Kasus Penanganan Teroris Oleh Densus 88

38 Pada bulan agustus 2009 Densus 88 berhasil menembak Ibrahim di Temanggung, Ibrahim diduga sebagai aktor terkait pengeboman di hotel, JW Marriott dan Ritz Carlton yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2009. Semula polisi menduga yang terdapat di dalam rumah tersebut adalah Noordin M. Top namun, setelah polisi berhasil menyergap rumah tersebut dan membombardir hingga belasan jam serta menurunkan enam kompi prajurit, akhirnya polisi hanya menemukan satu orang terduga terkait bom JW Marriott dan Ritz Carlton di dalam rumah tersebut yang bernama Ibrahim. Densus 88 baru berhasil melumpuhkan Noordin M. Top pada bulan oktober 2009 di Solo. Selasa 31 Desember 2014 Densus 88 kembali berhasil melumpuhkan beberapa orang terduga teroris di Kampung Sawah, Ciputat. Densus 88 menyergap sebuah rumah kontrakan yang diduga para pelaku terduaga teroris jaringan Abu Roban. Menjelang pergantian tahun baru pada pukul 17:30 polisi berpakaian preman mengevakuasi masyarakat untuk tidak mendekati daerah yang akan dilakukan penyergapan. Baru lah pada pukul 18:00 WIB dua orang ditembak ketika hendak melarikan diri. Namun satu orang yang diduga tersebut bukanlah jaringan teroris dan yang satu lagi ditembak mati oleh polisi yaitu bernama Dayat. Setelah itu Densus 88 bergegas menyergap sebuah rumah kontrakan yang diduga sebagai sarang teroris. Suara tembakan pertama kali terdengar pada pukul 19:00 WIB, Densus 88 dan terduga teroris saling baku tembak di malam pergantian tahun baru itu yang berlangsung hingga pukul 06:00 WIB. Baru lah Densus 88 masuk kedalam rumah tersebut 39 dan menemukan lima orang yang tewas tertembak dalam penyergapannya Densus 88 menemukan 6 senjata api, 6 bom rakitan, uang sejumlah 200 juta, 6 kendaraan bermotor, dan sejumlah dokumen. Para terduga diduga kuat terlibat dalam penembakan anggota polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan dan pengeboman di Vihara Ekayana, Jakarta. 38 Tidak hanya keberhasilan Densus 88 menembak mati seorang terduga teroris, beberapa kali pun Densus 88 pernah melakukan salah tangkap terhadap terduga teroris seperti yang pernah dialami Iwan, kejadian terjadi pada 1 Agustus 2013, bermula dari pencarian Densus 88 terhadap pelaku penembakan dua anggota polisi di Pondok Aren Tangsel. Densus 88 mencari pemilik motor dengan nomor polisi D 6632 WD yang katanya digunakan oleh penembak untuk melakukan aksinya kemudian, penulusuran polisi mengarah kepada anggota FPI DPC Kawalu Tasikmalaya Jabar bernama Iwan Priyadi yang selanjutnya, Iwan ditangkap. Padahal faktanya Iwan memiliki motor yang bernopol D 6630 WD dan sepeda motor itupun sudah dijual oleh Iwan kepada orang lain. 39 Kesalahan Densus 88 dalam menangkap serta menggunakan kekerasan terhadap terduga teroris pun pernah dialami oleh Kadir warga Kampung Banyuharjo Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Solo, ia mengaku ditangkap oleh tim Densus 88 yang kemudian disekap, pahanya dicubit pakai 38 http:nasional.kompas.comread201401011445421Ini.Kronologi.Penyergapan.Terd uga.Teroris.di.Ciputat di akses 2 Desember 2014 39 http:www.arrahmah.comnews20130819densus-88-salah-tangkap-kali-menimpa-iwan- tasikmalaya.html diakses 14 april 2015 40 tang, dan dicambuk punggungnya hingga memar. Kejadian itu bermula ketika Kadir hendak melaksanakan shalat Jumat di Masjid At Taqwa tak jauh dari rumahnya. Namun sebelum sampai masjid, tepat di Gedung Pancasila Jalan RE Martadinata ia ditangkap secara paksa oleh dua orang yang menggunakan pakaian serba hitam layaknya Densus 88 dan dibawa ke dalam mobil serta wajahnya ditutup rapat. Dia dipaksa untuk mengaku terlibat dalam pengeboman di Poso. Namun, Kadir tetap tidak mengetahui hal tersebut. Setelah ditangkap dan di siksa dengan kondisi wajahnya ditutup dan Kadir tetap tidak mengakuinnya karena memang tidak tahu menahu, barulah Densus 88 melepasnya pada pukul 16:00 di Jalan Juanda. 40 40 http:www.tribunnews.comregional20140516diduga-korban-salah-tangkap-densus- 88-warga-jebres-solo-sekap-dan-disiksa di akses April 2014 41

BAB IV KEBIJAKAN PENANGANAN TERORISME OLEH DENSUS 88 DI

INDONESIA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYASAH DAN HAM

A. Kebijakan Pemerintah dalam Pemberantasan Terorisme Di Indonesia

Kejahatan terorisme yang bersifat Internasional merupakan kejahatan yang terorganisir, sehingga pemerintah dan bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan, dan bekerja sama memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Kejahatan terorisme merupakan ujian berat bagi masyarakat Indonesia. Jika Indonesia lulus menghadapi ujian maka kepercayaan masyarakat internasional akan pulih. Tetapi jika Indonesia masih menjadi “rumah yang sakit” atau sarang bagi terjadinya kejahatan kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM dengan kategori pemberatan, maka Indonesia yang akan rugi, misalnya gampang dilecehkan dan dikucilkan masyarakat Internasional. Pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia tidak semata-mata merupakan masalah hukum dan penegakan hukum, melainkan juga merupakan masalah sosial, budaya, ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahanan suatu bangsa. Kebijakan, langkah pencegahan pemberantasannya pun harus bertujuan untuk memilihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan Negara, hak asasi korban dan saksi serta hak asasi tersangka atau terdakwa. 42 Pemberantasan tindak pidana terorisme dengan ketiga tujuan tersebut menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi peradaban umat manusia, cinta perdamaian dan mendambakan kesejahteraan serta memiliki komitmen yang kuat untuk tetap menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat ditengah-tengah gelombang pasang surut perdamaian dan keamanan dunia. 41 Kebijakan nasional di Indonesia dalam penanggulangan terorisme saat ini dalam proses penyidikannya dimotori oleh aparat Densus 88 Anti Teror POLRI. Disebabkan detasemen khusus dan elit milik POLRI ini baik pembentukan begitu juga pengembangannya Peralatan, pelatihan, doktrin dan finansial lainnya hampir kesemuanya berasal dari AS dan Australia, maka tidaklah mengherankan jika sepak terjang Densus 88 ini di lapangan juga mengikuti kecenderungan sebagaimana kecenderungan pandangan AS dalam memberantas terorisme. 42 Indonesia pasca peledakan Bom Bali I dan beberapa tempat lain di tanah air telah mengambil beberapa langkah, sebagai berikut: 1. Aksi teror bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, mendorong pemerintahan Indonesia menyatakan perang melawan terorisme dan mengambil langkah-langkah pemberantasan serius dengan dikeluarkannya Perpu Nomor 12002, Perpu Nomor 22002 dan Inpres Nomor 42002 41 Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum, Bandung: Pt. Rafika Aditama, 2004, Hal. 14 42 Mardenis, Pemberantasan Terorisme Politik Internasional dan Politik Hukum Nasional Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2011, Hal.82