EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI ADVERSITY QUO

(1)

commit to user

i

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM

ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)

DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA

MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI

ADVERSITY QUOTIENT (AQ)SISWA KELAS VIII SMP NEGERI

DI KABUPATEN KULON PROGO

TESIS

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

LENNY PUSPITA DEWI S851202032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v MOTTO

“Rahasia sejati kehebatan adalah rasa yakin, percaya diri, serta selalu merasa aman dengan berbagai keputusan dan pemikiran Anda sendiri.” (Merry Riana)

“It is the supreme art of the teacher to awaken joy in creative expression and knowledge.“

(Albert Einstein)

“The mediocre teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates.

The great teacher inspires.“ (William Arthur Ward)

“Suatu sikap mental POSITIF adalah satu-satunya prinsip terpenting dalam ilmu kesuksesan.”


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya. Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul “EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED

INDIVIDUALIZATION (TAI) DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)

DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN KULON PROGO” sebagai salah satu syarat untuk untuk mencapai derajat magister Program Studi Pendidikan Matematika di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa pada proses penyusunan tesis ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 3. Dr. Riyadi, M.Si., Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini, yang telah

memberikan pengarahan, bimbingan, dan dorongan dengan penuh kesabaran kepada penulis sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan.

4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(8)

commit to user

viii

5. Guryadi, M.Pd Kepala SMP Negeri 1 Panjatan, Wakidi, S.Ag Kepala SMP Negeri 5 Wates, dan Suparno, S.Pd Kepala SMP Negeri 2 Panjatan yang telah memberikan izin dan bantuan dalam melaksanakan penelitian.

6. Supangat, S.Pd, Sunarna, S.Pd, Sukadi, S.Pd, Anis Dwi Santosa, S.Psi, Mei Impiyani, S.Psi, dan Kurniawati B.R, S.Psi yang telah memberikan bantuan untuk menjadi validator instrumen dalam penelitian ini.

7. Guru dan siswa-siswi SMP Negeri 1 Panjatan, SMP Negeri 5 Wates dan SMP Negeri 2 Panjatan yang membantu terlaksananya penelitian ini.

8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Angkatan 2011-II yang telah memberikan motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini dengan limpahan rahmat dan hidayahNya. Harapan penulis semoga tesis ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis, dan dapat menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pendidikan.

Surakarta, Desember 2014


(9)

commit to user

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Kajian Teori ... 11

1. Prestasi Belajar Matematika ... 11

a. Belajar ... 11

b. Matematika ... 12

c. Prestasi Belajar Matematika ... 14

2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ... 14

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 23

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) ... 27


(10)

commit to user

x

a. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI ... 32

b. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI dengan Pendekatan RME ... 34

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) ... 37

a. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 40

b. Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Pendekatan RME ... 42

6. Model Pembelajaran Langsung ... 45

7. Adversity Quotient (AQ) ... 47

B. Penelitian Yang Relevan ... 52

C. Kerangka Pikir ... 54

D. Hipotesis Penelitian ... 60

BAB III METODE PENELITIAN ... 62

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 62

1. Tempat Penelitian ... 62

2. Waktu Penelitian ... 62

B. Jenis Penelitian ... 63

C. Populasi dan Sampel ... 64

1. Populasi ... 64

2. Sampel ... 65

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 66

1. Variabel Bebas ... 66

2. Variabel Terikat ... 68

E. Teknik Pengumpulan Data ... 68

F. Instrumen untuk Mengumpulkan Data ... 69

G. Uji Instrumen dan Butir Instrumen ... 72

H. Teknik Analisis Data ... 77

1. Uji Prasyarat Analisis Variansi ... 77

2. Uji Keseimbangan ... 80


(11)

commit to user

xi

4. Uji Lanjut Komparasi Ganda ... 86

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 90

A. Hasil Uji Coba Instrumen ... 90

B. Deskripsi Data ... 94

C. Uji Keseimbangan ... 96

D. Pengujian Prasyarat Analisis ... 98

E. Pengujian Hipotesis ... 99

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 103

G. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V PENUTUP ... 111

A. Simpulan ... 111

B. Implikasi ... 112

C. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 114


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Rata-rata Nilai Ujian Nasional Matematika Jenjang SMP Negeri

Tahun Ajaran 2011/2012 ... 2

Tabel 1.2 Serapan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012 Jenjang SMP Mata Uji Matematika ... 3

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung ... 46

Tabel 2.2 Indikator Adversity Quotient ... 51

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 63

Tabel 3.2 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal ... 76

Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 83

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 85

Tabel 4.1 Rekap Data Nilai Kemampuan Awal ... 95

Tabel 4.2 Deskripsi Banyak Siswa Berdasarkan Tipe AQ Siswa ... 95

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 96

Tabel 4.4 Rangkuman Analisis Uji Normalitas Tes Prestasi Belajar ... 98

Tabel 4.5 Rangkuman Analisis Uji Homogenitas Tes Prestasi Belajar ... 98

Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 99

Tabel 4.7 Rerata Nilai Tes Prestasi Belajar Matematika ... 100

Tabel 4.8 Hasil Uji Komaparasi Ganda Antar Baris ... 100


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Contoh Tingkatan Proses Matematisasi dalam Prinsip


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A: Perangkat Pembelajaran

1. Silabus ... 119

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TAI dengan RME ... 122

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) TGT dengan RME ... 128

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran Langsung ... 134

5. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 138

Lampiran B: Instrumen Penelitian 1. Kisi-kisi Tes Uji Coba Prestasi Belajar Matematika ... 158

2. Tes Uji Coba Prestasi Belajar Matematika ... 159

3. Lembar Validitas Tes Prestasi Belajar Matematika ... 166

4. Uji Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Butir Soal Prestasi Belajar Matematika ... 178

5. Uji Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 183

6. Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 186

7. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 187

8. Kisi-kisi Angket Uji Coba Adversity Quotient Siswa ... 193

9. Angket Uji Coba Adversity Quotient Siswa ... 194

10. Lembar Validitas Isi Angket Adversity Quotient ... 198

11. Uji Konsistensi Internal Angket Adversity Quotient ... 207

12. Uji Reliabilitas Instrumen Angket Adversity Quotient ... 230

13. Kisi-kisi Angket Adversity Quotient Siswa ... 245

14. Angket Adversity Quotient ... 246

15. Penentuan Interval Nilai Tipe Adversity Quotient (AQ) Siswa ... 250

Lampiran C: Data Penelitian 1. Pemilihan Sekolah ... 252

2. Data Kemampuan Awal ... 254


(15)

commit to user

xv Lampiran D: Hasil Analisa Data

1. Uji Normalitas Populasi Data Kemampuan Awal ... 260

2. Uji Homogenitas Variansi Populasi Data Kemampuan Awal ... 272

3. Uji Keseimbangan Populasi Data Kemampuan Awal ... 274

4. Uji Normalitas Populasi Data Tes Prestasi Siswa ... 279

5. Uji Homogenitas Variansi Populasi Data Tes Prestasi Belajar Siswa ... 301

6. Uji Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 305

7. Uji Lanjut Pasca Anava ... 313

Lampiran E: Tabel Distribusi Statistika 1. Distribusi Normal Baku ... 315

2. Nilai χ2a;V ... 316

3. Nilai Fa;v1;v2 ... 317

4. Nilai Kritis Uji Liliefors ... 319

Lampiran F: Surat-Surat Penelitian 1. Surat Izin Penelitian ... 320


(16)

commit to user

xvi

Lenny Puspita Dewi. S851202032. 2014. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games

Tournament (TGT) dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME) pada Materi Luas Permukaan dan Volume Bangun Ruang Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kulon Progo. TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Pembimbing II: Dr. Riyadi, M.Si. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung; (2) manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters; (3) pada masing-masing model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan model pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik; (4) pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, dan quitters, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu dengan desain faktorial 3x3. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Kulon Progo. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik stratified cluster random sampling dan diperoleh sampel sebanyak 288 siswa yang terdiri dari 95 siswa untuk kelas eksperimen satu, 96 siswa untuk kelas ekperimen dua, dan 97 siswa untuk kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika dan tes kecerdasan logika matematika. Uji coba instrumen tes meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Untuk uji normalitas menggunakan uji Lilliefors, uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Uji keseimbangan yang digunakan yaitu analisis variansi satu jalan dengan sel tak sama. Uji hipotesis penelitian menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.

Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa: (1) model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung, serta model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung; (2) siswa dengan AQ tipe climbers mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa dengan AQ tipe campers dan quitters, serta siswa dengan AQ tipe campers mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan siswa dengan AQ tipe quitters; (3) siswa dengan AQ tipe climbers, campers dan quitters, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME menghasilkan


(17)

commit to user

xvii

prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung, serta model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME mengahasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung; (4) pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung, prestasi belajar matematika siswa dengan AQ tipe climbers lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa dengan AQ tipe campers dan quitters, serta prestasi belajar siswa dengan AQ tipe campers lebih baik daripada siswa dengan AQ tipe quitters.

Kata Kunci: TAI dengan RME, TGT dengan RME, AQ, dan prestasi belajar matematika


(18)

commit to user

xviii

Lenny Puspita Dewi. S851202032. 2014. The Experimentation of Cooperative Learning Models of Team Assisted Individualization (TAI) Type and Teams Games Tournament (TGT) Type with Realistic Mathematics Education (RME) Approach on Material of Surface Area and Volume of Solids Viewed from Students’ Adversity Quotient (AQ) at VIII Grader of Junior High School in Kulon Progo Regency. Thesis. Principal Advisor: Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Co-advisor: Dr. Riyadi, M.Si. Program study of Mathematics Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.

ABSTRACT

The aims of this research were to determine: (1) which one providing the better mathematics learning achievement, the students using cooperative learning models of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model; (2) which one having the better mathematics learning achievement, the students with types of AQ either climbers, campers, or quitters; (3) at each learning models are cooperative learning models of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model, which one having better learning achievement, the students with types of AQ either climbers, campers, or quitters; (4) at each students’ types of AQ either climbers, campers, and quitters, which one having better learning achievement, the students using cooperative learning model of TAI type with RME, TGT with RME, or direct instruction model.

This research employed a quasy-experimental research method with 3x3 factorial design. The population of this research was all of the VIII grader of State Junior High School in Kulon Progo Regency. The sample was taken using stratified cluster random sampling, with 288 students as the sample consisting 95 students for first experiment class, 96 students for second experiment class, and 97 students for control class. The instruments that used to collect data were AQ questionnaire and test of mathematics achievement. The tryout questionnaire included content validity, internal consistency and reliability. The tryout test of mathematics achievement included content validity, difficulty level, discrimination power, and reliability. The normality test was conducted using Liliefors test, homogenity test using Bartlett test. Balance test used was a one-way anava. The research hypothesis testing was done using a two-way variance analysis with unbalanced cells.

The results of the research show that: (1) cooperative learning model of TAI type with RME gave better mathematics learning achievement than cooperative learning model of TGT type with RME and direct instruction model, and cooperative learning model of TGT type with RME gave better mathematics learning achievement than direct instruction model; (2) the students with AQ of climbers type have a better mathematics learning achievement than campers type and quitters type, and the students with AQ of campers type have a better mathematics learning achievement than quitters type; (3) in each types of the AQ, either climbers, campers, or quitters, the students exposed to the cooperative learning model of TAI type with RME gave the better mathematics learning achievement than cooperative learning model of TGT type with RME and direct


(19)

commit to user

xix

instruction model, and cooperative learning model of TGT type with RME gave better achievement than direct instruction model; (4) in each learning model, either cooperative learning models of TAI type with RME, TGT type with RME and direct instruction model, the students with AQ of climbers type have a better mathematics learning achievement than campers and quitters type, and the students with AQ of campers type have a better mathematics learning achievement than quitters type.

Keywords: TAI with RME, TGT with RME, AQ, and mathematics learning achievement.


(20)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran di sekolah pada umumnya merupakan proses penyampaian pesan pendidikan. Kualitas ketercapaian pesan pendidikan ini dapat dipengaruhi oleh kualitas pembelajarannya. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan faktor kunci bagi suksesnya pendidikan. Usaha peningkatan kualitas pembelajaran berkaitan dengan peningkatan kualitas guru, pengadaan sarana prasarana yang memadai, pembenahan kurikulum, dan penerapan teknologi pendidikan. Dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran, kegiatan pembelajaran di sekolah banyak menghadapi hambatan dan permasalahan. Hambatan dan permasalahan terhadap proses pembelajaran yang muncul di lapangan bersifat umum dan dapat pula bersifat khusus yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat. Permasalahan yang bersifat khusus tentunya perlu disikapi secara khusus sesuai dengan kebutuhan. Kemampuan menyikapi dan mengatasi permasalahan yang khusus ini perlu dimiliki oleh praktisi pendidikan karena permasalahan di lapangan sangat bervariasi.

Proses pembelajaran merupakan komponen pendidikan. Kegiatan tersebut melibatkan peserta didik (siswa) dan pendidik (guru). Pada proses pembelajaran terdapat interaksi antara guru dan siswa. Guru mempunyai peran penting saat berlangsungnya pembelajaran. Tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tidak menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran melainkan sebagai subjek pembelajaran, sehingga siswa tidak pasif dan dapat mengembangkan pengetahuan sesuai dengan bidang studi yang dipelajari. Oleh karena itu, guru harus memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa serta dapat memilih model pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan suatu materi.

Matematika menjadi salah satu bidang studi yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Dilihat dari jam pembelajaran di sekolah, mata


(21)

commit to user

pelajaran matematika mempunyai jam yang lebih banyak dibanding mata pelajaran yang lain. Pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep pada matematika menjadi kesatuan yang bulat dan berkesinambungan. Jika dilihat dari konten pembelajarannya, matematika bersifat abstrak seperti yang dikemukakan oleh Erman Suherman (2003: 15) bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari hubungan, pola, bentuk, dan struktur; ilmu yang abstrak dan deduktif; dan matematika adalah aktivitas manusia. Akan tetapi, keabstrakan matematika tersebut dapat diupayakan menjadi lebih konkret melalui kreativitas guru dalam memilih metode pembelajaran yang dapat membangun kemampuan matematis siswa untuk berpikir abstrak dan deduktif, menciptakan suasana yang menyenangkan, dan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.

Prestasi belajar matematika di Indonesia sampai saat ini belum mengalami perubahan yang baik secara signifikan. Hal ini terbukti dari data hasil UN tahun ajaran 2011/2012 Puspendik (Pusat Penelitian dan Pendidikan) Balitbang Kemendikbud. Nilai rata-rata UN matematika SMP negeri tingkat nasional masih tergolong rendah dibandingkan dengan mata pelajaran yang lain yaitu 7,56. Jika dilihat dari nilai rata-rata UN matematika SMP negeri tingkat provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Kulon Progo, yang mendapat nilai rata-rata paling rendah adalah Kabupaten Kulon Progo. Hal ini terlihat dalam Tabel 1.1. di bawah ini.

Tabel 1.1. Rata-rata Nilai Ujian Nasional Matematika

Jenjang SMP Negeri Tahun Ajaran 2011/2012

No Daerah Nilai Ujian Matematika

1. Provinsi D.I. Yogyakarta 6,99

2. Kota Yogyakarta 8,37

3. Kabupaten Kulon Progo 6,75


(22)

commit to user

Berdasarkan data di atas, prestasi belajar matematika di Kabupaten Kulon Progo dalam ujian nasional ini perlu ditingkatkan lagi dengan cara meningkatkan prestasi belajar siswa di dalam kelas terlebih dahulu. Oleh sebab itu, perlu adanya upaya guru untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui cara penyampaian materi yang lebih inovatif dan mampu membangkitkan semangat belajar siswa di kelas.

Geometri dan pengukuran merupakan salah satu ruang lingkup materi pelajaran matematika yang bersifat abstrak, sehingga sering menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Materi ini dipelajari dan diajarkan pada siswa SMP kelas VIII semester genap. Daya serap siswa dalam materi geometri memperoleh skor yang cukup rendah. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 1.2. di bawah ini.

Tabel 1.2. Serapan Hasil Ujian Nasional Tahun 2012 Jenjang SMP Mata Uji Matematika

No. Kemampuan yang Diuji Kabupaten

Kulon Progo

Provinsi

DIY Nasional

1. Menentukan unsur-unsur pada

bangun ruang 66,58% 67,83% 76,65%

2.

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kerangka atau jaring-jaring bangun ruang

93,16% 93,05% 88,11%

3.

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas

permukaan bangun ruang

43,91% 44,51% 63,93%

4.

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume bangun ruang

50,98% 53,08% 70,53%

Sumber: Balitbang Kemdikbud

Dilihat dari data yang diperoleh di atas, di Kabupaten Kulon Progo terlihat bahwa daya serap pada kemampuan menyelesaikan masalah yang


(23)

commit to user

berkaitan dengan luas permukaan dan volume bangun ruang mendapat skor terendah dibandingkan di tingkat Provinsi DIY maupun tingkat nasional. Hal ini menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam pokok bahasan luas permukaan dan volume bangun ruang. Oleh karena itu, perlu adanya upaya perbaikan proses pembelajaran matematika, agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut.

Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana cara siswa mengatasi kesulitan yang ada. Dalam dunia pendidikan, merupakan hal wajar apabila terdapat siswa yang memiliki tingkat kecerdasan lebih tinggi dibanding siswa yang lain. Kecerdasan dipandang sebagai sesuatu yang relatif tetap, sebab kecerdasan setiap individu berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan cara mengatasi kesulitan, maka jenis kecerdasan yang digunakan adalah

Adversity Quotient (AQ). AQ merupakan kecerdasan individu dalam

mengatasi setiap kesulitan yang muncul dan sering diindentikkan dengan daya juang untuk melawan kesulitan. AQ dapat digunakan untuk mengetahui seberapa kuatkah seseorang dapat terus bertahan dalam suatu masalah, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikitpun. AQ dapat juga digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan mental yang dimiliki oleh seseorang. Tingkat AQ dapat dibagi menjadi tiga tipe, dimana hal ini melihat sikap dari individu tersebut dalam mengahadapi setiap masalah dan tantangan hidupnya. Tipe individu tersebut yaitu climbers, campers dan quitters (Stoltz, 2007: 8).

Berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas, tipe AQ dapat dilihat dari respon siswa dalam menghadapi suatu persoalan matematika, apakah akan terus berusaha menyelesaikannya, menyerah saat menemui kesulitan atau bahkan tidak mengerjakan sama sekali. Dengan demikian perbedaan tipe AQ pada masing-masing siswa dimungkinkan akan mempengaruhi kesungguhan, keuletan dan tanggung jawab siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika yang dihadapi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berdasarkan hal tersebut maka AQ


(24)

commit to user

dianggap sangat mendukung keberhasilan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar.

Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memperbaiki proses pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa adalah melalui kreativitas dan keinginan guru untuk selalu menggunakan pendekatan pembelajaran yang tepat agar menarik minat dan motivasi siswa untuk belajar sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai. Pendekatan pembelajaran yang sesuai merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, mengingat keberhasilan mutu pembelajaran di kelas akan sangat tergantung dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa belajar secara aktif baik fisik maupun mental yaitu pendekatan Realistic Matematics Education (RME). Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan matematika realistik ini bersifat: mengutamakan reinvention (menemukan kembali), pengenalan konsep melalui masalah-masalah kontekstual, hal-hal yang konkrit atau dari sekitar lingkungan siswa, dan selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi pengetahuan atau idenya sendiri.

RME merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika melalui bimbingan (guidereinvenstion). Guru membimbing siswa untuk menemukan konsep matematik melalui proses matematisasi horizontal dan vertical melalui contextual problem. Siswa mereprentasi gagasan dan ide ke dalam model-model sehingga memahami konsep matematik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slettenhaar (2003) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik, siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika dan proses belajar mengajar akan menjadi sangat interaktif. Belajar matematika dengan RME memungkinkan siswa mengembangkan berpikir logis, kreatif dan kritis, serta mengembangkan kemampuan komunikasi matematik.


(25)

commit to user

Pemilihan model pembelajaran oleh guru juga mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Pada proses pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran langsung, dapat terlihat saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung berperilaku pasif. Siswa lebih suka menunggu pemberian materi yang disampaikan oleh guru daripada membangun sendiri pengetahuannya. Pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya terkait materi yang diajarkan, kebanyakan siswa hanya diam, seolah-olah siswa sudah paham terhadap materi tersebut. Pada saat guru memberikan latihan soal, siswa tidak langsung mengerjakan soal, kebanyakan siswa justru memilih menunggu penyelesaian soal oleh guru ataupun teman lain yang sudah mengerjakan. Hal ini menunjukkan belum adanya usaha siswa untuk mengerjakan soal sendiri atau berinisiatif untuk mendiskusikan penyelesaian soal bersama temannya. Salah satu model pembelajaran yang aktif dan interaktif adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena melibatkan seluruh peserta didik dalam bentuk kelompok-kelompok. Dua model pembelajaran kooperatif yang akan dieksperimentasikan dalam penelitian ini adalah Team Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games Tournament (TGT).

Model pembelajaran kooperatif tipe TAI memotivasi siswa untuk membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi dengan sedikit menonjolkan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif. Menurut Sharan (2012: 31) model pembelajaran kooperatif tipe TAI menyediakan cara penggabungan kekuatan motivasi dan bantuan teman sekelas pada pembelajaran kooperatif dengan program pengajaran individual yang mampu memberi semua siswa materi yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka dalam bidang matematika dan memungkinkan mereka untuk memulai materi-materi berdasarkan kemampuan mereka sendiri, dan model pembelajaran ini dikembangkan untuk menerapkan teknik pembelajaran kooperatif guna memecahkan masalah pengajaran individual. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran kooperatif yang menambahkan dimensi kegembiraan yang


(26)

commit to user

diperoleh dari penggunaan permainan. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain, tetapi saat siswa bermain dalam tournament, teman anggota tim tidak boleh membantu, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual (Slavin, 2009: 14). Dalam penelitian ini peneliti mencoba menerapkan dan membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan TGT, karena kedua tipe ini karakteristiknya memiliki banyak kesamaan yaitu kerjasama kelompok dan diskusi.

Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai lebih maksimal, peneliti mengkolaborasikan model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran. Model dan pendekatan pembelajaran yang dimaksud yaitu model pembelajaran koopertif tipe TAI dan TGT yang dikolaborasikan dengan pendekatan RME. Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe TAI dan TGT dengan pendekatan RME ini, siswa dituntut agar dapat menyelesaikan suatu persoalan matematika dan menguasai masalah yang dihadapi itu dalam diskusi dengan memperhatikan konteks (lingkungan) kehidupan sehari-hari. Sehingga cukup menarik dilakukan penelitian untuk melihat prestasi belajar matematika siswa manakah yang lebih baik, apakah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan RME atau menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok luas permukaan dan volume bangun ruang ditinjau dari AQ siswa.

Dari permasalahan yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan oleh proses pembelajaran yang masih teacher centered. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui akibat dari pembelajaran yang berorientasi student centered.


(27)

commit to user

2. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan oleh pemilihan model pembelajaran, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui model pembelajaran yang paling tepat bagi siswa. 3. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan

oleh kesulitan siswa terhadap materi yang dipelajari, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami suatu materi tertentu.

4. Rendahnya prestasi belajar matematika dapat dimungkinkan disebabkan oleh kecerdasan yang dimiliki siswa, sehingga perlu diadakan penelitian untuk mengetahui akibat perbedaan tingkat kecerdasan siswa terhadap prestasi belajar matematika.

Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian, maka peneliti membatasi permasalahan ini sebagai berikut.

1. Model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME dan model pembelajaran langsung.

2. Kecerdasan siswa dalam penelitian ini adalah AQ yang dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu tipe climbers, campers dan quitters.

3. Prestasi belajar matematika siswa dibatasi pada hasil tes prestasi belajar siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi luas permukaan dan volume bangun ruang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas termasuk identifikasi masalah dan batasan masalah yang diungkapkan di dalamnya, maka peneliti menemukan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung?


(28)

commit to user

2. Manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters?

3. Pada masing-masing model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan model pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik?

4. Pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, dan quitters, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika

siswa yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.

2. Untuk mengetahui manakah yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik, siswa dengan AQ tipe climbers, campers, atau quitters. 3. Untuk mengetahui pada masing-masing model pembelajaran yaitu model

pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, dan model pembelajaran langsung, manakah tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, atau quitters yang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik.

4. Untuk mengetahui pada masing-masing tipe AQ siswa yaitu climbers, campers, dan quitters, manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, atau model pembelajaran langsung.

D. Manfaat Penelitian


(29)

commit to user 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori

pembelajaran matematika terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME, TGT dengan RME, model pembelajaran langsung, AQ siswa serta pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan mengetahui seberapa besar kekuatan pengaruh tersebut diharapkan dapat menunjukkan seberapa penting variabel tersebut dalam

mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. 2. Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan bagi guru atau calon guru matematika dalam menentukan model dan pendekatan pembelajaran yang dapat menjadi alternative lain, selain model dan pendekatan pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika dalam pengajarannya.

b. Memberi informasi kepada guru atau calon guru matematika untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TAI dengan RME dan TGT dengan RME dalam upaya peningkatan prestasi belajar matematika siswa ditinjau dari AQ siswa.

c. Sebagai sumbangan dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu proses pembelajaran, khususnya mata pelajaran matematika.

d. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan masukan atau referensi ilmiah untuk penelitian selanjutnya.


(30)

commit to user

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Prestasi Belajar Matematika

a. Belajar

Seseorang belajar dapat secara sadar atau tidak disadari, dapat dalam aktivitas sederhana atau kompleks, dapat secara mandiri atau dengan bantuan orang lain, dapat belajar di sekolah, di rumah, di lingkungan kerja atau di masyarakat. Belajar sangat erat kaitannya dengan pengalaman, pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya. Menurut Hanafiah (2009: 68) belajar tidak hanya menghafal, melainkan mengalami, di mana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, melalui partisipasi aktif secara inovatif dalam proses pembelajaran.

Definisi belajar menurut Jerome Bruner (dalam Trianto, 2010: 15) adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruksi) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dalam pandangan konstruktivisme, belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahun yang sudah dimilikinya dalam format yang baru.

Paul Suparno (1997: 61) mendefinisikan belajar sebagai proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pemahaman fisis, dan lain-lain. Selain itu Paul Suparno juga mendefinisikan belajar sebagai proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.


(31)

commit to user

Syaiful Sagala (2011: 12) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan ajar. Lebih lanjut Menurut W.S. Winkel (2005: 59) belajar boleh dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses interaksi aktif dengan lingkungan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap melalui latihan atau pengalaman. Siswa menghubungkan sendiri pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memperoleh pengalaman yang baru.

b. Matematika

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Matematika adalah ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan konsep-konsep yang abstrak dengan simbol tertentu yang saling berkaitan satu sama lain. Menurut Johnson dan Myklebust (dalam Mulyono Abdurahman, 2010: 252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoretisnya untuk memudahkan berpikir. Lerner (dalam Mulyono Abdurrahman, 2010: 252) menambahkan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.

Menurut James dan James (dalam Erman Suherman dkk, 2003: 16) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu


(32)

commit to user

aljabar, analisis, geometri. Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berpikir. Oleh karena itu logika adalah dasar untuk terbentuknya matematika. Dan menurut Soedjadi (2000: 4) matematika adalah ilmu pengetahuan yang eksak terorganisasi secara sistematik tentang penalaran, logika dan masalah-masalah yang berhubungan dengan bilangan yang membantu orang lain dalam mengintepretasikan secara tepat berbagai ide dan kesimpulan.

Masih berkaitan dengan hal di atas, Cornelius (dalam Mulyono Abdurrahman, 2010: 253) juga mengemukakan bahwa lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan 1) sarana berpikir yang jelas dan logis, 2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, 3) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, 4) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan 5) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap pengembangan budaya.

Jika ditinjau dari sudut pandang matematika sebagai pelajaran, Ebbut dan Straker dalam Depdiknas (2006: 3) mendefinisikan matematika sebagai berikut:

a. Matematika sebagai penulusuran pola dan hubungan.

b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan.

c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving).

d. Matematika sebagai alat berkomunikasi.

Sedangkan materi pada mata pelajaran matematika diklasifikasikan menjadi:

a. Fakta (fact).

b. Pengertian (concept). c. Keterampilan penalaran. d. Keterampilan algoritmik.


(33)

commit to user

f. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang dapat mengekspresikan hubungan-hubungan yang logis sehingga memudahkan manusia untuk berpikir dalam penyelesaian masalah serta mengkomunikasikan suatu ide tertentu dengan bahasa simbolis.

c. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang ingin dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Apabila dikaitkan dengan belajar berarti menunjuk pada suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Sutrainah Tirtonegoro (2001: 43) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap peserta didik dalam periode tertentu. Menurut Mulyono Abdurrahman (2009: 37) prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Selain itu menurut Arif Gunarso (dalam Hamdani, 2011: 138) prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan aktual yang berwujud penguasaan keterampilan atau pengetahuan, yang diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran matematika dalam periode tertentu, yang dapat diukur tinggi rendahnya dengan jalan memberi tugas-tugas kepada siswa yang relevan dengan sasaran yang diinginkan, yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai tes prestasi belajar.

2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, yang


(34)

commit to user

selanjutnya dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (RME). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh

Freudenthal. Dalam kerangka Realistic Mathematics Education, Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Erman Suherman, dkk, 2003: 146). RME merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya digunakan konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi yang digunakan dalam RME adalah konstruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya.

Menurut Zulkardi dalam Atmini Dhoruri (2010), RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Hal ini diperkuat oleh pendapat Freudenthal dalam Ariyadi Wijaya (2012: 20) bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi konsep matematika.

Karakteristik dari pendekatan RME adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Treffers dalam Ariyadi Wijaya (2012: 21) merumuskan lima karakteristik RME, yaitu:

a. Menggunakan konteks dunia nyata

Pendidikan matematika realistik menekankan pentingnya eksplorasi fenomena kehidupan sehari-hari. Pengetahuan informal yang siswa peroleh dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai


(35)

commit to user

permasalahan kontekstual untuk dikembangkan menjadi konsep formal matematika.

Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Dengan demikian, siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat menjadi alat pembentukan konsep. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

b. Menggunakan model-model (matematisasi)

Matematisasi bukan sekedar suatu kesatuan proses utuh dalam mencari maupun membangun matematika yang relevan dari suatu fenomena atau konteks. Dalam pandangan Frudenthal, yang lebih penting dari matematisasi dalam pembelajaran matematika adalah sebagai suatu proses peningkatan dan pengembangan ide matematika secara bertahap yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada suatu tahap akan menjadi objek analisis pada tahap selanjutnya.

RME dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika, sehingga dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

Pengembangan pengetahuan informal siswa menjadi konsep formal matematika merupakan suatu proses yang bertahap. Proses tersebut dapat didukung dengan penggunaan model dan simbol. Simbol dan model tersebut akan lebih bermakna bagi siswa dan juga dapat dimanfaatkan untuk generalisasi dan abstraksi konsep matematika.


(36)

commit to user c. Menggunakan produksi dan konstruksi

Pendidikan matematika realistik merupakan pembelajaran yang terpusat pada siswa (student-centered) sehingga siswa didorong untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide dan strategi. Untuk selanjutnya, ide dan strategi yang ditemukan dan dikembangkan oleh siswa digunakan sebagai dasar pembelajaran.

d. Menggunakan interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Salah satu prinsip pendidikan matematika realistik adalah mengembangkan interaksi antar siswa untuk mendukung proses sosial dalam pembelajaran sehingga memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

e. Menggunakan intertwinement (keterkaitan)

Prinsip terakhir dari pendidikan matematika realistik adalah menghubungkan beberapa topik dalam satu pembelajaran. RME menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Hal ini menunjukkan bagaimana manfaat dan peran suatu topik atau konsep terhadap topik yang lain.

Pembelajaran dengan pendekatan RME menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Menurut Gravemeijer dalam Tarigan (2006: 3) masalah konteks nyata merupakan bagian inti dan


(37)

commit to user

dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).

Gagasan dasar reinvensi terbimbing lahir dari keyakinan Freudenthal yang memandang bahwa matematika bukan sebagai bahan pelajaran, melainkan sebagai kegiatan manusiawi (human activity). Demikian juga pandangan Freudenthal bahwa matematika terkait dengan realitas, dekat dengan dunia anak, dan relevan bagi masyarakat, sehingga apa yang harus dipelajari bukanlah matematika sebagai sistem tertutup, melainkan sebagai suatu kegiatan, yakni proses matematisasi matematika. Menurut Marsigit (2010: 1) terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi horizontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses terjadi pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika situasi nyata. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya: penemuan strategi menyelesaikan soal, mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus.

Terkait dengan human activity di atas Freudenthal dalam Tarigan (2006: 3) menyatakan bahwa matematika sebagai kegiatan manusiawi adalah aktivitas pemecahan masalah, pencarian masalah, tetapi juga aktivitas pengorganisasian materi pelajaran. Ini dapat berupa materi-materi dari realitas yang harus diorganisasikan menurut pola-pola matematis, yaitu jika masalah dari realitas hendak dipecahkan. Dapat juga ini berupa materi matematika, baik yang baru maupun yang lama, baik yang diciptakan sendiri maupun oleh orang lain, yang harus ditata menurut gagasan baru agar lebih mudah dimengerti dalam konteks yang lebih luas, atau dengan pendekatan aksiomatik.

Dalam proses reinvensi terbimbing, siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang mirip dengan penciptaan matematika, yaitu


(38)

commit to user

membangun sendiri alat dan gagasan matematika, menemukan sendiri hasilnya, serta memformalkan pemahaman dan strategi informalnya. Siswa didukung untuk mencipta ulang (to reinvent) matematika di bawah panduan guru dan bahan pelajaran. Untuk mencipta ulang matematika formal dan abstrak, siswa diarahkan bergerak secara bertahap dari penggunaan pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif, dan konkret menuju ke arah yang lebih formal, abstrak dan baku.

Frans Moerland yang dikutip Atmini Dhoruri (2008: 4-5) memvisualisasikan proses matematisasi pembelajaran matematika realistik seperti pembentukan gunung es (iceberg). Proses pembentukan gunung es dilaut selalu diawali dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan seterusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang muncul di atas permukaan laut. Bagian dasar gunung es lebih luas dari pada puncaknya, dengan demikian konstruksi gunung es tersebut menjadi kokoh dan stabil. Proses ini diadopsi pada proses matematisasi dalam matematika realistik, yaitu dalam pembelajaran selalu diawali dengan matematisasi horizontal kemudian meningkat sampai matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal lebih ditekankan untuk membentuk konstruksi matematika yang kokoh sehingga matematisasi vertikal lebih bermakna bagi siswa.

Proses pembelajaran dengan pendekatan RME menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasikan aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Kemudian dengan atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematika vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga dapat memperkuat pemahaman konsep.


(1)

commit to user

f. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang dapat mengekspresikan hubungan-hubungan yang logis sehingga memudahkan manusia untuk berpikir dalam penyelesaian masalah serta mengkomunikasikan suatu ide tertentu dengan bahasa simbolis.

c. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang ingin dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha. Apabila dikaitkan dengan belajar berarti menunjuk pada suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu. Sutrainah Tirtonegoro (2001: 43) berpendapat bahwa prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai setiap peserta didik dalam periode tertentu. Menurut Mulyono Abdurrahman (2009: 37) prestasi belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Selain itu menurut Arif Gunarso (dalam Hamdani, 2011: 138) prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah kemampuan aktual yang berwujud penguasaan keterampilan atau pengetahuan, yang diperoleh selama mengikuti proses pembelajaran matematika dalam periode tertentu, yang dapat diukur tinggi rendahnya dengan jalan memberi tugas-tugas kepada siswa yang relevan dengan sasaran yang diinginkan, yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai tes prestasi belajar.

2. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, yang


(2)

commit to user

selanjutnya dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (RME). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic

Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh

Freudenthal. Dalam kerangka Realistic Mathematics Education, Freudenthal menyatakan bahwa Mathematics is human activity, karenanya pembelajaran matematika disarankan berangkat dari aktivitas manusia (Erman Suherman, dkk, 2003: 146). RME merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya digunakan konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi yang digunakan dalam RME adalah konstruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya.

Menurut Zulkardi dalam Atmini Dhoruri (2010), RME adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Hal ini diperkuat oleh pendapat Freudenthal dalam Ariyadi Wijaya (2012: 20) bahwa matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi konsep matematika.

Karakteristik dari pendekatan RME adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya. Treffers dalam Ariyadi Wijaya (2012: 21) merumuskan lima karakteristik RME, yaitu:

a. Menggunakan konteks dunia nyata

Pendidikan matematika realistik menekankan pentingnya eksplorasi fenomena kehidupan sehari-hari. Pengetahuan informal yang siswa peroleh dari kehidupan sehari-hari digunakan sebagai


(3)

commit to user

permasalahan kontekstual untuk dikembangkan menjadi konsep formal matematika.

Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Dengan demikian, siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat menjadi alat pembentukan konsep. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa.

b. Menggunakan model-model (matematisasi)

Matematisasi bukan sekedar suatu kesatuan proses utuh dalam mencari maupun membangun matematika yang relevan dari suatu fenomena atau konteks. Dalam pandangan Frudenthal, yang lebih penting dari matematisasi dalam pembelajaran matematika adalah sebagai suatu proses peningkatan dan pengembangan ide matematika secara bertahap yang disebut level-raising. Suatu aktivitas pada suatu tahap akan menjadi objek analisis pada tahap selanjutnya.

RME dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika, sehingga dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika. Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

Pengembangan pengetahuan informal siswa menjadi konsep formal matematika merupakan suatu proses yang bertahap. Proses tersebut dapat didukung dengan penggunaan model dan simbol. Simbol dan model tersebut akan lebih bermakna bagi siswa dan juga dapat dimanfaatkan untuk generalisasi dan abstraksi konsep matematika.


(4)

commit to user c. Menggunakan produksi dan konstruksi

Pendidikan matematika realistik merupakan pembelajaran yang terpusat pada siswa (student-centered) sehingga siswa didorong untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan ide dan strategi. Untuk selanjutnya, ide dan strategi yang ditemukan dan dikembangkan oleh siswa digunakan sebagai dasar pembelajaran.

d. Menggunakan interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Salah satu prinsip pendidikan matematika realistik adalah mengembangkan interaksi antar siswa untuk mendukung proses sosial dalam pembelajaran sehingga memungkinkan terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

e. Menggunakan intertwinement (keterkaitan)

Prinsip terakhir dari pendidikan matematika realistik adalah menghubungkan beberapa topik dalam satu pembelajaran. RME menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan). Hal ini menunjukkan bagaimana manfaat dan peran suatu topik atau konsep terhadap topik yang lain.

Pembelajaran dengan pendekatan RME menekankan akan pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Menurut Gravemeijer dalam Tarigan (2006: 3) masalah konteks nyata merupakan bagian inti dan


(5)

commit to user

dijadikan starting point dalam pembelajaran matematika. Konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa dengan memperhatikan konteks itu berlangsung dalam proses yang oleh Freudenthal dinamakan reinvensi terbimbing (guided reinvention).

Gagasan dasar reinvensi terbimbing lahir dari keyakinan Freudenthal yang memandang bahwa matematika bukan sebagai bahan pelajaran, melainkan sebagai kegiatan manusiawi (human activity). Demikian juga pandangan Freudenthal bahwa matematika terkait dengan realitas, dekat dengan dunia anak, dan relevan bagi masyarakat, sehingga apa yang harus dipelajari bukanlah matematika sebagai sistem tertutup, melainkan sebagai suatu kegiatan, yakni proses matematisasi matematika. Menurut Marsigit (2010: 1) terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi horizontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses terjadi pada siswa ketika ia dihadapkan pada problematika situasi nyata. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya: penemuan strategi menyelesaikan soal, mengkaitkan hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus.

Terkait dengan human activity di atas Freudenthal dalam Tarigan (2006: 3) menyatakan bahwa matematika sebagai kegiatan manusiawi adalah aktivitas pemecahan masalah, pencarian masalah, tetapi juga aktivitas pengorganisasian materi pelajaran. Ini dapat berupa materi-materi dari realitas yang harus diorganisasikan menurut pola-pola matematis, yaitu jika masalah dari realitas hendak dipecahkan. Dapat juga ini berupa materi matematika, baik yang baru maupun yang lama, baik yang diciptakan sendiri maupun oleh orang lain, yang harus ditata menurut gagasan baru agar lebih mudah dimengerti dalam konteks yang lebih luas, atau dengan pendekatan aksiomatik.

Dalam proses reinvensi terbimbing, siswa diberi kesempatan untuk mengalami proses yang mirip dengan penciptaan matematika, yaitu


(6)

commit to user

membangun sendiri alat dan gagasan matematika, menemukan sendiri hasilnya, serta memformalkan pemahaman dan strategi informalnya. Siswa didukung untuk mencipta ulang (to reinvent) matematika di bawah panduan guru dan bahan pelajaran. Untuk mencipta ulang matematika formal dan abstrak, siswa diarahkan bergerak secara bertahap dari penggunaan pengetahuan dan strategi penyelesaian informal, intuitif, dan konkret menuju ke arah yang lebih formal, abstrak dan baku.

Frans Moerland yang dikutip Atmini Dhoruri (2008: 4-5) memvisualisasikan proses matematisasi pembelajaran matematika realistik seperti pembentukan gunung es (iceberg). Proses pembentukan gunung es dilaut selalu diawali dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan seterusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang muncul di atas permukaan laut. Bagian dasar gunung es lebih luas dari pada puncaknya, dengan demikian konstruksi gunung es tersebut menjadi kokoh dan stabil. Proses ini diadopsi pada proses matematisasi dalam matematika realistik, yaitu dalam pembelajaran selalu diawali dengan matematisasi horizontal kemudian meningkat sampai matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal lebih ditekankan untuk membentuk konstruksi matematika yang kokoh sehingga matematisasi vertikal lebih bermakna bagi siswa.

Proses pembelajaran dengan pendekatan RME menggunakan masalah kontekstual sebagai titik awal dalam belajar matematika. Dalam hal ini siswa melakukan aktivitas matematika horizontal, yaitu siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasikan aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Siswa bebas mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa. Kemudian dengan atau tanpa bantuan guru, menggunakan matematika vertikal (melalui abstraksi maupun formalisasi) tiba pada tahap pembentukan konsep. Setelah dicapai pembentukan konsep, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika tersebut kembali pada masalah kontekstual, sehingga dapat memperkuat pemahaman konsep.


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

0 10 221

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-Alat Optik

3 35 205

Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments(TGT) dan Teams Assisted Individualization(TAI) Pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Siswa Kelas VIII SMP Neger

0 0 15

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Assisted Individualization (TAI) Dan Teams Games Tournaments (TGT) Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Kemampuan Spasial Siswa Kelas VIII MTs Negeri Se-Kabupaten Ngawi.

0 0 1

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION DAN TEAMS GAMES TOURNAMENT DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT | Dewi | 668

0 0 12