1. Bagaimana kedudukan hukum atas batasan turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014?
2. Bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris?
3. Bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris terhadap turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris?
Dari beberapa permasalahan yang diteliti, maka penelitian yang dilakukan ini sangatlah berbeda dan penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari segi
permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih
baik. Hal-hal yang semula tampak dan berdiri sendiri bisa disatukan dan ditunjukkan kaitannya satu sama lain secara bermakna. Teori, dengan demikian memberikan penjelasan
dengan cara mengorganisasi dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.
12
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun dan memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
13
Kerangka teori juga dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis
si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan problem, yang menjadi bahan
12
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2012, hal. 269.
13
Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konstitusi Pres, 2006, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,
14
yang nantinya merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.
Menurut Soerjono Soekanto, kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai beberapa kegunaan sebagai berikut :
15
a. Teori berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang
hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina
struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada
pengetahuan peneliti.
Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum
perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori hukum positif dari Jhon Austin, yang mengartikan:
Hukum itu sebagai a command of the lawgiver perintah dari pembentuk undang- undang atau penguasa, yaitu Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan
keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.
16
Penelitian ini berusaha untuk menganalisis kedudukan hukum atas batasan turunnya
kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan UUJN No. 2 Tahun 2014, bagaimana mekanisme penerapan sanksi terhadap Notaris dalam terjadinya turunnya kekuatan
14
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV. Mandar Maju, 1994, hal. 80.
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 121.
16
Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung : Mandar Maju, 2002, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
pembuktian akta Notaris dan bagaimana batasan pertanggungjawaban Notaris atas turunnya kekuatan pembuktian akta Notaris.
Menurut R. Subekti dan Tjitrosudibio, bahwa kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang merupakan bahasa Latin yang mempunyai arti perbuatan-
perbuatan.
17
Kata “akta” dalam pasal 108 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan, melainkan “perbuatan hukum”, yang berasal dari
bahasa Perancis yaitu “acte” yang artinya perbuatan.
18
Menurut Soedikno Mertukusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan memuat peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar
dari suatu hak atau perikatan-perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
19
Ketentuan turunnya kekuatan pembuktian dalam UUJN diatur pada Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan yang
diatur dalam Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 akan mengakibatkan akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan
degradasi. Pada Pasal 40 menjelaskan tentang saksi dalam akta, yaitu paling sedikit 2 dua
orang saksi dengan kriteria paling rendah berumur 18 tahun atau sebelumnya telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam
akta, dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf. Pada Pasal 44 mengenai tanda tangan,
17
R. Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Penerbit Pradnya, Jakarta, 1980 , hal. 9.
18
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1985 , hal. 29.
19
Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1979 , hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
dimana setelah akta dibacakan oleh Notaris, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tanda tangan. Pasal 48 menyebutkan akta dilarang untuk diubah dengan diganti, ditambah, dicoret, disisipkan, dihapus, ditulis tindih. Perubahan tersebut dapat
dilakukan sah jika perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Pada Pasal 49 mengatur tentang perubahan atas akta yang
dimaksud dalam Pasal 48 ayat 2 dibuat disis kiri akta apabila karena hal suatu perubahan tidak dapat dibuat disisi kiri, perubahan tersebut dapat dibuat pada akhir akta, sebelum
penutup akta dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan. Pada Pasal 50 mengatur tentang pencoretan kata, huruf, atau angka, pencoretan
dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi kiri akta.
Pencoretan tersebut sah setelah diberi paraf atau tanda pengesahan lain dari para penghadap, saksi, dan Notaris.
Beberapa ketentuan inilah yang apabila tidak dipenuhi, akta tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dan dapat menjadi alasan
bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Hal ini sebenarnya memberatkan Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum pembuat akta otentik. Tidak mengenyampingkan kehati-hatian dalam
membuat akta, namun turunnya akta seharusnya melalui mekanisme pembuktian pengadilan dahulu, penetapan pada pasal-pasal tersebut diatas kurang tepat.
Universitas Sumatera Utara
2. Konsepsi