Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2 pihak menghimbau agar pemerintah dan masyarakat tidak lengah dengan tumbuh-suburnya terorisme. Terorisme bukan persoalan pelaku. Terorisme lebih terkait pada keyakinan teologis. Artinya, pelakunya bisa ditangkap, bahkan dibunuh, tetapi keyakinannya tidak mudah untuk ditaklukkan. Sejarah membuktikan, usia keyakinan tersebut seumur usia agama itu sendiri. 2 Salah satu bentuk tegas pemerintah dalam memerangi terorisme adalah dengan mengeluarkan Perpu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kemudian ditetapkan menjadi Undang- Undang 15 Tahun 2003, kemudian melalui Inpres Nomor 4 tahun 2002, Presiden menginstruksikan agar dibentuknya tim pemberantasan tindak pidana terorisme. Hal ini adalah cikal bakal terbentuknya Datasemen Khusus 88 Densus 88, yang bergerak dalam bidang pemberantasan jaringan terorisme di wilayah Indonesia. Densus 88 AT Polri didirikan sebagai bagian dari respon makin berkembangnya ancaman teror dari organisasi yang merupakan bagian dari jaringan Al-Qaeda, yakni; Jama’ah Islamiyah JI. 3 Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di pusat Mabes Polri berkekuatan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak penjinak bom, dan unit 2 A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam, Jakarta: Kompas, 2009, hal.vii 3 Muradi, Penantian Panjang Reformasi Polri Yogyakarta: Tiara Wacana, 2009, hal.192 3 pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu. Selain itu masing- masing kepolisian daerah juga memiliki unit antiteror yang disebut Densus 88, beranggotakan 45-75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktivitas teror di daerah dan melakukan penangkapan kepada personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan sebagai anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara RI. 4 Kebijakan-kebijakan lain pun digulirkan oleh pemerintah seperti pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada tahun 2010, serta jalinan kerjasama dengan Negara-negara seperti; Australia, Amerika Jerman, dan Pakistan, serta kerjasamanya antara departemen dengan lembaga pemerintah non departemen. Departemen dan lembaga-lembaga Negara tersebut antara lain: Departemen Dalam Negeri RI, Departemen Luar Negeri RI, Departemen Keuangan RI, Departemen Komunikasi dan Informasi RI, Departemen Perdagangan dan Perindustriaan RI, Badan Intelejen Negara, Polri, dan TNI. Namun dengan seiring berjalannya waktu setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 dan banyaknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, serta terbentuknya Densus 88 masih banyak saja persoalan terorisme di Indonesia yang kerap muncul di tengah-tengah masyarakat bahkan bisa saja ledakan bom terjadi di belahan wilayah 4 http:id.wikipedia.orgwikiDetasemen_Khusus_88_28Anti_Teror29 di akses tanggal 4 Januari 2015 4 Indonesia dimana saja. Tidak hanya di situ saja permasalahan muncul, tindakan tim Densus 88 juga menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan masyarakat dalam menangani terorisme di tanah air yang justru cenderung melanggar hak-hak asasi manusia. Mulai dari salah tangkapnya Densus 88 dalam menangkap tersangka teroris, adanya penyiksaan terhadap tersangka teroris, sampai hilangnya nyawa seseorang. Dalam pasal 9 Undang-undang No 39 Tahun 1999 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Dan dalam pasal 18 Undang-undang No 39 Tahun 1999 yang berbunyi “Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka ,elakuakan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu siding pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ”. Penanganan terorisme di Indonesia yang banyak jadi bahan pembicaraan orang menyebabkan kredibilitas Densus 88 sebagai tim khusus pemberantasan terorisme menjadi menurun serta menjadi masalah baru yang harus segera diperbaiki agar masyarakat kembali mempercayai Densus 88 dalam memberantas terorisme di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut menjadi sebuah skripsi dengan judul “PENANGANAN TERORISME DI INDONESIA DITINJAU DALAM FIQH SIYASAH DAN HAK ASASI MANUSIA HAM” 5

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Melihat topik ini tentang “Penanganan Terorisme di Indonesia Ditinjau Dalam Fiqh Siyasah Dan HAM”, yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah kebijakan, yaitu kebijakan atau tindakan pemerintah Indonesia dalam menangani terorisme di Indonesia. Dengan permasalahan yang ada, maka penulis membatasi masalah kebijakan penanganan terorisme yang dilakukan oleh Densus 88 ditinjau dalam fiqh siyasah dan hak asasi manusia. Dari pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pandangan Fiqh Siyasah terhadap kebijakan penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 Anti Teror Polri? 2. Bagaimanakah pandangan HAM terhadap kebijakan penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 Anti Teror Polri?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah: a Mengetahui kebijakan penanganan terorisme di Indonesia. b Mengetahui pandangan Fiqh Siyasah terhadap penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 Anti Teror Polri. c Mengetahui pandangan hak asasi manusia terhadap penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 Anti Teror Polri. 6

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penenlitian ini adalah: a. Bagi penulis, untuk mengetahui tentang kebijakan pemerintah Republik Indonesia dalam menangani terorisme serta pandangan fiqh siyasah dan hak asasi manusia terhadap kebijakan pemerintah. b. Bagi pemerintah atau Lembaga Densus 88, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan-kebijakan dalam menangani permasalahan terorisme di Indonesia.

D. Riview Terdahulu

Kajian tentang penangan terorisme sudah banyak dilakukan oleh sejumlah sarjana atau peniliti diantaranya sebagai berikut: Pertama, Tahsis Alam Robitho, meneliti penanganan terorisme yang berjudul, Peranan Guru Pendidikan Agama Islam dalam Menangkal Bahaya Terorisme Studi di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan 2013. Tahsis menemukan bahwa peranan guru pendidikan agama Islam di SMA Negeri 9 Tangerang Selatan dalam menangkal bahaya terorisme sudah baik. Artinya pengalaman siswa tidak terpengaruh oleh doktrin-doktrin bahaya yang dilakukan terorisme yang selama ini mengincar para remaja Kedua, Rida Farida Mustopa, menulis skripsi yang berjudul, Respon Mahasiswa Terhadap Pemberitaan Aksi Terorisme di Media Massa 2010. Skripsi ini menyimpulkan bahwa respon mahasiswa terhadap pemberitaan