34
4.3. Gambaran Klinis Pasien
Tabel 4.12. Gambaran Klinis pada Pasien DBD Anak di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Keluhan Sirivichayakul
25
, n=157
Peneliti, n=41 Demam
Tidak ada data 41 100,0
Mual 127 80,9
34 82,9 Muntah
25 61,0 Anoreksia
127 80,9 31 75,6
Malaise Tidak ada data
24 58,5 Sakit kepala
132 84,1 7 17,7
Nyeri perut 84 53,5
11 26,8 Epistaksis
28 17,8 6 14,6
Perdarahan gusi 6 3,8
1 2,4 Perdarahan saluran cerna
2 1,3 1 2,4
Mialgia 86 54,8
4 9,8 Athralgia
23 14,6 2 4,9
Sakit tenggorok Tidak ada data
2 4,9 : manifestasi perdarahan yang signifikan
:jumlah keluhan mual dan muntah diakumulasikan. : jumlah pasien yang mengeluhkan hematemesis dan melena.
Pada pasien anak, keluhan demam timbul pada seluruh pasien 100, keluhan mual muncul pada 34 pasien 82,9 dan keluhan muntah pada 25 pasien
61, dari penelitian serupa yang dilakukan Sirivichayakul di Thailand didapatkan keluhan mual dan muntah pada pasien demam dengue dan demam
berdarah dengue sebanyak 80,9 kasus.
25
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan keluhan mual yang muncul pada pasien anak di RSUD Cengkareng.
Keluhan anoreksia muncul pada 31 pasien 75,6, bila dibandingkan dengan penelitian Sirivichayakul di Thailand, pada pasien demam dengue dan
demam berdarah dengue anoreksia muncul pada 80,9 kasus.
25
Angka ini tidak berbeda cukup jauh dengan persentase keluhan anoreksia pada pasien di RSUD
Cengkareng yakni 75,6 Untuk keluhan sakit kepala pada pasien anak hanya 17,7 yang
mengeluhkannya, di penelitian lainnya, sebanyak 84,1 pasien anak mengeluhkan sakit kepala.
25
Dalam penelitian di RSUD Cengkareng, peneliti melihat keluhan pasien dengan mencari dari seluruh rekam medis, mulai sejak pasien masuk rumah sakit
35
baik melalui poli umum, IGD, maupun dirujuk dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya hingga pasien keluar dari RSUD Cengkareng. Dalam mencari keluhan
pasien, peneliti harus mencari keseluruh halaman rekam medis pasien, walaupun ada formulir yang berisi daftar keluhan pasien yang memungkinkan untuk
memudahkan pencarian data khusunya mengenai keluhan pasien, namun hampir semua formulir tersebut hanya diisi seadanya. Oleh karena itu, peneliti mencari
keluhan yang dikeluhkan pasien dalam rekam medis di bagian catatan keperawatan dikarenakan isinya yang cukup lengkap. Akan tetapi, dikarenakan
waktu melihat dan menyalin rekam medis yang terbatas peneliti berusaha meminimalkan penggunaan waktu dalam pencarian dan pencatatan rekam medis,
hal ini menjadi kekurangan dalam penelitian ini yang memungkinkan terlewatnya keluhan pasien sehingga tidak teridentifikasi oleh peneliti.
Tabel 4.13. Gambaran Klinis Pada Pasien DBD Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Keluhan Jien-Wei Liu
20
, n=100 Peneliti, n=26
Demam 96 96
26 100,0 Mual
36 36 24 92,3
Muntah 13 50,0
Anoreksia Tidak ada data
18 69,2 Malaise
Tidak ada data 14 53,8
Sakit kepala Tidak ada data
7 26,9 Nyeri perut
40 40 4 15,4
Epistaksis Tidak ada data
1 3,8 Perdarahan gusi
26 26 2 7,7
Perdarahan saluran cerna 20 20
1 3,8 Mialgia
15 15 1 3,8
Athralgia 10 10
1 3,8 Sakit tenggorok
Tidak ada data 0 0,0
: keluhan mual dan muntah diakumulasikan.
Pada pasien dewasa, keluhan demam juga muncul pada 100 kasus, hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Taiwan 2013 yakni 96 dari 100 sampel
96 memiliki keluhan demam. Keluhan mual timbul pada 24 pasien 92,3 dan keluhan muntah timbul pada 13 pasien 50, bila dibandingkan dengan
penelitian di Taiwan mual dan muntah hanya timbul pada 36 pasien. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel dewasa yang diambil di RSUD Cengkareng
hanya 26 pasien sehingga tidak dapat mewakili untuk menggambarkan keseluruhan pasien dewasa di RSUD Cengkareng pada Tahun 2014. Selain itu,
36
mungkin juga dikarenakan keluhan mual yang bersifat subjektif, sehingga hasilnya sangat dipengaruhi oleh masing-masing pasien.
Keluhan lainnya yang banyak muncul pada dewasa adalah anoreksia dan malaise yang masing-masing muncul pada 69,2 dan 53,8. Sementara itu,
keluhan perdarahan gusi dan perdarahan saluran cerna pada dewasa masing- masing hanya muncul pada 7,7 dan 3,8 pasien, sedangkan data dari penelitian
lain menggambarkan perdarahan gusi muncul pada 26 dan 20 pasien.
20
Tabel 4.14. Interpretasi Hasil Laboratorium pada Pasien DBD Anak di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Variabel Keterangan
Frekuensi, n=41 Hitung trombosit
x10
9
L 100
18 39,0 ≤100
23 61,0 Kadar hematokrit
≤36 9 22,0
36 32 88,0
SGOT ≤30
1 2,4 30
9 24,0 Tidak dilakukan
pemeriksaan 31 75,6
SGPT ≤35
7 17,1 35
3 7,3 Tidak dilakukan
pemeriksaan 31 75,6
IgG Positif
3 7,3 Negatif
1 2,4 Tidak dilakukan
pemeriksaan 37 90,2
IgM Positif
0 0,0 Negatif
4 9,8 Tidak dilakukan
pemeriksaan 37 90,2
Peneliti membagi klasifikasi hitung trombosit menjadi lebih dari 100x10
3
selmm
3
dan ≤100x10
3
selmm
3,
didapatkan 18 pasien 39 anak yang memiliki hitung trombosit di atas 100x10
3
selmm
3
, sedangkan pasien anak yang memiliki kadar trombosit kurang dari sama dengan 100x10
3
selmm
3
sebanyak 23 pasien 61.
Sedangkan untuk variabel kadar hematokrit, peneliti membaginya menjadi kelompok pasien yang kurang dari sama dengan 36 yang terdapat 9 pasien
22 serta kelompok pasien yang hematokritnya lebih dari 36 yaitu sebanyak 32 orang 88.
37
Untuk hasil dari pemeriksaan SGOT, peneliti membaginya menjadi kelompok pasien yang memiliki hasil SGOT kurang dari sama dengan 30 dan
lebih dari 30. Untuk kelompok pasien yang memiliki SGOT kurang dari sama dengan 30, terdapat 1 pasien 2,4 dan untuk pasien yang memiliki SGOT lebih
dari 30, terdapat 9 pasien 24. Untuk variabel lainnya, yaitu SGPT, peneliti membaginya menjadi kelompok pasien yang memilikiyang memiliki hasil SGPT
kurang dari sama dengan 35 dan kelompok lebih dari 35. Dan sebanyak 31 pasien 75,6 lainnya tidak dilakukan pemeriksaan SGOT. Untuk kelompok kurang
dari sama dengan 35 terdapat 7 pasien 17,1 dan kelomopok pasien lebih dari 35 terdapat 3 pasien 7,3. Sementara 31 pasien 75,6 lainnya tidak dilakukan
pemeriksaan SGPT. Selain itu, terdapat pemeriksaan antibodi IgG dan IgM, pemeriksaan ini
hanya dilakukan pada 4 pasien 9,8, 37 pasien lainnya tidak dilakukan pemeriksaan ini. Dari 4 pasien 9,8 yang dilakukan pemeriksaan antibodi IgG
dan IgM, sebanyak 3 pasien 7,3 memiliki hasil IgG positif dan 1 pasien 2,4 memiliki hasil IgG negatif. Untuk Antibodi IgM, 4 pasien 9,8 yang diperiksa
memiliki hasil negatif seluruhnya.
Tabel 4.15. Gambaran Hasil Laboratorium pada Pasien DBD Dewasa di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Variabel Laboratorium Keterangan
20
Frekuensi, n=26 Peningkatan hematokrit
≥5-10 22 84,6
≥20 10 38,5
Hitung leukosit Leukopenia
16 61,5 Hitung trombosit
150 x10
3
selmm
3
26 100 100x x10
3
selmm
3
8 30,8 SGOT
40 2 7,7
40 18 69,2
Tidak ada data 6 23,1
SGPT 40
4 15,4 40
16 61,5 Tidak ada data
6 23,1 IgM
Positif 0 0,0
Negatif 1 3,85
Tidak dilakukan pemeriksaan 25 96,15
IgG Positif
1 3,85 Negatif
0 0,0 Tidak dilakukan pemeriksaan
25 96,15 : Leukopenia didefinisikan sebagai hitung leukosit 5.000 selmm
3
.
38
Dari hasil pemeriksaan hematokrit,
peneliti menilai peningkatan
hematokrit yang terjadi, dan berdasarkan sumber yang ada, pemeriksa membagi kelas pasien menjadi kelas pertama dengan peningkatan hematokrit lebih dari
sama dengan
5 hingga 10 dan kelas kedua lebih dari sama dengan 20. Pada kelas pertama, terdapat 22 pasien 84,6. Akan tetapi tidak seluruhnya kelas pertama
memasuki kelas kedua, di kelas kedua hanya terdapat 10 pasien 38,5. Sementara berdasarkan hasil hitung leukosit, peneliti mengidentifikasi seberapa
banyak pasien yang mengalami leukopenia, dan didapatkan 16 pasien 61,5. Peneliti juga mengelompokkan pasien berdasarkan penurunan hitung trombositnya, peneliti
membagi pasien menjadi dua kelompok, kelompok pertama pasien dengan hitung trombosit kurang dari 150
x10
3
selmm
3
dan kelompok kedua pasien dengan hitung trombosit kurang dari 100
x10
3
selmm
3
. Seluruh pasien masuk ke dalam kelompok pertama, sementara pasien yang masuk ke dalam kelompok kedua hanya sebanyak 8
pasien 30,8. Untuk SGOT dan SGPT, sebanyak 20 pasien 76,9 dilakukan pemeriksaan dan
6 pasien 23,1 lainnya tidak dilakukan pemeriksaan. Untuk SGOT peneliti membagi menjadi kelompok pasien yang memiliki hasil SGOT kurang dari 40, yaitu sebanyak 2
pasien 7,7 dan kelompok pasien dengan hasil lebih dari 40, yaitu sebanyak 18 pasien 69,2. Untuk hasil SGPT, peneliti membagi menjadi dua kelompok pasien, kelompok
pertama adalah kelompok pasien yang memiliki nilai SGPT kurang dari 40, yaitu terdapat 4 pasien 15,4. Kelompok kedua adalah kelompok pasien dengan nilai SGPT lebih dari
40, yaitu terdapat 16 pasien 61,5. Pada pemeriksaan antibodi IgG dan IgM hanya 1 pasien 3,85 yang dilakukan
pemeriksaan, dan hasilnya adalah IgG positif dan IgM negatif.
39
Tabel 4.16. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang yang Dilakukan pada Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014
Jenis Pemeriksaan Jumlah pasien yang
dilakukan pemeriksaan n=67 Eritrosit
16 Hitung jenis leukosit
27 MCV, MCH, dan MCHC
18 Ureum dan kreatinin
17 Widal
31 NS1
1 Elektrolit darah Na, K, Cl
14 Gula Darah Sewaktu
11 Kultur darah
1
Dari 67 pasien, pasien yang dilakukan penghitungan eritrosit sebanyak 16 pasien, pasien yang dilakukan dilakukan penghitungan jenis leukosit sebanyak 27
pasien, sementara pasien yang dilakukan penghitungan MCV, MCH, dan MCHC sebanyak 18 pasien. Pemeriksaan tambahan lain yang dilakukan pada beberapa
pasien adalah pemeriksaan ureum dan kreatinin, sebanyak 17 pasien dilakukan pemeriksaan ini. Untuk menegakkan diagnosis DBD dan menyingkirkan diagnosis
bandingnya yaitu demam tifoid, sebanyak 31 pasien dilakukan pemeriksaan Widal. Selain itu, untuk mendeteksi antigen NS1 Virus Dengue, hanya 1 pasien
yang dilakukan pemeriksaan NS1. Selain pemeriksaan di atas, 14 pasien dilakukan pemeriksaan elektrolit darah, yakni natrium, kalium, dan klorida.
Terdapat 1 pasien yang dilakukan kultur pada sampel darahnya.
40
Tabel 4.17. Sebaran Pasien DBD di RSUD Cengkareng Tahun 2014 Berdasarkan Diagnosis
Diagnosis Frekuensi n=67
Persentase DHF
48 71,5
DHF Grade I 2
3,0 DHF Grade II
5 7,5
DHF Grade III 3
4,5 DHF dengan Demam Tifoid
4 6,0
DHF Grade II dengan Demam Tifoid
1 1,5
DHF Grade II dengan Pneumonia 1
1,5 DHF dengan Infeksi Sekunder
1 1,5
Trombositopenia suspect DHF Grade II
1 1,5
Dengue Shock Syndrome DSS 1
1,5
Berdasarkan tabel 4.17 di atas, kita dapat melihat diagnosis dokter pada 67 pasien. Diagnosis yang paling banyak ditegakkan adalah DHF, atau dalam Bahasa
Indonesia adalah DBD, yaitu ditegakkan pada 48 pasien, atau setara dengan 71,5 pasien. Diagnosis ini seharusnya bisa lebih diperinci kembali berdasarkan
tingkat keparahannya, sesuai dengan klasifikasi WHO dalam panduan tatalaksana yang diterbitkan tahun 2011.
4
Bila diperinci kembali, tingkat keparahan DBD bisa dibagi menjadi tingkat I hingga IV. Ada diagnosis yang tertulis secara rinci, yaitu
diagnosis DHFDBD tingkat I, II, dan III. Untuk DBD tingkat I ditegakkan pada 2 pasien, atau 3, tingkat II pada 5 pasien, atau 7,5, dan tingkat III pada 3 pasien
4,5. Selain itu juga terdapat diagnosis dengue shock syndrome DSS pada 1 pasien 1,5, dalam panduan tatalaksana WHO, yang termasuk ke dalam
diagnosis DSS adalah DBD tingkat III dan IV. Selain itu juga teradapat pasien yang terdiagnosis memiliki penyakit
penyerta, yaitu DBD dengan demam tifoid dan DBD tingkat II dengan demam tifoid masing-masing pada 4 pasien 6 dan 1 pasien 1,5. Diagnosis engan
penyakit penyerta lainnya juga yaitu DBD tingkat II dengan pneumonia pada 1 pasien 1,5 dan DBD dengan infeksi sekunder pada 1 pasien 1,5. Selain itu,
terdapat diagnosis berupa trombositopenia suspect DBD tingkat II.
41
4.4. Karakteristik Penatalaksanaan Pasien