Gen Virulensi L. monocytogenes Identifikasi L. monocytogenes

syaraf pusat dan masuk dalam sirkulasi darah, menyebabkan pneumonia. Abses atau lesi pada kulit juga dapat terlihat. Gejala klinis tersebut tergantung pada umur manusia, kondisi kesehatan dan strain bakteri yang menginfeksi Ariyanti, 2010.

2.2.5 Gen Virulensi L. monocytogenes

Satu-satunnya faktor regulasi yang diperlukan untuk pengaturan ekspresi sebagian besar gen virulensi L. monocytogenes adalah PrfA Chakraborty et al., 1992. PrfA mengaktifkan semua gen yang disebut cluster gen virulensi L. monocytogenes yaitu prfA, PlcA, hly, mpl, actA, plcB Beverly, 2004, serta ekspresi inlA dan inlB, yang mengkodekan dua protein invasi InlA dan InlB, ekspresi inlC, yang mengkode protein internalin sekresi kecil InlC, dan hpt, gen yang mengkode UhpT-related sugar phosphate transporter yang menengahi proliferasi intraseluler cepat Milohanic, 2003. Di antara gen virulensi ini, Jung et al. 2009 mengungkapkan bahwa hlyA mengkodekan hemolisin, disebut sebagai listeriolysin O yang sangat vital bagi invasi patogen ke sel inang yang melisiskan phagosomes dari sel inang dan mengakibatkan penyebaran Rong, 2013. Zat listeriolysin O LLO merupakan faktor utama pada proses patogenesis L. monocytogenes Ariyanti, 2010. Jung et al. 2009 juga menyatakan bahwa gen virulensi hlyA, plcA dan plcB dan produk translasi mereka dapat menjadi penanda virulensi untuk membedakan spesies patogen dari spesies non- patogenik Rong, 2013.

2.2.6 Identifikasi L. monocytogenes

Deteksi amplifikasi asam nukleat adalah salah satu identifikasi bakteri menggunakan Molecular Methode. Ada beberapa pendekatan untuk amplifikasi asam nukleat. Namun, Polymerase Chain Reaction PCR merupakan metode yang pertama dan yang paling banyak digunakan dalam penelitian dan uji laboratorium. PCR klinis adalah cara sederhana untuk cepat memperkuat urutan tertentu dari DNA target dari organisme indikator untuk jumlah yang dapat dilihat oleh mata manusia dengan berbagai alat deteksi Jeyaletchumi, 2010. PCR menggunakan dua primer biasanya 20-30 nukleotida panjang yang mengapit awal dan akhir dari target DNA tertentu, DNA polimerase termostabil yang mampu mensintesis DNA spesifik, dan DNA beruntai ganda berfungsi sebagai template untuk polimerase DNA . Proses PCR dimulai pada suhu tinggi misalnya 94 °C untuk denaturasi dan membuka template DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal, diikuti dengan suhu yang relatif rendah contohnya dengan suhu 54 °C untuk memungkinkan proses annealing antara untai tunggal primer dan template untai tunggal, dan kemudian suhu 72 °C untuk memungkinkan pemanjangan untai DNA. Seluruh proses ini diulang 25-30 kali sehingga satu salinan templete DNA bisa berubah menjadi miliaran salinan dalam waktu 3-4 jam Jeyaletchumi, 2010. Identifikasi L. monocytogenes dapat menargetkan gen hly, prfA, atau urutan RNA Clayton, 2011. Identifikasi L. monocytogenes menggunakan Polymerase chain reaction PCR dengan menargetkan gen hly merupakan teknik yang sensitif dan cepat untuk konfirmasi identifikasi tersangka L. monocytogenes yang telah terisolasi pada piring agar selektif diferensial Gouws Liedemann, 2005 dalam OIE, 2014. Identifikasi dapat dilakukan dengan sekuensing 16S rDNA atau gen iap Bubert et al., 1999 dalam OIE, 2014. Produk PCR dapat diidentifikasi melalui ukurannya dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Metode ini terdiri atas menginjeksi DNA ke dalam gel agarosa dan menyatukan gel tersebut dengan listrik. Hasilnya untai DNA kecil pindah dengan cepat dan untai yang besar diantara gel menunjukkan hasil positif Zuhriana, K.Yusuf, 2010. Terdapat beberapa penelitian mengenai identifikasi L. monocytogenes dengan menargetkan gen hly dan prfA. Adapun primer yang digunakan untuk identifikasi gen virulensi L. monocytogenes tersebut terlihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Beberapa Primer yang Digunakan untuk Identifikasi Gen Virulensi L.monocytogenes Gen Target Nama Primer Sekuens 5’-3’ Rujukan hly 384 bp List- F List-R TAT ACC ACG GAG ATG CAG TG GCC GAA GTT TAC ATT CAA GC Rathnayaka et al. 2009 hly 701 bp LM1 LM2 CCT AAG ACG CCA ATC GAA AAG CGC TTG CAA CTG CTC Jamali et al. 2012 hly 234 bp LM-1 LM-2 CGG AGG TTC CGC AAA AGA TG CCT CCA GAG TGA TCG ATG TT Furer et al. 1991 dalam Dwiyitno 2010 prfA 274 bp LIP-F LIP-R GAT ACA GAA ACA TCG GTT GGC GTG TAA TCT TGA TGC CAT CAG G Rossmanith 2014

2.3 Staphylococcus aureus