Sejarah Terorisme di Indonesia

14 dimana motivasi dari gerakan teroris tersebut yakni mendirikan negara global berbasis agama yang sangat anti-barat. Respon tersebut dapat dilihat dengan semakin memanasnya konflik komunal berbasis keagamaan yang terjadi di beberapa wilayah, seperti, Poso, Maluku, dan Kupang. Konflik-konflik tersebut yang mulai memanas tahun 1999 masa transisi Orde Baru ke Orde Reformasi diwarnai dengan peledakan beberapa gereja di malam Natal dan tempat Ibadah lainnya di berbagai kota besar di Indonesia. Kemudian, ruang-ruang konflik inilah yang melahirkan benih-benih baru gerakan terorisme yang lebih besar. 11 Pada Tanggal 3 Agustus 2000, bom meledak di depan kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat dan kantor agen perjalanan Filipina di Manado. Di sini, bom tersebut tidak mengambil korban, tampaknya lebih banyak berfungsi sebagai “bunga rampai” oleh siapapun yang memasang bom tersebut, untuk menyatakan kehadiran Al-Qaidah di Indonesia. 12 Keberadaan keompok teroris di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan jaringan Internasional. Ramakhrisna dan See Seng Tan menggambarkan keterkaitan Al-Qaeda dengan organisasi atau kelompok lainnya termasuk Jamaah Islamiyah yang berada di Kawasan Asia tenggara. Menurut keduanya, bagi kelompok teroris lain Al-Qaeda adalah; pemimpin atau rujukan dasar aktifitas spiritual; sebagai penyedia tempat pelatihan di Afganisthan, Pakistan, dan 11 Galih Priatmodjo, Densus 88 The Under Cover Squad:Mengungkap Kesatuan Elite “Pasukan Hantu” Anti Teror, Yogyakarta: Narasi, 2010, hal.12-14 12 ZA Maulani dkk, Terorisme Konspirasi Anti Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002, hal.23 15 lain sebagainya; sebagai penyedia pelatih; sebagai penyedia dana bagi aktifitas regional; sebagai penyedia logistik dan bahan peledak; dan sebagai yann menentukan atau meminta sasaran operasi di tingkat regional. 13 Selanjutnya, terjadi aksi pengeboman di Bali, pada tanggal 12 September 2002. Jumlah korban yang tewas merupakan terbesar dalam sejarah peledakan bom di Indonesia. Ledakan terjadi di tiga lokasi hampir bersamaan, yaitu Renon dekat konsulat AS, Peddy’s Café dan Sari Club merenggut nyawa banyak warga negara asing, sebagian besar warga Negara Australia. Aparat kepolisian Indonesia, bekerja sama dengan aparat keamanan luar negeri, berhasil mengidentifikasi dan menangkap sejumlah pelaku. Mereka antara lain Amrozi, Imam Samudera, Mukhlas, Ali Imron. Hasil pemeriksaan tersangka disimpulkan para pelaku Bom Bali I merupakan anggota sebuah jaringan organisasi berbasis luas, yaitu Jamaah Islamiyah JI. 14 Rangkaian ledakan bom Indonesia semenjak tahun 2000 selalu dikaitkan dengan aktifitas Noordin M Top yang pernah menjadi anggota JI. Studi yang dilakukan oleh Direktur Program Asia Tenggara di Internasional Crisis Group Sidney Jones mengungkapkan bahwa JI merupakan jaringan radikal yang memiliki anggota di berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Australia. Jaringan Noordin M Top merupakan 13 http:lib.ui.ac.idfile?file=digital20313777-T31325-Disengagement20strategi.pdf di akses 30 September 2014 14 A.C. Manullang, Terorisme Perang Intelejen Dugaan Tanpa Bukti, Jakarta: Manna Zaitun, 2006, hal. 107-108 16 mantan angota JI yang berpahaman radikal dan menggunakan pemboman sebagai pola serangan teror. 15 Dalam kurun waktu 2000-2010 saja, Polri mencatat sebanyak 298 orang tewas akibat serangan teroris, 838 orang luka-luka, belum termasuk 19 orang polisi yang tewas dan 29 orang yang luka- luka “298 Orang Tewas A kibat Serangan Teroris”, antarnews.com, selain menimbulkan korban jiwa, serangan teroris juga menimbulkan kerugian materi, ekonomi dan sosial terutama terhadap hubungan antar umat beragama. 16 Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan ancaman terorisme di Indonesia dapat dilihat di table berikut. NO TAHUN TEMPAT KORBAN 1 4 Oktober 1984 BCA Pacenongan, Glodok dan Gajah Mada. 2 orang tewas 2 Desember 1984 Gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, Jawa Timur. - 3 20 Januari 1984 Candi Borobudur - 4 16 Maret 1985 Bus Pemudi Ekspres di Banyuwangi Jawa Timur 5 13 September1991 Mranggen, Demak, Jawa Tengah 6 18 Januari 1998 Rumah Susun, tanah tinggi Jakarta 7 11 Des. 1998 Atrium Plaza Senen, Jakarta Pusat 8 Januari 1999 Ramayana, Jl. Sabang, Jakarta 9 April 1999 Plaza Hayam Wuruk 10 19 April 1999 Masjid Istiqlal 2 orang Luka 15 http:eprints.undip.ac.id383553BAB_2.pdf di akses 30 September 2014 16 http:lib.ui.ac.idfile?file=digital20313777-T31325-Disengagement20strategi.pdf diakses 5 Oktober 2014 17 11 20 Oktober 1999 Depan Balai Sidang Senayan dan Bundaran HI 1 Orang Tewas, 15 Luka- luka 12 28 Mei 2000 Gereja Kristen Protestan dan Gereja Katolik, Medan 23 Orang Luka-luka 13 4 Juli 2000 Gedung Bundaran Kejagung 14 4 Juli 2000 Kejaksaaan Agung, Jakarta Selatan 15 3 Agustus 2000 Kediaman Dubes Filipina, Jakarta Pusat 2 Orang Tewas, 21 Orang Luka-luka 16 27 Agustus 2000 Depan Dubes Malaysia 17 13September 2000 Gedung Bursa Efek Jakarta 10 Orang Tewas, 90 Orang Luka-luka 18 24 Desember 2000 Gereja-gereja Jakarta 17 Orang Tewas, 100 Orang Luka-luka 19 18 April 2001 Tiga Boks Telpon Umum di Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat 20 10 Mei 2001 Asrama Mahasiswa Aceh, Manggarai, Jakarta Pusat 21 19 Juni 2001 Rumah Kontrakan, Pancoran, Jakarta Selatan 5 Orang Luka-luka 22 4 Juli 2001 Kejaksaan Agung 23 11 Juli 2001 Jembatan Fly Over Slipi, Jakarta Barat 1 Orang Tewas, 13 Orang Luka-luka 24 22 Juli 2001 Gereja Santa Anna, Duren Sawit, Gereja HKBP, Cipinang, melayu, Jakarta 5 Orang Tewas, 72 Orang Luka-luka 25 1 Agutus 2001 Plaza Atrium Senen, Jakarta Pusat 6 Orang Luka-luka 26 12 Oktober 2001 KFC Makassar 27 6 November 2001 Sekolah Australia AIS Jakarta 28 1 Januari 2002 Rumah Makan Ayam Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta 29 4 April 2002 Hotel Amborina dan Pembakaran Kantor 4 Orang Tewas, 47 Orang Luka-luka 18 Gubernur Maluku 30 9 Juni 2002 Tempat Parkir Hotel Jakarta, Diskotik Eksotiskota 4 Orang Luka-luka 31 1 Juli 2002 Mal Graha Cijantung, Jakarta 7 Orang Luka-luka 32 12 Oktober 2002 Bom Bali I 202 Orang Tewas, Ratusan Lainnya Luka- luka 33 5 Desember 2002 Mcdonald, Makassar 3 Orang Tewas 34 3 Februari 2003 Wisma Bhayangkara 35 27 April 2003 Terminal Bandara Soekarno-Hatta 2 Orang Luka-luka 36 5 Agutus 2003 Hotel JW Marriot, Jakarta 12 Orang Tewas, 150 Orang Luka-luka 37 10 Januari 2004 Lokasi Karaoke, Kafe Sampodo, Palopo, Sulawesi 4 Orang Tewas 38 9 September 2004 Kedutaan Australia, Jakarta 10 Orang Tewas, 100 Orang Luka-luka 39 13November2004 Kantor Polisi Kendari, Sulawesi 5 Orang Tewas, 4 Orang Luak-luka 40 12 Desember2004 Gereja Immanuel Palu 41 21 Maret 2005 Ambon 42 28 Mei 2005 Pasar Tentena, Sulawesi 22 Orang Tewas, 90 Orang Luka-luka 43 8 Juni 2005 Pamulang, Tangerang 44 1 Oktober 2005 Bom Bali II 20 Orang Tewas, 129 Orang Luka-luka 45 31Desember 2005 Pasar Palu, Sulawesi 8 Orang Tewas, 48 Orang Luka-luka 46 17 Juli 2009 Hotel JW Marriot, Ritz Carlton, Jakarta 9 Orang Tewas, 41 Orang Luka-luka Sumber : http:eprints.undip.ac.id383553BAB_2.pdf di akses 28 September 2014 Mardenis, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hal.130 Melihat daftar tabel terorisme yang berkembang di Indonesia, dapat dilihat bahwa ancaman terorisme terus berkembang dari tahun ke tahun, baik secara kualitas jumlah serangan, maupun kuantitas jumlah korban dan 19 kerusakan yang ditimbulkannya. Maka dari itu dalam rangka mengantisipasi dan melawan terorisme tidak dapat dianggap hal yang sepele, perlu langkah- langkah dan kebijakan pemerintah yang tegas. Tidak hanya mampu menangkap bahkan membunuh pelaku teror akan tetapi pemerintah harus sanggup memberantas sumber aksi terorisme tersebut. C. Faktor-faktor Timbulnya Terorisme Pada umumnya, ada enam faktor yang menjadi sebabmotivasi timbulnya terorisme, yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, identitas, pendidikan, politik, dan faktor psikologi: Pertama, faktor ekonomi. Terorisme dapat terjadi dimana saja, namun kebanyakan studi menunjukkan bahwa terorisme lebih banyak terjadi di dalam masyarakat yang berkembang depeloving societies dari pada di negara-negara miskin poor countries atau negara-negara kaya rich countries. Problematika ekonomi telah mempengaruhi setiap orang tidak hanya secara material, tetapi juga secara kejiwaan. Itulah sebabnya pembagian pendapatan yang tidak seimbang di dalam masyarakat merupakan salah satu elemen penting yang menjadi sebab dilakukannya terorisme. 17 A.C. Manullang menyatakan salah satu pemicu dilakukannya terorisme adalah kemiskinan dan kelaparan. Rasa takut akan kelaparan dan kemiskinan yang ekstrim akan mudah menyulut terjadinya aksi-aksi 17 Aulia Rosa Nasution, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dalam Perspektif Hukum Internasional Hak Asasi Manusia, Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2012, hal. 115 20 kekerasan dan konflik, yang juga merupakan lahar subur bagi gerakan terorisme. Terorisme dan gerakan-gerakan radikal juga terjadi di negara- negara maju dan kaya. Ketidakpuasan atau sikap yang berbeda akabiat kecemburuaan sosisal yang terus hadi dan berkembang antara kelompok yang dominan dan kelompok minoritas dan terpinggirkan di negara maju, serta mengalami marginalisasi secara kontinyu dalam jangka panjang akibat kebijakan pemerintah pusat, terlebih lagi karena kebijkan multilateral yang membuat kelompok margianal tersebut tidak dapat lagi mentoleransi keadaan tersebut melalui jalur-jalur formal dan legal, memotivasi mereka secara lebih kuat lagi untuk mengambil jalur alternatif melalui aksi kekerasan. 18 Kedua, faktor sosial-budaya. Perubahan budaya dapat menyebabkan perubahan dalam kehidupan sosial. Dengan kata lain, kehidupan masyarakat merupakan bagian dari pada perubahan kebudayaan. Bila perubahan di dalam struktur sosisal terlalu cepat dan hanya terjadi pada bagian tertentu dari masyarakat akan dapat membuat yang lainnya tidak berkembang dan jauh ketinggalan. Hal inilah yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan sosial. 19 Ketiga, faktor identitas. Sementara itu adanya faktor identitas yang kuat dalam masyarakat Indonesia yang pluralitas dengan berdasarkan perbedaan ras, agama, kultur, bahasa dan sebagainya. Kemudian dengan adanya rasa tidak puas dan ketidakadilan dalam pendistribusian sumber daya 18 Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Bandung: Pt. Rafika Aditama, 2004, hal.69 19 Aulia Rosa Nasution, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dalam Perspektif Hukum Internasional Hak Asasi Manusia, Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2012, hal. 117 21 ekonomi, politik, dan sosial, terjadinya kesenjangan dalam pembangunan di bidang politik, idiologi, sosial ekonomi, dan budaya. Semuanya itu saling berkolerasi memicu keinginan masyarakat untuk menuntut pengakuan atas identitas mereka. 20 Keempat, faktor pendidikan. Sistem pendidikan yang tidak berkembang, yang tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, dapat menyebabkan ketidakpuasan masyarakat. Adanya ketidakpuasan di dalam masyarakat ini telah membuat masyarakat melakukan tindakan dengan penggunaan kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya. Orang-orang yang tidak mendapatkan pendidikan yang cukup pada umumnya lebih mudah termakan oleh propaganda dari pihak-pihak yang hendak mengacaukan negara. Masyarakat seperti ini mudah menjadi bagian dari organisasi dan gerakan teroris. 21 Kelima, faktor politik. Menurut Wawan H. Purwanto, ancaman terorisme di Indonesia tidak lepas dari tatanan politik global yang kini dikendalikan AS dan sekutunya. Selain itu sistem politik dalam negeri pun ikut memicu aksi terorisme di Indonesia dengan dua konteks itu. 20 Peter Harris dan Ben Rielly ed, Demokrasi dan Konflik yang mengakar: Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Depok,: Amerro,2002, hal.11 21 Aulia Rosa Nasution, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dalam Perspektif Hukum Internasional Hak Asasi Manusia, Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2012, hal. 118 22 Menurutnya, ancaman terorisme di Indonesia akan terus mengganggu keamanan nasional. 22 Keenam, faktor psikologi. Mereka yang tidak mempunyai kemampuan yang cukup biasanya tidak menyukai aturan-aturan, tempat-tempat, dan posisi-posisi dimana mereka berada. Mereka berasumsi bahwa mereka tidak mendapatkan penghormatan, perhatian, dan cinta dari masyarakat. Atas dasar itu mereka melakukan kejahatan dan bertingkah laku secara agresif dan melakukan perbuatan lain untuk mendapatkan perhatian dan penghormatan dari yang lainnya sebagai ekspresi diri mereka. 23 Melihat fakta-fakta mengenai kondisi ketidak stabilan Indonesia secara keseluruhan ditambah dengan kenyataan bahwa Indonesia tengah menghadapi konflik-konflik internal di beberapa tempat, maka sangat beralasan kiranya kekhawatiran masyarakat internasional bahwa kondisi demikian akan dimanfaat kan oleh jaringan terorisme internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu basis gerakannya. 24 Melihat dari berbagai faktor yang menimbulkan terorisme hal ini jelas bukan lah perkara mudah bagi pemerintah dalam memerangi terorisme akan tetapi. Pemerintah wajib membenahi persoalan dasar yang menyebabkan timbulnya terorisme yakni, masalah ekonomi, sosial budaya, pendidikan, 22 Mardenis, Pemberantasan Korupsi Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hal.126 23 Aulia Rosa Nasution, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Dalam Perspektif Hukum Internasional Hak Asasi Manusia, Jakarta: Kencana Prenada Grup, 2012, hal.118 24 Bob Sugeng Hadiwinata, Hakikat dan Dinamika Konflik Domestik di Negara Berkembang dalam Global, Jurnal Politik Internasional, Volume II No.8 Juni 2001, hal.27 23 kesejahteraan, politik, identitas, bahkan psikologi masyarakat yang sangat mudah dihasut oleh sekelompok orang yang ingin mengacaukan Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan terror dengan mengatasnamakan berjihad dalam agama.

D. Dampak Terorisme di Masyarakat

Perkembangan teroris di negara ini memang bisa dikatakan sangat memprihatinkan, karena hampir setiap tahun pasti ada saja aksi-aksi teror yang selalu memakan korban baik korban luka-luka maupun korban tewas. Kegiatan para teroris yang meresahkan masyarakat memaksa masyarakat untuk lebih waspada dengan segala sesuatau yang berbau terorisme. Keresahan dan kewaspadaan tersebut sedikit banyak mempengaruhi pola kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Hal tersebut menimbulkan banyak akibat bagi kehidupan bangsa, dari hal tersebut rasa nasionalisme dari para generasi mudapun mulai dipertanyakan karena seringkali para teroris selalu merekrut anak-anak muda yang masih labil untuk dijadikan sebagai kurir maupun pelaku aksi teror yang meresahkan masyarakat. 25 Paska peristiwa pemboman gedung WTC pada 11 September 2001, yang dijadikan referensi dilandanya dunia dengan ancaman teroris, ternyata diikuti oleh peristiwa-peristiwa pemboman di wilayah lain, termasuk di wilayah Indonesia. Peristiwa pemboman di Indonesia terjadi bekali-kali, 25 http:kriyolaksonopangga.blogspot.com201105pengaruh-terorisme.html di akses 13 Oktober 2014 24 diawali dengan pemboman di Bali yang menewaskan banyak korban dan menghancurkan laju perkembangan ekonomi, khususnya industri pariwisata di Indonesia. 26 Direktur perdagangan dan Jasa Badan Pusat Statistik BPS, Rusman Hermawan, menyatakan bahwa pemerintah kehilangan devisa sedikitnya 850 juta USD sepanjang tahun 2002 dari sector pariwisata akibat peristiwa Bom Bali I. Angka ini belum termasuk kerugian yang diderita masyarakat sebagai efek berantai dari peristiwa Bom Bali I tersebut. Dari uraian diatas, terorisme secara factual dapat menimbulkan bahaya bagi nyawa dan perekonomian. 27 Secara lebih luas, Abdullah Sumarahadi mengemukakan bahwa terorisme dapat menimbulkan bahaya yang kompleks, antara lain: 1 Kehidupan sosial dan masyarakat menjadi tertekan, tidak aman dan selalu dihantui oleh kekhawatiran dalam melakukan aktivitas kondisi ini dapat mengakibatkan terlanggarnya hak-hak individu maupun kelompok dalam masyarakat. 2 Merusak sendi-sendi politik, karena politik dijadiakan sebagai alat atau sarana untuk melakukan kejahatan oleh pihak tertentu serta kesewenang-wenangan oleh penguasa. 3 Kehidupan ekonomi menjadi carut-marut karena sentimen pasar cenderung mengikuti perilaku dan kejadian politik nasional maupun 26 Mardenis, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011, hal.126 27 Ari Wibowo, Hukum Pidana Terorisme Kebijakan Formulatif Hukum Pidana Dalam penanggulanganan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal.76