49
pandangan dengan kata lain peneliti dapat me-recheck temuannya dengan cara membandingkanya dengan berbagai sumber Moleong, 2011: 332.
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan wawancara
mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak Sugiyono, 2010: 241. Pengertian ini diterapkan saat ingin mengetahui pola
pembinaan anak-anak di Panti Asuhan Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta dalam menstimulasi perkembangan emosional anak di Panti Asuhan Yayasan
Sayap Ibu Cabang Yogyakarta. Menurut Patton dalam Moleong 2011: 330 teknik triangulasi sumber
dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; 2. membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi; 3 membandingkan tentang apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; 4 membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat; 5 membandingkan
hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Penelitian ini akan membandingkan data hasil pengamatan di lapangan dengan hasil wawancara dan
dokumentasi, yaitu membandingkan hasil pengamatan dengan hasil hasil wawancara dengan Pimpinan Panti, Pengurus, dan pengasuh Panti Asuhan
Yayasan Sayap Ibu Cabang Yogyakarta serta, serta membandingkan hasil wawancara jawaban informan dengan jawaban secara pribadi, membandingkan
50
hasil wawancara dengan beberapa informan. Dengan membandingkan tersebut, maka akan meningkatkan derajat kepercayaan pada saat pengujian data dan
mendapatkan data yang akurat. .
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Nama Yayasan Sayap Ibu diambil dari bahasa Belanda “onder moeder’s vleugels” yang artinya adalah “di bawah sayap Ibu”, yang
menggambarkan betapa besar tekad seorang ibu dalam melindungi anaknya, seperti induk ayam yang menggunakan sayapnya untuk melindungi anak-
anaknya dari bahaya. Pada Tahun 1955 penelantaran anak dan pembuangan bayi-bayi di
Jakarta, baik yang ditinggal di Rumah Sakit maupun yang kemudian ditemukan di jalan atau di tempat-tempat umum lainnya semakin banyak.
Keadaan inilah yang kemudian mendorong beberapa ibu antara lain, Ny. Sutomo, Ny. Soekardi, Ny. Garland Soenaryo mendirikan Yayasan dengan
nama Yayasan Sayap Ibu YSI. Yayasan Sayap Ibu didirikan pada Tanggal 30 September 1955 oleh ibu Hj. Sulistina Sutomo, istri dari Bung Tomo yang
pada waktu itu menjabat sebagai Menteri Sosial. Lembaga ini diserahkan di bawah pengawasan BKKKS Badan
Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial yang diketuai oleh Ibu Nasution. Dalam kepengurusan baru, Ibu Nasution menjabat sebagai Pembina,
sedangkan Ketua dijabat oleh Ibu Ciptaningsih Utaryo.
52
Awalnya Yayasan Sayap Ibu bertujuan menolong anak-anak Batita Bawah Tiga Tahun, anak-anak tersebut dirawat sambil dicarikan keluarga
angkat. Kegiatan saat itu dana dibantu oleh Women International Club, dan kemudian Pemerintah Daerah turut serta di dalamnya.
Tahun 1968 dalam perkembangannya Yayasan Sayap Ibu melakukan restrukturalisasi dan
menempatkan diri dibawah Badan Pembina Kegiatan Kesejahteraan Sosial Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang diketuai oleh Ny. J.S. Nasution.
Pengasuhan dan perawatan anak, kriteria anak ditingkatkan menjadi usia 0–5 Tahun.
Seiring perjalanannya, Yayasan Sayap Ibu sempat mengalami masalah keuangan sehingga harus dihentikan untuk sementara pada tahun
1968 ini. Namun berkat tekad kuat para Ibu, terutama Ibu J.S Nasution, Yayasan Sayap Ibu dapat berjalan kembali dan terus berkembang besar.
Tahun 1976, sebagai akibat banyaknya adopsi anak oleh Warga Negara Asing yang dilakukan hanya dengan akte notaris saja sehingga jual beli anak
semakin marak, maka Gurbernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Almarhum Bapak Ali Sadikin, mengeluarkan izin mengakui Badan Konsultasi
Pengangkatan Anak Yayasan Sayap Ibu sebagai lembaga resmi. Kemudian disusul dengan dikeluarkannya Surat Edaran dari Departemen Kehakiman
No. JHAI12 tahun 1978 tentang Prosedur pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing yang menentukan bahwa Notaris tidak
boleh membuat Akte adopsi anak Warga Negara Indonesia oleh Warga