran penting dalam periodontitis. Pengikatan antara AGE dengan RAGE menyebabkan rangkaian kejadian pro-inflamasi yang bersifat self-sustaining karena ikatan AGE-RAGE pada permukaan sel-sel endotelial menginduksi ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 yang menarik monosit pada sel-sel endotelial, sehingga terus menerus memicu respon inflamasi.3-5

Graves dkk menjelaskan bahwa respon inflamasi dan peningkatan apoptosis berperan dalam periodontitis karena merupakan komplikasi diabetes melitus.3 Jika apoptosis meningkat maka efek yang terjadi adalah penyembuhan luka yang lambat. Oleh karena itu, inflamasi yang menimbulkan kerusakan jaringan dan mengurangi perbaikan pada jaringan yang rusak.3

2.7 Inflamasi Periodontitis pada Diabetes Melitus

Inflamasi jaringan periodonsium pada penderita diabetes melitus lebih parah dibandingkan dengan yang bukan penderita diabetes melitus meskipun penumpukan plak pada kelompok bukan penderita diabetes melitus lebih banyak dibanding penumpukan plak penderita diabetes melitus.10,11


(24)

Banyak penelitian menyatakan bahwa respon imun lebih berperan terhadap keparahan inflamasi pada periodontitis. Bakteri berperan secara tidak langsung dalam merangsang inflamasi, dimana bakteri akan menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin atau sitokin meliputi Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-α) dan

Interleukin-1 (IL-1). Mediator-mediator ini akan merangsang produksi dan aktivasi enzim sehingga mampu merusak jaringan ikat gingiva dan memproduksi osteoklas yang dapat meresorpsi tulang.11

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jaringan periodonsium. Terdapat beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes sehingga penyakit ini cenderung memperparah kesehatan jaringan periodonsium dan meningkatkan inflamasi pada gingiva. Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan sulkus gingiva dan darah pada penderita diabetes dapat mengubah lingkungan dari mikroflora dalam rongga mulut sehingga terjadi perubahan kualitatif bakteri yang berpengaruh terhadap keparahan dari penyakit periodontal.9-11

Kedua adalah fungsi polymorphonuclear leukocytes (PMN). Penderita

diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini terjadi sebagai akibat dari defisiensi polymorphonuclear leukocyte yang menyebabkan gangguan chemotaxis, adherence, dan defek fagositosis. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol terjadi pula gangguan pada fungsi PMN dan monocytes / macrophage yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen.9-11

Ketiga adalah perubahan pada metabolisme kolagen. Pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol dan mengalami hiperglikemi kronis terjadi perubahan


(25)

metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenese dan penurunan sintesis kolagen. Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal. Hal ini mempengaruhi integritas jaringan tersebut. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa DM yang disertai oleh beberapa perubahan pada periodonsium berpotensi dan berperan dalam terjadinya periodontitis kronis. Hiperglikemia yang terjadi pada diabetes berperan bagi terjadinya komplikasi yang menyertai penyakit tersebut.9-11,13

Buruknya kontrol gula darah dan meningkatnya pembentukan AGE menginduksi stress oksidan pada gingiva sehingga akan memperparah kerusakan jaringan periodonsium. Di samping itu, dengan adanya peningkatan kadar sel radang dalam cairan sulkus gingiva, menyebabkan jaringan periodonsium lebih mudah terinfeksi dan menyebabkan kerusakan tulang. Selain merusak leukosit, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dalam tubuh. Lambatnya aliran darah akan menurunkan kemampuan tubuh terhadap infeksi, sehingga periodontitis yang merupakan penyakit infeksi bakteri akan bertambah parah pada penderita diabetes. Perubahan-perubahan yang dikemukakan di atas membuktikan hal-hal yang dapat mempengaruhi kondisi periodonsium pada penderita diabetes.13


(26)

Glikolisis non-enzimatik Kondisi inflamasi hiper-reaktif Sekresi berlebihan mediator inflamatori Inflamasi periodontal semakin parah Perubahan pada mirobiota rongga mulut Hiperglikemi AGEs AGEs AGEs TNF-a Ig-G IL-B IL-6 Siklus Keparahan Inflamasi

Jaringan Periodonsium pada penderita diabetes melitus

Gambar 1. Siklus keparahan inflamasi jaringan periodonsium pada penderita diabetes melitus tidak terkontrol. (Sumber: Cronin dkk. Oral inflammatory conditions and diabetes melitus, 2008:11)

2.7.1 Indeks Pengukuran Keparahan Inflamasi

Untuk mengetahui derajat keparahan inflamasi jaringan periodonsium pada penderita diabetes maka dilakukan pengukuran dengan berbagai indeks yaitu: Indeks Gingiva (IG), Indeks Perdarahan Papila Gingiva Dimodifikasi (IPPD), dan Indeks Oral Higiene (OHIS).12

2.7.1.1 Indeks Gingiva (IG)

Indeks yang diperkenalkan oleh Loe dan Silness ini digunakan untuk menilai derajat keparahan inflamasi. Pengukuran dilakukan pada gingiva di dua sisi gigi geligi yang diperiksa yaitu vestibular dan oral.12

Kriteria untuk penentuan skornya adalah sebagai berikut:12


(27)

1: Inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai dengan perubahan warna, sedikit oedema; pada palpasi tidak terjadi pendarahan.

2: Inflamasi gingiva sedang, gingiva berwarna merah, oedema, dan berkilat; pada palpasi terjadi pendarahan.

3: Inflamasi gingiva parah, gingiva berwarna merah menyolok, oedematous,

terjadi ulserasi; gingiva cenderung berdarah spontan.

Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor dari keempat sisi yang diperiksa lalu dibagi dengan dua (jumlah sisi yang diperiksa per gigi). Skor Indeks Gingiva untuk individu diperoleh dengan membagi jumlah skor dari semua gigi yang diperiksa dengan jumlah gigi yang diperiksa.

Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor Indeks Gingiva dengan kriteria sebagai berikut:

Skor Indeks Gingiva Kondisi gingiva

0,1-1,0 Gingivitis ringan

1,1-2,0 Gingivitis sedang

2,1-3,0 Gingivitis parah

Tabel 1: Kriteria Skor Indeks Gingiva

(Sumber: Daliemunthe SH.Periodonsia.2008:51)


(28)

Perdarahan gingiva dicatat dengan menggunakan indeks perdarahan papila dan gingiva (P.B.I.) dari Saxer danMuhlemann dengan kriteria sebagai berikut:12

0 : Tidak ada perdarahan

1 : Perdarahan berupa titik kecil

2 : Perdarahan berupa titik yang besar atau berupa ganis 3 : Perdarahan menggenang di interdental

GAMBARAN KLINIS

Skor 0

Tidak terjadi perdarahan

Skor 1

Perdarahan berupa titik kecil

Skor 2

Perdarahan berupa titik besar atau berupa garis

Skor 3

Perdarahan menggenang di interdental Gambar 2. Indeks perdarahan papila modifikasi menurut Saxen dan Muhlemann (Sumber: Daliemunthe SH.Periodonsia.2008:51)

2.7.1.3 Indeks Higiene Oral (OHIS)

Indeks Higiene Oral merupakan salah satu indeks yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian epidemiologis. Indeks ini bertujuan mengukur permukaan gigi yang ditutupi oleh debris dan kalkulus. Indeks ini terdiri dari dua komponen yaitu Indeks Debris dan Indeks Kalkulus.12


(29)

Pemeriksaan dilakukan pada enam gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada maka diganti dengan gigi 21 dan sebaliknya. Alat yang digunakan adalah kaca mulut dan sonde. Setiap permukaan gigi dibagi secara horizontal atas sepertiga gingiva, sepertiga tengah dan sepertiga insisal. Untuk mengukur skor indeks debris, sonde ditempatkan pada sepertiga insasal permukaan gigi lalu digerakkan kearah sepertiga gingiva dan skor diberikan sesuai dengan kriteria berikut ini.12

Skor indeks debris:12

0 : Tidak ada debris / stein

1 : Debris lunak menutupi tidak lebih dari sepertiga permukaan gigi atau adanya stein ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut.

2 : Debris lunak menutupi lebih dari sepertiga tapi kurang dari dua pertiga

permukaan gigi.

3 : Debris lunak menutupi lebih dari dua pertiga permukaan gigi.

Gambar 3: Indeks Plak

(Sumber: Daliemunthe SH.Periodonsia. USU Press, 2008:56)


(30)

Skor Indeks Kalkulus menurut Green dan Vermillion : 0 : Tidak ada kalkulus.

1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi.

2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 dan tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingiva di daerah servikal gigi atau keduanya. 3 : Kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus

subgingiva yang melingkari servikal gigi.

Skor akhir indeks debris dan kalkulus individu dihitung dengan membagi jumlah skor indeks debris dan kalkulus dari semua gigi yang diperiksa dengan jumlah permukaan gigi yang diperiksa. Skor indeks debris dan kalkulus dijumlahkan untuk mendapatkan Skor Higiene Oral.12

Kemudian skor dimasukkan kedalam tiga kategori untuk menentukan level Higiene Oral, yaitu:12 a. 0,0 – 1,2 : baik

b. 1,3 – 3,0 : sedang c. 3,1 – 6,0 : buruk


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

UMUR

3.2 Hipotesis

Ho : Tidak ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis

ditinjau dari aspek keparahan inflamasi gingiva.

Ha : Ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis

ditinjau dari aspek keparahan inflamasi gingiva. DIABETES MELITUS

TIPE 2

INFLAMASI GINGIVA - Indeks Gingivitis - Indeks Oral Higiene - Level Pendarahan

- UMUR

- OBESITAS

- PENYAKIT SISTEMIK

LAIN

- KEBIASAAN MEROKOK

- FREKWENSI

PENYIKATAN GIGI


(32)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian

Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGMP FKG USU.

4.2.2 Waktu Penelitian

Bulan Oktober - Desember 2010

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung dan RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGMP FKG USU.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dan penderita non diabetes Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGMP FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi.


(33)

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 90 orang yang terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 dan 45 orang bukan penderita diabetes melitus.

Pertimbangan penentuan jumlah sampel mengikuti standar rancangan penelitian cross sectional menggunakan rumus berikut.

N = ( Zα √2PQ + Zβ √P1Q1+P2Q2)2

( P1 – P2)2

N = ( 1,96 √2(0,55)(0,5) + 1,036√(0,5)(0,5) + (0,6)(0,4))2

( 0,11)

N = 44,8 ~ 45 orang

N = besar sampel setiap kelompok

P1 = proporsi periodontitis pada penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,50

P2 = prevalensi periodontitis penderita tanpa DM tipe 2, diasumsikan 0,60

P = (P1 + P2)/2 = 0.55

Q = 1 – P = 0,5 d = P1 –P2 = 0,3

α = 0,05 Zα = 1,96 (two tailed) β = 0,15 Zβ = 1.036

4.4 Kriteria Inklusi

a. Penderita diabetes melitus tipe 2, dan non diabetes .

b. Berumur 20-70 tahun.

c. Memiliki minimal 20 gigi.

d. Periodontitis dengan kehilangan perlekatan lebih dari 3 mm pada 2 gigi.


(34)

a. Pernah mendapatkan perawatan periodontal dalam 6 bulan terakhir. b. Penderita penyakit kelainan darah dan keganasan.

c. Penderita imuno kompromis.

d. Penderita yang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi status

periodontal, seperti phenytoin, siklosporin, beta-bloker dan lainnya.

4.6 Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel Bebas

Diabetes melitus tipe 2

4.6.2 Variabel Tergantung

1. Indeks Gingivitis 2. Indeks Oral Higiene

3. Indeks Pendarahan Papila Dimodifikasi

4.6.3 Variabel Kendali

1. Usia

2. Penyakit sistemik lain

4.6.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Pekerjaan

2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat ekonomi


(35)

4.7 Defenisi Operasional

1. Diabetes melitus tipe adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena berkurangnya sensitivitas insulin sehingga transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh, umumnya pada usia diatas 30 tahun, obesitas, disertai tanda diabetes lainnya.

2. Periodontitis didefenisikan sebagai suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi, dimana terjadi kehilangan perlekatan perlekatan lebih dari 3 mm minimal pada 2 gigi.

3. Kedalaman saku adalah jarak dari krista gingiva bebas ke dasar saku klinis. 4. Kehilangan perlekatan adalah jarak dari batas semento enamel ke dasar saku.

4.8 Alat dan Bahan Penelitian

4.8.1 Alat Penelitian

1. Prob periodontal UNC-15 ( Kohler, Germany ). 2. Pinset, sonde sabit dan kaca mulut ( SMIC, China ) 3. Gluco meter ( Easy Touch, Taiwan).


(36)

4.8.2 Bahan Penelitian

1. Sarung tangan disposibel 2. Masker disposibel 3. Kapas

4. Desinfektan 5. Alkohol

4.9 Prosedur Penelitian

4.9.1 Pengisian Kuesioner

Penelitian dilakukan terhadap penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Pemilihan sampel dilakukan melalui wawancara langsung mengenai data pribadi dengan bantuan kuesioner. Data lain mengenai penderita diabetes diperoleh dari bagian administrasi.

4.9.2 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis terhadap kelompok penderita diabetes melitus tipe 2 dilakukan menggunakan glucometer, prob periodontal, sonde, kaca mulut dan pinset.

Pemeriksaan klinis meliputi:

1. Kadar gula darah,

2. Indeks Gingivitis (IG),

3. Indeks Oral Higiene (OHIS)


(37)

4.10 Skema Penelitian

Mencari subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

Memberikan pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner

Melakukan pemeriksaan klinis :

1. Kadar gula darah

2. Indeks Gingivitis (IG),

3. Indeks Oral Higiene (OHIS)

4. Indeks Pendarahan Papila Dimodifikasi (IPPD)

Analisis data


(38)

4.11 Analisis data

Data yang telah diperoleh dimasukkan kedalam komputer dan dilakukan analisis data dengan menggunakan sistem SPSS versi 17.

Gambaran statistik meliputi rata-rata, standar deviasi (SD), jumlah dan persentase digunakan untuk menjelaskan status jaringan periodonsium. Perbandingan hubungan antara kedua kelompok diuji dengan uji statistik T-test independen. Uji Mann-Whitney, Uji korelasi Pearson dan Uji korelasi Spearman. Derajat kepercayaan diperkirakan 95%. Signifikansi statistik diperoleh jika nilai P < 0,05.


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober sampai bulan Desember di tiga lokasi dikota Medan yaitu Puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Sebanyak 45 orang subjek penelitian yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 serta memenuhi kriteria inklusi dipilih sebagai kelompok kasus dan 45 subjek yang lain dipilih secara random sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian mengenai hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek keparahan inflamasi gingiva akan disajikan dalam bentuk tabel berikut.

5.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Data demografis subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah/ Persentase Jenis kelamin Penderita DM tipe 2

a. Perempuan

b. Laki-laki

45

35 (78) 10 (22) Non DM

a. Perempuan

b. Laki-laki

45

31 (69) 14 (31)


(40)

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah/Persentase Usia Penderita DM tipe 2

a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45

0 (0) 27 (60) 18 (40) Non DM

a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45

24 (53) 20 (45) 1 (2)

Tingkat pendidikan Penderita DM tipe 2

a. SD

b. SLTP

c. SLTA

d. Perguruan tinggi

45 8 (18) 13 (29) 18 (40) 6 (13) Non DM a. SD b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan tinggi

45

9 (20) 14 (31) 15 (33) 7 (16)

Kadar gula darah Penderita DM tipe 2 a. < 200 mg/dl

b. 200-400 mg/dl

c. > 400 mg/dl

45

11 (24) 30 (67) 4 (9)

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 90 orang dan mayoritas subjek penelitian adalah perempuan yaitu 35 orang (78%) pada penderita DM tipe 2 dan 31 orang (69%) pada penderita non DM .

Seluruh subjek penelitian memiliki rentang usia 20-69 tahun. Subjek terbanyak pada kelompok penderita DM tipe 2 adalah pada rentang usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 27 orang (60%) sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang usia 61-69 tahun yaitu sebanyak 18 orang (40%). Berbeda dengan kelompok penderita DM,


(41)

penderita non DM terbanyak pada rentang usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 24 orang (53%) dan paling sedikit pada rentang usia 61-69 tahun yaitu 1 orang (2%).

Pendidikan subjek penelitian terbanyak adalah dari kelompok SLTA yaitu sebanyak 18 orang (40%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 15 orang (33%) pada kelompok penderita non DM, sedangkan yang paling sedikit adalah berpendidikan perguruan tinggi yaitu 6 orang (13%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 7 orang (16%) pada kelompok penderita non DM.

Kadar gula darah yang tertinggi pada penderita DM adalah antara 200-400mg/dl yaitu sebanyak 30 orang (67%) sedangkan yang paling sedikit adalah > 400mg/dl yaitu sebanyak 4 orang (9%).

5.2 Indeks Debris

Perbandingan rerata indeks debris penderita diabetes melitus tipe 2 dengan penderita non diabetes akan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Rerata Indeks Debris pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes

Tabel 3 diatas menunjukkan adanya perbedaan rerata indeks debris penderita diabetes dan non diabetes, dimana rerata indeks debris penderita diabetes lebih

Status

Indeks Debris Jumlah P

Diabetes Rerata Standar Sampel

Melitus (x) Deviasi

Ya 1,25 0 ,39 45 0,732


(42)

rendah dibandingkan non diabetes, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05)

5.3 Indeks Kalkulus

Perbandingan rerata indeks kalkulus penderita diabetes melitus tipe 2 dengan penderita non diabetes akan disajikan pada tabel 4.

Tabel 4. Rerata Indeks Kalkulus pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes

Dari tabel 4 diatas terlihat adanya perbedaan rerata indeks kalkulus penderita diabetes dan non diabetes, dimana rerata indeks kalkulus penderita diabetes lebih tinggi dibandingkan non diabetes, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik (p<0,05)

5.4 Indeks OHIS

Perbandingan rerata indeks OHIS penderita diabetes melitus tipe 2 dengan penderita non diabetes akan disajikan pada tabel 5.

Status

Indeks Kalkulus Jumlah P

Diabetes Rerata Standar Sampel

Melitus (x) Deviasi

Ya 1,89 0,97 45 0,02


(43)

Tabel 5. Rerata Indeks OHIS pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes

Dari tabel 5 diatas terlihat adanya perbedaan rerata indeks OHIS penderita diabetes dengan non diabetes, dimana rerata indeks OHIS penderita diabetes lebih rendah dibandingkan non diabetes, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05).

5.5 Indeks Gingivitis

Perbandingan rerata indeks gingivitis penderita diabetes melitus tipe 2 dengan penderita non diabetes akan disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Rerata Indeks gingivitis pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes

Dari tabel 6 diatas terlihat adanya perbedaan rerata indeks gingivitis penderita diabetes dan non diabetes, dimana rerata indeks gingivitis penderita diabetes lebih

Status

Indeks OHIS Jumlah P

Diabetes Rerata Standar Sampel

Melitus (x) Deviasi

Ya 0,40 1,05 45 0,144

Tidak 0,51 0 ,84 45

Status

Indeks Gingivitis Jumlah P

Diabetes Rerata Standar Sampel

Melitus (x) Deviasi

Ya 1,18 0,60 45 0,28


(44)

rendah dibandingkan non diabetes, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05).

5.6 Indeks Pendarahan Papila Dimodifikasi

Perbandingan rerata indeks IPPD penderita diabetes melitus tipe 2 dengan penderita non diabetes akan disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Rerata Indeks IPPD pada Kelompok Diabetes dan Non Diabetes

Dari tabel 7 diatas terlihat adanya perbedaan rerata indeks IPPD penderita diabetes dan non diabetes, dimana rerata indeks pendarahan papilla dimodifikasi penderita diabetes lebih rendah dibandingkan non diabetes, namun perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik (p>0,05)

5.7 Korelasi antara KGD dengan indeks debris, indeks kalkulus, indeks OHIS, indeks gingivitis dan indeks IPPD.

Uji korelasi antara kadar gula darah dengan indeks debris, indeks kalkulus, indeks gingivitis dan indeks IPPD menggunakan uji korelasi Pearson. Manakala uji

korelasi antara kadar gula darah dengan indeks OHIS menggunakan uji korelasi

Status

Indeks IPPD Jumlah P

Diabetes Rerata Standar Sampel

Melitus (x) Deviasi

Ya 1,27 0,66 45 0,31


(45)

Spearman. Hasil uji dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ditafsirkan sebagai sangat lemah (0,00-0,199), lemah (0,20-0,399), sedang (0,40-0,599), kuat (0,60-0,799) dan sangat kuat (0,80-1,000). Nilai p<0,05 dinyatakan terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p>0,05 artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Arah korelasi positif berarti searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya, sedangkan arah korelasi negatif berarti berlawanan arah, semakin kecil nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.

Tabel 8. Korelasi kadar gula darah dengan indeks indeks debris, indeks kalkulus, indeks OHIS, indeks gingivitis dan indeks IPPD.

Variabel Nilai p Koefisien Korelasi

Kadar gula darah – indeks debris Kadar gula darah – indeks kalkulus Kadar gula darah – indeks OHIS Kadar gula darah – indeks gingivitis

0,98P 0,99P 0,04S 0,80P

-0,03 0,001 0,30 -0,39

Kadar gula darah – indeks IPPD 0,74P -0,52

Keterangan: P Uji Pearson; S Uji Spearman p<0,05 = bermakna

Pada tabel 8 diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi bermakna (p>0,05) antara kadar gula darah dengan indeks debris, indeks kalkulus, indeks gingivitis dan indeks IPPD tetapi terdapat korelasi bermakna (p<0,05) antara kadar


(46)

gula darah dengan indeks OHIS. Indeks debris, indeks kalkulus, indeks OHIS, indeks gingivitis dan indeks IPPD yang merupakan parameter dalam mengukur keparahan inflamasi gingiva sehingga hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara KGD dengan inflamasi gingiva ditolak. Korelasi menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara kadar gula darah dengan indeks debris, hubungan yang lemah dengan indeks gingivitis dan OHIS, hubungan yang sangat kuat dengan indeks kalkulus serta hubungan yang sedang dengan indeks IPPD. Arah korelasi bernilai negatif berarti peningkatan kadar gula darah tidak disertai dengan peningkatan indeks debris, indeks gingivitis dan indeks IPPD. Arah korelasi bernilai positif berarti peningkatan kadar gula darah disertai dengan peningkatan indeks kalkulus dan OHIS. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan kadar gula darah tidak berhubungan dengan perubahan status periodontal.


(47)

BAB 6 PEMBAHASAN

Diabetes melitus dan periodontitis memiliki hubungan timbal balik. Diabetes melitus dapat menimbulkan serangkaian perubahan pada jaringan periodonsium sehingga dapat memperburuk kondisi periodonsium penderita diabetes. Inflamasi yang terjadi merupakan serangkaian reaksi yang membawa sejumlah sel dan molekul dari sistem imun menuju sisi yang terinfeksi atau yang mengalami kerusakan. Sel-sel tersebut adalah netrofil, makrofag, limfosit T, limfosit B, dan sel plasma. Inflamasi yang terjadi pada penyakit periodontal merupakan suatu respon non spesifik terhadap bakteri. Pada inflamasi, sejumlah sel dan molekul dari sistem imun akan dibawa menuju sisi yang terinfeksi. Sehingga, pada daerah inflamasi akan terjadi perubahan mikrosirkulasi secara lokal, yang ditandai secara klinis dengan adanya rubor, dolor, kalor, tumor dan kehilangan fungsi (fungsio laesa ) .15,18

Pada tahun 1993, Loe menyatakan bahwa penyakit periodontal merupakan urutan ke-6 dari komplikasi diabetes melitus.16 Taylor dan Borgnakke (2008) telah mengidentifikasi penyakit periodontal sebagai faktor risiko bagi diabetes melitus yang tidak terkontrol. Taylor dan Borgnakke telah menemukan bahwa dari 65 penelitian yang dilakukan, terdapat 57 penelitian yang menyatakan prevalensi dan derajat keparahan inflamasi periodontitis lebih tinggi pada penderita diabetes melitus bila dibandingkan dengan kelompok non diabetes dan inflamasi gingiva juga lebih banyak ditemukan pada penderita diabetes yaitu sebesar 64% dibandingkan dengan penderita non-DM sebanyak 50%.17,18 Graves dkk telah melakukan tinjauan mengenai


(48)

patogenesis penyakit periodontal pada penderita diabetes dan menyimpulkan bahwa keparahan inflamasi gingiva akan meningkatkan apoptosis yang berkontribusi kepada periodontitis sebagai komplikasi diabetes.19 Menurut Thorson dan Hugoson, Seppala dan Ainamo, Geismer dkk, dan Demmer dkk, penderita diabetes melitus lebih mudah terkena inflamasi periodontal dibandingkan penderita non diabetes.14

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada indeks OHIS dan indeks debris di antara penderita diabetes melitus dan non diabetes. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawamura dkk. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Moideen dkk, pada penderita diabetes,yang menemukan bahwa terdapat peningkatan perdarahan pada saat probing dan oral higiene yang sangat buruk dibandingkan dengan non diabetes.15

Dari penelitian Bascones dkk diketahui bahwa indeks gingivitis dan perdarahan lebih tinggi pada penderita diabetes (55,1%) dibandingkan dengan non diabetes (45,2 %). Hasil yang sama juga telah diperoleh oleh Faulconbridge dkk, Bernick dkk, Ringelberg dkk., Gislen dkk ,Gusberti dkk, Sznagner dkk, Cianciola dkk, dan Collin dkk.23 Namun, hal ini bertentangan dengan penelitian oleh Ervasti T dkk yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara indeks gingivitis pada penderita diabetes dan non diabetes tetapi indeks pendarahan menunjukkan perbedaan yang signifikan.26 Hal ini mungkin disebabkan karena level perdarahan berkurang apabila kadar gula darahnya terkontrol.26

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada indeks gingivitis dan indeks pendarahan.6,26 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sbordone dkk yang juga menujukkan tidak ada hubungan yang


(49)

signifikan antara diabetes melitus dan non diabetes dengan inflamasi gingiva.25 Hal ini disebabkan karena efek periodontitis merupakan respon inflamatori yang alami pada jaringan periodonsium sehingga tidak terdapat perbedaan inflamasi gingiva yang bermakna antara penderita diabetes dengan non diabetes 24

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lely S dkk ditemukan bahwa indeks OHIS antara kelompok DM dan kelompok non DM berbeda secara signifikan (p>0,05).3 Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kawamura dkk yang menunjukkan indeks debris, indeks kalkukus, indeks OHIS memiliki perbedaan namun tidak bermakna.22 Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada saat ini yang menemukan bahwa indeks debris dan indeks OHIS menunjukkan perbedaan statistik yang tidak signifikan.. Hal ini kemungkinan terjadi disebabkan karena komposisi glukosa pada cairan sulkus gingiva dan darah adalah tinggi pada penderita diabetes.21

Hasil uji korelasi Pearson antara kadar gula darah dengan indeks debris, indeks kalkulus, indeks gingivitis dan indeks IPPD pada subjek menunjukkan tidak ada hubungan bermakna diantara keduanya (p>0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya sampel penelitian dan pengambilan sampel yang dilakukan di rumah sakit dan puskesmas dimana pasien yang datang adalah penderita DM yang kadar gula darahnya telah terkontrol menjadi kemungkinan penyebab tidak ada hubungan antara penderita diabetes dengan inflamasi gingiva yang diukur dengan indeks debris, indeks kalkulus, indeks gingivitis dan indeks IPPD.

Hasil uji korelasi Spearman antara kadar gula darah dengan indeks OHIS pada subjek menunjukkan hubungan bermakna diantara keduanya (p<0,05). Hal ini


(50)

mungkin disebabkan oleh kurangnya kepedulian penderita diabetes dalam menjaga kebersihan rongga mulut sehingga plak pada permukaan gigi berkurang serta risiko terjadinya periodontitis meningkat.

Salah satu faktor risiko antara diabetes melitus dan periodontitis adalah obesitas. Hasil penelitian yang dijalankan oleh Al-Zahrani dkk menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas dan periodontitis.27 Data mengenai berat badan antara kelompok diabetes dan non diabetes tidak disertakan dalam penelitian ini. Faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian adalah kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat-obatan serta komplikasi penyakit sistemik lain sehingga hal ini diekslusikan pada saat pengambilan sampel penelitian.21


(51)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Indeks debris tidak menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

2. Indeks kalkulus menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes

melitus dengan non diabetes.

3. Indeks OHIS tidak menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

4. Indeks Gingivitis tidak menunjukkan perbedaan antara penderita

diabetes melitus dengan non diabetes.

5. Indeks IPPD tidak menunjukkan perbedaan antara kelompok penderita

diabetes melitus dengan kelompok kontrol.

6. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan

indeks debris.

7. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan

indeks kalkulus.

8. Ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks OHIS.

9. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan


(52)

10.Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks IPPD.

7.2 SARAN

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dokter umum dapat mengetahui bahwa kondisi rongga mulut sangat mempengaruhi kondisi sistemik individu khususnya pada penderita DM sehingga dokter umum dapat merujuk penderita DM yang memiliki oral higiene yang buruk ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan karena perawatan tersebut dapat membantu individu dalam mengurangi kadar gula darahnya.


(53)

DAFTAR RUJUKAN

1. Lamster,I.B, Lalla,E, Borgnakke,W.S, Taylor,J.W. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc2008;139;19S-24S.

2. Andi Dyah Pratiwi, Epidemiologi,Program Penanggulagan, dan Isu Mutakhir

Diabetes Melitus.Universitas Hasanuddin,Makassar.2007:1-4

3. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol

Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus Di RS Persahabatan Jakarta.Media Litbang Kesehatan,2004:Vol 14 (3):40-43 4. Matthews D.C. The Relationship Between Diabetes And Periodontal Disease.

J Can Dent Assoc 2002; 68(3):161-4.

5. Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of

diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc2003;134;34S-40S. 6. Mealey,B.L. Periodontal disease and diabetes, a two way street. J Am Dent

Assoc 2006;137;26S-31S.

7. Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J

Periodontol 2006;77:1289-1303.

8. Carranza,FA, Newman FG, Takei,HH. Carranza’s Clinical Periodontology

9th ed. 2002. Philadelphia.:208-211

9. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontal Medicine.2000.

Hamilton.:122-135

10.Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontics Medicine,


(54)

11.Eley,B.M, Soory,M, Manson,J.D. Periodontics 6th ed.2010. Philadelphia.:109-111,143-145

12.Daliemunthe SH. Periodonsia. USU Press 2008:11,50-59

13.Taylor G. Periodontal infection and Glycemic Control in diabetes:Current Issue. Inside dentistry Vol 2 (1): 1-4

14.Javed F. Oral inflammatory conditions and diabetes melitus. [Thesis].

Sweden, Stockholm :Karolinska Institute; 2008:7-17

15.Archarya AB, Satyanarayan A, Thakur SL. Status of association studies

linking diabetes melitus and periodontal disease in India. International Journal of Diabetes in Developing Countries 2010, Vol 30 (2):69-74

16.Löe H.Periodontal disease: The sixth complication of diabetes

mellitus.Diabetes Care 1993;16(1):329-34.

17.Taylor GW. The effects of periodontal treatment on diabetes. J Am Dent Assoc 2003,134;41S-48S.

18.Taylor GW, Borgnakke WS. Periodontal disease: associations withdiabetes,

glycemic control and complications. Oral Dis 2008;14(3):191-203.

19.Graves DT, Liu R, Oates TW (2007). Diabetes-enhanced inflammation and

apoptosis –impact on periodontal pathosis. Periodontology 2000,45: 128–137. 20.Hussain A.M. The Relationship between Diabetes Mellitus and Periodontitis.


(55)

21.Moideen S, Siddiq A, Baig SG, Ahmed SP, Afroz S. Progression of Chronic Periodontitis in Diabetic and Non Diabetic Subjects. Journal of Basic and Applied Sciences 2009: Vol 5 (2):53-54

22.Kawamura M, Fukuda S, Kawabata K, Iwamoto Y. Comparison of health

behavior and oral/medical conditions in non-insulin dependent (type 2) diabetics and non diabetics. Australian Dental Journal 1998; 43:(5):315-20 23.Blanco A,Villar BB, Martinez EJ, Vallejo PS, Blanco FJ. Dental Problems in

patients tiwh diabetes melitus 2: gingival index and periodontal disease. Med Oral 2003; 8: 233-47

24.Tilg H, Moschen AR. Inflammatory mechanisms in the regulation of insulin

resistance. Mol Med 2008;14(3-4):222-231.

25.Sbordone L, Ramaglia L, Barone A, Ciaglia RN, IaconoVJ. Periodontal

status and subgingival microbiota of insulin-dependent juvenile diabetics: A 3-year longitudinalstudy. J Periodontol 1998;69:120-128.

26.Ervasti L, Knuuttila M, Pohjamo L, Haukipuro K. Relation between control of diabetes and gingival bleeding. J Periodontol1985;56(3):154-7.

27.Al-Zahrani MS, Bissada NF, Borawskit EA. Obesity and periodontal disease in young, middle aged and older adults. J Periodontol 2003;74:610-5.


(1)

mungkin disebabkan oleh kurangnya kepedulian penderita diabetes dalam menjaga kebersihan rongga mulut sehingga plak pada permukaan gigi berkurang serta risiko terjadinya periodontitis meningkat.

Salah satu faktor risiko antara diabetes melitus dan periodontitis adalah obesitas. Hasil penelitian yang dijalankan oleh Al-Zahrani dkk menunjukkan hubungan yang signifikan antara obesitas dan periodontitis.27 Data mengenai berat badan antara kelompok diabetes dan non diabetes tidak disertakan dalam penelitian ini. Faktor lain yang mempengaruhi hasil penelitian adalah kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat-obatan serta komplikasi penyakit sistemik lain sehingga hal ini diekslusikan pada saat pengambilan sampel penelitian.21


(2)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Indeks debris tidak menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

2. Indeks kalkulus menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

3. Indeks OHIS tidak menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

4. Indeks Gingivitis tidak menunjukkan perbedaan antara penderita diabetes melitus dengan non diabetes.

5. Indeks IPPD tidak menunjukkan perbedaan antara kelompok penderita diabetes melitus dengan kelompok kontrol.

6. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks debris.

7. Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks kalkulus.

8. Ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks OHIS.


(3)

10.Tidak ada korelasi yang signifikan antara kadar gula darah dengan indeks IPPD.

7.2 SARAN

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dokter umum dapat mengetahui bahwa kondisi rongga mulut sangat mempengaruhi kondisi sistemik individu khususnya pada penderita DM sehingga dokter umum dapat merujuk penderita DM yang memiliki oral higiene yang buruk ke dokter gigi untuk dilakukan perawatan karena perawatan tersebut dapat membantu individu dalam mengurangi kadar gula darahnya.


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1. Lamster,I.B, Lalla,E, Borgnakke,W.S, Taylor,J.W. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc 2008;139;19S-24S.

2. Andi Dyah Pratiwi, Epidemiologi,Program Penanggulagan, dan Isu Mutakhir Diabetes Melitus.Universitas Hasanuddin,Makassar.2007:1-4

3. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus Di RS Persahabatan Jakarta.Media Litbang Kesehatan,2004:Vol 14 (3):40-43 4. Matthews D.C. The Relationship Between Diabetes And Periodontal Disease.

J Can Dent Assoc 2002; 68(3):161-4.

5. Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc 2003;134;34S-40S. 6. Mealey,B.L. Periodontal disease and diabetes, a two way street. J Am Dent

Assoc 2006;137;26S-31S.

7. Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J Periodontol 2006;77:1289-1303.

8. Carranza,FA, Newman FG, Takei,HH. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. 2002. Philadelphia.:208-211

9. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontal Medicine.2000. Hamilton.:122-135


(5)

11.Eley,B.M, Soory,M, Manson,J.D. Periodontics 6th ed.2010. Philadelphia.:109-111,143-145

12.Daliemunthe SH. Periodonsia. USU Press 2008:11,50-59

13.Taylor G. Periodontal infection and Glycemic Control in diabetes:Current Issue. Inside dentistry Vol 2 (1): 1-4

14.Javed F. Oral inflammatory conditions and diabetes melitus. [Thesis]. Sweden, Stockholm :Karolinska Institute; 2008:7-17

15.Archarya AB, Satyanarayan A, Thakur SL. Status of association studies linking diabetes melitus and periodontal disease in India. International Journal of Diabetes in Developing Countries 2010, Vol 30 (2):69-74

16.Löe H.Periodontal disease: The sixth complication of diabetes mellitus.Diabetes Care 1993;16(1):329-34.

17.Taylor GW. The effects of periodontal treatment on diabetes. J Am Dent Assoc 2003,134;41S-48S.

18.Taylor GW, Borgnakke WS. Periodontal disease: associations withdiabetes,

glycemic control and complications. Oral Dis 2008;14(3):191-203.

19.Graves DT, Liu R, Oates TW (2007). Diabetes-enhanced inflammation and apoptosis –impact on periodontal pathosis. Periodontology 2000,45: 128–137. 20.Hussain A.M. The Relationship between Diabetes Mellitus and Periodontitis.


(6)

21.Moideen S, Siddiq A, Baig SG, Ahmed SP, Afroz S. Progression of Chronic Periodontitis in Diabetic and Non Diabetic Subjects. Journal of Basic and Applied Sciences 2009: Vol 5 (2):53-54

22.Kawamura M, Fukuda S, Kawabata K, Iwamoto Y. Comparison of health behavior and oral/medical conditions in non-insulin dependent (type 2) diabetics and non diabetics. Australian Dental Journal 1998; 43:(5):315-20 23.Blanco A,Villar BB, Martinez EJ, Vallejo PS, Blanco FJ. Dental Problems in

patients tiwh diabetes melitus 2: gingival index and periodontal disease. Med Oral 2003; 8: 233-47

24.Tilg H, Moschen AR. Inflammatory mechanisms in the regulation of insulin

resistance. Mol Med 2008;14(3-4):222-231.

25.Sbordone L, Ramaglia L, Barone A, Ciaglia RN, IaconoVJ. Periodontal status and subgingival microbiota of insulin-dependent juvenile diabetics: A 3-year longitudinalstudy. J Periodontol 1998;69:120-128.

26.Ervasti L, Knuuttila M, Pohjamo L, Haukipuro K. Relation between control of diabetes and gingival bleeding. J Periodontol1985;56(3):154-7.

27.Al-Zahrani MS, Bissada NF, Borawskit EA. Obesity and periodontal disease in young, middle aged and older adults. J Periodontol 2003;74:610-5.