Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Terorisme Di Indonesia

42 Pemberantasan tindak pidana terorisme dengan ketiga tujuan tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi peradaban umat manusia, cinta perdamaian dan mendambakan kesejahteraan serta memiliki komitmen yang kuat untuk tetap menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat ditengah-tengah gelombang pasang surut perdamaian dan keamanan dunia. 41 Kebijakan nasional di Indonesia dalam penanggulangan terorisme saat ini dalam proses penyidikannya dimotori oleh aparat Densus 88 Anti Teror POLRI. Disebabkan detasemen khusus dan elit milik POLRI ini baik pembentukan begitu juga pengembangannya Peralatan, pelatihan, doktrin dan finansial lainnya hampir kesemuanya berasal dari AS dan Australia, maka tidaklah mengherankan jika sepak terjang Densus 88 ini di lapangan juga mengikuti kecenderungan sebagaimana kecenderungan pandangan AS dalam memberantas terorisme. 42 Indonesia pasca peledakan Bom Bali I dan beberapa tempat lain di tanah air telah mengambil beberapa langkah, sebagai berikut: 1. Aksi teror bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, mendorong pemerintahan Indonesia menyatakan perang melawan terorisme dan mengambil langkah-langkah pemberantasan serius dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 12002, Perpu Nomor 22002 dan Inpres Nomor 42002 41 Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Bandung: Pt. Rafika Aditama, 2004, Hal. 14 42 Mardenis, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011, Hal.82 43 2. Disusul dengan penetapan Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Nomor Kep- 26Menkopolkam112002 tentang Pembentukan Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme. 3. Perpu Nomor 12002 dan Perpu Nomor 22002 telah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 152003 dan Undang-Undang Nomor 162003 43 4. Dibentuknya satuan tugas Bom Polri Satgas Bom Polri melalui surat keputusan Polri No: 2X2002 Tentang pembentukan Satuan Tugas Penanganan Kasus Bom Bali 5. Pembentukan Densus 88 melalui Surat Keputusan No. Pol: Kep30VI2003 yang dibuat oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Kapolri, saat itu dijabat oleh Da’i Bachtiar. Densus 88 secara structural berada di bawah Badan Reserse Kriminal Bareskrim. Tugas Densus 88 adalah membina dan menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana terorisme dalam rangka penegakan hukum. Pemberantasan terorisme pun menjadi fokus dalam kerangka kerja Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penanggulangan terorisme dimasukkan dalam program kerja 100 hari Kabinet. Untuk melaksanakan program-program yang telah dicanangkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Menko Polhukam yang 43 A.C. Manullang, Terorisme Perang Intelejen Dugaan Tanpa Bukti, Jakarta:Manna Zaitun.2006, Hal. 132 44 pada waktu tu dijabat oleh Widodo A. S., dalam kerjanya Menko polhukam didukung oleh sejumlah departemen dan lembaga pemerintah non departemen. Departemen dan lembaga-lembaga tersebut antara lain, Departemen Dalam Negeri RI, Departemen Luar Negeri RI, Departemen Keuangan RI, Departemen Komunikasi dan Informasi RI, Departemen Perdagangan dan Perindustriaan RI, Badan Intelejen Negara, Polri, dan TNI. Bahkan penanggulangan terorisme masuk dalm program 100 hari kabinet Indonesia Bersatu yang di motori oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, meliputi: a. Peningkatan daya tangkal terhadap terorisme Pengetatan izin kepemilikan senjata dianggap sebagai langkah pertama dalam peningkatan daya tangkal terhadap terorisme. Langkah ini diupayakan dengan npengetatan izin kepemilikan senjata, untuk itu dilaksanakan razia kepemilikan senjata api.pemerintah juga berkampe kepada masyarakat agar menyadari bahaya terorisme. Operasi tersebut dilaksanakan oleh sejumlah instansi pelaksanaan dikoordinasikan oleh Menko Polhukam. b. Pemberantasan Terorisme Upaya pemberantasan terorisme difokuskan untuk mengungkap pelaku terorisme, terutama Noordin M. Top dan Dr. Azhari. Selain itu, langkah ini didukung dengan tindakan pengawasan lalu lintas dan pemblokiran aset kelompok teroris, dan pengawasan secara intensif terhadap penggunaan bahan peledak. Program ini didukung dengan 45 pelaksanaan operasi yustisi untuk meningkatkan pengawasan keimigrasian. c. Penguatan Kelembagaan Penguatan kelembagaan dilakukan dengan mengubah institusi Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme menjadi Badan Koordinasi Pemberantasan Terorisme. Kemudian, dilakukan pengukuhan terhadap struktur laboratorium forensic DNA lembaga Eijkman. Pengukuhan ini diharapkan dapat lebih memberi dukungan dalam upaya pemberantasan terorisme dengan cara mengidentifikasi jenazah melalui identifikasi DNA. 44 Selanjutnya pemerintahan pun terus meningkatkan upaya pemberantasan terorisme di Indonesia dengan membuat berbagai macam kebijakan antara lain: 1 Mengutamakan isu terorisme dan meningkatkan kerjasama dengan Australia terkait kontra-terorisme untuk menjaga keamanan nasional Indonesia. Beberapa bentuk kerjasama Indonesia-Australia, diantaranya : a Pembentukan rencana untuk membantu dalam mengembangkan badan intelijen dan memberikan pengawasan dalam hal keamanan di wilayah pelabuhan Indonesia pada Februari 2005. b Mengadakan perjanjian mengenai Aviation Security Capacity Building Project guna mencegah dan mengantisipasi teroris yang masuk lewat 44 Petrus Reinhard Golose, Derasdikalisasi Terorisme Humanis, Soul Aproach dan Menyentuh Akar Rumput, Jakarta:YPKIK, 2009, Hal.34 46 jalur laut atau jalur darat yang melewati perbatasan wilayah Indonesia pada bulan Maret 2005. c Mengadakan pertemuan bilateral antara Indonesia-Australia pada 3-6 April 2005, dimana didalam pertemuan tersebut juga terdapat 11 penandatanganan Joint Declaration of Comprehensive Partnership Between Indonesia and Australia tentang pembentukan struktur keamanan yang baru guna meningkatkan kerjasama keamanan dan memperkuat dukungan tentang kebijakan Indonesia di berbagai wilayah. Penandatangan kerjasama tersebut dikenal sebagai perjanjian Lombok yang dilakukan pada 13 November 2006. 45 2 Melakukan kerja sama regional dengan ASEAN dalam memberantas terorisme dengan menandatangani ASEAN Convention on Counter Terrorism Konvensi ASEAN mengenai Pemberantasan Terorisme pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-12, di Cebu, Filipina tanggal 13 Januari 2007. Upaya ini dilakukan karena terorisme dianggap sebagai suatu ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional terutama di kawasan Asia Tenggara dan juga merupakan suatu rintangan atau hambatan terhadap upaya perdamaian, kemajuan, dan kesejahteraan ASEAN, serta perwujudan Visi ASEAN 2020. 3 Meningkatkan kerjasama internasional untuk mencegah dan memberantas terorisme, dengan cara multilateral atau melalui PBB, bilateral, regional, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan, menegakkan hukum, 45 file:C:UsersHPDownloads9846-18043-1-SM201.pdf di akses 10 Januari 2014 47 memperbaiki legislasikerangka hukum, bertukar informasi dan saling berbagi pengalaman, mengirimkan ahli dan memberikan saran ahli, dan kerjasama teknis lainnya. Selain itu, pemerintah juga mencegah dan memberantas terorisme dengan cara “soft power” atau diplomasi, yang didalamnya termasuk usaha-usaha untuk bekerjasama dalam memberantas underlying causes of terrorisme. Hal tersebut dibantu oleh Kementerian Luar Negeri dengan cara melakukan upaya-upaya guna meningkatkan dorongan terhadap interfaith dialogue untuk membangun rasa saling peduli dan percaya serta meningkatkan hubungan yang baik antar umat beragama dari Negara-negara di dunia. 46 4 Melakukan kerjasama pemberantasan terorisme dengan Pakistan pada tahun 2010. Kerjasama antar kedua Negara ini berupa pertukaran data intelijen dengan maksud memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi kedua Negara terkait persoalan terorisme dan keamanan Negara. 47 5 Menetapkan UU No. 17 Tahun 2011 tentang intelijen Negara yang berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk mendeteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang mungkin timbul yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional. Dalam upaya pemberantasan terorisme maksud dari dibentuknya intelijen 46 http:www.kemlu.go.idPagesIIssueDisplay.aspx?IDP=25l=id di akses 12 Januari 2015 47 http:preview.detik.comdetiknewsread20100721230715140420910ri- 20pakistan-jalin-kerjasama-pemberantasan-terorisme di akses 10 Januari 2015 48 Negara ialah untuk mencegah dan menanggulangi ancaman daripada terorisme itu sendiri yang dapat mengancam keamanan negara. 48 6 Menyampaikan empat pemikiran untuk pemberantasan terorisme di PBB lewat Menteri Luar Negeri Marti Natalegawa pada September 2011, guna menata kembali citra Indonesia di mata dunia internasional. Adapun keempat pemikiran tersebut, diantaranya yaitu : 49 a Pertama, meningkatkan dukungan di tingkat nasional dan regional terlebih dahulu guna menjalankan usaha-usaha di tingkat global. b Kedua, mengatasi akar permasalahan munculnya terorisme dengan cara mencegah faktor-faktor yang mendorong aksi terorisme serta saling bekerjasama satu sama lain guna memberantas terorisme. c Ketiga, menggunakan soft power atau strategi diplomasi sebagai suatu strategi jangka panjang untuk mengatasi terorisme. Adapun cara yang ditempuh yakni dengan membebaskan pikiran, pluralisme dan toleransi. d Keempat, menjunjung tinggi hukum dan HAM dan tetap dalam jalur demokrasi dalam meningkatkan upaya-upaya di tingkat global, regional dan nasional serta dengan tetap menjaga perdamaian, keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. 7 Mengadakan kerjasama dengan pemerintah Jerman yang dilakukan oleh PBNU Pengurus Besar Nahdlatul Ulama lewat seminar internasional yang bertujuan untuk memberantas terorisme. Dalam seminar ini juga 48 Undang-undang No.17 Tahun 2011 49 http:erabaru.netdetailpost_ars133-nasional27850-menlu-sampaikan-empat- 20pemikiran-pemberantasan-terorisme-di-pbb diakses 12 Januari 2015 49 diharapkan agar masukan yang ada terkait pemberantasan terorisme dapat diterapkan di Indonesia serta Jerman maupun di Negara-negara lainnya. 50 8 Membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT lewat Peraturan Presiden Perpres Nomor 46 Tahun 2010 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2010. BNPT ialah suatu lembaga nonkementerian yang bertugas menyusun kebijakan atau program nasional, membantu mengkoordinasikan lembaga pemerintah dalam pelaksanaan, serta membentuk satuan tugas atau satgas terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing terkait kebijakan di bidang terorisme. Posisi BNPT berada di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNPT dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Menko Polhukam dalam menjalankan fungsi dan tugasnya. 51 9 Menindak dengan tegas pemberantasan terorisme melalui pendekatan preventif atau pencegahan dengan cara deradikalisasi bersama-sama dengan masyarakat sebagai bagian dari upaya untuk menegakkan hukum. 50 http:news.okezone.comread20120316337594258atasi-terorisme-pbnu- 20gandeng-pemerintah-jerman di akses 12 Januari 2014 51 http:news.liputan6.comread288825pemerintah-bentuk-badan-penanggulangan- terorisme di akses 12 Januari 2014 50

B. Kebijakan Penanganan Terorisme Oleh Densus 88 dalam Perspektif Fiqh

Siyasah Secara etimologis, tindakan teror disebut dengan irhab, orangnya disebut irhabiy teroris, sedangkan pahamnya disebut irhabiyyah terorisme. Salah satu makna “teroris” dapat diambil dalam Al-Qur’an, seperti tersebut dalam ayat berikut:                                    “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang yang dengan persiapan itu kamu menggentarkan tarhib musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah, niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya dirugikan.” Al-Anfal :60. Dalam ayat ini konteksnya sangat jelas, yaitu perintah kepada kaum muslimin agar mempersiapkan diri dengan segala bentuk kekuatan, seperti akidah, ibadah, muamalah, sampai militer untuk membuat rasa takut teror kepada para musuh Islam supaya mereka tidak berlaku zhalim atas umat Islam dimanapun mereka berada. Apabila terorisme dilihat dari konteks tindak pidana, sebagaimana dalam fatwa MUI, maka terorisme telah memenuhi unsur tindak pidana jarimah hirabah dalam khazanah fikih Islam. Para fukaha mendefinisikan al-muharib pelaku hirabah dengan “orang-orang yang mengangkat senjata melawan 51 orang banyak dan menakut-nakuti mereka menimbulkan rasa takut dikalangan masyarakat. 52 D i dalam syari’at Islam hal itu termasuk bagian kecil dari kejahatan hudud hirabah, yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacuan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman umum. Di dalam pengertian ini akan mencakup tindak pidana membuat kerusuhan, menghasut orang lain agar melakukan tindakan kekerasan, provokator, aktor intelektual, koruptor kakap yang menggoncang perekonomian nasional, dan tentunya pelaku peledakan bom. 53 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar dalam bukunya “Maqashid Syari ’ah”berpendapat bahwa tindakan teroris ini bisa dianalogikan kepada kelompok pelaku hirabah yaitu keluarnya sekelompok orang atau seseorang yang memiliki kekuatan menuju jalanan umum dengan tujuan untuk menghalangi perjalanan, merampas harta, menganiaya jiwa dan nyawa, atau menakut-nakuti orang-orang yang ada dalam perjalanan tersebut, dengan mengandalkan kekuatan. 54 Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Dr. Asmawi, M.Ag dalam bukunya yang berjudul Teori Maslahat dan Relevansi Dengan Perundang- Undangan Pidana Khusus di Indonesia yang berbunyi. Secara normative- doktriner. Tindak pidana hirabah kemungkinan wujudnya itu ada 4 empat Tipe 1. Wujudnya berupa melakukan tindakan dengan kekerasan atau 52 Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme 53 ZA Maulani, Terorisme Konspirasi Anti-Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002, hal. 166-168 54 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari ’ ah, Penj: Khikmawati Kuwais , Judul Asli:Maqashid al-Syari ’ ah Fi al-Islam, Jakarta: Amzah, 2009, Cet, Ke-1, Hal. 199