Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DITINJAU DARI

ASPEK DESTRUKSI PERIODONTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

ULIPE NIM : 070600076

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Januari 2011

Pembimbing Tanda tangan

1. Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ………


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 13 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ……… ANGGOTA : 1. Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ...….……… 2. Irmansyah R.,drg., Ph.D ...…………. 3. Irma Ervina , drg., Sp.Perio(K) ...………….

Mengetahui: KETUA DEPARTEMEN

Irmansyah R., drg., Ph.D .……… NIP. 19540210 198303 1 002


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2011

Ulipe

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal

x + 40 halaman

Latar belakang : Diabetes melitus, terutama diabetes melitus tipe 2, adalah salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di dunia khususnya di Indonesia pada saat ini. Penyakit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi, dan salah satunya didalam rongga mulut adalah periodontitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus mempunyai kondisi jaringan periodonsium yang lebih buruk dibandingkan kelompok yang tidak menderita diabetes melitus terutama dalam hal keadaan periodonsiumnya, kedalaman saku dan level kehilangan perlekatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis dari aspek destruksi periodontal dan membandingkan kondisi jaringan periodonsium penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemi yang baik dan buruk di kota Medan.

Metode penelitian : Penelitian dilakukan secara observasional dengan pendekatan Cross sectional, dimana subjek kelompok kasus dan kelompok kontrol hanya diobservasi satu kali tanpa diberi perlakuan, dan variabel diukur menurut keadaan atau sewaktu diobservasi. Sampel diperoleh dari 3 lokasi di kota Medan yaitu puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia FKG USU dengan


(5)

total sampel keseluruhan 90 orang, terdiri dari 45 orang penderita DM tipe 2 dan 45 orang penderita non DM tipe 2. Pemeriksaan diawali dengan wawancara terhadap subjek penelitian lalu dilakukan pemeriksaan klinis terhadap kadar gula darah, indeks periodontal, kedalaman saku dan level kehilangan perlekatan.

Hasil : Diabetes melitus tipe 2 berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan jaringan periodonsium dalam hal indeks periodontal dan level kehilangan perlekatan, namun memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kedalaman saku periodontal. Selain itu tidak terdapat hubungan antara kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium.

Kesimpulan : Ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek periodontal. Indeks periodontal dan kehilangan perlekatan pada penderita DM lebih besar daripada penderita non DM, sedangkan kedalaman saku pada penderita DM lebih rendah daripada kelompok non DM. Oleh karena itu dibutuhkan program kebersihan mulut yang sifatnya pencegahan agar dapat membantu dalam menjaga kesehatan jaringan periodonsium selama menderita diabetes melitus tipe 2 dan mencegah perkembangan penyakit periodontal.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, rasa terima kasih secara khusus penulis tujukan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda ( Suyadi P) dan Ibunda ( Mei Yen) yang senantiasa mendoakan, menyayangi, membimbing dan mendukung penulis sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universita Sumatera Utara Medan.

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih atas dukungan, perhatian, bantuan dan rasa persaudaraan yang hangat dari saudara saudari tercinta yaitu Diana,SE, Elmy,S.Kom, Agus Salim,ST, dan Meirita,S.Kom yang selalu mendukung penulis baik dalam keadaan suka maupun duka.

Dalam penulisan skripsi ini penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, penghargaan, saran-saran dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu dengan penuh ketulusan hati dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg. C.Ort., Sp.Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu dan dan pikirannya dalam memberikan


(7)

bimbingan, pengarahan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Seluruh staf pengajar khususnya staf pengajar di departemen Periodonsia dan pegawai FKG USU atas segala bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Trelia Boel, drg. M.Kes, Sp.RKG selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi.

5. Dr. Haryati, drg. Hera, dan kak Ana yang telah memberikan ijin dan telah membantu dalam melaksanakan penelitian di puskesmas Sering.

6. Drs. Abdul Jalil,A.A., M.Kes selaku Pembantu Dekan III Fakultas Kesehatan Masyarakat USU yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta bimbingan dalam melaksanakan analisis statistik hasil yang diperoleh.

7. Ayu Hidriyana dan Lavanyah Rajagopal yang banyak berkontribusi dan bekerjasama dalam melaksanakan penelitian ini.

8. Sahabat terbaik: Steven Wijaya, Andy, Jefri C, Richard S, Marlisa dan teman-teman se-almamater angkatan 2007 lainnya, yang telah memberikan dukungan, bantuan dan doa selama studi dan penelitian ini.

9. Para senior dari angkatan 2002 sampai angkatan 2006 dan juga para junior yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, serta duku ngan selama masa perkuliahan.


(8)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu dengan rendah hati penulis menerima semua kritik yang sehat dan bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Dengan penuh pengharapan semoga hasil karya yang sederhana ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi fakultas terutama kepada mahasiswa dan bermanfaat bagi semua.

Medan,13 Januari 2011 Penulis

( Ulipe )


(9)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ………..………...

HALAMAN PERSETUJUAN .……….………... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ……….……..

KATA PENGANTAR ………... iv

DAFTAR ISI ………. vii

DAFTAR TABEL ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ……….... 1

1.2 Rumusan masalah ………... 3

1.3 Tujuan penelitian ……… 3

1.4 Manfaat penelitian ……….. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Diabetes Melitus ………..…….… 5

2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ……….... 5

2.3 Periodontitis ………..…….…. 6

2.4 Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Periodontitis ……….... 8

2.4.1 Destruksi Pada Gingiva ………...………... 10

2.4.2 Destruksi Pada Tulang Alveolar ………..………... 12

2.5 Indeks pengukuran destruksi periodontal………...…..……….. 13

2.5.1 Indeks periodontal ………...……….... 13

2.5.2 Kehilangan perlekatan klinis …..……….…….... 14

BAB 3. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ...……….………….. 17

BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian ……… 18

4.2 Tempat dan waktu penelitian ……….…..….…… 18


(10)

4.4 Kriteria inklusi ………... 20

4.5 Kriteria eksklusi ………... 20

4.6 Variabel penelitian ………... 20

4.7 Defenisi operasional ……….... 21

4.8 Alat dan bahan penelitian ……….... 22

4.9 Prosedur penelitian ………... 22

4.10 Analisis data ……… 23

BAB 5. HASIL PENELITIAN ……….... 5.1 Data demografis subjek penelitian ………... 25

5.2 Indeks periodontal ……… 27

5.3 Kedalaman saku dan kehilangan perlekatan ……… 28

5.4 Perbandingan rerata indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan ………. 29

5.5 Korelasi antara KGD dengan indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan ………... 31

BAB 6. PEMBAHASAN ……….…………. 33

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN ……….……….. 37

DAFTAR PUSTAKA ………... 39


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria pemberian skor dengan Indeks Periodontal Russel ……… 12 2. Hubungan antara kondisi klinis dan kisaran skor periodontal Russel ……… 13 3. Hubungan antara kondisi kehilangan perlekatan dan kisaran skor KPK ... 14 4. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM ………... 25 5. Indeks periodontal pada penderita DM tipe 2 dan penderita Non DM ……. 27 6. Distribusi kedalaman saku dan kehilangan perlekatan ... 28 7. Indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan pada

penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM ………... 30 8. Korelasi kadar gula darah dengan indeks periodontal, kedalaman saku


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Surat persetujuan komisi etik penelitian ……….. 41

2. Surat selesai melaksanakan penelitian ………. 42

3. Penjelasan kepada subjek penelitian ……… 44

4. Lembar persetujuan ………... 46

5. Kuesioner dan daftar pemeriksaan klinis ………... 47

6. Data penderita diabetes melitus tipe 2 ………... 52


(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2011

Ulipe

Hubungan Antara Periodontitis Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau Dari Aspek Destruksi Periodontal

x + 40 halaman

Latar belakang : Diabetes melitus, terutama diabetes melitus tipe 2, adalah salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di dunia khususnya di Indonesia pada saat ini. Penyakit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi, dan salah satunya didalam rongga mulut adalah periodontitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus mempunyai kondisi jaringan periodonsium yang lebih buruk dibandingkan kelompok yang tidak menderita diabetes melitus terutama dalam hal keadaan periodonsiumnya, kedalaman saku dan level kehilangan perlekatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalis hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis dari aspek destruksi periodontal dan membandingkan kondisi jaringan periodonsium penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemi yang baik dan buruk di kota Medan.

Metode penelitian : Penelitian dilakukan secara observasional dengan pendekatan Cross sectional, dimana subjek kelompok kasus dan kelompok kontrol hanya diobservasi satu kali tanpa diberi perlakuan, dan variabel diukur menurut keadaan atau sewaktu diobservasi. Sampel diperoleh dari 3 lokasi di kota Medan yaitu puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia FKG USU dengan


(14)

total sampel keseluruhan 90 orang, terdiri dari 45 orang penderita DM tipe 2 dan 45 orang penderita non DM tipe 2. Pemeriksaan diawali dengan wawancara terhadap subjek penelitian lalu dilakukan pemeriksaan klinis terhadap kadar gula darah, indeks periodontal, kedalaman saku dan level kehilangan perlekatan.

Hasil : Diabetes melitus tipe 2 berpengaruh secara signifikan terhadap kesehatan jaringan periodonsium dalam hal indeks periodontal dan level kehilangan perlekatan, namun memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap kedalaman saku periodontal. Selain itu tidak terdapat hubungan antara kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium.

Kesimpulan : Ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek periodontal. Indeks periodontal dan kehilangan perlekatan pada penderita DM lebih besar daripada penderita non DM, sedangkan kedalaman saku pada penderita DM lebih rendah daripada kelompok non DM. Oleh karena itu dibutuhkan program kebersihan mulut yang sifatnya pencegahan agar dapat membantu dalam menjaga kesehatan jaringan periodonsium selama menderita diabetes melitus tipe 2 dan mencegah perkembangan penyakit periodontal.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) yang dikenal sebagai non communicable disease adalah salah satu penyakit sistemik yang paling memprihatinkan di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus tidak terdiagnosis karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi. Penyakit diabetes melitus semakin hari semakin meningkat dan hal ini dapat dilihat dari meningkatnya frekuensi kejadian penyakit tersebut di masyarakat.1

Diabetes melitus adalah salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di dunia khususnya di Indonesia pada saat ini. Pada tahun 2003, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 milyar penduduk dunia yang berusia 20 - 79 tahun menderita diabetes melitus.2 Menurut WHO jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia jumlahnya sangat besar. Pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes melitus telah mencapai 8,4 juta jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita 13.797.470 jiwa sedangkan pada tahun 2005 jumlahnya telah mencapai sekitar 24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.3 Berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional diabetes melitus tahun 2007 pada penduduk yang berusia lebih dari lima belas tahun adalah sebesar 5,7%. Melihat pola pertambahan penduduk saat ini, diperkirakan pada tahun 2030 nanti sebesar 21,3 juta penduduk di Indonesia menderita diabetes melitus.2


(16)

Berdasarkan klasifikasi WHO, diabetes melitus terbagi atas beberapa tipe yaitu diabetes tipe 1, diabetes tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes tipe lainnya. Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak diderita masyarakat. Karena dari semua kasus diabetes pada populasi di beberapa negara diketahui bahwa sekitar 90% adalah diabetes melitus tipe 2. Peningkatan ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang disebabkan karena pertumbuhan penduduk, proses penuaan, obesitas, diet serta pola hidup yang tidak sehat.

Diabetes melitus merupakan suatu tanda kerentanan terhadap terjadinya penyakit infeksi karena berperan sebagai faktor predisposisi. Didalam rongga mulut periodontitis dinyatakan sebagai komplikasi keenam dari penyakit diabetes.4 Dalam penelitian Taylor dan kawan-kawan, ditemukan bahwa diabetes melitus dan periodontitis merupakan penyakit kronis yang saling berhubungan.5 Hal tersebut terbukti pada penderita diabetes dengan kontrol glikemi yang buruk ditemukan periodontitis yang lebih parah dan sebaliknya. Penelitian epidemiologi terkini menunjukkan bahwa prevalensi diabetes dengan periodontitis secara signifikan terlihat lebih besar (dua kali) dibandingkan penderita tanpa periodontitis.6

Pada periodontitis kronis, struktur pendukung gigi (gingiva, ligamen periodontal dan tulang alveolar) akan dirusak sehingga lama kelamaan hal ini mengakibatkan gigi goyang.4 Hal ini terjadi karena adanya respon peradangan imun pasien terhadap bakteri yang menyebabkan destruksi jaringan periodonsium. Berkembangnya periodontitis dengan diabetes melitus mengakibatkan kerusakan jaringan periodonsium lebih parah sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas.7


(17)

Seiring dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes melitus, khususnya diabetes melitus tipe 2, maka tidak jarang pada saat ini terdapat banyak penderita diabetes yang datang berobat ke dokter gigi. Keluhan utama penderita diabetes tersebut adalah kegoyangan gigi dan mudah berdarahnya gingiva sewaktu menyikat gigi. Hal tersebut merupakan tanda telah terjadinya destruksi periodontal pada penderita diabetes. Oleh karena itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan diabetes melitus khususnya diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek destruksi periodontal.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek destruksi periodontal .

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Menganalis hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis dari aspek destruksi periodontal.

1.3.2. Membandingkan kondisi jaringan periodonsium penderita diabetes melitus dengan kontrol glikemi yang baik dan buruk.


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Mengetahui diabetes melitus sebagai faktor risiko yang berperan menyebabkan terjadinya periodontitis.

1.4.2. Mengetahui besarnya destruksi jaringan periodonsium pada penderita diabetes melitus yang menyebabkan kegoyangan gigi.

1.4.3. Informasi untuk dokter umum mengenai kondisi rongga mulut penderita diabetes melitus sehingga dapat tercipta hubungan antar profesi dalam perawatan pasien..

1.4.4. Memberikan informasi kepada masyarakat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan glukosa untuk masuk ke jaringan dari pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan kadar gula darah yang tinggi dan sekresi glukosa melalui urine.4

Pada penderita diabetes akan terjadi beberapa komplikasi jangka panjang seperti retinopati, nefropati, neuropati, penyakit kardiovaskular, peningkatan terjadinya infeksi dan penyembuhan luka yang lama.4

2.2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Diabetes melitus secara umum dapat dibagi menjadi empat tipe. Diabetes tipe 1, disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel beta pulau Langerhans akibat penyakit autoimun menyebabkan defisiensi jumlah produksi insulin.6 Penderita diabetes tipe ini cenderung mengalami ketoasidosis dan fluktuasi kadar glukosa plasma. Jika tidak segera ditangani maka akan muncul gejala diabetes seperti polyuria, polydipsia, polyphagia, lemas dan kelelahan.4,8

Diabetes tipe 2, disebut juga non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), terjadi karena resistensi fungsi insulin dan ketidakseimbangan sekresi insulin. Diabetes tipe 2 terjadi sekitar 90% - 95% dari kasus diabetes di Amerika Serikat.4


(20)

Pada awalnya penderita diabetes tipe 2 memiliki kadar insulin normal atau lebih tinggi. Kegagalan utamanya adalah berkurangnya sensitivitas insulin sehingga transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh, terutama sel hati dan otot terganggu. Hal ini menyebabkan kadar gula dalam darah masih tinggi. Diabetes tipe 2 biasanya dihubungkan dengan obesitas, karena obesitas dapat menyebabkan sel menjadi tidak berespon baik terhadap insulin. 4,8

Diabetes melitus gestasional yaitu keadaan intoleran terhadap glukosa sehingga menimbulkan hiperglikemi yang terjadi selama masa kehamilan. Anak dari ibu yang mengalami diabetes gestasional memiliki risiko lebih besar untuk mengalami obesitas dan diabetes ketika dewasa muda. Seperti diabetes tipe 2, patofisiologi diabetes gestasional cenderung terjadi karena peningkatan resistensi insulin. Pasien diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah yang normal setelah melahirkan, namun lebih beresiko menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.9

Kondisi diabetes dengan banyak variasi lain dimasukkan kedalam kategori “Tipe Spesifik Lain”. Tipe ini mencakup diabetes yang disebabkan kelainan genetik dan penyakit lainnya seperti akromegali, sindrom Cushing, tumor, pankreatitis, virus serta karena penggunaan obat.4,9

2.3 Periodontitis

Periodontitis didefenisikan sebagai suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi. Proses ini dikarakteristikkan dengan adanya destruksi perlekatan


(21)

jaringan gingiva, kehilangan tulang alveolar, migrasi epitel penyatu kearah apikal dan pembentukan saku periodontal. 4

Penyakit periodontal dimulai dari adanya plak yang terakumulasi dipermukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas kompleks dari ratusan spesies bakteri yang berbeda yang saling berkoordinasi. Ada beberapa cara bagaimana bakteri menyebabkan destruksi periodontal yaitu: (1) bakteri dapat memproduksi senyawa toksik dan enzim yang menyebabkan destruksi periodontal, (2) bakteri atau produknya merangsang inflamasi yang menyebabkan aktivasi enzim pejamu yang berperan dalam destruksi jaringan.10

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa respon imun lebih berperan terhadap destruksi periodontal pada periodontitis. Bakteri dan produknya memiliki peran secara tidak langsung dalam merangsang inflamasi sehingga menghasilkan mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2) atau sitokin meliputi Tumor Necrosis

Factor-alpha (TNF-α) dan Interleukin-1 (IL-1). Mediator ini akan merangsang

produksi dan aktivasi enzim yang merusak jaringan ikat gingiva serta produksi osteoklas yang akan meresorpsi tulang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari model hewan dan manusia ditunjukkan bahwa hal yang sama terjadi pada awal kehilangan perlekatan jaringan ikat pada permukaan gigi dan resorpsi tulang alveolar. Terlebih lagi risiko dan keparahan periodontitis juga dipengaruhi oleh penyakit sistemik seperti diabetes.10

Diabetes secara khusus menyebabkan gangguan dalam produksi tulang baru setelah kehilangan tulang pada saat inflamasi yang secara normal terjadi setelah tulang teresorpsi. Disamping itu sitokin yang dirangsang oleh jaringan yang hilang,


(22)

terutama TNF- α akan membunuh sel yang berperan dalam memperbaiki jaringan ikat yang rusak. Pada penderita diabetes, produksi TNF- α yang berlebih akan menyebabkan keterbatasan perbaikan jaringan sehingga hal ini akan memperburuk kondisi jaringan periodonsium yang terkena periodontitis.9,10

2.4 Pengaruh Diabetes Melitus Terhadap Periodontitis

Telah dijelaskan bahwa risiko periodontitis sangat dipengaruhi oleh faktor sistemik seperti diabetes. Diabetes dapat meningkatkan 2 sampai 5 kali kemungkinan perkembangan penyakit periodontal. 6

Diabetes tipe 2 paling sering terjadi sejak masa dewasa. Banyak individu yang menyadari telah mengalami diabetes tipe 2 setelah komplikasi parah terjadi. Periodontitis kadang bisa menjadi tanda pertama seseorang menderita diabetes, bahkan pada periodontitis yang parah dapat mengakibatkan kehilangan gigi.6

Gambaran klinis yang harus diperhatikan dokter gigi pada pasien yang belum terdiagnosis diabetes dan pasien diabetes dengan kontrol glikemi yang buruk yaitu: persistensi peradangan gingiva setelah perawatan periodontal inisial (melalui skeling supra dan subgingiva, instruksi oral higiene); respon peradangan gingiva yang parah pada plak dan proliferasi jaringan gingiva pada margin gingiva; kehilangan tulang alveolar yang berkelanjutan meskipun telah mendapatkan perawatan periodontal; periodontitis agresif yang parah pada pasien berusia 20-45 tahun (peningkatan saku periodontal, peningkatan mobiliti gigi dan migrasi gigi, gigi overerupsi atau diastema antara gigi, dan peningkatan kehilangan tulang pada radiografi) dan pembentukan abses periodontal multipel. 6


(23)

Beberapa penelitian menyatakan terjadinya peningkatan risiko destruksi periodontal pada penderita diabetes ditandai dari besarnya risiko kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang. Hasil yang sama juga ditunjukkan beberapa penelitian bahwa terjadi pendalaman saku, peningkatan inflamasi gingiva, perdarahan sewaktu probing, dan kehilangan perlekatan pada penderita diabetes. Perawatan diabetes biasanya akan menurunkan risiko keparahan penyakit periodontal.11,12

Hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis juga ditemukan pada anak-anak dan remaja. Penelitian Lalla dan kawan-kawan terhadap 350 anak-anak dan remaja diabetes dan 350 anak dan remaja tanpa diabetes (usia 6-18 tahun) menggunakan parameter kehilangan perlekatan dan perdarahan gingiva menunjukkan bahwa periodontitis merupakan komplikasi klinis pertama yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Penelitian tersebut juga menunjukkan prevalensi penyakit periodontal dan inflamasi jaringan yang lebih besar pada anak dengan diabetes melitus dibandingkan anak tanpa diabetes melitus.13

Pasien diabetes membutuhkan evaluasi periodontal dan rencana perawatan khusus karena diabetes secara signifikan sangat berpengaruh terhadap tulang dan penyakit periodontal. Ketika diagnosis penyakit periodontal telah ditegakkan, penderita disarankan untuk segera dirawat secara aktif dan cepat. Perlu diperhatikan bahwa penyakit periodontal harus segera dilakukan perawatan karena periodontitis yang tidak dirawat dapat mempengaruhi keadaan diabetes.10

Telah dilaporkan bahwa perawatan periodontal yang efektif membantu menstabilkan kadar glukosa darah. Hal ini menjelaskan bagaimana periodonsium


(24)

yang sehat bermanfaat bagi kesehatan seseorang secara umum dengan menurunkan kemungkinan inflamasi sistemik dan konsekuensinya.5

Adanya perubahan metabolisme pada penderita diabetes melitus akan menimbulkan serangkaian perubahan pada jaringan periodonsium yang mengarah kepada destruksi periodontal. Destruksi terutama terjadi pada gingiva dan tulang alveolar, namun ligamen periodontal dan sementum tidak dipengaruhi oleh keadaan diabetes.6 Beberapa mekanisme menjelaskan bagaimana besarnya insidens dan keparahan penyakit periodontal pada pasien diabetes : 10

2.4.1 Destruksi Pada Gingiva

Diabetes melitus cenderung meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri dengan menurunkan efektifitas sel yang membunuh bakteri. Hal ini terjadi karena perubahan fungsi sel imun seperti neutrofil, monosit dan makrofag. Kemampuan perlekatan ke bakteri, kemotaksis dan fagositosis neutrofil mengalami gangguan. Hal ini mengakibatkan penurunan kemampuan untuk membunuh bakteri membuat bakteri menjadi lebih mudah menginvasi gingiva dan mendestruksi jaringan periodonsium.14,15,16

Pada penderita diabetes, Advanced Glycation End products (AGE) sebagai hasil dari hiperglikemi, dapat memasuki jaringan mengubah fenotip makrofag dan sel lainnya melalui reseptor permukaan sel spesifik. Makrofag merupakan sel utama dalam patogenesis periodontitis karena kemampuannya untuk menghasilkan banyak sitokin. Makrofag juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, metabolisme fibroblas dan limfosit, dan menstimulasi resorpsi tulang melalui prostaglandin E2. AGE yang


(25)

dihasilkan akan mengubah makrofag menjadi sel berfenotip destruktif, menghasilkan sitokin pro-inflamatori yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan kerusakan lokal yang parah pada jaringan periodonsium.4

Kolagen sebagai struktur protein primer pada jaringan periodonsium juga mengalami perubahan metabolisme pada pasien diabetes. Produksi matriks metalloproteinase seperti kolagenase yang meningkat akan mendegradasi kolagen baru untuk penyembuhan jaringan periodonsium. Hal ini menyebabkan perubahan proses penyembuhan luka baik fisik maupun luka mikrobial jaringan periodonsium.9

Perubahan lain yang terjadi pada jaringan periodonsium penderita diabetes adalah terjadinya penebalan lamina basal pembuluh darah. Penebalan lamina basal ini akan menghambat transportasi zat-zat makanan yang penting untuk perawatan dan pemeliharaan jaringan, mengganggu difusi oksigen, mengganggu pembuangan sisa metabolisme yang tidak berguna, dan mengganggu migrasi lekosit serta sel imun lainnya. Keadaan ini memperburuk kondisi pasien sehingga memudahkan terjadinya periodontitis pada penderita diabetes melitus. 9,11,12

Meningkatnya kadar gula darah pada penderita diabetes dapat merubah lingkungan mikroflora dalam mulut menjadi lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri tertentu dalam jumlah yang melebihi kondisi yang normal. Kadar gula yang tinggi tersebut akan menjadi sumber bahan makanan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri tersebut. 8,10


(26)

2.4.2 Mekanisme Destruksi Pada Tulang Alveolar

Sebagai jaringan yang dinamis, tulang diadaptasikan untuk selalu mengalami perbaikan. Setelah resorpsi tulang terjadi, pertumbuhan dan remodeling tulang akan segera dirangsang. Namun hal ini tidak terjadi pada keadaan periodontitis yang mana perbaikan tulangnya tidak sempurna.10

Pada pasien diabetes terdapat kecenderungan terjadinya inflamasi. Diabetes menyebabkan produksi kadar sitokin pro-inflamatori menjadi lebih tinggi, seperti IL-1 dan TNF-α, yang menyebabkan kehilangan tulang yang lebih besar.8,11Berdasarkan penelitian terakhir pada pasien diabetes, disebutkan bahwa meskipun bakteri pada plak dibutuhkan pada proses periodontitis akut, tetapi tidak berperan terhadap kehilangan tulang. Bakteri plak berperan secara tidak langsung dalam menghasilkan mediator inflamasi, seperti prostaglandin, atau sitokin yaitu IL-1 dan TNF-α, yang memicu kehilangan tulang secara akut. Diabetes melitus menyebabkan ketidakseimbangan produksi tulang baru setelah resorpsi tulang dengan mencegah keseimbangan normal resorpsi dan pembentukan tulang. Konsep ini menjelaskan bahwa pada jaringan ikat produk bakteri (seperti LPS) merangsang sel (seperti makrofag) untuk memproduksi IL-1 dan TNF-α. IL-1 dan TNF-α merangsang produksi enzim yang merusak jaringan gingiva dan juga menyebabkan kematian fibroblas yang memperbaiki jaringan yang rusak. Pada tulang, bakteri dan produknya menstimulasi makrofag membentuk IL-1 atau TNF untuk meningkatkan produksi osteoklas yang dapat meresorpsi tulang. TNF secara khusus menyebabkan kematian sel osteoblas yang dapat memperbaiki tulang.10,17


(27)

2.5 Indeks Pengukuran Destruksi Periodontal

Untuk mengetahui besarnya destruksi periodontal pada penderita diabetes maka dilakukan pengukuran dengan berbagai parameter yaitu: Indeks Periodontal (IP), kedalaman saku dan Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK).

2.5.1 Indeks Periodontal ( IP )

Indeks periodontal dari Russel ini merupakan indeks yang paling banyak digunakan untuk mengukur keparahan penyakit periodontal karena mengukur inflamasi gingiva dan kerusakan jaringan periodonsium bahkan sampai kehilangan tulang pendukung pendukung gigi. Dalam penggunaan indeks ini, jaringan periodonsium setiap gigi diperiksa dengan menggunakan kaca mulut dan prob periodontal dan diberi skor seperti pada tabel berikut.18

Tabel 1 Kriteria pemberian skor dengan Indeks Periodontal Russel ( Daliemunthe SH. Periodonsia. 2005:53)

Skor Kriteria

0

1

2

6

8

Negatif. Tidak terlihat inflamasi pada gingiva maupun kehilangan fungsi akibat destruksi struktur periodontal pendukung.

Gingivitis ringan. Terlihat daerah inflamasi ringan pada gingiva bebas tetapi perluasannya tidak sampai mengelilingi gigi.

Gingivitis sedang. Inflamasi telah mengelilingi permukaan gigi, tetapi perlekatan epitel belum mengalami kerusakan.

Gingivitis dengan pembentukan saku. Perlekatan terputus dan terjadi pembentukan saku periodontal. Fungsi penguyahan normal; gigi masih ketat disoketnya dan tidak tilting.

Kerusakan periodontal berat dan kehilangan fungsi pengunyahan. Gigi goyang, tilting, bunyi tumpul sewaktu perkusi atau gigi tidak terlihat stabil di soketnya.


(28)

Kriteria dasar penggunaan indeks ini adalah bila meragukan diberi skor yang lebih rendah. Skor indeks periodontal untuk satu orang diperoleh dari total skor dibagi dengan jumlah gigi yang diperiksa. Sedangkan untuk survei epidemiologis, skor indeks periodontal suatu kelompok tertentu diperoleh dari jumlah skor total semua individu yang diukur dibagi dengan jumlah orang yang diperiksa.18

Berdasarkan skor indeks periodontal Russel tersebut dapat ditentukan kondisi klinis dan stadium penyakit individu.

Tabel 2 Hubungan antara kondisi klinis dan kisaran skor periodontal Russel ( Daliemunthe SH. Periodonsia. 2005:53)

Kondisi klinis Rentang skor IP Periodonsium secara klinis normal

Gingivitis sederhana

Penyakit periodontal destruktif tahap ringan Penyakit periodontal destruktif tahap berat. Stadium lanjut penyakit periodontal

0,0 – 0,2 0,3 – 0,9 0,7 – 1,9 1,6 – 5,0 3,8 – 8,0

2.5.2 Kehilangan Perlekatan Klinis

Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK) didefenisikan sebagai jarak dari batas sementum-enamel ke dasar saku klinis. Pengukuran KPK dilakukan pada enam sisi (mesiobukal, mid bukal, distobukal, mesiolingual/mesiopalatal, midpalatal, dan distopalatal/distolingual) dari enam gigi indeks Ramfjord. Pengukuran terhadap kehilangan level perlekatan dilakukan dengan mengambil nilai rata-rata dari gigi dan dimasukkan kedalam kriteria berikut.


(29)

Tabel 3 Hubungan antara kondisi kehilangan perlekatan dan kisaran skor KPK ( Daliemunthe SH. Periodonsia. 2005:231)

Kriteria Kehilangan Perlekatan Klinis Rentang skor KPK (mm)

Kehilangan perlekatan ringan Kehilangan perlekatan sedang Kehilangan perlekatan parah

1 – 2 3 – 4 > 5


(30)

Kerangka Teori

DM Tipe 2 (Hiperglikemi)

Pejamu ( Oral Higiene )

Prostanoid

Sitokin (IL-1β, IL-6, TNF-α) Enzim (MMPs)

Resorpsi Tulang

Mobiliti dan kehilangan gigi Bakteri

Penghancuran Jaringan ikat

Saku periodontal dan kehilangan perlekatan


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis nol (Ho) yaitu tidak ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek destruksi periodontal.

3.2.2 Hipotesis alpha ( Ha) yaitu ada hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek destruksi periodontal.

Diabetes Melitus tipe 2

Periodontitis - Indeks Periodontal - Kedalaman saku - Kehilangan perlekatan

Oral higiene Kadar gula darah


(32)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian

Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU.

4.2.2 Waktu Penelitian

Bulan Oktober - Desember 2010

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung dan RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang berjumlah 300 orang .

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dan penderita non diabetes Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik


(33)

pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel sesuai maksud atau tujuan tertentu. Subjek yang dipilih sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitiannya.

4.3.3Besar Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 90 orang yang terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 dan 45 orang bukan penderita diabetes melitus.

Pertimbangan penentuan jumlah sampel mengikuti standar rancangan penelitian cross sectional menggunakan rumus berikut.

N = ( Zα √2PQ + Zβ √P

1

Q

1

+P

2

Q

2

)

2

( P

1

– P

2

)

2

N =

(

1,96

2(0,55)(0,5) + 1,036

(0,5)(0,5) + (0,6)(0,4))

2

( 0,11)

N = 44,8 ~ 45 orang

N = besar sampel setiap kelompok

P1 = proporsi periodontitis pada penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,50

P2 = prevalensi periodontitis penderita tanpa DM tipe 2, diasumsikan 0,60

P = (P1 + P2)/2 = 0.55

Q = 1 – P = 0,5 d = P1 –P2 = 0,3

α = 0,05 Zα = 1,96 (two tailed) β = 0,15 Zβ = 1.036


(34)

4.4 Kriteria Inklusi

a. Bersedia menjadi subjek penelititan.

b. Penderita diabetes melitus tipe 2, dan non diabetes yang menderita penyakit periodontitis.

c. Berumur 20-69 tahun. d. Memiliki minimal 20 gigi.

e. Periodontitis dengan kehilangan perlekatan lebih dari 3 mm pada 2 gigi.

4.5 Kriteria Eksklusi

a. Pernah mendapatkan perawatan periodontal dalam 6 bulan terakhir. b. Penderita penyakit kelainan darah dan keganasan.

c. Penderita imuno kompromis.

d. Penderita yang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi status periodontal, seperti phenytoin, siklosporin, beta-bloker dan lainnya.

4.6 Variabel Penelitian

4.6.1 Variabel Bebas Diabetes melitus tipe 2

4.6.2 Variabel Tergantung

Periodontitis (Indeks periodontal, kedalaman saku periodontal dan level perlekatan klinis)


(35)

4.6.3 Variabel Kendali 1. Usia

2. Penyakit sistemik lainnya

4.6.4 Variabel Tidak Terkendali 1. Pekerjaan

2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat ekonomi

4. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut

4.7 Defenisi Operasional

1. Diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena berkurangnya sensitivitas insulin sehingga transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh, umumnya pada usia diatas 30 tahun, obesitas, disertai tanda diabetes lainnya.

2. Periodontitis didefenisikan sebagai suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi, dimana terjadi kehilangan perlekatan perlekatan lebih dari 3 mm minimal pada 2 gigi.

3. Kedalaman saku adalah jarak dari krista gingiva bebas ke dasar saku klinis. 4. Kehilangan perlekatan adalah jarak dari batas semento enamel kedasar saku.


(36)

4.8 Alat dan Bahan Penelitian

4.8.1 Alat Penelitian

1. Prob periodontal UNC-15 ( Kohler, Germany ). 2. Pinset, sonde sabit dan kaca mulut ( SMIC, China ) 3. Gluco meter ( Easy Touch, Taiwan).

4.8.2 Bahan Penelitian 1. Sarung tangan 2. Masker 3. Kapas 4. Desinfektan 5. Alkohol 70%

4.9 Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSUD Dr Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU.


(37)

Skema alur penelitian

4.10 Analisis data

Data yang telah diperoleh dimasukkan kedalam komputer dan dilakukan analisis data dengan menggunakan sistem SPSS versi 17.

Gambaran statistik meliputi rata-rata, standar deviasi (SD), jumlah dan persentase digunakan untuk menjelaskan status jaringan periodonsium. Perbandingan

Mencari subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

Memberikan pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner

Melakukan pemeriksaan klinis : 1. Kadar gula darah

2. Indeks Periodontal (IP), 3. Kedalaman saku periodontal

4. Kehilangan Perlekatan Klinis (KPK)

Analisis data


(38)

hubungan antara kedua kelompok dengan uji statistik T-test independen dan uji korelasi Pearson. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Signifikansi statistik diperoleh jika nilai P < 0,05.


(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober sampai bulan Desember di tiga lokasi dikota Medan yaitu puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Sebanyak 45 orang subjek penelitian yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 serta memenuhi kriteria inklusi dipilih sebagai kelompok kasus dan 45 subjek yang lain dipilih secara random sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian mengenai hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek destruksi periodontal akan disajikan dalam bentuk tabel berikut.

5.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Data demografis subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 4. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah (Persentase) Jenis kelamin Penderita DM tipe 2

a. Perempuan b. Laki-laki

45 35 (78%) 10 (22%) Non DM

a. Perempuan b. Laki-laki

45 31 (69%) 14 (31%)


(40)

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah (Persentase) Usia (%) Penderita DM tipe 2

a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45 0 (0%) 27 (60%) 18 (40%) Non DM

a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45 24 (53%) 20 (45%) 1 (2%) Tingkat pendidikan

Kadar gula darah

Penderita DM tipe 2 a. SD

b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan tinggi

45 8 (18%) 13 (29%) 18 (40%) 6 (13%) Non DM a. SD b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan tinggi Penderita DM

a. 200mg/dl b. 200-400mg/dl c. >400 mg/dl

45 9 (20%) 14 (31%) 15 (33%) 7 (16%) 45 11(34,4%) 30 (66,6%) 4 (9%)

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 90 orang dan mayoritas subjek penelitian adalah perempuan yaitu 35 orang (78%) pada penderita DM tipe 2 dan 31 orang (69%) pada penderita non DM .

Seluruh subjek penelitian memiliki rentang usia 20-69 tahun. Subjek terbanyak pada kelompok penderita DM tipe 2 adalah pada rentang usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 27 orang (60%) sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang usia 61-69 tahun yaitu sebanyak 18 orang (40%). Berbeda dengan kelompok penderita DM,


(41)

penderita non DM terbanyak pada rentang usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 24 orang (53%) dan paling sedikit pada rentang usia 61-69 tahun yaitu 1 orang (2%).

Pendidikan subjek penelitian terbanyak adalah dari kelompok SLTA yaitu sebanyak 18 orang (40%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 15 orang (33%) pada kelompok penderita non DM, sedangkan yang paling sedikit adalah berpendidikan perguruan tinggi yaitu 6 orang (13%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 7 orang (16%) pada kelompok penderita non DM.

Subjek penderita DM tipe 2 mayoritas memiliki kadar gula darah sekitar 200-400 mg/dl yaitu sebanyak 30 orang (66,6%), dan subjek yang paling sedikit memiliki kadar gula darah lebih dari 400 mg/dl yaitu sebanyak 4 orang (9%).

5.2 Indeks periodontal

Distribusi indeks periodontal penderita DM tipe 2 dan penderita non DM akan disajikan dalam tabel 5.

Tabel 5. Indeks periodontal pada penderita DM tipe 2 dan penderita Non DM

Variabel Kelompok Pengamatan Penderita DM tipe 2 Penderita non DM Indeks periodontal

a.Periodonsium normal 0 (0%) 2 (4,4%)

b.Gingivitis sederhana 0 (0%) 9 (20%)

c.Penyakit periodontal

destruktif ringan 8 (17,8%) 25 (55,6%)

d.Penyakit periodontal

destruktif berat 24 (53,3%) 9 (20%)

e.Stadium lanjut penyakit


(42)

Berdasarkan indeks periodontal, penderita non DM yang memiliki periodonsium normal adalah sebanyak 2 orang dan yang menderita gingivitis sederhana adalah sebanyak 9 orang. Namun kedua hal tersebut tidak ditemukan pada penderita DM tipe 2.

Subjek yang memiliki penyakit periodontal destruktif ringan lebih banyak pada penderita non DM yaitu sebanyak 25 orang (55,6%) dibandingkan pada penderita DM yang hanya ada sebanyak 8 orang (17,8%). Namun penyakit periodontal destruktif berat lebih banyak pada penderita DM yaitu sebanyak 24 orang (53,3%) dibandingkan penderita non DM sebanyak 9 orang (20%). Demikian juga pada gambaran stadium lanjut penyakit periodontal lebih banyak ditemukan pada penderita DM dibandingkan penderita non DM..

5.3 Kedalaman Saku dan Kehilangan Perlekatan

Distribusi kedalaman saku dan kehilangan perlekatan pada penderita DM tipe 2 dan penderita non DM akan disajikan pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi kedalaman saku dan kehilangan perlekatan

Variabel Jumlah (%) Kumulatif

Kedalaman saku Penderita DM tipe 2 45 a. Ringan b. Sedang 7 (15,5%) 34 (75,5%) 15,5 91 c. Berat

Penderita Non DM a. Ringan b. Sedang c. Berat 4 (9%) 45 9 (20%) 32 (71%) 4 (9%) 100 20 91 100


(43)

Variabel Jumlah (%) Kumulatif Kehilangan perlekatan Penderita DM tipe 2 45

a. Ringan b. Sedang 0 (0%) 6 (13,3%) 0 13,3 c. Berat

Penderita Non DM a. Ringan b. Sedang c. Berat 39 (86,6%) 45 0 (0%) 4 (9%) 41 (91%) 100 0 9\ 100

Pada tabel 6 terlihat bahwa mayoritas subjek yang memiliki kedalaman saku sedang adalah sebanyak 34 orang (75,5%) pada penderita DM tipe 2 dan sebanyak 32 orang (71%) pada kelompok penderita non DM, sedangkan kedalaman saku berat dijumpai sebanyak 4 orang (9%) penderita DM tipe 2 dan penderita non DM.

Kehilangan perlekatan sedang dimiliki oleh 6 orang (13,3%) penderita DM tipe 2 dan 4 orang (9%) penderita non DM. Sedangkan kehilangan perlekatan berat dimiliki oleh 39 orang (86,6%) penderita DM dan sebanyak 41 orang (81%) kelompok penderita non DM.

5.4 Perbandingan rerata indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan

Perbandingan rerata indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM disajikan pada tabel 7.


(44)

Tabel 7. Indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan pada penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM.

Variabel

Kelompok

pengamatan Jumlah Rerata

Standar

deviasi P Indeks

Periodontal

Penderita DM 45 3,95 1,87 0.0001

Penderita non DM 45 1,47 0,83

Kedalaman saku Penderita DM 45 2,48 0,42 0.389

Penderita non DM 45 2,58 0,63

Kehilangan pelekatan

Penderita DM 45 4,07 1,21 0.005

Penderita non DM 45 3,44 0,81

Dari tabel 7 terlihat adanya perbedaan rerata indeks periodontal, kedalaman saku, dan kehilangan perlekatan pada penderita DM tipe 2 dan penderita non DM. Rerata indeks periodontal dan kehilangan perlekatan pada penderita DM tipe 2 (3,9 dan 4,0) lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM (1,4 dan3,4) dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,05). Namun hal tersebut berbeda dengan kedalaman saku yang memiliki rerata yang lebih rendah pada penderita DM tipe 2 dibandingkan penderita non DM (2,4 dan 2,5) dan perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek destruksi periodontal dengan menggunakan tiga parameter yaitu indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan diterima.


(45)

5.5 Korelasi antara KGD dengan indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan

Uji korelasi antara kadar gula darah dengan indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil uji dinyatakan dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ditafsirkan sebagai sangat lemah (0,00-0,199), lemah (0,20-0,399), sedang (0,40-0,599), kuat (0,60-0,799) dan sangat kuat (0,80-1,000). Nilai p<0,05 dinyatakan terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p>0,05 artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Arah korelasi positif berarti searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya, sedangkan arah korelasi negatif berarti berlawanan arah, semakin kecil nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.

Tabel 8. Korelasi kadar gula darah dengan indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan

Variabel Nilai p* Koefisien Korelasi

Kadar gula darah – indeks periodontal Kadar gula darah – kedalaman saku Kadar gula darah – kehilangan perlekatan

0,329 0,805 0,135

-0,149 -0,038 -0,226

Keterangan: *Uji Pearson; p<0,05 = bermakna

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi bermakna (p>0,05) antara kadar gula darah dengan indeks periodontal, kedalaman saku dan


(46)

kehilangan perlekatan. Korelasi menunjukka n hubungan yang sangat lemah antara kadar gula darah dengan indeks periodontal dan kedalaman saku, serta hubungan yang lemah dengan kehilangan perlekatan. Arah korelasi bernilai negatif berarti peningkatan kadar gula darah tidak disertai dengan peningkatan indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kenaikan kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium.


(47)

BAB 6 PEMBAHASAN

Diabetes melitus terutama diabetes melitus tipe 2 merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia. Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit yang terjadi akibat berkurangnya sensitivitas insulin sehingga transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh, terutama sel hati dan otot terganggu, menyebabkan kadar gula dalam darah masih tinggi. Penyakit ini menimbulkan banyak masalah komplikasi diantaranya terjadi pada rongga mulut.

Salah satu komplikasi diabetes melitus tipe 2 pada rongga mulut adalah terjadinya periodontitis yang telah banyak diteliti selama bertahun-tahun. Taylor dkk menemukan bahwa diabetes melitus dan periodontitis merupakan penyakit kronis yang saling berhubungan.5

Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol sering dijumpai peradangan gingiva yang sangat parah, meningkatnya kedalaman, kehilangan tulang, serta sering terjadi abses periodontal. Destruksi periodontal paling dominan terjadi pada penderita yang berusia diatas 30 tahun. Lama menderita diabetes juga mempengaruhi besarnya destruksi struktur jaringan periodonsium. Hal ini berhubungan dengan keterbatasan integritas jaringan yang berubah dan perubahan metabolisme kolagen pada penderita diabetes. Diabetes yang tidak terkontrol dihubungkan dengan kerentanan dan keparahan infeksi termasuk periodontitis.4

Meskipun sampai saat ini belum ditemukan hubungan pasti antara diabetes melitus dengan periodontitis, mayoritas penderita diabetes memiliki prevalensi dan


(48)

keparahan penyakit periodontal yang lebih besar dibandingkan orang yang tanpa diabetes. Hal yang sering ditemukan yaitu kehilangan perlekatan yang besar, peningkatan perdarahan sewaktu probing dan peningkatan mobiliti gigi. 8

Pengaruh diabetes melitus terhadap terjadinya periodontitis yaitu terbentuknya

Advanced Glycation Endproducts (AGEs) yang menumpuk pada lumen pembuluh

darah besar. Pembentukan AGEs ini dapat mengubah struktur dan fungsi jaringan yang terkena. Pada pembuluh darah AGEs membentuk kolagen, menebalkan dinding pembuluh darah dan mempersempit lumen. Hal ini menyebabkan semakin sempitnya pembuluh darah sehingga menurunnya pertukaran zat nutrisi dan oksigen di jaringan tersebut. Pembentukan AGEs juga merubah fenotip monosit dan makrofag sehingga menimbulkan hiper responsif sel monosit dan makrofag mengakibatkan peningkatan produksi sitokin pro inflamasi. Sitokin tersebut sangat berperan dalam terjadinya inflamasi kronis dan perubahan penyembuhan jaringan. Peningkatan mediator inflamasi yaitu Tumor Necrosis Factor – α, IL-1β dan prostaglandin E2 tersebut

berakibat pada peningkatan destruksi jaringan dalam proses respon terhadap antigen seperti bakteri yang menyebabkan penyakit periodontal. Penderita diabetes juga mengalami perubahan sel imun seperti netrofil dalam proses perlekatan, kemotaksis, dan fagositosis bakteri sehingga membutuhkan monosit/makrofag dalam membuat kerusakan jaringan lokal. Efek klinis perubahan sistem imun tersebut yaitu terjadinya inflamasi jaringan periodonsium, kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.8,9

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 di tinjau dari aspek destruksi periodontal. Mayoritas sampel penelitian adalah perempuan dengan tingkat pendidikan rata-rata SLTA.


(49)

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata indeks periodontal dan level kehilangan perlekatan penderita DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM. Perbedaan ini sangat bermakna secara statistik (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2.

Hal ini sesuai dengan penelitian Lalla dkk yang menunjukkan bahwa pada subjek penderita DM terdapat kehilangan perlekatan yang besar dibandingkan subjek non DM.13 Penelitian oleh Seppala dkk juga menunjukkan pada subjek diabetes yang tidak terkontrol diperoleh kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan yang lebih besar dibandingkan subjek dengan diabetes terkontrol. Penelitian Grossi juga menunjukkan bahwa penderita diabetes mengalami kehilangan perlekatan dua kali lebih besar daripada subjek non diabetes. 16

Kedalaman saku yang diperoleh pada DM tipe 2 lebih rendah daripada penderita non DM. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari beberapa peneliti dimana diabetes tidak menimbulkan saku gusi atau saku periodontal, tetapi ada indikasi diabetes mengubah respon jaringan periodonsium, peningkatan kehilangan tulang dan keterlambatan penyembuhan luka.4 Namun hal ini ditentang oleh beberapa penelitian seperti Bridges dkk menyatakan bahwa diabetes mempengaruhi semua parameter periodontal mencakup skor perdarahan, kedalaman saku, kehilangan perlekatan dan kehilangan gigi.4

Namun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar gula darah dengan status jaringan periodonsium. Hal ini bertentangan dengan penelitian Tervonen dan Oliver yang menyatakan bahwa terjadi


(50)

peningkatan prevalensi dan keparahan periodontitis pada subjek diabetes yang tidak terkontrol. 14 Pengambilan sampel yang berasal dari puskesmas dan rumah sakit dengan kadar gula darah yang telah terkontrol memungkinkan menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara peningkatan kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium pada penelitian tersebut.


(51)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek destruksi periodontal menggunakan parameter indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan.

2. Terdapat perbedaan besar indeks periodontal pada penderita DM tipe 2 dengan penderita non DM yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit DM tipe 2 dengan indeks periodontal.

3. Kedalaman saku penderita DM tipe 2 lebih rendah daripada penderita non DM, namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.

4. Terdapat perbedaan kehilangan perlekatan pada penderita DM tipe 2 dengan penderita non DM yang signifikan. Hal ini menunjukka n bahwa terdapat hubungan antara penyakit DM tipe 2 dengan kehilangan perlekatan.

5. Tidak terdapat hubungan antara kenaikan kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium


(52)

7.2 Saran

1. Program kebersihan mulut yang sifatnya pencegahan dalam membantu menjaga kesehatan jaringan periodonsium selama menderita diabetes melitus tipe 2 dan mencegah perkembangan penyakit periodontal ketingkat yang paling parah. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya sampel

penelitian yang digunakan dipilih secara matching untuk meningkatkan keakuratan dalam penelitian tersebut.

3. Kunjungan berkala ke dokter gigi perlu dilakukan oleh penderita DM tipe 2 untuk meningkatkan kesehatan jaringan periodonsium dan mencegah kehilangan gigi.


(53)

DAFTAR RUJUKAN

1. Harahap, E R. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes Melitus (DM) Dengan Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus Di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010 (Skripsi). Fakultas kesehatan Masyarakat USU. 2010.

2. Yusro, MFN. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai

21,3 Juta Orang. ( 09 Nopember 2009)

tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus.html

3. NIH Guide .Research On Periodontal Complications Of Diabetes Mellitus . 1994. 23: 27.

4. Carranza,FA, Newman FG, Takei,HH. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. 2002. Philadelphia. WB Saunders : 208-211.

5. Taylor,GW, Borgnakke,WS. Periodontal disease: association with diabetes, glycemic control and complication.Oral disease 2008;14,191-203.

6. Hirst, Robert. Diabetes And Periodontitis . Aust Prescr 2004;27:36–8.

7. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus Di RS Persahabatan Jakarta. Media Litbang Kesehatan 2004 .15 (3).

8. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontics Medicine, Surgery, and Implants. 2004. Philadelphia. Elsevier Mosby: 790-798.

9. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontal Medicine.2000. Hamilton. BC Decker Inc:121-150.


(54)

10. Dana T. Graves, Hesham Al-Mashat, Rongkun Liu. Evidence that Diabetes Mellitus Aggravates Periodontal Diseases and Modifies the Response to an Oral Pathogen in Animal Models. Compendium 2004;25(7):38-45.

11. Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J Periodontol 2006;77:1289-1303.

12. Mealey,B.L. Periodontal disease and diabetes, a two way street. J Am Dent Assoc 2006;137;26S-31S.

13. Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes mellitus promotes periodontal destruction in children. J Clin Periodontol 2007; 34: 294–298.

14. Lamster,IB, Lalla,E, Borgnakke,WS, Taylor,JW. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc 2008;139;19S-24S.

15. Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc 2003;134;34S-40S.

16. Wah Ching Tan, Fidelia BK Tay, Lum Peng Lim. Diabetes as a Risk Factor for Periodontal Disease: Current Status and Future Considerations. Ann Acad Med Singapore 2006;35:571-81.

17. Eley,B.M, Soory,M, Manson,J.D. Periodontics 6th ed. 2010. Philadelphia. Elsevier: 109-111.


(1)

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata indeks periodontal dan level kehilangan perlekatan penderita DM tipe 2 lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM. Perbedaan ini sangat bermakna secara statistik (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2.

Hal ini sesuai dengan penelitian Lalla dkk yang menunjukkan bahwa pada subjek penderita DM terdapat kehilangan perlekatan yang besar dibandingkan subjek non DM.13 Penelitian oleh Seppala dkk juga menunjukkan pada subjek diabetes yang tidak terkontrol diperoleh kehilangan tulang dan kehilangan perlekatan yang lebih besar dibandingkan subjek dengan diabetes terkontrol. Penelitian Grossi juga menunjukkan bahwa penderita diabetes mengalami kehilangan perlekatan dua kali lebih besar daripada subjek non diabetes. 16

Kedalaman saku yang diperoleh pada DM tipe 2 lebih rendah daripada penderita non DM. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari beberapa peneliti dimana diabetes tidak menimbulkan saku gusi atau saku periodontal, tetapi ada indikasi diabetes mengubah respon jaringan periodonsium, peningkatan kehilangan tulang dan keterlambatan penyembuhan luka.4 Namun hal ini ditentang oleh beberapa penelitian seperti Bridges dkk menyatakan bahwa diabetes mempengaruhi semua parameter periodontal mencakup skor perdarahan, kedalaman saku, kehilangan perlekatan dan kehilangan gigi.4

Namun dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar gula darah dengan status jaringan periodonsium. Hal ini bertentangan dengan penelitian Tervonen dan Oliver yang menyatakan bahwa terjadi


(2)

peningkatan prevalensi dan keparahan periodontitis pada subjek diabetes yang tidak terkontrol. 14 Pengambilan sampel yang berasal dari puskesmas dan rumah sakit dengan kadar gula darah yang telah terkontrol memungkinkan menjadi penyebab tidak adanya hubungan antara peningkatan kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium pada penelitian tersebut.


(3)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek destruksi periodontal menggunakan parameter indeks periodontal, kedalaman saku dan kehilangan perlekatan.

2. Terdapat perbedaan besar indeks periodontal pada penderita DM tipe 2 dengan penderita non DM yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penyakit DM tipe 2 dengan indeks periodontal.

3. Kedalaman saku penderita DM tipe 2 lebih rendah daripada penderita non DM, namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik.

4. Terdapat perbedaan kehilangan perlekatan pada penderita DM tipe 2 dengan penderita non DM yang signifikan. Hal ini menunjukka n bahwa terdapat hubungan antara penyakit DM tipe 2 dengan kehilangan perlekatan.

5. Tidak terdapat hubungan antara kenaikan kadar gula darah dengan perubahan jaringan periodonsium


(4)

7.2 Saran

1. Program kebersihan mulut yang sifatnya pencegahan dalam membantu menjaga kesehatan jaringan periodonsium selama menderita diabetes melitus tipe 2 dan mencegah perkembangan penyakit periodontal ketingkat yang paling parah. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya sampel

penelitian yang digunakan dipilih secara matching untuk meningkatkan keakuratan dalam penelitian tersebut.

3. Kunjungan berkala ke dokter gigi perlu dilakukan oleh penderita DM tipe 2 untuk meningkatkan kesehatan jaringan periodonsium dan mencegah kehilangan gigi.


(5)

DAFTAR RUJUKAN

1. Harahap, E R. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes Melitus (DM) Dengan Pemanfaatan Klinik Diabetes Melitus Di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010 (Skripsi). Fakultas kesehatan Masyarakat USU. 2010.

2. Yusro, MFN. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai

21,3 Juta Orang. ( 09 Nopember 2009)

tahun-2030-prevalensi-diabetes-melitus.html

3. NIH Guide .Research On Periodontal Complications Of Diabetes Mellitus . 1994. 23: 27.

4. Carranza,FA, Newman FG, Takei,HH. Carranza’s Clinical Periodontology 9th ed. 2002. Philadelphia. WB Saunders : 208-211.

5. Taylor,GW, Borgnakke,WS. Periodontal disease: association with diabetes, glycemic control and complication.Oral disease 2008;14,191-203.

6. Hirst, Robert. Diabetes And Periodontitis . Aust Prescr 2004;27:36–8.

7. Ayu LS, Indirawati T. Pengaruh Kadar Glukosa Darah Yang Terkontrol Terhadap Penurunan Derajat Kegoyahan Gigi Penderita Diabetes Mellitus Di RS Persahabatan Jakarta. Media Litbang Kesehatan 2004 .15 (3).

8. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontics Medicine, Surgery, and Implants. 2004. Philadelphia. Elsevier Mosby: 790-798.

9. Rose,L.F, Genco,R.C, Cohen,D.W, Mealey,B.L. Periodontal Medicine.2000. Hamilton. BC Decker Inc:121-150.


(6)

10. Dana T. Graves, Hesham Al-Mashat, Rongkun Liu. Evidence that Diabetes Mellitus Aggravates Periodontal Diseases and Modifies the Response to an Oral Pathogen in Animal Models. Compendium 2004;25(7):38-45.

11. Mealey BL, Oates TW. Diabetes Mellitus and Periodontal Diseases. J Periodontol 2006;77:1289-1303.

12. Mealey,B.L. Periodontal disease and diabetes, a two way street. J Am Dent Assoc 2006;137;26S-31S.

13. Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Diabetes mellitus promotes periodontal destruction in children. J Clin Periodontol 2007; 34: 294–298.

14. Lamster,IB, Lalla,E, Borgnakke,WS, Taylor,JW. The relationship between oral health and diabetes mellitus. J Am Dent Assoc 2008;139;19S-24S.

15. Maria Emanuel Ryan, Oana Carnu And Angela Kamer. The influence of diabetes on the periodontal tissues. J Am Dent Assoc 2003;134;34S-40S.

16. Wah Ching Tan, Fidelia BK Tay, Lum Peng Lim. Diabetes as a Risk Factor for Periodontal Disease: Current Status and Future Considerations. Ann Acad Med Singapore 2006;35:571-81.

17. Eley,B.M, Soory,M, Manson,J.D. Periodontics 6th ed. 2010. Philadelphia. Elsevier: 109-111.