Kebijakan Penanganan Terorisme Oleh Densus 88 dalam Perspektif Fiqh

51 orang banyak dan menakut-nakuti mereka menimbulkan rasa takut dikalangan masyarakat. 52 D i dalam syari’at Islam hal itu termasuk bagian kecil dari kejahatan hudud hirabah, yaitu perbuatan yang menimbulkan kekacuan di masyarakat sehingga mengganggu ketentraman umum. Di dalam pengertian ini akan mencakup tindak pidana membuat kerusuhan, menghasut orang lain agar melakukan tindakan kekerasan, provokator, aktor intelektual, koruptor kakap yang menggoncang perekonomian nasional, dan tentunya pelaku peledakan bom. 53 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar dalam bukunya “Maqashid Syari ’ah”berpendapat bahwa tindakan teroris ini bisa dianalogikan kepada kelompok pelaku hirabah yaitu keluarnya sekelompok orang atau seseorang yang memiliki kekuatan menuju jalanan umum dengan tujuan untuk menghalangi perjalanan, merampas harta, menganiaya jiwa dan nyawa, atau menakut-nakuti orang-orang yang ada dalam perjalanan tersebut, dengan mengandalkan kekuatan. 54 Sebagaimana yang pernah ditulis oleh Dr. Asmawi, M.Ag dalam bukunya yang berjudul Teori Maslahat dan Relevansi Dengan Perundang- Undangan Pidana Khusus di Indonesia yang berbunyi. Secara normative- doktriner. Tindak pidana hirabah kemungkinan wujudnya itu ada 4 empat Tipe 1. Wujudnya berupa melakukan tindakan dengan kekerasan atau 52 Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 3 Tahun 2004 Tentang Terorisme 53 ZA Maulani, Terorisme Konspirasi Anti-Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002, hal. 166-168 54 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syari ’ ah, Penj: Khikmawati Kuwais , Judul Asli:Maqashid al-Syari ’ ah Fi al-Islam, Jakarta: Amzah, 2009, Cet, Ke-1, Hal. 199 52 ancaman kekerasan mugalabahi yang hanya menimbulkan suasana teror atau rasa takut pada korban ikhfat al-marrahlal al-sabil dan ini dipidana dengan pidana pengasingan atau pidana penjara. Tipe 2. Wujudnya berupa melakukan tindakan-tindakan dengan kekerasan atau ancaman kekarasan mugalabah yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut dan terampasnya harta benda korban akhdz al-amwal dan ini dipidana anputasi tangan dan kaki secara bersilang. Tipe 3. Wujudnya berupa melakukan tindakan dengan kekerasan dan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut dan tewasnya korban dan ini dipidana dengan pidana mati. Tipe 4. Wujudnya berupa melakukan tindakan dengan kekerasan dan ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut serta menimbulkan kerusakan atau kehancuran sarana dan lingkungan 55 Di Indonesia sendiri, perbuatan tindakan teror sudah ada sejak zaman pemerintahan ini berdiri. Kata terorisme sendiri mulai populer di Indonesia sejak terjadi peristiwa Bom Bali I pada tanggal 12 Oktober 2002 yang menyebabkan banyaknya korban tewas baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian pemerintah dalam rangka memberikan rasa aman serta menjaga kedaulatan Republik Indonesia maka Pemerintah membuat PERPU No 1 Tahun 2002 Junto UU No. 1 Tahun 2002 Junto UU No 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. 55 Asmawi, Teori Maslahat dan Relevansi Dengan Perundang-Undangan Pidana Khusus di IndonesiaI Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010, Hal. 232-233 53 Untuk mengimplementasikan sebuah peraturan maka harus adanya sebuah lembaga untuk menjalankan Undang-undang tersebut maka dengan ini pemerintah mengambil suatu langkah kebijakan yaitu dengan membentuknya Data Semen Khusus 88 Densus 88. Dalam kaidah fiqh yang berbunyi: دص اق لْا ْكح لئاس ْ ل Kaidah fiqh ini menjelaskan bahwa segala bentuk perbuatan mukallaf yang memiliki maqasid atau tujuan maka diperlukannya suatu jalan atau wasail untuk tercapainya suatu tujuan tersebut. Untuk tercapainya maqasid atau tujuan pemerintah Indonesia dalam menjaga kemaslahatan umat dari adanya ancaman terorisme maka diperlukannya suatu jalan atau kebijakan untuk menangkal serangan terorisme tersebut dengan membentuk Densus 88. Melihat dari latar belakang dibentuknya Densus 88 dalam memerangi terorisme yang marak di Indonesia adalah wujud pemerintah dalam rangka memberikan rasa aman dan nyaman terhadap tindakan teror yang meresahkan warga. Dalam teori fiqh siyasah yang dikatakan Ibn al-Qayyim bahwa siyasah syar’iyyah adalah siyasah yang mengacu pada syara’. Dalam mekanisme pengendalian dan pengarahan kehidupan umat, terkait keharusan moral dan politis untuk senantiasa mewujudkan keadilan, kerahmatan, kemaslahatan, dan kenikmatan. 56 56 A. Djazuli, Fiqih Siyasah : Implementasi Kemaslahatan umat dalam Rambu-rambu syari’at, Jakarta: Kencana Media Group, 2003, hal. 9 54 Selain itu, dalam objek fiqh siyasah menurut Abdurrahman Taj, adalah seluruh perbuatan mukallaf dan hal ihwal yang berkaitan dengan tata cara pengaturan masyarakat dan negara sesuai dengan jiwa dan tujuan syariat, kendatipun hal yang diatur itu tidak pernah disinggung baik dalam Al- Qur’an maupun As-sunah. Dengan kata lain, objek studi fiqh siyasah adalah berbagai aspek perbuatan mukallaf sebagai subyek hukum yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diatur berdasarkan ketentuan yang tidak bertentangan dengan nash syariat yang bersifat universal. Senada dengan pendapat diatas, Abdul Wahab Khallaf menyatakan, objek studi fiqh siyasah adalah berbagai peraturan dan undang-undang yang dibutuhkan untuk mengatur negara, sesuai dengan pokok ajaran agama guna merealisasikan kemaslahatan umat manusia dan membantunya memenuhi berbagai kebutuhan hidup. 57 Oleh karena itu, pemerintahan Indonesia demi terwujudnya kemaslahatan umat serta terjaminnya rasa aman bagi masyarakat mengambil langkah kebijakan untuk memberantas terorisme dengan membentuk Datasemen Satuan Khusus 88 POLRI yang bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, penangkapan, serta penahan terhadap seseorang yang diduga sebagai terorisme di Indonesia. Adapun pembentukan Densus 88 dalam kajian fiqih siyasah dapat dilihat dalam kaidah fiqh siyasah yakni 57 Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, Jakarta: Erlangga, 2008, hal. 16 55 ءرد دساف لْا َدق ى ع بْ ج حلاص لا Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan Melihat tujuan Densus 88 yang dibentuk untuk menangkal gerakan terorisme di Indonesia yakni untuk menolak segala macam kerusakan yang disebabkan oleh perbuatan terorisme. Maka, adanya Densus 88 dalam menangkal perbuatan kerusakan sangat diperlukan oleh masyarakat luas demi terhindarnya Indonesia dari kerusakan yang dibuat oleh terorisme. Namun, dewasa ini penanganan terorisme yang dilakukan Densus 88 sering kali tidak sesuai dengan prinsip serta kaidah Islam. Hal yang paling disoroti adalah penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa seorang terduga teroris, serta adanya kekerasan yang dilakukan oleh anggota Densus 88 dalam melakukan penangkapan. Seperti yang terjadi di Poso pada 3 November 2012, seorang terduga teroris bernama Kholid ditembak mati usai melaksanakan shalat subuh. Hal ini membuat Komnas HAM mencurigai bahwa penembakan Kholid yang dilakukan Densus 88 terkesan telah direncanakan. Padahal Kholid sendiri tercatat sebagai pegawai negeri sipil yang bekerja di Kemenhut, setiap hari dia masih bekerja. Sehingga tidak ada alasan untuk menembak mati Kholid setelah usai shalat subuh dan pada saat ditangkap Kholid pun tidak melakukan perlawanan. 58 Islam sebagai agama yang sangat menghargai hak hidup menentang keras tindakan pembunuhan yang dilakukan tanpa adanya proses pengadilan yang adil. Tindakan 58 http:www.voa-islam.comreadindonesiana2013041524009komnas-ham-kholid- ditembak-tanpa-perlawanan-dan-terkesan-dipersiapkan di akses 15 Mei 2015 56 pembunuhan sangat dilarang oleh Allah SWT sebagaiman termaktub dalam ayat suci Al- Qur’an: 1. Qs.17 Al-Israa 33          Qs. 17 Al-Israa 33 “ Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan suatu alasan yang benar”. 2. Qs. 06 Al-An’am 151          Qs. 06 Al- An’am 151 “ Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan suatu alasan yang benar”. Islam sangat menjamin hak seseorang untuk hidup, tidak dibolehkan seorang anak Adam untuk membunuh satu sama lain kecuali, dengan suatu alasan yang dapat dibenarkan oleh sebuah perkara. Masalah balasan bagi suatu pembunuhan atau kejahatan lainnya harus diputuskan oleh suatu pengadilan hukum yang berkompoten serta memiliki wewenang yang mutlak tanpa adanya justifikasi terlebih dahulu. Kemudian, dalam menetapkan hukum seseorang baik dalam hal penangkapan seseorang yang disertai penahanan hendaklah memenuhi semua 57 bukti-bukti yang cukup serta dengan penuh rasa keadilan. Sebagaimana dalam ayat suci Al- Qur’an:         Qs. 4 An-nisaa 58 “……dan menyuruh kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan adil”. Islam telah menegaskan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat dipenjarakan kecuali dia telah dinyatakan bersalah dalam suatu pengadilan hukum terbuka. Tak ada seorang pun yang dapat ditahan tanpa melalui proses hukum yang telah ditentukan. Hal ini dikisahkan sebagaimana Rasulullah melepaskan seseorang yang ditahan namun tanpa bisa dijelaskan maka orang tersebut dilepaskan, ada seorang sahabat bertanya kepada R asul “Wahai Rasulullah, atas kejahatan apakah tetanggaku ini telah ditahan?” Rasululllah hanya mendengar pertannyaan itu dan meneruskan ceramahnya. Orang itu berdiri kembali dan menanyakan hal yang sama. Rasulullah SAW tidak menjawab lagi dan meneruskan kembali pidatonya. Orang itu berdiri lagi dan mengulangi pertanyaan untuk yang ketiga kalinya. Akhirnya Rasulullah memerintahkan untuk melepaskan tetangga orang itu. Alasan mengapa Rasulullah hanya tetap diam ketika pertanyaan itu diulang dua kali sebelumnya adalah karena pada waktu itu juga hadir petugas polisi di dalam masjid, dan seandainya terdapata alasan yang tepat atas penangkapan atas orang ini, maka polisi itu pasti berdiri menjelaskan posisinya. Dan karena dia tidak memberikan alasan apapun atas penangkapan itu pada pengadilan 58 terbuka, maka cukuplah bagi Rasulullah untuk membebaskan orang ditangkap itu. 59 Ancaman pergerakan terorisme Organisasi Papua Merdeka OPM kian terlihat bahkan dengan terang-terangan OPM menantang Densus 88, namun Densus 88 seperti tidak mengambil langkah kebijakan untuk menindak pergerakan OPM. Sebagaimana diketahui, kelompok OPM merupakan gerakan separatis yang menimbulkan ancaman bagi masyarakat Indonesia bahkan, kelompok ini menginginkan agar Papua merdeka. Aboebakar Alhabsy selaku anggota komisi III DPR menyatakan bahwa, sikap Densus 88 yang diam menanggapi ancaman terbuka gerakan teroris Organisasi Papua Merdeka dinilai menggunakan standar ganda dalam menangani terorisme di Indonesia. Hal ini seharusnya ditanggapi secara serius oleh Densus 88. 60 Dalam kaidah fiqh yang berbunyi: ا ل تي بجا لْا لإ هب ف بجا Penjelasan kaidah ini adalah segala perkara yang menjadikan suatu amal kewajiban tak dapat dikerjakan sama sekali atau bisa dikerjakan namun tidak sempurna kecuali dengan juga mengerjakan perkara tersebut, maka perkara tersebut yang asalnya tidak wajib, dihukumi wajib pula. Dalam rangka memenuhi segala kewajiban Densus 88 untuk menjaga keamanan serta kemaslahatan masyarakat Indonesia maka tidak ada alasan bagi Densus 88 untuk tidak menanggulangani tindakan teror yang dilakukan 59 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, Hal.66 60 http:satunusanews.com201505hadapi-opm-densus-88-gunakan-standar-ganda- terorisme diakses 17 Desember 2015 59 oleh kelompok OPM. Hal ini sebagai salah satu bentuk penyempurnaan tugas yang diemban oleh Densus 88 sebagai penanganan tindak teror yang ada di Indonesia. Dalam perumusannya, hukum Islam mempunyai tujuan utama yaitu untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok maq āşhid asy- syar īah yaitu:perlindungan terhadap agama hifz-ad-din, perlindungan terhadap jiwa hifz-an-nafs, perlindungan terhadap akal hifz al-aql, perlindungan terhadap keturunan hifz-an-nasl, dan perlindungan terhadap harta hifz-al-mal. 61 Tindakan teror jelas merupakan perlawanan terhadap unsur pokok yang kedua dan kelima; hifz an-nafs dan hifz al-m āl. Tindak terorisme ini bukan merupakan kejahatan biasa karena dampak yang ditimbulkannya sungguh sangat merusak yakni dapat meninmbulkan suasana teror, ketakutan amat sangat secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang, mengakibatkan kerusakan terhadap obyek-obyek vital dan strategis seperti lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas Internasional. Dalam objek kajian fiqh siyasah, sebagaimana suyuti pulungan rangkum dari beberapa pendapat ulama: 62 1. Peraturan dan perundang-undangan negara sebagai pedoman dan landasan idiil dalam mewujudkan kemaslahatan umat. 2. Pengorganisasian dan pengaturan kemaslahatan. 61 Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaruan Hukum Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008,Hal.60-63. 62 J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah, Jakarta: Rajawali, 1994, Hal.28 60 3. Mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat serta hak dan kewajiban masing-masing dalam usaha mencapai tujuan Negara Dalam menjaga kemaslahatan umat maka perlu adanya tindakan Densus 88 untuk menindak lanjuti tindakan teror yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka agar tidak menyebabkan rasa takut yang terjadi di masyarakat.

C. Penanganan Terorisme Oleh Densus 88 dalam Perspektif HAM

Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. 63 Hak-hak asasi manusia berarti hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak yang dimiliki manusia sebagai manusia sudah melekat pada pengertian hak-hak manusia itu sendiri, bahwa hak-hak asasi manusia harus dipahami dan dimengerti secara universal. 64 HAM mencakup pengertian yang luas, yaitu melingkupi hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan hak sosial budaya. Selain itu, HAM juga melampaui batas-batas negara, agama, dan jenis kelamin gender. HAM karenanya, merupakan sebuah konsep universal yang tidak terbatas kepada warga negara yang terikat dalam suautu negara tertentu. HAM merefleksikan sebuah konsep hak-hak fundamental yang dapat diklaim oleh semua manusia, dimanapun 63 Pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia 64 A. Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hal.73 61 mereka berada. 65 Prinsip fundamental keadilan adalah pengakuan bahwa semua manusia memiliki martabat yang sama, dengan hak-hak dan kewajban fundamental yang sama, tanpa dibeda-bedakan atas jenis jenis kelamin, warna kulit, suku, agama, atau status sosialnya dan sebagainya. 66 Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam negara yang berdasarkan hukum mewajibkan semua tindakan negara dan pemerintah senantiasa didasarkan pada asas-asas dan aturan hukum tertentu baik yang tertulis mauupun tak tertulis. Oleh karena itu, makna inti dari prinsip ini adalah bahwa semua tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, termasuk seluruh tindakan yang dilakukan oleh pejabat publik. 67 Hadirnya Densus 88 di negeri ini tidak lah begitu saja tercipta, melalui peristiwa Bom Bali I yang menjadi tonggak awal lahirnya Densus 88 di Indonesia. Walaupun telah terbentuknya Densus 88 hal ini tidak mematikan pergerakan terorisme di Indonesia. Bahkan kasus rentetan terorisme di Indonesia cenderung meningkat. Dalam melaksanakan tugasnya maka tidak jarang terjadi baku tembak antara Densus 88 dan terduga terorisme yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dari pihak terduga terorisme. Hal ini lah yang memicu pro dan kontra 65 Sukron Kamil dkk, Syariah Islam dan HAM Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan, dan Non-Muslim, Jakarta: CSRC, 2007, hal.2 66 A. Gunawan Setiardja, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta: Kanisius, 1993, hal.73 67 Mardenis, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2011, Hal.204