Makalah Teori Akuntansi 001

(1)

Tugas Makalah Teori Akuntansi Sebelum Mid Semester

Menerapkan Revenue, Expense, Gain, Loss, dan Liabilities pada

PT Tri Banyan Tirta Tbk (ALTO)

Disusun Oleh :

Nama : Marsha

NIM : 33110100

Kelas : C

Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie School of Business

November 2013


(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL & GAMBAR...iii

BAB I... 2

PENDAHULUAN... 2

1.1. Latar Belakang Penulisan...2

1.2. Identifikasi Masalah...3

1.3. Rumusan Masalah...3

1.4. Tujuan Penulisan...4

1.5. Manfaat Penulisan...4

BAB II... 5

KERANGKA TEORI... 5

2.1. Teori yang Berhubungan dengan Revenue & Gains...5

2.2. Teori yang berhubungan dengan Expense & Loss...12

2.3. Teori yang Berhubungan dengan Asset...19

2.4. Teori yang Berhubungan dengan Liabilities...24

2.5. Teori yang Berhubungan dengan Capital...32

2.6. Teori yang Berhubungan dengan Pengungkapan...40

2.7. Regulasi...47

BAB III... 53

KERANGKA PEMIKIRAN & METODE ANALISIS DATA...53

3.1. Kerangka Pemikiran...53

3.2. Metode Analisis Data...57

BAB IV... 58

PEMBAHASAN... 58

BAB V... 61

KESIMPULAN & SARAN...61

5.1. Kesimpulan... 61

5.2. Saran... 61

DAFTAR PUSAKA... iv


(3)

Gambar 2.1 : Masalah Teoritis Pendapatan ...5

Gambar 2.2 : Perbedaan Beban dan Rugi menurut IAI dan FASB ...13

Gambar 2.3 : Konsep Matching ...19

Gambar 2.4 : Basis Pengukuran Dalam Dimensi Waktu dan Aliran Aset ...23

Gambar 2.5 : Ekuitas Pemegang Saham dan Komponennya ...34


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan

Manfaat air bagi kehidupan merupakan harga mati untuk permasalahan hidup di muka bumi ini. Semua jenis kehidupan sangat bergantung pada air untuk tetap hidup dan berkembang. Sepertiga bumi ini terdiri dari air, sama seperti manusia yang 55% - 78% tubuhnya terdiri dari air. Bahkan begitu pentingnya air bagi kehidupan, manusia hanya bisa bertahan hidup paling lama lima hari tanpa air. Dalam skala yang lebih luas, air bersih dan sehat sangat penting bagi perkembangan sosial dan ekonomi. Dengan melihat kebutuhan manusia terhadap air yang begitu besar, maka industri di bidang pengolahan air menjadi air bersih yang siap untuk diminum merupakan industri yang fundamental. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis laporan keuangan dari PT Tri Banyan Tirta (ALTO) yang bergerak dalam industri ini.

Berkembangnya dunia usaha di Indonesia yang semakin kompetitif menuntut setiap perusahaan untuk dapat mengolah dan melaksanakan manajemen perusahaan menjadi lebih profesional. Bertambahnya pesaing disetiap saat, baik pesaing yang berorientasi lokal maupun pesaing yang berorientasi international (multinational corporation), maka setiap perusahaan harus berusaha menampilkan yang terbaik, baik dalam segi kinerja perusahaan, juga harus ditunjang dengan strategi yang matang dalam segala segi termasuk dalam manajemen keuangan.

Manajemen keuangan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan dan eksistensi suatu perusahaan serta berpengaruh pula pada setiap individu yang ada dalam perusahaan tersebut. Oleh karena itu, seorang manajer keuangan dituntut untuk dapat menjalankan manajemen keuangan dengan baik, hal ini dilakukan agar perusahaan dapat melaksanakan kegiatan operasional perusahaan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga perusahaan dapat mengembangkan dan mempertahankan aktivitas serta keberadaan perusahaan.

Selain manajemen yang baik, dalam suatu perusahaan juga memerlukan analisis terhadap laporan keuangan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam


(5)

cepat dan tepat. Melalui analisis laporan keuangan, manajemen dapat mengetahui posisi keuangan, kinerja keuangan dan kekuatan keuangan (financial strength) yang dimiliki perusahaan. Selain berguna bagi perusahaan dan manajemennya, analisis laporan keuangan juga diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan lain seperti kreditor, investor dan pemerintah untuk menilai kondisi keuangan perusahaan dan perkembangan dari perusahaan tersebut.

Seorang akuntan dituntut untuk mempu menilai kondisi dan perkembangan perusahaan melalui laporan keuangan agar dapat mempertahankan keberadaaan perusahaan dan mampu meningkatkan pertumbuhan perusahaan ditengah pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat dan persaingan usaha yang semakin ketat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis mempersiapkan Teori Akuntansi mengenai, “Penerapan Revenue, Expense, Gain, Loss, Asset, dan Liabilities pada PT Tri Banyan Tirta”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa diperlukan analisis laporan keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk, sebagai salah satu industri pengolah air minum menurut teori akuntansi yang telah disepakati sebelumnya.

1.3. Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan antara Teori Akuntansi yang berhubungan dengan Revenue & Gains, Expense & Loss, Asset, Liabilities, Capital, Pengungkapan dan Regulasi tentang Pelaporan Keuangan dengan fakta Laporan Keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk?

1.4. Tujuan Penulisan

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu mencantumkan tujuan dalam penulisannya agar penulisan makalah ini lebih terarah pada sasaran yang


(6)

akan dicapai. Tujuan penulisan tersebut yakni untuk mendapatkan gambaran yang pasti tentang hubungan penerapan antara Fakta dalam Laporan Keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk dengan Teori Akuntansi yang berhubungan dengan Revenue & Gains, Expense & Loss, Asset, Liabilities, Capital, Pengungkapan dan Regulasi tentang Pelaporan Keuangan.

1.5.

Manfaat Penulisan

Ada beberapa manfaat yang penulis harapkan dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang seluk beluk ilmu akuntansi dan penerapannya dalam perusahaan manufaktur.

2. Meningkatkan rasa disiplin dan tanggung jawab dalam menyelesaikan suatu masalah atau pekerjaan yang dibebankan orang lain kepada penulis.

3. Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi diri sendiri, rekan-rekan, serta generasi yang akan datang.


(7)

KERANGKA TEORI

2.1. Teori yang Berhubungan dengan Revenue & Gains

Pembahasan pendapatan meliputi pengertian, pengukuran, pengakuan, dan penilaian. Karena sifatnya sebagai elemen nominal atau penyebab perubahan ekuitas, pengertian (definisi) dan pengakuan menjadi masalah kritis dalam pembahasan pendapatan. Masalah penilaian tidak begitu kritis karena saldo pendapatan merupakan akumulasi jumlah rupiah dan bukan merupakan sisa potensi jasa seperti aset atau kewajiban. Masalah teoritis pendapatan dapat dilukiskan dalam gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1

Masalah Teoritis Pendapatan

Masalah definisi dan pengakuan merupakan masalah pada level perekayasaan sehingga keduanya masuk dalam rerangka konseptual. Saat pengakuan merupakan masalah kebijakan pada level penyusunan standar. Artinya, atas dasar konsep-konsep pengakuan yang ditetapkan dalam rerangka konseptual, penyusun standar menentukan pilihan untuk menggunakan saat pengakuan pendapatan tertentu untuk jenis perusahaan tertentu.

Prosedur pengakuan merupakan masalah teknis pembukuan di tingkat perusahaan yang diwujudkan dalam kebijakan akuntansi perusahaan (company accounting policy). Masalah definisi/pengertian pendapatan hendaknya dibedakan dan


(8)

dipisahkan dengan masalah pengakuan pendapatan. Suatu objek yang masuk dalam definisi pendapatan tidak dengan sendirinya dapat diakui sebagai pendapatan dan terefleksi dalam statemen keuangan.

Pengertian

Berbagai karakeristik dilekatkan pada pengertian pendapatan. Berbagai sumber memaknai pendapatan yang kurang lebih sama walaupun terdapat variasi. Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisikan pendapatan dan untung sebagai berikut:

Revenues are inflows or other enhancements of assets of an entity or settlement of its liabilities (or combination of both) from delivering or producing or producing goods, rendering services, or other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operation (prg. 78).

Gains are increases in equity (net assets) from peripheral or incidental transaction of an entity and from all other transactions and other events and circumstances affecting the entity except those that result from revenues or investments by owners (prg. 82).

Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002), IAI mengadopsi definisi pendapatan dari IASC yang menempatkan pendapatan (revenue) sebagai unsur penghasilan (income) sebagai berikut:

Income is an increases in economic benefits during the accounting period in the form of inflows or enhancements of assets or decreases of liabilities that result in increase in equity, other than those relating to equity participants

(hlm. 17).

The definition of income ecompasses both revenue and gains. Revenue arises in the course of the ordinary activities of an enterprise and is referred to by a variety of different names including sales, fees, interests, dividends, royalties, and rents (hlm. 18).

Gains represent other items that can meet the definition of income and may, or may not, arise in the course of the ordinary activities of an enterprise. Gains represent increases in economic benefits and as such are no different in nature


(9)

from revenues. Hence, they are not regarded as constituting a separate element in this framework (hlm. 18).

Definisi-definisi diatas memisahkan antara pengertian dan pengakuan sehingga tidak ada karakteristik yang menunjukan kriteria pengakuan. Sementara itu,

Accounting Principal Boards/APB (1970) mendefinisi pendapatan dengan memasukan kriteria pengakuan sebagai berikut (APB Statement No. 4, prg. 134):

Revenues-gross increase in assets or gross in assets or gross decreases in liabilities recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles that results from those types of profit-directed activites of an enterprise that ca change owner’s equity.

Dari beberapa definisi diatas, dapat didaftarkan karakteristik-karakteristik atau kata-kata kunci yang membentuk pengertian pendapatan dan untung. Yang membentuk pengertian pendapatan adalah:

1) Aliran masuk atau kenaikan aset.

2) Kegiatan yang merepresentasi operasi utama atau sentral yang terus-menerus. 3) Pelunasan, penurunan, atau pengurangan kewajiban.

4) Suatu entitas. 5) Produk perusahaan. 6) Pertukaran produk.

7) Menyandang beberapa nama atau mengambil beberapa bentuk. 8) Mengakibatkan kenaikan ekuitas.

Untung

Banyak argunen diajukan mengenai perlu atau tidaknya pendapatan dan untung dibedakan. FASB membatasi pengertian pendapatan hanya untuk kenaikan aset yang berkaitan dengan operasi utama atau sentral. Sementara itu, IAI dan APB tidak membedakan untung dan pendapatan dan keduanya digabung dalam satu konsep penghasilan (income). Seperti pendapatan, kata-kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah:

1) Kenaikan ekuitas (aset bersih). 2) Transaksi periferal atau insidental.


(10)

Untung perlu didefinisi dan dibedakan dengan pendapatan oleh FASB karena adanya karakteristik sumber yang dapat dibedakan dengan operasi utama. Dua hal yang menyebabkan bahwa transaksi atau kejadian berbeda dengan opersi utama yaitu yang bersifat terkendali dan di luar kendali atau antisipasi manajemen. FASB merinci lebih lanjut mengenai transaksi, kejadian, atau keadaan yang menimbulkan untung menjdi empat sumber atau karakteristik yaitu (SFAC No. 6, prg. 85):

a. Periferal dan insidental: misalnya penjualan investasi dalam surat-surat berharga, penjualan aset tetap, pelunasan utang obligasi sebelum jatuh tempo. b. Transfer nontimbal-balik (nonreciprocal transfers) dengan pihak lain:

misalnya hadiah dan donasi (bagi organisasi nonprofit) dan penerimaan ganti rugi pemenangan tuntutan perkara hukum.

c. Penahanan aset (holding assets): misalnya kenaikan harga sekuritas investasi, kenaikan nilai tukar valuta asing, dan kenaikan karena penahanan persediaan. d. Faktor lingkungan: misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang melebihi

kos aset yang rusak.

Pengakuan Pendapatan

Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem akuntansi sehingga jumlah tersebut terefleksi dalam statement keuangan.Secara konseptual pendapatan hanya dapat diakui kalau memenuhi kualitas keterukuran (measurability) dan keterandalan (reliability).

Pembentukan pendapatan

Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul atau menjadi ada dengan artian apakah pendapatan itu timbul karena kegiatan produktif atau karena kejadian tertentu.

Realisasi pendapatan

Pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar produk baik produk telah selesai dan diserahkan atau maupun belum dibuat sama sekali. Pendapatan terbentuk pada saat produk selesai dikerjakan dan terjual langsung atau pada saat terjual atas dasar kontrak penjualan.


(11)

Saat pengakuan pendapatan

1. Pada saat kontrak penjualan, jika perusahaan telah menandatangani kontrak perusahaan dan bahkan sudah menerima kas untuk seluruh nilai kontrak tetapi perusahaan belum mulai memproduksi barang. Pada keadaan ini pendapatan sudah terealisasi, tetapi belum terbentuk. Pengakuan harus menunggu sampai proses penghimpunan cukup selesai yaitu ditahap penjualan. Pada umumnya perlakuan semacam ini berlaku untuk perusahaan yang memproduksi barang konsumsi dan jarak antara penandatanganan kontrak dan penyerahan barang cukup pendek (kurang dari satu tahun).

2. Selama proses produksi secara bertahap, maksudnya dalam industri tertentu pembuatan produk memerlukan waktu yang cukup lama. Biasanya produk semacam itu diperlakukan sebagai projek dan dilaksanakan atas dasar kontrak sehingga pendapatan telah terealisasi untuk seluruh periode kontrak tetapi mungkin belum cukup terbentuk pada akhir tiap periode akuntansi. Dalam hal ini, pengakuan pendapatan dapat dilakukan secara bertahap (per periode akuntansi) sejalan dengan kemajuan proses produksi atau sekaligus pada saat projek selesai dan diserahkan. Cara pertama disebut metode presentasi penyelesaian (percentage-of-completion method), sedangkan yang terakhir disebut metode kontrak selesai (completed-contract method).

Masalah pengakuan yang timbul selama proses produksi yaitu akresi, Apresiasi, dan penghematan kos. Akresi yaitu pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisis atau proses alamiyah lainnya. Apresiasi yaitu selisih nilai pasar wajar asset perusahaan dengan kos.


(12)

3. Pada saat produk selesai, jika tidak ada kontrak sebelumnya, hanya kriteria yang terbentuk yang dipenuhi. Pengakuan pendapatan atas dasar saat produk selesai diproduksi dapat dianggap layak untuk industri ekstraktif (pertambangan) termasuk pertanian. Kondisi ini memungkinkan untuk menaksir dengan cukup tepat nilai jual yang dapat direalisasi suatu persediaan barang menjadi ada pada tanggal tertentu. Jadi, kondisi ini dapat mengganti kriteria cukup pasti terealisasi.

4. Pada saat penjualan, pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan kriteria penghimpunan dan realisasi telah terpenuhi. Dengan demikian, saat penjualan merupakan saat yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menjadi standar utama dalam pengakuan pendapatan. Transaksi penjualan mengakibatkan masuknya aset baru ke dalam perusahaan untuk menutup kos yang terserap untuk melaksanakan kegiatan produksi dengan penyerahan produk, menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak kepada pemerintah, bunga kepada kreditor, dan deviden kepada pemegang saham. Kendati saat penjualan menjadi standar umum pengakuan pendapatan, terdapat beberapa hal yang sering diajukan sebagai keberatan terhadap dasar tersebut. Hal pertama berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan akibat kos purna-jual atau pasca-jual (after-sales-cost atau after costs). Ada kegiatan yang masih dilakukan perusahaan untuk menuntaskan penjualan kos yang menimbulkan kos. Masalah lain berkaitan dengan kemungkinan atau pengembalian barang. Akhirnya, masalah kemungkinan ketaktertagihan piutang bila penjualan tidak tunai (masalah kolektibilitas). Ini berarti piutang belum merupakan bukti penuh terrealisasinya pendapatan.

Masalah pengakuan yang timbul saat penjualan yaitu, kembalian dan potongan tunai, kos purnajual, hak pengembalian barang, kerugian piutang, dan makna penjualan. Potongan tunai dari setiap pengurangan dalam harga yang tetap, seperti kerugian piutang yang tidak tertagih, merupakan penyesuaian yang diperlukan


(13)

untuk menghitug ekuivalen kas netto yang sebenarnya atau nilai diskonto tunai dari klaim uang, shingga harus dikurangkan ketika menghitung pendapatan.

5. Pada saat kas terkumpul, pengakuan pada saat kas terkumpul sebenarnya pengakuan pendapatan berdasarkan asas kas (cash basis). Alasan digunakannya dasar ini adalah adanya ketidakpastian tentang kolektibilitas atau ketertagihan piutang. Dengan cara ini, pendapatan diakui sejumlah kas yang diterima pada saat kas diterima atau terkumpul (sampai akhir periode) dan baru kemudian menentukan biaya yang berkaitan dengan pendapatan dasar kas tersebut. Dengan kata lain, pendapatan suatu periode diakui secara proposional atas dasar kas yang telah diterima dalam periode tersebut.

Saat pengakuan penjualan jasa

AICPA memberikan kaidah pengakuan umum untuk penjualan jasa sebagai berikut: 1. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan satu pekerjaan atau tindakan,

pendaptan harus diakui pada saat pekerjaan tersebut telah dilakukan.

2. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara bertahap, pendapatan harus diakui selama perioda pelaksanaan pekerjaan secara proporsional.

3. Kalau pemberian jasa terdiri atas pelaksanaan serangkaian pekerjaan atau tindakan secara bertahap, pendapatan dapat diakui pada saat seluruh pekerjaan telah selesai dilaksanakan.

4. Terdapat tingkat ketidakpastian yang tinggi berkenaan dengan ketertagihan atau kolektibilitas pendapatan jasa, pendapatan baru diakui setelah kas terkumpul.


(14)

2.2.

Teori yang berhubungan dengan Expense & Loss

Definisi Beban

Dalam SFAC No. 6, FASB mendefinisi biaya (expenses) dan rugi (losses) sebagai berikut:

Expenses are outflows or other using up of assets or incurrence of liabilities (or combination of both) from delivering or producing goods, rendering services, or carrying out other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations (prg. 80).

Losses are decreases in equities (net assets) from peripheral or incidental transactions of an entity and from all other transactions and other events and circumstances affecting the entity except those that expenses or distribution to owners (prg. 83).

Sedangkan, IAI (IASC) mendefinisikan biaya dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002) sebagai berikut:

Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the form of outflows of depletions of assets or incurrences of liabilities that results in decreases in equity, other than those relating to equity participants

(hlm. 17).

(Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atauberkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunanekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.)

FASB dan IAI memiliki sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan beban. IAI mendefinisikan biaya dari sudut pandang peristiwamoneter seperti


(15)

penurunan aktiva, kenaikan hutang atau ekuitas. SedangkanFASB memiliki sudut pandang sebagai berikut:

1. Tidak menunjukkan dengan jelas peristiwa moneter dan fisik. FASB lebihmenekankan pada peristiwa fisik yaitu penjualan barang atau produk yangdihasilkan.

2. Pemakaian aktiva harus menunjukkan suatu kos yang dinyatakan keluarsebagai biaya.

3. Apabila dilihat dari sudut pandang tradisional definisi yang dikemukakanFASB menunjukkan bahwa beban hanya dihasilkan dari pemakaian aktivauntuk tujuan menghasilkan pendapatan pada periode yang berjalan.

IAI dan FASB membedakan kos menjadi beban dan rugi, sedangkan IAI tidak. IAI dan FASB memang mempertimbangkan pendapatan dalam mengklasifikasi apakah kos tersebut termasuk ke dalam beban ataukah rugi. Apabila kos tersebut tidak menghasilkan pendapatan, baik secara langsungmaupun tidak langsung, maka kos tersebut akan dianggap sebagai rugi (misalnya pemberian donasi, pembayaran pajak, dan lain-lain). Sedangkan IAI membedakan kos hanya dari kadaluarsanya. Kos yang sudah kadaluarsa akan dialui sebagai beban, sedangkan yang belum sebagai aset. Perbedaan tersebut dijelaskan oleh gambar 2.2. di bawah ini.

Gambar 2.2


(16)

Menurut Suwardjono dinyatakan bahwa ada beberapa karakteristik penting yang melekat pada makna beban:

1. Aliran keluar/penurunan aset

Untuk menyatakan timbulnya beban, transaksi atau kejadian harus terjadi dalam penurunan aset / yang menimbulkan aliran keluar aset. Aset yang dimaksud adalah semua aset perusahaan. Jadi konsumsi atau pemakaiannya diartikan bahwa manfaat ekonomi aset itu telah habis karena melekat padabarang atau jasa yang telah diserahkan dari kesatuan aset tersebut, sehingga perusahaan sudah tidak menguasai lagi manfaat tersebut.

2. Operasi utama atau sentral

Dinyatakan oleh Suwardjono dalam Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan bahwa tidak semua penurunan atau konsumsi aset membentuk biaya, untuk itu biaya konsumsi harus berkaitan dengan kegiatan utama. Yang dimaksud kegiatan utama adalah kegiatan penciptaan pendapatan (laba) yangdirepresentasi dalam kegiatan memproduksi barang. Sehingga biaya adalah penurunan aset yang berkaitan dengan operasi dan bukan dengan investasi dan pendanaan.


(17)

Terdapat suatu keadaan dimana perusahaan telah memanfaatkan barang dan jasa namun sebelumnya tidak mengakuinya sebagai aset atau belum mengakui kewajiban atas penggunaan barang dan jasa yang dikuasai pihak lain. Hal tersebut menimbulkan keharusan perusahaan untuk membayar atau melakukan pengorbanan ekonomik di masa datang sehingga timbul kewajiban.

4. Penurunan ekuitas

Dalam operasi sentral perusahaan, dengan adanya penurunan aset atau kenaikan kewajiban akan mengubah ekuitas atau menurunkan ekuitas. Namun, penurunan ekuitas merupakan karakteristik pendukung karena tidak setiap penurunan aset mengakibatkan penurunan ekuitas. Misalnya pembagian deviden yang menyebabkan penurunan aset tetapi tidak disebut sebagai beban.

5. Diukur atau dikaitkan dengan kos Dalam hal ini beban timbul dari adanya kos yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh aset. Beban diukur berdasarkan jumlah kos dari aset yang telah dimanfaatkan selama periode berjalan.

6. Bukan berasal dari transaksi dengan pemilik Berdasarkan prinsip kesatuan usaha, maka harus ada pemisahan antara beban yang dihasilkan oleh perusahaan dan pemilik. Beban yang diakui dalam laporan keuangan merupakan beban yang berasal dari transaksi perusahaan, bukan pemilik.

7. Untuk menghasilkan pendapatan Beban merupakan pengorbanan perusahaan dari barang atau jasa yang telah dikonsumsi perusahaan untuk memperoleh pendapatan.

Rugi

Menurut Suwardjono (Edisi Ketiga, Hlm. 9) terdapat tiga kata kunci pada pengertian rugi yaitu penurunan ekuitas, bukan merupakan transaksi ke pemilik, dan transaksi periferal atau insidental. Dalam hal ini yang membedakan biaya dan rugi adalah mengenai transaksi periferal atau insidental atau di luar kendali manajemen. Berbeda dengan beban yang timbul akibat dari kendali manajemen yaitu aktivitas


(18)

penggunaan aset (barang dan jasa). Namun, dari definisi yang terdapat dalam Konsep Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, IAI (1994) tidak memisahkan biaya dengan rugi. Jadi semua potensi jasa baik yang digunakan secara langsung ataupun tidak langsung untuk memperoleh pendapatan disebut dengan biaya. IAI (1994) bahkan secara spesifik menyebutkan hal tersebut seperti yang tertulis pada paragraf 78 berikut ini : kerugian termasuk dalam kelompok beban. Pada dasarnya pembedaan antara beban dan rugi hanya untuk kepentingan pengungkapan seperti pada pendapatan dan untung.

Pengakuan Beban

Pengakuan beban menurut kerangka kerja IASB terdiri dari dua kriteria utama yaitu :

1. Terdapat kemungkinan adanya keuntungan yang akan mengalir keperusahaan. Tingkat kemungkinan tersebut memang merupakan konsep yang tidak mutlak. Hal tersebut tergantung pada ketersediaan bukti ketika laporan keuangan akan disusun atau dipersiapkan.

2. Memiliki nilai yang dapat diukur dan reliabel. Dengan demikian untuk akun-akun yang menggunakan estimasi, diperlukan bukti-bukti yangmendukung validitas estimasi tersebut. Beban harus diakui dalam laporan laba rugi ketika penurunan keuntungan ekonomi di masa depan berhubungan dengan penurunan aset atau peningkatan kewajiban dapat diukur secara reliabel.

Semua kos dapat ditangguhkan pembebanannya apabila kos tersebut memenuhi kriteria sebagai aktiva yaitu:

 Memenuhi definisi aktiva (memiliki manfaat ekonomi masa mendatang, dikuasai oleh perusahaan, dan berasal dari transaksimasa lalu).

 Ada kemungkinan yang cukup bahwa manfaat ekonomi masa mendatang yang melekat pada aktiva dapat dinikmati oleh entitas yang menguasai.


(19)

Beban juga dapat timbul dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban tanpa adanya pengakuan aktiva. Misalnya adanya hutang garansi produk.

Pengukuran Beban

Dalam mengukur beban dalam satu periode akuntansi, dibutuhkan berbagai keputusan atau pertimbangan untuk menentukan bagaimana beban tersebut akan dialokasikan pada periode-periode selanjutnya yang menunjukkan adanya pendapatan. Dalam hal tersebut, terdapat berbagai standar akuntansi yangdapat digunakan sebagai acuan atau pedoman.

Sejalan dengan penilaian aktiva, biaya dapat diukur atas dasar jumlahrupiah yang digunakan untuk penilaian aktiva dan hutang. Oleh karena itu,pengukuran biaya dapat didasarkan pada:

 Kos Historis

Kos historis merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh aktiva. Pengukuran beban atas dasar koshistoris dapat digunakan untuk jenis aktiva seperti gedung, peralatan, dan sebagainya.

 Kos Pengganti / Kos Masukan Terkini (Replacement Cost / Curent Input Cost )

Kos masukkan terkini menunjukkan jumlah rupiah harga pertukaran yangharus dikorbankan sekarang oleh suatu entitas untuk memperoleh aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Contohnya, penilaian untuk persediaan.

 Setara Kas (Cash Equivalent)

Setara kas adalah jumlah rupiah kas yang dapat direalisir dengan cara menjual setiap jenis aktiva di pasar bebas dalam kondisi perusahaan normal.


(20)

Meskipun pada prakteknya metode pengukuran yang masih banyak digunakan adalah historical cost, namun dengan mulai diadopsinya IFRS di Indonesia, maka pengukuran yang sesuai standar adalah dengan menggunakan metode fair value. Dengan demikian, untuk pencatatan beban sebagai akibat dari depresiasi (penyusutan), nilai yang dicantumkan dalam beban adalah nilai selisih antara nilai wajar dengan nilai buku (apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai bukunya).

Alokasi Beban

Salah satu cara untuk mengukur beban adalah dengan mengalokasikan beban-beban tersebut ke periode-periode dimana beban-beban tersebut dinikmati. Hal ini biasanya disebut dengan matching concept. Konsep tersebut memperlakukan kos dengan mengalokasikan kos yang sudah kadaluarsa (beban) ke periode-periode dimana beban tersebut terjadi. Namun, pengalokasian tersebut hanya bersifat estimasi. Dalam akuntansi, pencocokan antara beban dan pendapatan merupakan fungsi utama, namun hal tersebut tetap saja sulit untuk dilakukan karena berhubungan dengan penilaian akuntan tersebut. Akuntan harus mengidentifikasi mana aset yang telah digunakan (kadaluarsa) dan jumlah yang harus ditulis sebagai tandingan pendapatan pada periode tersebut.

Matching Concept adalah hal yang paling penting dalam akuntansi biayahistoris. Kos yang sudah kadaluarsa akan menjadi beban dan disajikan dalam laporan laba rugi, sedangkan kos yang belum kadaluarsa akan dicatat sebagai asetdan disajikan dalam laporan posisi keuangan. Untuk mengatasi masalah penentuan dan pengukuran kos menjadi beban, terdapat tiga metode dari matchingkos yang sering digunakan, yaitu:

a. Hubungan Sebab dan Akibat

Penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan harus menghasilkan pendapatan pada periode tersebut. Hubungan antara beban dan pendapatan harus merupakan hubungan sebab akibat pada perusahaan tersebut. Maksudnya, pendapatan timbul karena adanya outflow berupa beban. Dengan demikian pendapatan merupakan


(21)

akibat dari adanya beban. Sesuai dengan prinsip pengakuan pendapatan, tidak ada kos penjualan jika tidak ada pendapatan.

b. Alokasi yang sistematis dan rasional

Tidak semua beban dapat dialokasikan dengan menggunakan konsep sebab dan akibat. Sebagai salah satu alternatif, alokasi yang sistematis dan rasional dapat digunakan. Tujuannya yaitu untuk mengakui beban dalam periode akuntansi dimana pada periode tersebut beban itu dimanfaatkan atau telah kadaluarsa. Jadi, beban dialokasikan pada periode dimana beban tersebut dikonsumsi, bukan berdasar produk yangdihasilkan.

c. Pengakuan Sesegera Mungkin

Merupakan konsep yang mengakui dan mengukur kos yang dikeluarkan sesegera mungkin sebagai beban karena tidak adanya manfaat ekonomi yang dapat diukur secara reliabel.

Gambar 2.3 Konsep Matching


(22)

2.3. Teori yang Berhubungan dengan Asset

FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg.25):

Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transaction or events.

(Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau dikuasai / dikendalikan ole suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.)

Dengan makna yang sama, IASC mendefinisi aset sebagai berikut:

An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise.

Definisi yang dapat menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan diajukan oleh APB dalam APB No. 4 sebagai berikut (prg. 132):

Assets-economic resources of an enterprise that are recognized and measured in conformity with generally accepted accouting principles. Assets are also


(23)

include certain deffered charges that are not resources but that are recognized and measured in conformity with generally accepted accounting principles.

Dengan berbagai definisi diatas, pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau pos dapat disebut sebagai aset, yaitu:

a) Manfaat ekonomik

Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Ini mengisyaratkan bahwa manfaat tersebut terukur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa datang.

b) Dikuasai oleh entitas

Untuk dapat dikuasai sebagai asset, suatu objek atau pos tidak harus dimiliki oleh entitas tapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilikan (ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya, untuk memiliki suatu objek diperlukan proses yang disebut transfer hak milik (transfer of title). Konsep penguasaan (kendali) lebih penting daripada konsep pemilikan. Hal ini disebabkan oleh konsep dasar substansi mengungguli bentuk yuridis (substance over form). Substansi atau tujuan dari pemilikan adalah penguasaan yang berarti kemampuan perusahaan untuk mendapatkan, memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Most (1982, hlm. 341-342) mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali terhadap suatu objek dapat diperoleh dengan cara:

1. Pembelian (by purchase): dengan pengeluaran / pengorbanan. 2. Pembelian (by gift)

3. Penemuan (by discovery) 4. Perjanjian (by agreement)


(24)

5. Produksi / transformasi (by production / transformation) 6. Penjualan (by sale)

7. Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan), penjaminan (by bailment), pengkonsignasinaan (by consignment), dan berbagai transaksi komersial (by commercial transaction) yang diakui hukum atau kebiasaan bisnis

c) Akibat transaksi atau kejadian masa lalu

Kriteria ini menyempurnakan kriteria penguasaan dan sekaligus sebagai kriteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai aset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penugasan atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Pengakuan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik.

Selain karakteristik diatas, FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos (acquired at a cost), berwujud (tangible), tertukarkan (exchangeable), terpisahkan (severable), dan berkekuatan hukum (legally enforceable). Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya karakteristik pendukung tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai aset.

Pengukuran

Salah satu kriteria pengakuan aset adalah keterukuran (measurability) manfaat ekonomik masa datang. Yang dimaksud pengukuran dalam pembahasan disini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada suatu objek aset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data dasar untuk mengikuti aliran fisis objek tersebut. Kos menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha. Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi mengikuti aliran fisis yaitu:


(25)

1) Pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan klasifikasi (classification) pertama kali pada saat terjadinya. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran saja.

2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis aset berupa alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk kepentingan pengkosan produk. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran (tracing).

3) Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode-periode yang akan datang. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan melekat pada objek menjadi aset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pembebanan ke pendapatan (charging to revenues).

Penilaian

Penilaian adalah proses penentuan jumlah rupiah suatu objek untuk menentukan makna ekonomiknya di masa lalu, sekarang, atau mendatang. Di dalam akuntansi, istilah pengukuran dan penilaian sering tidak dibedakan karena adanya asumsi bahwa akuntansi menggunakan unit moneter untuk mengukur makna ekonomik suatu objek, pos, atau elemen. Pengukuran biasanya digunakan dalam akuntansi untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dicatat untuk objek pada saat pemerolehan. Penilaian biasanya digunakan untuk menunjuk proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos statemen keuangan pada saat penyajian.

Konsep dasar kontinuitas usaha menempatkan aset sebagai sisa potensi jasa yang akan menjadi upaya dalam menghasilkan pendapatan sehingga dasar penilaian yang paling menggambarkan makna tersebut adalah kos historis. Akan tetapi, pada kenyataannya pos-pos aset tidak hanya memiliki atribut sebagai sisa potensi jasa tetapi juga atribut yang lain. Karena adanya bebragai atribut yang disandang oleh pos-pos aset, berbagai dasar penilaian harus digunakan dalam penyajian agar informasi semantik yang dikandung berpaut (relevan) bagi pemakai statemen keuangan.


(26)

Konsep dan Basis Penilaian

Hendricksen dan Van Breda (1992) membahas konsep dan dasar penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dari dimensi yaitu arah aliran aset dan waktu. Nilai pertukaran aset itu sendiri dapat dipandang dari dua sisi yaitu pertukaran dalam pemerolehan dan pertukaran dalam pemanfaatan aset. Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran pemerolehan disebut dengan nilai masukan (input/entry values atau exchange input values) sedangkan nilai yang diperoleh dari pertukaran pemanfaatan disebut nilai keluaran (output/exit values atau exchange output values).

Walaupun penyajian aset adalah untuk saat tertentu yang dalam dimensi waktu dapat diletakkan sebagai titik sekarang (current), nilai pertukaran yang dapat dijadikan basis penilaian dapat nilai pertukaran masa lalu (past), atau masa mendatang (future). Dimensi waktu dan arah (pemerolehan atau pemakaian) menghasilkan enam basis pengukuran sebagaimana dikemukakan Hendrickesn dan Van Breda (1992, hlm. 489) yaitu: kos historis (historical cost), kos pengganti (replacement cost), kos harapan (expected costs), harga jual masa lalu (pas selling prices), harga jual sekarang (current selling prices), dan nilai terealisasi harapan (expected relizable values). Gambar 2.4 berikut menyarikan hubungan antara berbagai dasar pengukuran tersebut.

Gambar 2.4

Basis Pengukuran Dalam Dimensi Waktu dan Aliran Aset

Jadi, konsep nilai masukan dan keluaran sebenarnya berkaitan dengan konsep kesatuan usaha yang dianggap menguasai sumber ekonomik (aset) dan harus mempertanggungjelaskan aset tersebut. Oleh karena itu, yang dimaksud masukan tidak lain adalah transaksi pertukaran (exchange) dalam rangka “menjual” suatu pos aset atau objek jasa tertentu. Dasar penilaian yang akan dipilih sebenarnya


(27)

Pengakuan

Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah rupiah tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset. Pada umumnya pengakuan aset dilakukan besamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan tersebut. Di samping memenuhi definisi aset, kriteria keterukuran, keberpautan, dan keterandalan harus dipenuhi pula. Dengan mengutip Sterling, Belkaoui (1993, hlm. 194-195) menunjukan kondisi perlu (necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (tests) yang cukup rinci untuk mengakui aset yaitu:

1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengakui aset, harus ada transaksi yang menandai timbulnya aset.

2. Seumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber ekonomik yang langka, dibutuhkan dan berharga.

3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset, kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.

4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.

5. Berkaitan dengan waktu pelaporan (temporal association test). Untuk mengakui aset, semuapenguji diatas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal neraca). 6. Verifikasi (verification test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti pendukung

untuk meyakinkan bahwa kelima penguji diatas dipenuhi.

Apa yang dikemukakan Belkaoui diatas sebenarnya adalah apa yang disebut sebagai kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk teknis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recognition criteria) FASB yaitu definisi, keterpautan, keterukuran, dan keterandalan. Kaidah tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan di atas sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah suatu


(28)

kos dikapitalisasi (capitalized) atau dibiayakan (expensed). Bila kaidah pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos diperlakukan menjadi beban pendapatan sebagai biaya atau rugi.

2.4. Teori yang Berhubungan dengan Liabilities

Kewajiban merupakan hutang masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan megankibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. (paragraph 62), IAI (1994) FASB mendefinisi kewajiban dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 6, prg. 35):

Liabilities are probable future sacrifices of economic benefits arising from present obligations of a particular entity to transfer assets or provide services to other entities in the future as a result of past transaction or events.

Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang mungkin timbul karena kewajiban suatuan usaha pada saat ini untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada satuan-satuan usaha lain di masa depan sebagai hasil dari peristiwa masa lalu.

Dari definisi yang dikemukakan FASB di atas, pengertian hutang memiliki dua komponen utama yaitu :

 Adanya kewajiban sekarang dalam bentuk pengorbanan manfaat ekonomi di masa mendatang dari penyerahan barang atau jasa.

 Berasal dari transaksi/peristiwa masa lalu (telah terjadi).

Karakteristik-karakteristik spesifik dari kewajiban adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban itu harus ada pada saat ini. Saat ini, yaitu yang dilihat muncul dari beberapa transaksi atau kejadian masa lalu.


(29)

2. Kewajiban atau tugas yang setara atau konstruktif harus dimasukkan jika hal itu didasarkan pada keperluan untuk membuat pembayaran masa depan guna mempertahankan hubungan bisnis yang baik atau jika hal itu sesuai dengan praktik bisnis yang normal.

3. Harus tidak ada atau sedikit kebebasan untuk menghindari pengorbanan masa depan. Tidak perlu bahwa jumlah kewajiban itu diketahui secara pasti selama kewajiban masa depan itu mungkin sekali.

5. Lazimnya, harus ada nilai jatuh tempo yang dapat ditentukan atau perkiraan untuk pembayaran suatu jumlah yang ditentukan oleh estimasi layak akan diwajibkan pada suatu waktu tertentu di masa depan, sekalipun ketentuan waktu yang tepat belum diketahui saat ini. Waktu pembayaran dapat diperpanjang dengan menggantikannya dengan kewajiban baru, atau kewajiban itu dapat diakhiri dengan mengkonversinya menjadi ekuitas pemegang saham. Perpanjangan yang berulang atau konversi dari utang tidak mengubah klasifikasi awalnya sebagai suatu kewajiban.

6. Biasanya, pihak yang dibayar harus diketahui atau diidentifikasikan baik secara spesifik atau sebagai suatu kelompok. Akan tetapi, selama yang dibayar akan menjadi dapat diidentifikasikan pada tanggal penyelesaian, tidak perlu si pembayar mengetahui identitas dari yang dibayar atau bahwa kreeditor meneguhkan klaim itu atau mempunyai pengetahuan tentang itu pada saat ini.

Kontrak Mengofset Tanpa Kondisi

Dalam SFAS 87, FASB telah mengizinkan kewajiban pendiun diofsetka oleh dana pensiun di neraca perusahaan yang mensponsori. Yang paling baik, jumlah selisih ditampakkan.

Menurut pendapat Hendrikson, praktik untuk hanya mencatat jumlah selisih kurang baik karena hal itu mengamsumsikan bahwa total jumlah dari hak dan kewajiban perusahaan tidak relevan untuk prediksi dan keputusan dari investor dan kreditor. Tetapi total jumlah ini relevan, karena pemakai laporan dapat mempunyai


(30)

pengharapan yang berbeda tentang nilai hak-hak di dalam kontrak atau tentang efek pengeluaran kas yang terikat.

Pengakuan

Pengakuan mengikuti aturan standar dari SFAC 5 yang menyatakan bahwa suatu kewajiban harus diakui sebagai kewajiban apabila memenuhi empat kriteria umum, yaitu:

1. Memenuhi definisi suatu kewajiban 2. Dapat diukur

3. Relevan

4. Dapat diandalkan

Tujuan dari penilaian kewajiban adalah bahwa pengukuran kewajiban harus memungkinkan penyajian informasi kepada investor dan kreditor sebagai sarana untuk meramalkan arus kas. Tujuan lain mencakup penilaian sebagai dasar untuk perbandingan laba antar periode dan antar perusahaan, dan sebagai perbandingan dari klaim beberapa pemegang ekuitas.

Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus di evaluasi atas dasar kaidah pengakuan. Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban, yaitu:

a. Ketersediaan dasar hukum

Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karakteristik pendukung definisi kewajiban tadi. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif hanya keharusan konstruktif atau demi kedilan.


(31)

Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.

c. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi

Substansi suatu transaksi dapat memicu pencatatan seluruh kewajiban yang timbul ketika transaksi terjadi meskipun secara yuridis/kontraktual kewajiban baru akan mengikat secara berkala pada saat keharusan sekarang timbul. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui jika secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran.

d. Keterukuran nilai kewajiban

Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Oleh karena itu, adanya kepastian mengenai jumlah rupiah dapat memicu diakuinya suatu kewajiban. Jika pengukuran suatu pos kewajiban bersifat sangat subjektif dan arbitrer, pada umumnya pos tersebut tidak diakui.

Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah di atas dipenuhi. Hal ini berkaitan dengan penentuan saat pengakuan kewajiban. Hendriksen dan Van Breda menunjukkan saat–saat untuk mengakui kewajiban yaitu:

a. Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. Dalam hak kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya.

b. Bersamaan dengan pengakuan biaya jika barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.

c. Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.

d. Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akruan.


(32)

Keempat kaidah tersebut di atas sebagai bukti teknis dan ketentuan saat pencatatan pada umumnya mudah diidentifikasi dan diterapkan untuk keharusan kontraktual, konstruktif, dan demi keadilan.

Pengakuan Kewajiban Bergantung

Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti setidaknya pengorbanan sumber ekonomik masa datang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan yang lebih tegas untuk mengakui kewajiban yang berkaitan dengan rugi bergantung. FSAB memberi contoh keadaan–keadaan kebergantungan rugi yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:

- Ketertagihan piutang usaha

- Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk

- Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.

- Ancaman penambilan set oleh pemerintah

- Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan

- Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi

- Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asurnsi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi

- Jaminan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit

- Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau asset yang terkait yang telah dijual


(33)

Pengukur yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan dalam transaksi–transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Jadi, konsep dasar penghargaan berlaku baik untuk aset mupun untuk kewajiban. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang. Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajban yang tidak akan sama dengan jumlah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa datang.

Kewajiban moneter adalah kewajiban yang dinyatakan dalam satuan nominal. Dengan kata lain, hal itu biasanya melibatkan pembayaran sejumlah uang kas. Dalam semua kasus, penilaian saat ini dari utang adalah nilai sekarang yang didiskontokan dari jumlah yang terutang di masa depan. Karena kewajiban lancar pada umumnya harus dibayarkan dalam jangka pendek, jumlah diskonto biasanya tidak material dan jumlah kewajiban itu dapat disajikan pada nilai nominal (jumlah utang di masa depan).

Dalam kasus kewajiban jangka panjang, jumlah diskonto biasanya signifikan dan karenanya penilaian masa berjalan harus berupa nilai yang didiskontokan dari semua pembayaran masa depan yang akan dilakukan sesuai dengan kontrak itu. Kewajiban lancar nonmoneter adalah kewajiban untuk memberikan barang atau jasa dalam jumlah dan kualitas tertentu. Hal itu biasanya berasal dari pembayaran di muka untuk jasa oleh pelanggan. Kewajiban moneter dinyatakan dalam satuan harga yang ditentukan lebih dahulu atau yang disepakati untuk barang atau jasa spesifik. Jadi, nilai moneter dari barang dan jasa itu dapat berubah, tetapi kuantitas dan kualitasnya tidak.

ARB 43, secara spesifik memasukkan di dalam kewajiban lancar, uang muka untuk penyerahan barang atau pelaksanaan jasa dalam kegiatan operasi yang normal. Perlakuan uang muka sebagai kewajiban lancar benar karena dua alasan:

1. Uang muka itu adalah transaksi pendanaan masa berjalan dan bukan tranasaksi penghasilan pendapatan. Meskipun alasan lain dapat mengakibatkan adanya uang muka itu, seperti suatu upaya untuk menghindarkan kerugian piutang tak tertagih, hasilnya adalah suatu bantuan dalam pendanaan operasi perusahaan bersangkutan.


(34)

2. Kewajiban untuk memberikan barang atau jasa umumnya merupakan bagian dari operasi berjalan.

Pelunasan

Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang sengaja dilakukan oleh kesatuan usaha sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada atau lenyap secara langsung. Beberapa kewajiban menjadi batal atau kesatuan usaha menjadi bebas dari kewajiban lantaran penghapusan seluruhnya/sebagian, kompromi, penimbulan/pengakuan kewajiban baru/pengganti, pengambilalihan kewajiban oleh pihak lain atau restrukturisasi utang. FASB menentukan kriteria lenyapnya suatu kewajiban sebagai berikut:

a. Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.

b. Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang baik keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan utang.

c. Debitor menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwakilan yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

Transfer Aset Finansial

Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer aset finansial, barang atau jasa. pada umumnya, bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang atau jasa debitor, maka pada saat itu pelunasan dianggap


(35)

tuntas. Pelunasan kewajiban dengan aset finansial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan aset finansial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, aset finansial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima dianggap untuk melinasi utangnya.

Penilaian

Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Atribut Penilaian Menurut FASB

a. Nilai pasar sekarang (current market value)

b. Nilai pelunasan neto (net settlement value)

c. Nilai diskunan aliran kas masa datang (discounted value of future cash flows)

Penyajian

Kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. Aset lancar disajikan menurut urutan likuiditas sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang. Semua kewajiban diklasifikasi sebagai jangka pendek bila:

1. Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan, atau

2. Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.

Kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasi sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:


(36)

1. Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan.

2. Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang.

3. Pembiayaan pendanaan jangka panjang didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadualan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan disetujui.

2.5. Teori yang Berhubungan dengan Capital

Ekuitas tidak dapat didefinisikan secara independen terhadap aset dan kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar Akuntasi Keuangan (2002), misalnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisikan ekuitas sebagai berikut (pasal 49):

Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.

Definisi diatas tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh FASB dalam SFAC No. 6 sebagai berikut:

Equity or net asset is the residual interest in the assets of an entity that remains after deducting its liabilities.

berbagai sumber yang lain mendefinisikan ekuitas yang tidaktidak berbeda dengan defini diatas. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukan bahwa ekuitas buakn kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan kewajiban diukur.

Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar kriteria berikut (hlom. 421-423):


(37)

Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan.

jadi, klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan padatanggal tertentu sementara klaim pemegang sahalm merupakan jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasipada tanggal tertentu.

Hak kreditor atau pemilik (pemegang saham) juga berbeda dalam hal penggunaan aset. Kreditor pada umumya tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengambilkan keputusan operasi perusahaan secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khusus dalam perusahaan peseorangan) mempunyai akses, hak,dan autoritas untuk menjalankan perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset.

Perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban. substansi ekonomik perjanjian antara kreditor dengan perusahaan berbedadengan antara pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko terhadap rugi. Karena kreditor diprioritaskan, resiko mereka lebih kecil dari pemegang saham. Pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan operasi perusahaan. Oleh karena itu, hak kreditor sebenarnya berbeda dengan hak pemegang saham, kreditor berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak atas pembagian laba (residual). jadi secara substansi ekonomik, kreditor menanggung resiko lebih kecil dan dengan demikian mendapat imbalan tetap berupa bunga dan pokok pinjaman sedangkan pemegang saham menanggung resiko lebih besar sehingga berhak atas kembalian (rate of return) yang berfariasi melalui pembagian laba (participation in profits).

Komponen Ekuitas Pemegang Saham

Dari segi riwayat dan sumbernya, ekutas pemegang saham dibagi menjadi dua komponen penting, yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan (additional paid0in capital), dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumbangan). Gambar 2.5


(38)

berikut melukiskan komponen modal ekuitas pemegang saham dan pos-pos yang mempengaruhinya (sumber perubahan).

Gambar 2.5

Ekuitas Pemegang Saham dan Komponennya

Tujuan Penyajian Ekuitas

Pengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepintingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen. Tujuan lain adalah menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya. Informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang saham dan pihak lainnya juga merupakan tujuan penyajian ekuitas pemegang saham ini.

Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan

Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba-rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham


(39)

yang sah. Seperti juga modal setoran, laba ditahan menunjukan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas aset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.

Perbedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana besar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.

Modal Yuridis

Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain.Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus empunyai nilai nominal atau nilai minimun yang dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal yuridis adalah jumlah rupiah "minimal" yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.

Tujuan penyajian modal yuridi ini adalah untuk memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Akuntansi menggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak penting karena akuntansi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor oleh pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang saham.

Besarnya Modal Yuridis

Dalam hal saham bernilai nominal, modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham. Modal saham menunjukan jumlah


(40)

rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nominal persaham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor atau dibayar melebihi modal yiridis tersebut.

Modal saham ini juga merupakan batastanggung jawab pemegang saham dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. artinya, dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntun pembagian kekayaan atas dasar modal yang disetor (kecuali adanya sisa untuk itu). Sebaliknya, dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh hutang perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari modal saham atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham sebagai direksi.

Modal Setoran Lain

Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektip saham sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan distribusi pemilikan daripada untuk menunjukan nilai salaham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanppa nilai nominal. Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu:

Pasal 42 undang-undang no 1 tahun 1995 menetapkan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai niminal merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga membentuk modal yuridis. Jika modal saham terjual dengan harga diatas nominal, dapatkah selisihnya diperlakukan sebagai laba ditahan karen modal yuridis telah terpenuhi?

Dalam hal ini, Patton danLittleton (1970) menegaskan bahwa perseroan merupakan kesatun usaha maupun kesatuan hukum. Sifat ganda ini menjadikan akuntasni mempunyai fungsi ganda pula yaitu menyajikan data ekonomik sekaligus mencerminkan aspek yuridis yang sebenarnya. Fungsi ganda ini menimbulkan masalah pelaporan ekuitas pemegang saham karena konsep kesatuan usaha dan


(41)

konsep hukum sangat berbeda. Dari segi hukum ada tendesi untuk memandang ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang menjadi batas penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh pemegang saham tanpa memperhatikan setoran yang sesungguhnya. Dari segi akuntansi, yang menganut substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh jumlah yang secara ekonomik tertanam diperusahaan termasuk laba ditahan.

Perubahan Modal Setoran

Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang trsedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:

1. Pemesanan saham

2. obligasi terkonversi atau brhak tukar

3. saham istimewa terkonversi atau brhak tukar 4. dividen saham

5. hak beli saham, opsi, dan warna 6. saham treasuri

Obligasi Terkonversi

Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam periode konversi tertentu. Obligasi yang demikian mengandung sifat ekuitas dan kewajiban sehingga menimbulkan masalah apakah


(42)

yang perlu pemisahan jumlah rupiah yang merepresentasikan ekuitas dan yang merepresentasikan kewajiban.

Kalau hak tukar tersebut diambil (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoritisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan di atas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:

1. nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat pertukaran.

2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling objektif).

Dasar pertama yang merekalsifikasi nilai buku menjadi modal saham dan premium atau diskon modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tesebut. Esensi transaksi tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi modal pemegang saham. Pendekatan ini didasari konsep kesatuan usaha (business entity concept) karena kreditor dan pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik sehingga tidak dapat menimbulkan untung maupun rugi.

Pendekatan kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung dan rugi. Cara ini dilandasi oleh konsep kesatuan pemilik (propietary concept). Perubahan dalam penilaian obligasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap modal pemegang saham. Akan tetapi, karena harga pasar obligasi merefleksi pula nilai tukar, nilai hak tukar tersebut harus ditaksir dan dikeluarkan dari nilai pasar obligasi. Secara konseptual, pengakuan laba atau rugi tidak valid karena konversi ini merupakan transaksi modal bukan operasi. Secara teoritis, transaksi modal tidak menimbulkan pendapatan, laba, atau rugi.


(43)

Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham asalah penurunan nominal (atau nilai nyataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari nilai nominal saham semula.

Pembagian deviden saham tanpa kapitalisasi laba ditahan sama saja dengan mempertahankan klasifikasi ekuitas atas dasar sumber. Karena tidak ada kapitalisasi laba ditahan, masalah penilaian tidak timbul. Dari sudut pandang perusahaan, yang terjadi adalah saham beredar menjadi lebih banyak tanpa ada perubahan rupiah modal setoran adan laba ditahan sehingga nominal per lembar saham akan turun. Perusahaan tidak perlu melakukan penjurnalan apapun dan cukup mengungkapkan informasi dalam penjelasan atas statemen keuangan.

Bila reklasifikasi ekuitas yang menjadi tujuan pembagian deviden saham dan nominal per saham dipertahankan, tambahnya saham yang beredar bukan lagi merupakan pemecahan nominal saham tapi benar-benar merupakan dividen saham. Pembagian divoden saham ini akan menimbulkan masalah penilaian untuk menentukan kapitalisasi laba ditahan dan pengungkapan yang memadai. Penilaian untukmenentukan kapitalisasi laba ditahan dapat menggunakan dasar nominal saham atau harga pasar saham atau dasar lainny bergantung pada karakteristik atau tujuan pembagian dividen saham.

2.6. Teori yang Berhubungan dengan Pengungkapan

Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses


(44)

akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statemen keuangan. Evans (2003) mengartikan pengungkapan sebagai berikut:

Disclosure means supplying information in the financial statements, including the statements themselves, the notes to the statements, and the supplementary disclosure associated with the statements. It does not extend to public or private statements made by management or information provided outside the financial statements.

Pengungkapan sering juga dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Hal ini tampaknya sejalan dengan gagasan FASB dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut (SFAC No. 1, prg. 5):

Although financial reporting and financial statements have essentially the same objectives, some useful information is better provided by financial statements and some is better provided, or can only be provided, by means of financial reporting other than financial statements.

Masalah teroritis pengungkapan dapat dinyatakan dalam bentuk pertanyaan berikut ini:

1. Untuk siapa informasi diungkapkan? 2. Mengapa pengungkapan harus dilakukan?

3. Seberapa banyak dan informasi apa yang harus diungkapkan? 4. Bagaimana cara dan kapan mengungkapkan informasi?

Siapa Dituju

Rerangka konseptual telah menetapkan bahwa investor dan kreditor merupakan pihak yang dituju oleh pelaporan keuangan sehingga pengungkapan ditujukan terutama untuk mereka. Pengungkapan menuntut lebih dari sekedar pelaporan keuangan tetapi meliputi pula penyampaian informasi kualitatif atau


(45)

non-kuantitatif. Karena pihak yang dituju lebih luas dan model pengambilan keputusannya kurang dapat diidentifikasi, pengungkapan cenderung untuk meluas dan jarang menjadi sempit (spesifik).

Fungsi dan Tujuan Pengungkapan

Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mecapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. Telah disinggung bahwa investor dan kreditor tidak homogen tetapi bervariasi dalam hal kecanggihannya (sophistication). Karena pasar modal merupakan sarana utama pemenuhan dana dari masyarakat, pengungkapan dapat diwajibkan untuk:

1. Tujuan Melindungi

Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin peroleh atau tidak mungkin olah untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos statemen keuangan. 2. Tujuan Informatif

Tujuan informatif biasanya dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu. Dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. Tujuan ini biasanya melandasi penyusun standar akuntansi untuk menentukan tingkat pengungkapan.

3. Tujuan Kebutuhan Khusus

Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat nagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan pengawas yang


(46)

berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan secara rinci.

Keluasan dan Kerincian Pengungkapan

Hal ini berkaitan dengan masalah seberapa banyak informasi yang harus diungkapkan yang disebut dengan tingkat pengungkapan (levels of disclosure). Evans (2003, hlm. 336) mengidentifikasi tiga tingkat pengungkapan yaitu memadai (adequate disclosure), wajar atau etis (fair or ethical disclosure), dan penuh (full disclosure). Tingkat ini mempunyai implikasi terhadap apa yang diungkapkan.

Tingkat memadai adalah tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan yang diarah. Tingkat wajar adalah tingkat yang harus dicapai agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayangan informasional yang sama. Artinya, tidak ada satu pihak yang kurang mendapat informasi sehingga mereka menjadi pihak yang kurang diuntungkan posisinya. Dengan kata lain, tidak ada preferensi dalam pengungkapan informasi. Tingkat penuh menuntut penyajian secara penuh semua informasi yang berpaut dengan pengambilan keputusan yang diarah.

Tingkat pengungkapan yang tepat memang harus ditentukan karena terlalu banyak informasi sama tidak menguntungkannya dengan terlalu sedikit informasi. Oleh karena itu, diperlukan kriteria atau pertimbangan untuk menentukan batas atas dan batas bawah. Dalam hal pengungkapan, batas atas (tingkat penuh) lebih banyak menimbulkan kontroversi dibandingkan dengan batas bawah. Artinya, bagi penentu kebijakan, menentukan seberapa luas pengungkapan harus dilakukan lebih problematik dibanding menentukan informasi apa yang tidak perlu diungkapkan.

Kendala Pengungkapan

Berbagai hal menjadi pertimbangan penyusun standart atau badan pengawas untuk menentukan seberapa banyak informasi harus diungkapkan. Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipertimbangkan atau menjadi kendala dalam pengungkapan. Kendala pada umumnya timbul dari kaca mata perusahaan.


(47)

Salah satu hal yang menentukan keluasan dan kerincian pengungkapan adalah tujuan pengungkapan. Tujuan perlindungan atau protektif biasanya menuntut pengungkapan yang lebih luas dan lebih rinci. Pengungkapan yang lebih luas biasanya terkendala oleh keengganan perusahaan untuk menyediakan informasi.

Banyak perusahaan-perusahaan saat ini yang enggan mengungkapkan lebih banyak informasi keuangannya dengan berbagai argumentasi yang kadang tidak realistis dan tidak mendapat dukungan banyak pihak yang berkepentingan antara lain : 1. Pengungkapan akan membantu pesaing dan akan merugikan pemegang saham. 2. Serikat pekerja akan memperoleh keuntungan dengan tawar menawar upah

dengan pengungkapan informasi keuangan yang lengkap.

3. Investor sering dinyatakan tidak dapat memahami kebijakan dan prosedur akuntansi.

4. Sumber-sumber lain kadang dianggap mampu menyediakan informasi tersebut dengan biaya yang lebih rendah daripada jika diberikan oleh perusahaan dalam laporan keuangannya.

5. Tidak adanya pengetahuan tentang kebutuhan para investor.

Banyaknya perusahaan yang tidak mengungkapkan informasi yang cukup dalam laporan keuangannya menuntut adanya regulasi (peraturan) yang menentukan isi dan format laporan keuangan dan juga memuat ketentuan-ketentuan spesifik yang berhubungan dengan pengungkapan.

Pengungkapan Wajib dan Sukarela

Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dilakukan perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau peraturan badan pengawas. Pembahasan sebelum ini sebenarnya ditujukan untuk menentukan pengungkapan wajib. Batas pengukuran dan pengakuan dalam rerangka konseptual FASB dalam gambar 2.6 sebenarnya juga menggambarkan tingkat pengungkapan wajib dan


(48)

sukarela. Pengungkapan dalam lingkup (1) sampai (3) dapat dipandang sebagai pengungkapan wajib dan sisanya sukarela.

Gambar 2.6

Lingkup Informasi Pelaporan keuangan: Rerangka konseptual FASB

Teori pensignalan (signalling theory) melandasi pengungkapan sukarela ini. Manajemen harus selalu berusaha untuk mengungkapkan informasi privat yang menurut pertimbangannya sangat diminati oleh investor dan pemegang saham khususnya kalau informasi tersebut merupakan berita baik (good news). Manajemen juga berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan.

Pengungkapan sukarela ini merupakan solusi atas kendala pengungkapan secara penuh yang dibahas diatas. Dengan kebersediaan manajemen dalam pengungkapan sukarela ini, tingkat pengungkapan wajib yang dapat ditetapkan dapat diarahkan ke tingkat wajar atau bahkan memadai tidak perlu penuh.


(49)

Regulasi Pengungkapan

Mempercayakan pengungkapan sepenunya kepada manajemen sama saja dengan menyerahkan penyediaan informasi kepada pasar. Beberapa argumen mendukung perlunya regulasi dalam penyediaan informasi. Alasan tersebut adalah (a) penyalahgunaan (abuse), (b) eksternalitas (extenalities), (c) asimetri informasi (information asymetry), dan (d) keengganan manajemen (management reluctance).

Semua regulasi diarahkan untuk mencegah adanya penyalahgunaan dan kecurangan (fraud) oleh para pelaku pasar modal terutama dalam masalah pengungkapan. Hal ini menjadi pemicu dibentuknya SEC dan dikeluarkannya

Securities Act 1933 dan Securities Exchange Act 1934. Intervensi pemerintah semacam ini diperlukan untuk menjamin efisiensi dan pemerataan dalam hal informasi melalui regulasi.

Eksternalitas merupakan salah satu alasan diperlukannya regulasi. Eksternalitas terjadi ketika tindakan satu pihak (dalam hal ini pengungkapan informasi) mempengaruhi pihak lain yang diuntungkan tanpa menanggung kos atau dirugikan tanpa kompensasi. Hal ini akan mengurangi insentif untuk mengungkapkan secara penuh informasi meskipun hal tersebu bermanfaat bagi banyak orang. Insentif menjadi kurang karena perusahaan yang menyampaikan informasi tidak mendapat kompensasi untuk itu. Situasi ini disebut kegagalan pasar (market failure). Kegagalan pasar dapat diatasi dengan regulasi untuk mendorong pengungkapan informasi sebagai tindakan kolektif (collective action) bukan tindakan individual atau sukarela.

Karena manajemen dan investor/kreditor merupakan pihak yang terpisah dan hubungan kedua pihak tersebut dapat dipandang sebagai hubungan keagenan, dikhawatirkan akan terjadi asimetri informasi antara kedua pihak tersebut dengan manajemen sebagai pihak yang lebih menguasai informasi. Asimetri informasi mendorong investor untuk melakukan pencarian informasi nonpublik secara individual yang mengakibatkan para investor tidak mempunyai informasi yang samsa. Akibatnya pasar menjadi tidak efisien. Regulasi yang mewajibkan informasi tertentu diungkap secara publik akan mengurangi asimetri informasi baik anatara manajemen dan investor maupun antara para investor itu sendiri.


(1)

Metode induktif adalah jalan berfikir dengan mengambil kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus. Pendapat lain menyatakan bahwa berpikir induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang konkrit itu ditarik generalisasi-generalisasi yang mempunyai sifat umum. (Sutrisno Hadi, Metode Research, (Jakarta: Andi Offset, 1986), hlm. 42).

Bertolak dari pengertian di atas, peneliti menggunakan metode ini adalah untuk menyimpulkan hasil observasi dan data yang terkumpul lainnya. Metode induktif adalah untuk menilai fakta-fakta empiris yang ditemukan dan kemudian dicocokkan dengan landasan yang ada. Dengan demikian, maka dapat ditegaskan bahwa teknik yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah teknik induktif.

BAB IV

PEMBAHASAN

PT Tri Banyan Tirta Tbk adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan air pegunungan menjadi air kemasan siap minum dengan merk dagang ALTO. Dalam operasi utama perusahaannya, ia mencari keuntungan dengan cara menjual air mineral dalam kemasan dengan berbagai ukuran yang dicantumkan dalam akun sales yang ada dalam laporan laba/rugi perusahaannya. Sales yang dimaksud termasuk dalam kategori pendapatan karena memenuhi seluruh karakteristik yang membentuk pendapatan, terutama karakteristik utama yang membatasinya dengan kenaikan aset karena tidak semua kenaikan aset membentuk pendapatan.

Kenaikan aset yang dapat disebut pendapatan harus berasal dari kegiatan operasi dan bukan kegiatan investasi dan pendanaan. Kegiatan operasi ini diwujudkan dalam bentuk memproduksi dan mengirim berbagai barang kepada pelanggan atau menyerahkan atau melaksanakan berbagai jasa. Hal inilah yang tercakup dalam kegiatan pada akun sales di laporan laba/rugi PT Tri Banyan Tirta Tbk.


(2)

Pada laporan laba/rugi PT Tri Banyan Tirta Tbk periode 2012, tidak terdapat loss/kerugian. Sedangkan expense PT Tri Banyan Tirta Tbk dibagi menjadi beban pokok penjualan dan beban usaha. Beban pokok penjualan mencakup beban pabrikasi yang terdiri dari beban gaji, beban penyusutan aktiva tetap, beban distribusi, beban telepon dan listrik, beban makloon, beban reparasi dan perawatan, beban operasional pabrik, beban retribusi air, beban jamsostek, beban pabrik umum, beban keamanan dan kebersihan, beban transportasi, beban laboratorium, beban asuransi, beban alat tulis kantor, beban donasi, pos & perangko serta beban lain-lain. Sedangkan bebam usaha mencakup beban bagian penjualan dan beban bagian umum dan administrasi.

Dalam akun-akun beban yang tertera, beban-beban tersebut juga dapat dikelompokkan sesuai dengan sifat karakteristik beban/biaya yaitu aliran keluar atau penurunan aset dan akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus. Beban yang dapat masuk dalam kelompok biaya akibat penurunan aset yang dimana baru dapat dikatakan sebagai biaya ketika telah terjadi transaksi atau kejadian yang menurunkan aset atau sumber ekonomik adalah beban pokok penjualan dimana manfaat ekonomik aset telah habis karena melekat pada barang yang telah diserahkan (keluar) dari kesatuan usaha sehingga kesatuan usaha tidak lagi menguasai manfaat tersebut.

Sedangkan yang termasuk sebagai biaya akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus adalah beban penjualan dan beban administrasi dan umum, hal ini dikarenakan karena kedua kelompok beban tersebut berkaitan dengan kegiatan penciptaan pendapatan yang direpresentasikan dalam kegiatan memproduksi/mengirim barang atau menyerahkan/melaksanakan jasa.

Aset PT Tri Banyan Tirta Tbk seperti pada perusahaan lain, dibagi menjadi aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar PT Tri Banyan Tirta Tbk mecakup kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, pajak dibayar dimuka, serta uang muka dan biaya dibayar dimuka. Sedangkan aset tidak lancar PT Tri Banyan Tirta Tbk mencakup aktiva tetap bersih, beban tangguhan, aktiva pajak tangguhan, dan aktiva tidak lancar lainnya.

APB No. 4 merinci aset yang digolongkan sebagai sumber ekonomik yaitu sumber produktif (akun bahan baku, gedung, pabrik perlengkapan, sumber alam, paten, dan lain-lain), produk (barang jadi), uang (kas dan setara kas), dan kalim untuk menerima uang (piutang usaha). Dengan perincian sebagaimana dijelaskan diatas, maka akun-akun aset PT Tri Banyan Tirta memenuhi kriteria aset sebagai objek yang memiliki manfaat yang terukur,


(3)

dapat dikuasai/dikendalikan serta merupakan akibat dari transaksi-transaksi yang telah terjadi sebelumnya.

Kewajiban PT Tri Banyan Tirta Tbk mencakup utang usaha, utang lain-lain (uang muka penjualan dan jaminan galon), utang pajak, utang bank, dan utang pembiayaan konsumen. Kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh perusahaan ini tidak dapat dipisahkan dengan pengertian aset. Aset dapat menimbulkan kewajiban dan sebaliknya, timbulnya kewajiban dapat bersamaan dengan pengakuan aset seperti pada akun utang usaha pada PT Tri Banyan Tirta Tbk, dimana PT Tri Banyan tirta mengakui aset dengan timbulnya utang usaha.

Modal PT Tri Banyan Tirta bersumber dari modal saham / modal yuridis. Modal saham menunjuk jumlah perkalian cacah saham beredar dengan nilai nominal per saham. Jumlah ini menunjukkan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham, jumlah rupiah yang disetor melebihi jumlah modal yuridis tersebut. Pada perusahaan ini, modal saham PT Tri Banyan Tirta Tbk dimiliki oleh PT Fikasa Bintang Cemerlang, Tn. Bhakti Salin dan Tn. Agung Salim. Pada periode ini, PT Tri Banyan Tirta Tbk mengalami penurunan ekuitas dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Pengungkapan pada laporang keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk pada akhirnya masih dalam tingkat memadai yaitu tingkat minimum yang harus dipenuhi agar statemen keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk kepentingan pengambilan keputusan yang diarah. Hal ini disebabkan oleh kurang terperincinya setiap akun-akun yang ada dalam pelaporan keuangan PT Tri Banyan Tirta Tbk.


(4)

BAB V

KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Penerapan teori akuntansi yang berkenaan revenue, expense, gain, loss, asset, dan liability pada PT Tri Banyan Tirta Tbk telah dilakukas sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku. Sehingga pelaporan keuangan PT Tri Banyan Tirta dapat menjadi contoh konkrit penerapan teori akuntansi dalam aplikasinya terhadap perusahaan manufaktur khususnya yang bergerak dalam industri pengolahan air mineral.

5.2. Saran

Saran yang saya berikan adalah dimana PT Tri Banyan Tirta Tbk seharusnya lebih melakukan pengungkapan secara lebih luas dan lebih rinci sehingga para pemakai laporan keuangan tidak dirugikan dan para pengambil keputusan dapat menciptakan


(5)

keputusan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya yang berhubungan dengan PT Tri Banyan Tirta Tbk.


(6)

DAFTAR PUSAKA

Chairiri, Anis dan Imam Ghozali. 2001. Teori Akuntansi Edisi Pertama. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Godfrey, J., et.al. 1994. Accounting Theory 7th Edition. Sydney: John Wiley andSons

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat

Suwardjono. 2010. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta: BPFE

Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Buku Dua, Salemba Empat, Jakarta, 1994.

Rustam. Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 23. USU Digital Library. 2002. http://library.usu.ac.id/download/fe/akuntansi-rustam2.pdf

Afanami. Teori Pendapatan. 2009. http://www.scribd.com/doc/22904944/Teori-Pendapatan ( Acess : 24 juni 2010 )

Afanami. Definisi Pendapatan. 2009. http://www.scribd.com/doc/11320767/Definisi-Pendapatan ( Acess: 24 juni 2010 )