Pertumbuhan dan Kelangsungan hidup Staphylococcus aureus Staphylococcal gastroenteritis

Pencemaran pada daging ayam dapat terjadi pada berbagai tahap pemrosesan Bailey et.al.,1987 dalam Nugroho, 2004. Sebelum ayam disembelih, mikroba Staphylococcus terdapat pada permukaan kaki, bulu, dan kulit ayam yang merupakan bagian tubuh yang kontak dengan tanah, debu, dan feses. Namun demikian Smiber et.al. 1958 yang disitasi Bailey et. al. 1987 menyatakan bakteri tersebut dapat juga ditemukan pada berbagai lokasi di saluran pernafasan ayam hidup Nugroho, 2004. May, 1974 disitasi Bailey et. al., 1987 menyatakan bahwa tahap-tahap yang berpotensi terjadinya pencemaran silang mikroba pada pemrosesan karkas ayam di RPA dapat terjadi pada saat penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan, scalding dan pencabutan bulu, pengeluaran jerohan, pendinginan, grading, es, pemotongan Nugroho, 2004. Selain itu, pencemaran Staphylococcus dapat pula terjadi pada tahap pengolahanpemasakan. Pencemaran pada tahap ini dapat terjadi pada saat pemotongan, deboning, penggilingan, atau penangan lain oleh peralatan maupun operator yang menjadi sumber pencemar Bailey et. al. 1987 dalam Nugroho, 2004.

2.3.3 Pertumbuhan dan Kelangsungan hidup Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus dapat mati pada suhu 66 ºC selama 12 menit dan pada suhu 72 ºC selama 15 detik. Bakteri ini merupakan bakteri mesofilik dengan kisaran suhu pertumbuhan 7 – 48 ºC, tumbuh lebih cepat pada suhu 20 – 27 ºC, dapat tumbuh pada a w rendah 0,86, pH rendah 4,8, dapat tumbuh pada kosentrasi garam dan gula tinggi 15 , serta adanya NO 2 Sopandi Wardah, 2013. Staphylococcus aureus tahan terhadap garam dan dapat tumbuh pada medium yang mengandung 7,5 NaCl Fardiaz, 1993. Oleh karena itu, Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada beragam jenis pangan. Selain itu, walaupun bakteri ini merupakan kompetitor lemah terhadap berbagai jenis mikroorganisme yang terdapat dalam pangan, tetapi dapat menjadi dominan dalam pangan karena kemampuan bakteri ini untuk tumbuh dalam kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk mikroorganisme lain Sopandi Wardah, 2013. Staphylococcus aureus tidak tumbuh pada kaldu BHI yang diperkaya NaCl dan sukrosa pada pH 4,3; a w 0,85 dan suhu 8 o C. Bakteri ini juga tidak dapat tumbuh pada kondisi pH 5,5, pada a w 0,9 –0,93, dan suhu 12 o C. Pada kondisi anaerobik tertentu a w 0,92 ; pH 5,3 ; suhu 30 o C, bakteri ini mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi akan lebih cepat pada keadaan aerobik namun akan menurun apabila konsentrasi HNO 2 meningkat Jay, 2000.

2.3.4 Staphylococcal gastroenteritis

Staphylococcal gastroenteritis adalah radang saluran pencernaan yang disebabkan mengonsumsi makanan yang mengandung satu atau lebih enterotoksin yang dihasilkan oleh beberapa spesies atau strain Staphylococcus Nugroho, 2004. Gejala utama dari toksin tersebut adalah stimulasi sistem syaraf autonom, yaitu salivasi, mual dan muntah, keram perut, serta diare dengan gejala skunder berkeringat, menggigil, sakit kepala, dan dehidrasi Sopandi Wardah, 2013. Waktu onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah 1,0 µggr makanan Nugroho, 2004. Kejadian keracunan makanan oleh Staphylococcus pada umumnya berasal dari makanan yang disiapkan secara konvesional hand made. Kasus-kasus yang terjadi di Amerika sejak tahun 1972 – 1987 yang dicatat oleh CDC berkisar 20.000 kasus dan kejadian wabah mencapai 414 kasus Nugroho, 2004. Kejadian keracunan akibat Staphylococcus aureus pada nasi jagung terjadi di Wonosobo, Jawa Tengah pada tahun 2012. Tujuh santri Pondok Pesantren Roudholuth Tholibien menjadi korban keracunan makanan tersebut, dua di antaranya meninggal. Dinas Kesehatan Wonosobo menetapkan kasus ini sebagai kejadian luar biasa KLB Finesso, 2012.

2.3.5 Faktor Virulensi Staphylococcus aureus