commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran di sekolah pada umumnya merupakan proses penyampaian pesan pendidikan. Kualitas ketercapaian pesan pendidikan ini
dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajarannya. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan faktor kunci bagi suksesnya pendidikan. Usaha
peningkatan kualitas pembelajaran berkaitan dengan peningkatan kualitas guru, pengadaan sarana prasarana yang memadai, pembenahan kurikulum, dan
penerapan teknologi pendidikan. Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran, kegiatan pembelajaran di sekolah banyak menghadapi
hambatan dan permasalahan. Hambatan dan permasalahan terhadap proses pembelajaran yang muncul di lapangan bersifat umum dan dapat pula bersifat
khusus yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat. Permasalahan yang bersifat khusus tentunya perlu disikapi secara khusus
sesuai dengan
kebutuhan. Kemampuan
menyikapi dan
mengatasi permasalahan yang khusus ini perlu dimiliki oleh praktisi pendidikan karena
permasalahan di lapangan sangat bervariasi. Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan
tersebut melibatkan peserta didik siswa dan pendidik guru. Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa. Guru mempunyai peran
penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek
pembelajaran melainkan sebagai subjek pembelajaran, sehingga siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi
yang dipelajari. Oleh karena itu, guru harus memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat
untuk menyampaikan suatu materi. Matematika menjadi salah satu bidang studi yang mempunyai peranan
penting dalam pendidikan. Dilihat dari jam pembelajaran di sekolah, mata
commit to user 2
pelajaran matematika mempunyai jam yang lebih banyak dibanding mata pelajaran yang lain. Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar
konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan. Jika dilihat dari konten pembelajarannya, matematika
bersifat abstrak seperti yang dikemukakan oleh Erman Suherman 2003: 15 bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan, pola, bentuk, dan
struktur; ilmu yang abstrak dan deduktif; dan matematika adalah aktivitas manusia. Akan tetapi, keabstrakan matematika tersebut dapat diupayakan
menjadi lebih konkret melalui kreativitas guru dalam memilih metode pembelajaran yang dapat membangun kemampuan matematis siswa untuk
berpikir abstrak dan deduktif, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar matematika di Indonesia sampai saat ini belum mengalami perubahan yang baik secara signifikan. Hal ini terbukti dari data
hasil UN tahun ajaran 20112012 Puspendik Pusat Penelitian dan Pendidikan Balitbang Kemendikbud. Nilai rata-rata UN matematika SMP negeri tingkat
nasional masih tergolong rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain yaitu 7,56. Jika dilihat dari nilai rata-rata UN matematika SMP negeri
tingkat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Kulon Progo, yang mendapat nilai rata-rata paling rendah adalah
Kabupaten Kulon Progo. Hal ini terlihat dalam Tabel 1.1. di bawah ini. Tabel 1.1. Rata-rata Nilai Ujian Nasional Matematika
Jenjang SMP Negeri Tahun Ajaran 20112012
No Daerah
Nilai Ujian Matematika
1. Provinsi D.I. Yogyakarta
6,99 2.
Kota Yogyakarta 8,37
3. Kabupaten Kulon Progo
6,75 Sumber: Balitbang Kemdikbud
commit to user 3
Berdasarkan data di atas, prestasi belajar matematika di Kabupaten Kulon Progo dalam ujian nasional ini perlu ditingkatkan lagi dengan cara
meningkatkan prestasi belajar siswa di dalam kelas terlebih dahulu. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya guru untuk lebih meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika melalui cara penyampaian materi yang lebih inovatif dan mampu membangkitkan semangat belajar siswa di kelas.
Geometri dan pengukuran merupakan salah satu ruang lingkup materi pelajaran matematika yang bersifat abstrak, sehingga sering menyebabkan
rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Materi ini dipelajari dan diajarkan pada siswa SMP kelas VIII semester genap. Daya serap siswa dalam
materi geometri memperoleh skor yang cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.2. di bawah ini.
Tabel 1.2. Serapan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012 Jenjang SMP Mata Uji Matematika
No. Kemampuan yang Diuji
Kabupaten Kulon Progo
Provinsi DIY
Nasional
1. Menentukan unsur-unsur pada
bangun ruang 66,58
67,83 76,65
2. Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan kerangka atau jaring-jaring bangun ruang
93,16 93,05
88,11
3. Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan luas permukaan bangun ruang
43,91 44,51
63,93
4. Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan volume bangun ruang
50,98 53,08
70,53
Sumber: Balitbang Kemdikbud Dilihat dari data yang diperoleh di atas, di Kabupaten Kulon Progo
terlihat bahwa daya serap pada kemampuan menyelesaikan masalah yang
commit to user 4
berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang mendapat skor terendah dibandingkan di tingkat Provinsi DIY maupun tingkat nasional. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam pokok bahasan luas permukaan dan volume bangun ruang. Oleh karena itu, perlu
adanya upaya perbaikan proses pembelajaran matematika, agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana cara siswa mengatasi kesulitan yang ada. Dalam dunia pendidikan, merupakan
hal wajar apabila terdapat siswa yang memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi dibanding siswa yang lain. Kecerdasan dipandang sebagai sesuatu yang relatif
tetap, sebab kecerdasan setiap individu berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan cara mengatasi kesulitan, maka jenis kecerdasan yang digunakan adalah
Adversity Quotient AQ. AQ merupakan kecerdasan individu dalam mengatasi setiap kesulitan yang muncul dan sering diindentikkan dengan daya
juang untuk melawan kesulitan. AQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu masalah, sampai
pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikitpun. AQ dapat
juga digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan mental yang dimiliki oleh seseorang. Tingkat AQ dapat dibagi menjadi tiga tipe, dimana hal ini melihat
sikap dari individu tersebut dalam mengahadapi setiap masalah dan tantangan hidupnya. Tipe individu tersebut yaitu climbers, campers dan quitters Stoltz,
2007: 8. Berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas, tipe AQ dapat
dilihat dari respon siswa dalam menghadapi suatu persoalan matematika, apakah akan terus berusaha menyelesaikannya, menyerah saat menemui
kesulitan atau bahkan tidak mengerjakan sama sekali. Dengan demikian perbedaan tipe AQ pada masing-masing siswa dimungkinkan akan
mempengaruhi kesungguhan, keuletan dan tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika yang dihadapi untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka AQ
commit to user 5
dianggap sangat mendukung keberhasilan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui
kreativitas dan keinginan guru untuk selalu menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat agar menarik minat dan motivasi siswa untuk
belajar sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Pendekatan pembelajaran yang sesuai merupakan aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan, mengingat keberhasilan mutu pembelajaran di kelas akan sangat tergantung dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Ada beberapa
pendekatan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar secara aktif baik
fisik maupun mental yaitu pendekatan Realistic Matematics Education RME. Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan matematika
realistik ini bersifat: mengutamakan reinvention menemukan kembali, pengenalan konsep melalui masalah-masalah kontekstual, hal-hal yang
konkrit atau dari sekitar lingkungan siswa, dan selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi pengetahuan atau idenya sendiri.
RME merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep
matematika melalui bimbingan guidereinvenstion. Guru membimbing siswa untuk menemukan konsep matematik melalui proses matematisasi horizontal
dan vertical melalui contextual problem. Siswa mereprentasi gagasan dan ide ke dalam model-model sehingga memahami konsep matematik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Slettenhaar 2003 yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, siswa harus
diberikan kesempatan
untuk menemukan
kembali konsep-konsep
matematika dan proses belajar mengajar akan menjadi sangat interaktif. Belajar matematika dengan RME memungkinkan siswa mengembangkan
berpikir logis, kreatif dan kritis, serta mengembangkan kemampuan komunikasi matematik.
commit to user 6
Pemilihan model pembelajaran oleh guru juga mempengaruhi keberhasilan
pembelajaran. Pada
proses pembelajaran
matematika menggunakan model pembelajaran langsung, dapat terlihat saat pembelajaran
berlangsung siswa cenderung berperilaku pasif. Siswa lebih suka menunggu pemberian materi yang disampaikan oleh guru daripada membangun sendiri
pengetahuannya. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terkait materi yang diajarkan, kebanyakan siswa hanya diam, seolah-
olah siswa sudah paham terhadap materi tersebut. Pada saat guru memberikan latihan soal, siswa tidak langsung mengerjakan soal, kebanyakan siswa justru
memilih menunggu penyelesaian soal oleh guru ataupun teman lain yang sudah mengerjakan. Hal ini menunjukkan belum adanya usaha siswa untuk
mengerjakan soal sendiri atau berinisiatif untuk mendiskusikan penyelesaian soal bersama temannya. Salah satu model pembelajaran yang aktif dan
interaktif adalah model pembelajaran kooperatif cooperative learning karena melibatkan seluruh peserta didik dalam bentuk kelompok-kelompok. Dua
model pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimentasikan dalam penelitian ini adalah Team Assisted Individualization TAI dan Teams Games
Tournament TGT. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memotivasi siswa untuk
membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi dengan sedikit menonjolkan peran individu tanpa mengorbankan
aspek kooperatif. Menurut Sharan 2012: 31 model pembelajaran kooperatif tipe TAI menyediakan cara penggabungan kekuatan motivasi dan bantuan
teman sekelas pada pembelajaran kooperatif dengan program pengajaran individual yang mampu memberi semua siswa materi yang sesuai dengan
tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan memungkinkan mereka untuk memulai materi-materi berdasarkan kemampuan mereka sendiri,
dan model pembelajaran ini dikembangkan untuk menerapkan teknik pembelajaran kooperatif guna memecahkan masalah pengajaran individual.
Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran kooperatif yang menambahkan dimensi kegembiraan yang
commit to user 7
diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar
kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi saat siswa bermain dalam tournament, teman anggota tim tidak boleh membantu,
memastikan telah terjadi tanggung jawab individual Slavin, 2009: 14. Dalam penelitian ini peneliti mencoba menerapkan dan membandingkan antara
model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan TGT, karena kedua tipe ini karakteristiknya memiliki banyak kesamaan yaitu kerjasama kelompok dan
diskusi. Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai lebih maksimal, peneliti
mengkolaborasikan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran. Model dan pendekatan pembelajaran yang dimaksud yaitu model
pembelajaran koopertif tipe TAI dan TGT yang dikolaborasikan dengan pendekatan RME. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe TAI
dan TGT dengan pendekatan RME ini, siswa dituntut agar dapat menyelesaikan suatu persoalan matematika dan menguasai masalah yang
dihadapi itu dalam diskusi dengan memperhatikan konteks lingkungan kehidupan sehari-hari. Sehingga cukup menarik dilakukan penelitian untuk
melihat prestasi belajar matematika siswa manakah yang lebih baik, apakah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME,
model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME atau menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok luas permukaan dan
volume bangun ruang ditinjau dari AQ siswa. Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut: 1. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh proses pembelajaran yang masih teacher centered. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui akibat dari pembelajaran yang
berorientasi student centered.
commit to user 8
2. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan oleh pemilihan model pembelajaran, sehingga perlu diadakan penelitian
untuk mengetahui model pembelajaran yang paling tepat bagi siswa. 3. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh kesulitan siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
memahami suatu materi tertentu. 4. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan
oleh kecerdasan yang dimiliki siswa, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui akibat perbedaan tingkat kecerdasan siswa terhadap
prestasi belajar matematika. Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini lebih terarah dan
tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian, maka peneliti membatasi permasalahan ini sebagai berikut.
1. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan
RME dan model pembelajaran langsung. 2. Kecerdasan siswa dalam penelitian ini adalah AQ yang dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu tipe climbers, campers dan quitters. 3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada hasil tes prestasi belajar
siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi luas permukaan dan volume bangun ruang.
B. Rumusan Masalah