Tugas, Wewenang dan Kewajiban Majelis Pengawas

B. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Majelis Pengawas

Tugas dari Majelis Pengawas Notaris meliputi pengawasan terhadap perilaku Notaris diluar pelaksanaan jabatan dan perilaku Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat 5 UUJN. Pengawasan terhadap perilaku Notaris diluar pelaksanaan jabatan, berkaitan dengan moral dan perilaku Notaris sebagai pejabat umum yang dipercaya oleh masyarakat sehingga diluar pelaksanaan jabatannya sebagai Notaris haruslah tetap menunjukan sikap dan perilaku yang dapat menjaga wibawanya sebagai Notaris atau pejabat umum bagi masyarakat. Dalam pengawasan perilaku Notaris dalam menjalankan jabatan haruslah didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUJN. Tiap-tiap tingkatan dari MPN diisi oleh 9 sembilan orang yang terdiri dari 3 tiga unsur tersebut dalam Pasal 67 ayat 3 UUJN. Menurut Pasal 68 UUJN juncto Pasal 10 Permenkum Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, terdapat 3 tiga tingkatan di dalam MPN tersebut, yaitu : a. Majelis Pengawas Daerah MPD MPD ini dibentuk di Kabupaten atau Kota. Ketua dan Wakil Ketua dari MPD dipilih dari dan oleh anggotanya yang nantinya menjabat selama 3 tiga tahun kemudian dapat diangkat kembali. MPD dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat MPD. Menurut ketentuan dalam Pasal 70 UUJN menyebutkan bahwa MPD berwenang : a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; Universitas Sumatera Utara b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 satu kali dalam 1 satu tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu; c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 enam bulan; d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan; e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 dua puluh lima tahun atau lebih; f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang dianggap sebagai pejabat Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4; g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini; dan h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, dan angka 7, kepada Majelis Pengawas Wilayah. Menurut ketentuan dalam Pasal 71 UUJN menyebutkan bahwa MPD berkewajiban : a. mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir; b. membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat; c. merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan; d. menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya; e. memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 tiga puluh hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat dan Organisasi Notaris; f. menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. b. Majelis Pengawas Wilayah MPW MPW ini dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Propinsi. Ketua dan Wakil Ketua dari MPW dipilih dari dan oleh anggotanya untuk menjabat selama 3 tiga tahun dan dapat diangkat kembali. MPW dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat MPW. Menurut ketentuan dalam Pasal 73 UUJN menyebutkan bahwa MPW berwenang: Universitas Sumatera Utara a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah; b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. memberikan izin cuti lebih dari 6 enam bulan sampai 1 satu tahun; d. memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor; e. memberikan sanksi berupa teguran lisan atau tertulis; f. mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa : - pemberhentian sementara 3 tiga bulan sampai dengan 6 enam bulan; atau - pemberhentian dengan tidak hormat. g. membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 5 dan angka 6. Menurut ketentuan dalam Pasal 75 UUJN menyebutkan bahwa MPW berkewajiban: a. menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 1 huruf a, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, kepada Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris; dan b. menyampaikan pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti. a. Majelis Pengawas Pusat MPP MPP dibentuk dan berkedudukan di ibukota Negara. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggotanya MPP sendiri. Masa jabatan dari Ketua dan Wakil Ketua selama 3 tiga tahun dan dapat diangkat kembali. MPP dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat MPP. Menurut ketentuan dalam Pasal 77 UUJN menyebutkan bahwa MPP berwenang : a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; b. memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan Universitas Sumatera Utara d. mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Menurut ketentuan dalam Pasal 79 UUJN menyebutkan bahwa “Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi Notaris”. Sebagaimana Menteri mempunyai domain pengawasan untuk mengawasi Notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris, maka INI juga mempunyai institusi yang bertugas membantu Majelis Pengawas Notaris serta mengemban fungsi kontrol terlaksananya kode etik dilapangan dan di internal perkumpulan. Institusi tersebut bernama Dewan Kehormatan. 55 Menurut ketentuan dalam Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia dalam Pasal 1 ayat 8 huruf a,b,c dan d menyatakan bahwa : a. Dewan Kehormatan adalah alat perlengkapan Perkumpulan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam perkumpulan yang bertugas untuk: - melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; - memeriksa dan mengambil keputusan atas pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; - memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. b. Dewan Kehormatan Pusat adalah Dewan Kehormatan pada tingkat nasional dan yang berwenang untuk : 55 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang Dan Di Masa Datang, Jakarta : Gramedia, 2008, hal. 199. Universitas Sumatera Utara - melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; - memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat akhir dan bersifat final; - memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. c. Dewan Kehormatan Wilayah, yaitu pada tingkat Propinsi atau yang setingkat dengan itu, yang bertugas untuk : - melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; - memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat banding, dan dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama; - memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah danatau Majelis Pengawas Daerah atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. d. Dewan Kehormatan Daerah, yaitu Dewan Kehormatan tingkat Daerah, yaitu pada tingkat Kota atau Kabupaten yang bertugas untuk : - melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; - memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan Kode Etik danatau disiplin organisasi, yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung, pada tingkat pertama; - memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas Wilayah Daerah atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Jabatan Notaris. 56 Pada prinsipnya agar kehormatan dan keluhuran profesi jabatan Notaris tetap terjaga dan masyarakat tidak meremehkan dan mengabaikan Notaris, maka peran dan fungsi Dewan Kehormatan harus ditingkatkan. Dengan demikian, para pihak yang merasa dirugikan oleh Notaris diharapkan dapat melaporkan kasusnya terlebih dahulu kepada Dewan Kehormatan sebelum ke Majelis Pengawas. Hal ini karena secara internal Dewan 56 Indonesia, Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 28 Januari 2005, Pasal 1 Ayat 8. Universitas Sumatera Utara Kehormatan lebih tepat untuk dapat menuntaskan kasus tanpa meluaskan cakupan masalah, dengan satu syarat integritas dari Dewan Kehormatan tetap terjaga dan dipandang tinggi oleh Notaris dan masyarakat. 57 C. Mekanisme Penerapan Sanksi Perdata Terhadap Notaris Dalam Hal Terjadinya Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris. Sanksi merupakan alat pemaksa selain juga sebagai hukuman dan juga agar para pihak mentaati ketetapan yang ditentukan dalam peraturan atau perjanjian. 58 Sanksi juga diartikan sebagai alat pemaksa sebagai hukuman jika tidak taat kepada perjanjian. 59 Sementara itu menurut Philipus M. Hadjon, sanksi merupakan alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang digunakan oleh penguasa sebagai reaksi terhadap ketidakpatuhan pada norma hukum administrasi. 60 Dalam sebuah aturan hukum, pencatuman sanksi merupakan sebuah kewajiban, hal ini dikarenakan jika sebuah peraturan hukum tidak akan dapat ditegakkan jika pada bagian akhir tidak mencantumkan mengenai sanksi. Tidak ada gunanya memberlakukan kaidah-kaidah hukum manakala kaidah-kaidah itu tidak dapat dipaksakan melalui sanksi dan menegakkan kaidah-kaidah yang dimaksudkan secara prosedural hukum acara. 61 57 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Op Cit, hal. 202-203. 58 N.E. Algra, H.R.W.Gokkel dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae, Belanda-Indonesia, Jakarta: Binacipta, 1983, hal. 496. 59 S.Wojowasito, Kamus Umum Belanda-Indonesia, Jakarta: 1 Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1995, hal. 560. 60 Philipus M. Hadjon, dkk, Pemerintah Menurut Hukum Wet-en Rechtmatig Bestuur, Cetakan Pertama,Surabaya: Yuridika, 1993, hal. 245. 61 Ibid. hal. 247. Universitas Sumatera Utara Sanksi terhadap Notaris yang diatur pada UUJN, yaitu menyebutkan ada 2 dua macam sanksi, yaitu sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi perdata terhadap Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga dimana hal tersebut merupakan akibat yang akan diterima oleh Notaris jika akta otentik yang dibuatnya hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta menjadi batal demi hukum. Sanksi keperdataan adalah sanksi yang dijatuhkan terhadap kesalahan yang terjadi karena wanprestasi, atau perbuatan melanggar hukum. Sanksi yang diterapkan adalah berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga, dimana semua sanksi tersebut dapat diterapkan kepada Notaris apabila akta yang dibuatnya terdegradasi menjadi akta di bawah tangan atau menjadi batal demi hukum dan merugikan pihak yang berkepentingan dalam akta tersebut . Akta Notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna apabila melanggar ketentuan tertentu sebagaimana telah diatur dalam 84 UUJN akan terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan. Kedudukan akta Notaris yang kemudian memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan merupakan penilaian atas suatu alat bukti. Akta di bawah tangan memilki kekuatan pembuktian sempurna sebagaimana yang dimiliki akta otentik sepanjang para pihak mengakui isi dari akta tersebut. Dengan demikian, menentukan suatu akta Notaris terdegradasi kekuatan pembuktiannya berada dalam ruang lingkup penilaian suatu alat bukti. Akta Notaris yang batal demi hukum, maka akta tersebut dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat. Sesuatu yang tidak pernah dibuat tidak dapat dijadikan dasar Universitas Sumatera Utara suatu tuntutan dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga. 62 Dengan demikian seharusnya akta Notaris yang batal demi hukum tidak menimbulkan akibat untuk memberikan penggantian biaya, ganti rugi atau bunga kepada pihak yang tersebut dalam akta. Penggantian biaya, ganti rugi, serta bunga dapat digugat terhadap Notaris dengan mendasarkan pada suatu hubungan hukum antara Notaris dengan para pihak yang menghadap Notaris. 63 Hubungan hukum sendiri diartikan sebagai suatu hubungan yang akibatnya diatur oleh hukum. Ketika penghadap datang ke Notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan Notaris, kemudian Notaris membuatkan akta atas permintaan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini tindakan tersebut telah memberikan landasan kepada Notaris dan para penghadap sebagai sebuah hubungan hukum. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggunggugat Notaris. 64 Mengenai sanksi perdata terhadap Notaris tidak memberikan batasan yang jelas antara kapan akta Notaris terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan dan kapan akta Notaris menjadi batal demi hukum. Selain itu, pasal 84 UUJN juga tidak memberikan pengaturan mengenai mekanisme penjatuhan sanksi perdata terhadap Notaris yang aktanya terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan 62 Komar Andasasmita, Notaris I, Bandung : Sumur Bandung, 1981, hal. 37. 63 Sjaifurrachman, Op. Cit, hal. 196. 64 Marthalena Pohan, Tanggunggugat Advocat, Dokter, dan Notaris, Surabaya:Bina Ilmu 1985 hal.11. Universitas Sumatera Utara atau menjadi batal demi hukum yang mengakibatkan Notaris berkewajiban memberikan penggantian biaya, ganti rugi, atau bunga terhadap pihak dalam akta yang merasa dirugikan akibat kesalahan Notaris tersebut. Jika dicermati lebih jauh, substansi sanksi administrasi dan sanksi perdata yang diatur dalam UUJN ini dapat dibandingkan dengan Pasal 60 Peraturan Jabatan Notaris PJN yang termuat dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia Stbl. 1860:3, dimana dalam Pasal 60 PJN disebutkan jika akta yang dibuat di hadapan Notaris tidak memenuhi syarat bentuk dapat dibatalkan di muka pengadilan atau dianggap hanya dapat berlaku sebagai akta yang dibuat di bawah tangan. Tanpa adanya sebuah pengaturan mengenai mekanisme penerapan sanksi perdata terhadap Notaris dalam UUJN, dapat membuka kemungkinan interpretasi bahwa pembuktian terhadap akta Notaris yang terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum dapat dilakukan secara sepihak tanpa harus melalui proses gugatan ke pengadilan. 65 Hal demikian tentu sangat bertentangan dengan ketentuan pasal 1877 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Jika seorang memungkiri tulisan atau tanda tangannya, ataupun jika para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya menerangkan tidak mengakuinya, maka Hakim harus memerintahkan supaya kebenaran dari tulisan atau tanda tangan tersebut diperiksa di muka pengadilan.” Akta Notaris tidak dapat dinilai atau dinyatakan secara langsung secara sepihak memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau batal demi hukum oleh 65 Mario A. Tedja, “Teori Kepastian dalam Prespektif Hukum Kontrak”, http:mariotedja.blogspot.com201212teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, diakses tanggal 27 Oktober 2014 Universitas Sumatera Utara para pihak yang namanya tercantum dalam akta atau oleh orang lain yang berkepentingan dalam akta tersebut. Penilaian terhadap akta Notaris yang terdegradasi kekuatan pembuktiannya menjadi akta di bawah tangan atau batal demi hukum karena melanggar ketentuan UUJN tidak dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas, Notaris, atau bahkan oleh para pihak yang namanya tercantum dalam akta Notaris. 66 Penilaian akta Notaris yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau batal demi hukum harus melalui proses gugatan ke pengadilan umum untuk membuktikan, apakah akta Notaris melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 84 UUJN atau tidak. Jika ada pihak atau penghadap menilai atau menganggap atau mengetahui bahwa akta Notaris melanggar ketentuan-ketentuan di dalam UUJN, maka para pihak yang memberikan penilaian tersebut harus dapat membuktikannya melalui proses peradilan gugatan dan meminta penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga. Dalam gugatan tersebut yang harus dibuktikan oleh penggugat adalah a adanya derita kerugian, b adanya hubungan kausal antara kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari Notaris, c bahwa pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Notaris yang bersangkutan. 67 Proses pembuktian seperti ini sejalan dengan teori hukum subjektif, dimana teori ini menetapkan bahwa barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak maka yang bersangkutan harus membuktikannya. Teori hukum subjektif dalam kaitannya dengan 66 Sjaifurrachman, Op. Cit, hal. 228. 67 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 1994, hal. 94. Universitas Sumatera Utara proses pembuktian dalam kasus perdata, secara jelas diterapkan dalam ketentuan pasal 1865 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu.” Dalam Hukum Acara Perdata, pembuktian yang dimaksud berbeda dengan pembuktian dalam ranah hukum pidana. Dalam hukum pidana, sistem pembuktian yang dianut adalah sistem pembuktian stelsel negatif menurut ketentuan undang-undang negatief wettelijk stelsel untuk mencari kebenaran materiil prinsip beyond reasoble doubt. 68 Sementara dalam hukum acara perdata, kebenaran yang dicarai dan diwujudkan oleh hakim cukup berupa kebenaran formil formeel warheid. 69 Dalam mencari kebenaran formil, prinsip yang patut dipegang oleh hakim antara lain adalah bahwa hakim bersifat pasif, yaitu tidak diperkenankan untuk mengambil prakarsa aktif untuk menambah atau mengajuan pembuktian yang diperlukan. Hal itu merupakan pilihan hak dari masing- masing pihak. Prinsip lain adalah bahwa putusan berdasarkan pembuktian fakta, yaitu ditolak atau dikabulkannya gugatan harus berdasarkan pembuktian dari fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak. Selanjutnya, atas gugatan pihak yang merasa dirugikan oleh Notaris yang aktanya terdegradasi kekuatan pembuktiannya atau mengalami batal demi hukum karena melanggar ketentuan UUJN, Notaris berhak untuk memberikan perlawanan atau 68 Nile K. Rumokoy , “Tinjauan Terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan”, http:www.google.co.idasas kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diakses tanggal 10 November 2014. 69 Edy Rajo, “Pembuktian Dalam Hukum Perdata”, http:edyrajo.blogspot.com201302pembuktian-dalam-hukum-perdata.html, diakses tanggal 23 Oktober 2014. Universitas Sumatera Utara penjelasan. Jika dalam proses peradilan penggugat dapat membuktikan gugatannya, dan pengadilan memutuskan akta Notaris memiliki kekuatan sebagai akta di bawah tangan atau batal demi hukum, maka barulah Hakim dapat membebankan tuntutan penggugat kepada Notaris berupa penggantian biaya, ganti rugi, atau bunga. Demikian pula jika ternyata gugatan tersebut tidak terbukti atau ditolak oleh Hakim, maka tidak menutup kemungkinan Notaris yang sebelumnya digugat mengajukan gugatan kepada para pihak yang sebelumnya telah menggugatnya. Hal ini sebagai upaya untuk mempertahankan hak dan kewajiban Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berkaitan dengan akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Prosedur seperti yang dijelaskan di atas harus dilakukan agar tidak terjadi penilaian sepihak atas suatu akta Notaris, hal ini dikarenakan akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, serta dapat dinilai dari aspek lahiriah, formal, dan materiil. Notaris dalam membuat akta atas permintaan para pihak berdasarkan pada tata cara atau prosedur dalam pembuatan akta Notaris sebagaimana telah diatur dalam UUJN. Ketika para penghadap menganggap ada yang tidak benar dalam akta tersebut, akibat melanggar ketentuan dalam pasal 84 UUJN dan menderita kerugian sebagai akibat langsung dari akta tersebut, maka pihak yang bersangkutan berhak menggugat Notaris dan berkewajiban membuktikan bahwa akta Notaris tidak memenuhi aspek lahiriah, formal, dan materiil, serta membuktikan kerugiannya. Dengan demikian, penilaian akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau batal demi hukum Universitas Sumatera Utara tidak dari satu pihak saja, tapi harus dilakukan oleh atau melalui dan dibuktikan di pengadilan. 70 70 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris,Bandung : 2011, hal. 153. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS ATAS TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS 1. Notaris Sebagai Pejabat Umum Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyebutkan secara tegas bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Notaris adalah pejabat umum, karena diangkat oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan. Dari uraian tersebut di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Jabatan Notaris adalah suatu jabatan yang mulia, karena mempunyai kewenangan untuk membuat suatu alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, yang dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum karena karakteristiknya. Notaris merupakan salah satu media terjaminnya ketertiban lalu lintas hukum didalam masyarakat. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-undang Jabatan Notaris. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum dalam arti kewenangan yang ada pada Notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat lainnya selama atau sepanjang kewenangan tersebut tidak diberikan atau tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain dalam membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan Notaris. Universitas Sumatera Utara Mengenai kedudukan Notaris sebagai pejabat umum, R. Soegondo Notodisoerjo menyatakan bahwa : 71 “Lembaga Notariat telah dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek” Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa meski sebenarnya hanya diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa, masyarakat Indonesia secara umum pun dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan dihadapan Notaris. Hal ini menjadikan Lembaga Notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Kemudian dalam perkembangannya, lembaga notariat yang mula-mula muncul pada zaman Romawi, diadopsi menjadi Hukum Indonesia, yaitu Hukum Notariat Indonesia dan berlaku untuk semua golongan. Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum memberikan wewenang kepada Notaris untuk dapat membuat akta-akta otentik. Berbeda halnya dengan pegawai Negeri karena meskipun mereka adalah pejabat dan mempunyai tugas untuk melayani kepentingan umum, tetapi bukan merupakan Pejabat Umum seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Notaris bukan pegawai negeri sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan kepegawaian. Notaris dalam hal ini tidak menerima gaji, melainkan menerima honorarium dari kliennya. Adanya jabatan yang “serupa tapi tak sama” antara Notaris dengan Pegawai Negeri sebagaimana yang telah diutarakan di atas, memperlihatkan bahwa sebenarnya Notaris 71 R. Soegondo Notodisoerjo , Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993., hal. 1. Universitas Sumatera Utara mempunyai kedudukan yang unik dan mempunyai ciri khas. Keunikan ini timbul dikarenakan Notaris tersebut diangkat dan diberhentikan seperti pegawai negeri, tetapi bukan pegawai negeri, Notaris menjalankan sebagian kewibawaannya pemerintah dalam hal pembuatan akta-akta otentik sebagai dokumen resmi dan mempunyai kekuatan bukti sempurna, selain mengikat para pihak juga mengharuskan pihak di luarnya untuk turut menghormati akta-akta tersebut sebagai dokumen resmi. Sebelum menjalankan jabatannya, Notaris harus disumpah terlebih dahulu. Hal ini membawa konsekuensi bahwa dalam menjalankan jabatannya. Notaris sebagai pejabat umum harus senantiasa menghayati sumpah jabatannya yang termuat dalam Pasal 4 Undang-undang Jabatan Notaris. Hal ini sebenarnya menegaskan bahwa jabatan sebagai Notaris haruslah independen, dalam arti kata tidak memihak kepada pihak-pihak tersebut, sehingga Notaris menjadi jabatan kepercayaan. Selain jabatan kepercayaan, Notaris juga berperan sebagai melayani kepentingan umum serta mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara pihak yang secara mufakat meminta jasa Notaris, maka Notaris dituntut mempunyai pengetahuan yang luas serta tanggung jawab yang besar terhadap segala hal yang telah dilakukannya. Seorang Notaris perlu memperhatikan “perilaku jabatan” yang menunjukkan tingkat profesionalitas seseorang pada pekerjaannya, termasuk juga Notaris. Perilaku yang idealnya harus dimiliki juga oleh seorang Notaris tersebut, adalah sebagai berikut : 72 1. Dalam menjalankan tugas profesinya. Seorang Notaris harus mempunyai intergritas moral yang mantap. Dalam hal ini, segala pertimbangan moral harus melandasi 72 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2006. hal. 58 Universitas Sumatera Utara pelaksanaan tugas profesinya. Walaupun akan memperoleh imbalan jasa yang tinggi, namun sesuatu yang bertentangan dengan moral yang baik harus dihindarkan. 2. Seorang Notaris harus jujur, tidak saja pada kliennya, juga pada dirinya sendiri. Ia juga harus mengetahui akan batas-batas kemampuannya, tidak memberi janji-janji sekedar untuk menyenangkan kliennya, atau agar si klien tetap mau memakai jasanya. Kesemuanya itu merupakan suatu ukuran tersendiri tentang kadar kejujuran intelektual seorang Notaris. 3. Seorang Notaris harus menyadari akan batas-batas kewenangannya. Ia harus mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Adalah bertentangan dengan perilaku profesional, apabila seorang Notaris ternyata berdomisili dan bertempat tinggal tidak ditempat kedudukannya sebagai Notaris. Atau memasang papan dan mempunyai kantor di tempat kedudukannya, tetapi tempat tinggalnya di lain tempat. Seorang Notaris juga dilarang untuk menjalankan jabatannya di luar daerah jabatannya. Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya. 4. Sekalipun keahlian seseorang dapat dimanfaatkan sebagai upaya yang lugas untuk mendapatkan uang, namun dalam melaksanakan tugas profesinya ia tidak boleh semata-mata didorong oleh pertimbangan uang. Seorang Notaris yang pancasilais harus tetap berpegang teguh kepada rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang. Dan tidak semata-mata hanya menciptakan suatu alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum, tapi mengabaikan rasa keadilan. Universitas Sumatera Utara 5. Keadilan yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman tinggi. Sebagaimana diketahui bahwa Notaris sebagai pejabat umum menghasilkan produk berupa akta otentik yang digunakan pada hukum pembuktian, sehingga merupakan hal yang wajar bahwa seseorang diangkat sebagai Notaris bukan untuk kepentingannya sendiri, namun juga untuk kepentingan masyarakat yang dilayaninya. Untuk dapat menjalankan tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan kewenangannya, maka Notaris harus dapat meningkatkan kualitas dirinya melalui pendidikan, pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang hukum, dan kode etik. Pengangkatan sebagai notaris haruslah minimal mempunyai ilmu pengetahuan dalam bidang hukum dan kenotariatan, mempunyai pengalaman magang di kantor Notaris, mengetahui kewajiban dan menjunjung tinggi hak orang lain, dilandasi dengan niat dan etika terpuji. Bentuk atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2 dua kelompok utama, yaitu: 1. Notariat functionnel, dalam mana wewenang-wewenang Pemerintah didelegasikan gedelegeerd dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai dayakekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macambentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara “wettelijke” dan “niet wettelijke”, “werkzaamheden” yaitu pekerjaan- pekerjaan yang berdasarkan undang-undanghukum dan yang tidakbukan dalam Notaris. Universitas Sumatera Utara 2. Notariat profesional. Dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat hukum tentang kebenarannya. Kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya. 73 Sebagaimana tersirat dalam Pasal 1 Undang-undang Jabatan Notaris bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian mutlak di dalamnya. Untuk membuat akta otentik, Notaris harus memenuhi syarat otentitas sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu menyusun, membacakan, dan menandatangani Verlijden. Notaris juga mempunyai fungsi untuk memberikan nasehat hukum kepada kliennya. Fungsi sebagai penasehat hukum ini dilakukan oleh Notaris pada proses awal pembuatan akta, dalam hal ini Notaris melakukan penemuan hukum, kemudian, menuju tahap dia berperan sebagai Notaris yang membuat akta. Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang kenotariatan. Dapat dilihat bahwa ada yang membatasi kewenangan yang dimiliki oleh seorang Notaris, yaitu : 74 1. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu. Tidak setiap pejabat dapat membuat semua akta akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yaitu yang ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan perundang-undangan. 73 Komar Andasasmita, Op. Cit, hal. 12. 74 G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit., hal. 49-50. Universitas Sumatera Utara 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu dibuat: Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Misalnya, dalam Pasal 20 ayat 1 Peraturan Jabatan Notaris menentukan bahwa Notaris tidak diperbolehkan membuat akta yang didalamnya, Notaris, Isterisuaminya, keluarga sedarah, atau keluarga semenda dari Notaris itu, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke samping sampai derajat ketiga, baik secara pribadi maupun melalui kuasa, menjadi pihak. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kepemihakan dan penyalahgunaan jabatan. 3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat di mana akta dibuat. Bagi setiap Notaris ditentukan wilayah hukumnya atau daerah jabatannya, dan hanya dalam wilayahdaerah tertentu, Notaris berwenang untuk membuat akta. 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Notaris tidak boleh membuat akta selama Notaris tersebut masih menjalankan cuti atau dipecat dari jabatannya. Notaris juga tidak boleh membuat akta sebelum memangku jabatannya atau sebelum diambil sumpah. Apabila keempat poin tersebut tidak dipenuhi, maka akta yang dibuat tidak otentik dan hanya punya kekuatan pembuktian seperti akta di bawah tangan berdasarkan UUJN.

2. Pelaksanaan Jabatan Notaris

Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 1 109

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEBATALAN DAN PEMBATALAN AKTA NOTARIS DALAM PRESPEKTIF UNDANG - UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS.

0 0 13

Analisis Yuridis Tentang Mal Administrasi Kantor Notaris Ditinjau Berdasarkan Pasal 16 Undang undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14

Analisis Yuridis Tentang Mal Administrasi Kantor Notaris Ditinjau Berdasarkan Pasal 16 Undang undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 2

Analisis Yuridis Tentang Mal Administrasi Kantor Notaris Ditinjau Berdasarkan Pasal 16 Undang undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 1 31

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor

0 1 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 21

Analisis Yuridis Atas Turunnya Kekuatan Pembuktian Akta Notaris Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris

0 0 14

ANALISIS YURIDIS TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

1 6 58

TANGGUNGJAWAB NOTARIS ATAS PEMBUATAN AKTA PARTIJ BERDASARKAN KETERANGAN PALSU MENURUT UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS SKRIPSI

0 0 12