PENDAHULUAN Pendekatan sosial dan psikologi untuk menanamkan nilai-nilai moral pada remaja dalam keluarga

4 dilakukan karena sopir Kopaja dengan berani membelokan kendaraannya kedalam kantor polisi. Tidak hanya membajak, mereka mempersenjatai diri dengan berbagai senjata yang mampu melukai dan melumpuhkan pelajar sekolah lain, misalnya sabuk gir motor. 6 Entah apa yang ada di benak para pelajar SMA Negeri 46 Jakarta yang telah diamankan di Mapolsek Metro Kebayoran Baru ini. Waktu jam pelajaran yang harusnya berada di kelas, mereka manfaatkan justru untuk menyerang pelajar sekolah lain. Yang lebih parah lagi, penyerangan dilakukan dengan membajak sebuah bus Kopaja yang sedang beroperasi. Kenyataan lain yang juga menunjukkan adanya indikator kemerosotan moral yaitu banyaknya terjadi kasus peredaran narkoba dan kasus pelecehan seksual yang dilakukan juga oleh pelajar sekolah. Dalam hal ini, terjadinya pelaku pengedar dan pemakai narkoba di antaranya adalah kalangan pelajar, sementara pelecehan seksual juga terjadi di kalangan remaja, hal ini sebagai akibat dari pergaulan bebas. Di Indonesia pada tahun 1980-an hanya terdapat 80.000 sampai 130.000 kasus penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya NAPZA, namun pada tahun 2008 telah meningkat menjadi sekitar 5 juta kasus penyalahgunaan napza. Pemerintah melihat semakin berbahayanya persoalan napza ini. Hal ini dikemudian hari mendorong lembaga- lembaga swadaya masyarakat untuk ikut terlibat dalam menanggulangi masalah napza ini seperti Granat, kelompok No-Drugs, dan Lain-lain. Kelompok yang menjadi sasaran Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya NAPZA adalah generasi muda yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa. Apa jadinya jika generasi muda tidak sibuk untuk meraih prestasi tertinggi, tetapi malah asik dalam penyalahgunaan napza. 7 Siti Alfiasih, Kasubdit Masyarakat BNN mengatakan “saat ini tahun 2013 diperkirakan 4 juta orang yang menjadi penyalahguna narkoba di Indonesia. 6 Dedi Irawan. PATROLI, Aksi Tawuran Pelajar: 40 Pelajar Bajak Kopaja Untuk Tawuran, diakses pada tanggal 20 Maret 2014, http:www.indosiar.compatroli40-pelajar- bajak-kopaja-untuk-tawuran_111160.html 7 Humanitas, Indonesian Psychological Journal, Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 2008,Vol. 5 No.1 h. 68 5 Pada tahun 2015, diproyeksikan angka ini akan meningkat sampai sekitar 5,1 juta orang. Bila tanpa ada kemampuan masyarakat untuk menolak, katanya, maka angka ini akan terlampaui dan menimbulkan dampak buruk yang lebih besar bagi Indonesia ”. 8 Kemudian berdasarkan beberapa data mengenai pergaulan bebas di kalangan remaja, di antaranya dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI menyatakan sebanyak 32 persen remaja usia 14 hingga 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Hasil survei lain juga menyatakan, satu dari empat remaja Indonesia melakukan hubungan seksual pranikah dan membuktikan 62,7 persen remaja kehilangan keperawanannya saat masih duduk di bangku SMP, dan bahkan 21,2 persen di antaranya berbuat ekstrim, yakni pernah melakukan aborsi. Bagi mereka aborsi dilakukan sebagai jalan keluar akibat dari perilaku seks bebas. 9 Pergaulan seks bebas di kalangan remaja Indonesia saat ini sungguh sangat ironis dan memprihatinkan. Begitulah dalam kehidupan sekarang ini, generasi muda banyak berbuat sesuatu diluar pemikiran akal sehatnya karena tidak dilandasi iman yang kuat. Kasus peredaran narkoba melibatkan para remaja juga pelajar, demikian pula kasus tawuran antar pelajar tadi, penyimpangan yang dilakukan generasi muda tidak lepas dari pengaruh perkembangan kehidupan kejiwaannya yang sedang mengalami kegoncangan akibat perubahan atau berada pada masa transisi, baik dari segi jasmani maupun rohaninya yang berjalan begitu cepat. Kegoncangan pada jiwa tersebut menimbulkan berbagai keresahan yang menyebabkan labilnya pikiran, perasaan, dan kemauan begitu juga keyakinan terhadap Tuhan berubah- ubah sesuai dengan kondisi emosinya yang tidak stabil. Sebenarnya yang lebih berbahaya justru yang timbul pada diri dari masing- masing setiap orang itu sendiri. 10 8 M Satibi, BNN Perkirakan 2015 Jumlah Pengguna Narkotika Capai 5,1 juta, diakses pada tanggal 20 Maret 2014, http:id.scribd.comdoc151518762BNN-Perkirakan-2015-Jumlah- Pengguna-Narkotika-Capai-5 9 Puspitawati Herien, Seks Bebas di Kalangan Remaja Pelajar dan Mahasiswa, Penyimpangan, Kenakalan, atau Gaya Hidup?? ,diakses pada tanggal 02 Feb 2014, http:sule- gratis.blogspot.com201301seks-bebas-di-kalangan-remaja-pelajar.html 10 Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Aksara Baru,1982, cet. 3, h. 237 6 Memperhatikan kasus-kasus tersebut di atas, jelas bahwa penanaman moral pada remaja tidak secara tiba-tiba ditanamkan di lingkungan sekolah institut formal, tetapi jauh dari sebelumnya sudah harus ada penanaman nilai- nilai moral untuk bekal remaja pada lingkungan keluarga institut informal. Untuk itu para pendidik khususnya para orang tua, perlu menguasai beberapa pendekatan dalam penanaman moral, baik secara persuasif mau pun normatif berdasarkan nilai-nilai agama Islam, melalui interaksi yang efektif, antara lain melalui pendekatan sosial dan pendekatan psikologi. Maka skripsi ini dimaksudkan untuk menjadi rambu-rambu teoritik penanaman nilai-nilai moral pada remaja dalam keluarga. Lebih jelasnya dengan skripsi yang berjudul: “PENDEKATAN SOSIAL DAN PSIKOLOGI UNTUK MENANAMKAN NILAI- NILAI MORAL PADA REMAJA DALAM KELUARGA” B. Identifikasi Masalah Seperti yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Masuknya budaya asing yang negatif, dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian remaja, terutama di kalangan mereka yang tidak dibekali dengan nilai-nilai moral agama yang kuat sebagai filter. 2. Kurangnya kepekaan orangtua terhadap emosi anak remaja, yang mana di usia remaja mereka harus mendapatkan perhatian khusus dan arahan dalam membentuk kepribadian yang baik. 3. Banyaknya kasus-kasus pelanggaran nilai-nilai moral dan sosial yang terjadi pada usia remaja di Indonesia karena orang tua kurang memperhatikan pendidikan agama Islam untuk anak remaja. 4. Terjadinya komunikasi yang kurang baik antara orangtua dan anak, mengakibatkan kurangnya pendekatan persuasif dan interaksi yang baik. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas yang menggambarkan luasnya persoalan moral remaja, penulis memberikan batasan masalah pada: 1. Nilai-nilai moral yang penting ditanamkan kepada anak khususnya usia remaja dalam keluarga yaitu meliputi: 7 a. Jujur b. Disiplin c. Percaya Diri d. Peduli e. Mandiri Kemudian yang dimaksud nilai moral di sini adalah tidak hanya yang dipandang oleh masyarakat, tetapi juga yang terkandung dalam ajaran Agama Islam seperti Al- Qur’an dan Hadis. 2. Analisis terhadap penanaman nilai-nilai moral di atas, yaitu ditinjau dari pendekatan sosial dan psikologi. a. Pendekatan sosial yang dimaksud adalah ditekankan pada interaksi dalam keluarga antara orangtua dan anak remaja, baik berupa penciptaan kondisi dalam keluarga, sehingga terjadinya proses imitasi, sugesti hingga identifikasi pada anak remaja. Ini akan dikembangkan melalui teori interaksi sosial. b. Pendekatan psikologi yang dimaksud adalah ditekankan pada persiapan mental remaja, dengan membina kondisi mentalnya melalui pembinaan secara rasional, pengendalian perilaku moral behavior dan pembentukkan kata hati, dalam membentuk sikapperilaku, sehingga terlahirlah kepribadian. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, supaya tidak terjadi perbedaan interpretasi dan pemahaman, maka masalah ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai moral apa saja yang penting ditanamkan pada anak dalam keluarga khususnya pada usia remaja? 2. Bagaimanakah cara menanamkan nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga khususnya di usia remaja? 3. Bagaimana implementasi pendekatan sosial dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga khususnya di usia remaja? 4. Bagaimana implementasi pendekatan Psikologi dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak dalam keluarga khususnya pada di usia remaja? 8 D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui nilai-nilai moral apa saja yang penting dan perlu ditanamkan kepada anak khususnya pada usia remaja dalam keluarga. 2. Untuk mengetahui pendekatan dalam penanaman nilai-nilai moral pada anak khususnya untuk usia remaja. 3. Untuk mengetahui penerapan dari pendekatan yang dipakai dalam menanamkan nilai-nilai moral pada anak khususnya untuk usia remaja. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua hal, yakni secara teoritis dan secara praktis. 1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dikalangan akademis khususnya Ilmu Pendidikan Agama Islam untuk mengungkap kompleksitas terkait berbagai permasalahan perilaku menyimpang bermasyarakat pada remaja. Teoritis. 2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berharga bagi masyarakat umum terutama untuk para orangtua keluarga agar lebih memperhatikan keadaan serta perkembangan anak dengan memasukkan hal- hal yang bersifat positif untuk menjadi faktor terpenting dalam membantu memberikan arahan yang baik untuk remaja. Praktis. 3. Sebagai bahan untuk menentukan pendekatan yang tepat dalam memberikan contoh yang baik untuk remaja. Praktis. 4. Sebagai bahan bagi penelitian lanjutan. Teoritis. 9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Nilai Moral Dalam Islam

1. Pengertian Nilai Moral

“Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun perilaku. ” 11 Mohammad Noor Syam menyatakan dalam bukunya yang berjudul Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, bahwa “nilai adalah suatu penetapan atau kualitas suatu objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. ” 12 “Nilai merupakan implikasi hubungan yang diadakan manusia yang sedang memberi nilai antara satu benda dengan satu ukuran. Nilai merupakan realitas abstrak. Nilai dirasakan dalam diri masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi penting dalam kehidupan, sampai pada suatu tingkat, dimana sementara orang-orang lebih siap untuk mengorbankan hidup mereka dari pada mengorbankan nilai.” 13 Menurut Muhammad Djunaidi Ghony dalam bukunya “Nilai Pendidikan”, menyimpulkan bahwa nilai itu mempunyai 4 macam arti, antara lain: a. Bernilai, artinya berguna b. Merupakan nilai, artinya baik, benar atau indah c. Mengandung nilai, artinya merupakan objek atau keinginan atau sifat yang menimbulkan sikap setuju serta suatu predikat d. Memberi nilai, artinya memutuskan bahwa sesuatu itu diinginkan atau menunjukkan nilai. 14 11 Zakiah Darajat, Ahmad Sajali, dkk, Dasar-dasar Agama Islam Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Bulan Bintang, 1996, cet. 10, h. 260 12 Mohammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1988, h. 133 13 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, h. 114- 115 14 Muhammad Djunaidi Ghony, Nilai Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982, h. 9-12 10 Definisi nilai menurut M. Ali dan M. Asrori “nilai diartikan sebagai suatu tatanan yang dijadikan panduan oleh individu untuk menimbang dan memilih alternatif keputusan dalam situasi sosial tertentu ”. 15 Dalam perspektif ini, kepribadian manusia terbentuk dan berakar pada tatanan nilai-nilai dan kesejarahan. Dari beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan diyakini kebenarannya serta mendorong orang untuk mewujudkannya bagi kehidupan manusia sebagai acuan tingkah laku. Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika. Etika juga sering disebut dengan filsafat nilai yang mengkaji nilai-nilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Perilaku Moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya “Perkembangan Anak”, “Moral berasal dari kata Latin mores, yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral, peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok ”. 16 Sedangkan menurut Moh. Toriquddin, “moral berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan ”. 17 Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. 18 Maksudnya adalah nilai dan norma moral yang bersumber dari adat istiadat dan budaya bermasyarakat. Misalnya perbuatan seseorang dikatakan tidak bermoral, maksudnya bahwa perbuatan orang itu dianggap melanggar nilai-nilai dan norma- norma etis yang berlaku dalam masyarakat. 15 Mohamad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja “Perkembangan Peserta didik”, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cet. 7, h. 134 16 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 1978, Jilid 2 Edisi ke- 6, h. 74 17 Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf “Membumikan Tasawuf dalam Dunia modern”, Malang: UIN-Malang Press, 2008, cet. 1, h. 11 18 Ibid., h. 12 11 Dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang memuat ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan, perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Secara umum moral itu berasal dari adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Masalah moral itu sendiri adalah suatu masalah yang menjadi perhatian orang di mana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju, maupun dalam masyarakat yang masih terbelakang. Karena kerusakan moral seseorang mengganggu ketenteraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang rusak moralnya, maka akan goncanglah keadaan masyarakat itu. Secara dinamis, nilai moral dipelajari dari produk sosial dan secara perlahan diinternalisasikan oleh individu serta diterima sebagai milik bersama dengan kelompoknya. Jadi nilai moral merupakan sesuatu yang memungkinkan individu atau kelompok sosial membuat keputusan mengenai apa yang dibutuhkan atau sebagai suatu yang ingin dicapai. Nilai moral dalam Islam disebut akhlak. “Akhlak ialah bentuk jamak dari khuluk khuluqun yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan asas-asas akhlak moral ”. 19 Jadi khuluk merupakan gambaran sifat batin manusia, kondisi mental yang mendorong perbuatan dengan mudah, tanpa pemikiran dan alasan-alasan, dalam artian adalah spontanitas. “Akhlak adalah keadaan jiwa yang menyebabkan munculnya perbuatan- perbuatan tanpa pertimbangan yang mendalam”. 20 Pada dasarnya akhlak merupakan tingkah laku dan gerak-gerik seseorang yang sering dilakukan. Misalnya, tingkah laku dan gerak-gerik seseorang ketika bertemu dengan orangtuanya, orang yang lebih tua, temannya baik laki-laki ataupun perempuan, saudaranya, Tuhannya, dirinya atau bahkan dengan lingkungannya. Karena, 19 M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al- Qur’an, Jakarta:Amzah, 2007, cet. 1, h. 2-3 20 Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Mitra Fajar Indonesia, 2006, cet 1, h. 55 12 memang objek akhlak itu bukan hanya dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya, akan tetapi juga dalam hubungannya dengan Tuhan, alam sekitar dan dirinya sendiri. Dalam hubungan ini Abudin Nata berpendapat dalam bukunya “akhlak tasawuf ” yaitu: Bahwa Ilmu Akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak. Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlaki, dan tidak dapat dikatakan perbuatan baik atau buruk. Perbuatan manusia yang dilakukan atas dasar kemauannya atau pilihannya seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati dan terkejut ketika tiba-tiba terang sebelum gelap tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa pilihan. 21 Akhlak dapat ditarik kesimpulan sebagai ilmu tata krama, yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila yang bersumber dari nilai- nilai ajaran Islam. Moral akhlak memiliki kaitan erat dengan keimanan aqidah. Bahkan seringkali disebut bahwa akhlak itu buah dari iman, karena orang yang kuat imannya, akan terpelihara perbuatan-perbuatannya dari hal-hal yang keji dan rendah, dan sebaliknya juga orang yang buruk moralnya berbuat keji dan rendah menunjukkan ketidaksempurnaan imannya. Oleh sebab itu nilai-nilai moral dalam Islam adalah nilai-nilai yang bersumber dalam ajaran Islam itu sendiri. Bahkan menurut Islam akhlak merupakan tolak ukur dari nilai keimanan seseorang, semakin baik akhlak seseorang maka semakin sempurna pula imannya. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw: Dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah saw bersabda: orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya akhlaknya”. 22 21 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, cet. 5, h. 6 22 Moh. Toriquddin, op. cit., h. 7