Remaja dan Ciri-ciri Perkembangannya

28 c. Dari masa kegoncangan kedua sampai akhir masa remaja yang disebut masa kematangan. 56 Pendapat para ahli tentang pembagian fase atau rentangan usia adalah beragam, tetapi pada umumnya setiap fase melewati atau melalui proses perkembangan yang sama. Dan pada umumnya fase usia tersebut terdapat pada tiga fase usia yaitu masa kanak, masa remajapuber, dan masa dewasa. Jika berbicara fase perkembangan remaja, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat di mana remaja itu hidup. Yang dapat ditentukan dengan pasti adalah permulaannya yaitu puber pertama atau mulainya perubahan jasmani dari anak menjadi dewasa kira-kira umur akhir 12 atau permulaan 13 tahun. 57 Atau disebut masa remaja pertama yaitu pada usia 13- 16 tahun dan masa remaja terakhir pada usia 17-21 tahun. 2. Ciri-ciri Masa dan Perkembangan Remaja “Perkembangan pribadi manusia menurut psikologi berlangsung sejak terjadinya konsepsi sampai mati yaitu sejak terjadinya sel bapak-ibu konsepsi sampai mati individu senantiasa mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan ”. 58 Perkembangan yang dimaksud adalah merupakan istilah perkembangan secara umum yang diartikan sebagai serangkaian perubahan dalam susunan yang berlangsung secara teratur, progresif, jalin menjalin dan terarah kepada kematangan atau kedewasaan. Masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Alisuf Sabri mengemukakan ada empat ciri perubahan yang bersifat universal selama masa remaja, yaitu: 1 Meningkatnya emosi, intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi; perubahan emosi ini banyak terjadi pada masa awal remaja. 56 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007, cet. 1, h. 75 57 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang, 1977. Cet. 4. h. 109 58 M. Alisuf Sabri, op. cit., h. 10 29 2 Perubahan fisik, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah-masalah baru sehingga selama masa ini si remaja merasa ditimbuni masalah. 3 Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap pentingbernilai pada masa kanak-kanak sekarang tidak lagi. Kalau pada masa kanak-kanak segi kwantitas yang dipentingkan, sekarang segi kwalitas yang diutamakan. 4 Sebagian besar remaja bersikap ambivalensi terhadap setiap perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. 59 Menurut Zakiah Daradjat ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan remaja ditandai dengan: a. Perkembangan Fisik Pada remaja pertumbuhan jasmani menjadi cepat, badannya berubah dari kanak-kanak menjadi dewasa dalam masa empat tahun usia 13-16 tahun. Perubahan tubuhnya tidak serentak dan kadang-kadang tidak seimbang, sehingga keserasian gerak hilang. Tanpa disengaja ia sering jatuh dan menjatuhkan barang yang dipegangnya, seperti piring, gelas, cangkir dan sebagainya. Hidungnya kelihatan besar, karena hidung lebih cepat tumbuh daripada bagian muka yang lainnya. Akibatnya, rupanya kurang cantik atau kurang gagah. 60 Secara lengkap Sarlito menyebutkan urutan perubahan-perubahan fisik tersebut sebagai berikut; Pada anak perempuan: 1 Pertumbuhan tulang-tulang badan menjadi tinggi, anggota-aanggota badan menjadi memanjang, 2 Pertumbuhan payudara, 3 Tumbuh bulu halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan, 4 Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya, 5 Bulu kemaluan menjadi keriting, 6 Haid, 7 Tumbuh bulu-bulu ketiak. Pada anak laki-laki: 1 Pertumbuhan tulang-tulang, 2 Testis buah pelir membesar, 3 Tumbuh bulu kemaluan yang halus, dan berwarna gelap, 4 Awal 59 M. Alisuf Sabri, op.cit., h. 26 60 Zakiah Daradjat, op. cit., h. 87 30 perubahan suara, 5 Ejakulasi keluarnya air mani, 6 Bulu kemaluan menjadi keriting, 7 Pertumbuhan tinggi badan mencapai tingkat maksimal setiap tahunnya, 8 Tumbuh rambut-rambut halus di wajah kumis, jenggot, 9 Tumbuh bulu ketiak, 10 Akhir perubahan suara, 11 Rambut-rambut di wajah bertambah tebal dan gelap, 12 Tumbuh bulu di dada. 61 Semua perubahan jasmani cepat itu, menimbulkan kecemasan pada remaja, sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan emosi, kecemasan dan kekuatiran bahkan kepercayaan kepada agama yang telah bertumbuh pada umur sebelumnya, mungkin pula mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. 62 Menurut Pustika Rucita, B.A., M. Psi. seperti dikutip Tribun Pontianak, Smart Mom, Minggu 29 April 2012, Psikolog dari personal Growth Counseling and Development Center, “proses kembang tumbuh anak usia ini remaja akan menjadi pesat. Pembentukan alat reproduksi mereka juga akan menjadi matang, yang berpengaruh pada kestabilan hormon. Masa remaja sering dianggap sebagai usia labil atau diistilahkan dengan: masa “ombak dan badai”, yang mana anak- anak tengah mencari identitas diri ”. 63 Adanya proses hormonal yang yang terus berkembang itu menurut Pustika, kerap membuat emosi anak-anak menjadi tidak selalu stabil. Terkadang mereka mudah terganggu oleh hal-hal kecil dan cenderung menjadi sensitif. Zakiah Daradjat menambahkan pertumbuhan jasmani pada remaja membawa pula kepada timbulnya dorongan seks, yang memantul dalam tingkah laku dan perhatian terhadap jenis lain dan teman-temannya. kalau dulu waktu umur sekolah dasar, perhatian kepada teman lawan jenis itu kurang, tapi sekarang timbul rasa senang ingin mendekat dan bergaul dengan mereka. Akan tetapi keinginan itu mungkin akan dihalangi oleh perasaan yang goncang, karena ketidakserasian pertumbuhan jasmani. Maka sikapnya pun mundur maju dan kadang-kadang tampak kaku. 64 61 Sarlito W Sarwono, op. cit., h. 62-63 62 Zakiah Daradjat, op. cit.,h. 133 63 Moh Haitami Salim, Pendidikan Agama dalam Keluarga, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013, h. 118 64 Zakiah Daradjat op. cit.,h. 134 31 Perubahan cepat yang kurang menyenangkan itu,bila tidak dipahami oleh remaja, akan menjadi resah dan takut. Jangan-jangan ia akan bertumbuh menjadi manusia yang tidak cantik, tidak tampan dan mempunyai kelainan, begitu kira- kira pendapatnya. Hal ini akan masuk akal, karena remaja mulai menapak menuju dewasa disertai oleh berbagai faktor yang jika tidak difahaminya, akan menyebabkannya cemas, takut dan menggoncangkan jiwanya. Perubahan cepat yang terjadi pada fisik remaja, membawa pula pada sikap dan perhatian terhadap dirinya sendiri yang telah menjadi seperti orang dewasa itu.Ia menuntut agar orang dewasa memperlakukannya tidak lagi seperti kanak- kanak. Di lain pihak ia merasa belum mampu mandiri dan masih memerlukan bantuan orang tua untuk membiayai keperluan hidupnya. Dari penjelasan di penulis berkesimpulan bahwa perkembangan fisik remaja berkembang pesat karena dipengaruhi oleh perubahan hormon, yang berakibat timbulnya dorongan seksual disertai perubahan bagian tubuh antara laki-laki dan perempuan. Bagi perempuan akan mengalami menstruasi dan laki- laki mengalami mimpi basah.

b. Perkembangan Emosi

Keadaan emosi remaja yang goncang sering kali diungkapkan dengan cara yang tajam dan sungguh-sungguh. Kadang-kadang ia mudah meledak dan mudah tersinggung. Padahal ia juga mudah menyinggung perasaan orang tua atau orang lain tanpa disadarinya. Sementara itu ia mengalami perasaan aneh, ia mulai tertarik kepada temannya lawan jenis. Akan tetapi ia malu karena perkembangan tubuhnya kurang menarik. Kadang-kadang perasaannya galau tak menentu. Di satu pihak, emosi yang menggebu-gebu ini memang menyulitkan, terutama untuk orang lain termasuk orang tua dan guru, dalam memahami jiwa si remaja. Namun dipihak lain, bagi Sarlito emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya. Emosi yang tak terkendali itu antara lain disebabkan oleh konflik peran yang sedang dialami remaja. Ia ingin bebas, tetapi ia masih bergantung kepada orang tua. Ia ingin dianggap dewasa, sementara ia masih diperlakukan seperti anak kecil. 32 Menurut Zakiah Daradjat sesungguhnya pengaruh perasaan emosi terhadap agama, jauh lebih besar daripada rasio logika. Banyak orang yang mengerti agama dan agama itu dapat diterima oleh fikirannya, tetapi dalam pelaksanaannya ia sangat lemah, kadang-kadang tidak sanggup mengendalikan dirinya sesuai dengan pengertiannya itu. 65 Remaja yang sedang mengalami perubahan cepat dalam tubuhnya, dimana ia harus mampu pula menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, sangat memerlukan perhatian dan bantuan dari berbagai pihak, baik dari pihak orang tuanya, guru, maupun orang dewasa lainnya. Orang tua yang memahami keadaan anaknya yang sedang berjuang menghadapi dirinya yang berubah cepat dengan kadar yang tidak seimbang itu, akan membantu menenangkan perasaan anaknya yang goncang itu dengan jalan tidak banyak mengkritiknya. Sebaliknya orang tua harus lebih banyak menghargai usahanya dan menyatakan bahwa semua orang melalui gelombang pertumbuhan dan perkembangan seperti itu dalam umur-umur remaja tersebut. 66 Permasalahan diatas yang menyebabkan kegoncangan jiwa, biasanya tidak tampak dari luar secara langsung. Tapi remaja memperlihatkan diri dalam bidang- bidang kehidupan lainnya. Misalnya menjadi pemalas, acuh tak acuh, sakit- sakitan, nakal dan lainnya. Sehingga Peran orang tua untuk membimbing remaja dalam pendidikan agama di harapkan agar remaja tidak salah dalam bergaul, orang tua jangan sampai memungkiri perasaan yang mereka alami atau menanggapinya dengan hukum ketentuan dosa-pahala saja. Akan tetapi perlulah masalah itu ditanggapi dengan cara yang membuat remaja lega, dan dengan memberikan pendidikan-pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai positif moral kepada remaja.

c. Perkembangan Kecerdasan

Masa remaja adalah masa perkembangan kecerdasan yang akan mencapai puncaknya. Pada umur kira-kira 14 tahun mereka telah mengambil kesimpulan abstrak dari kenyataan yang ditemukannya. Pada umur antara 16-18 tahun 65 Zakiah Daradjat, op. cit., h. 94 66 Ibid.,h. 89 33 perkembangan kecerdasan dapat dikatakan selesai. Masa remaja awal merupakan tahap penting yang mempersiapkannya memasuki tahap remaja akhir 17-21 tahun, yang akan menghadapi berbagai masalah yang lebih berat dan menentukan dimasa dewasanya nanti. 67 Secara kognitif anak di usia ini akan lebih mampu berfikir abstrak dan mampu menalarkan penyebab dari suatu permasalahan. Walaupun cara berfikir mereka terkadang masih kekanak-kanakan. Hal ini dapat terlihat dari bagaimana mereka menampilkan tingkah laku dalam keseharian. 68 Pada usia ini seseorang telah mampu mengkritik orang tuanya, guru dan para pemimpin yang menurut penilaian obyektif kurang baik atau tidak bijaksana. Maka suasana demokrasi di dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan akan membantu remaja menjadi orang yang kritis dan berfikiran matang. Masa dimana seseorang bertanggung jawab atas segala perbuatannya. 69 Sepintas lalu peranan orang tua dalam pendidikan agama bagi remaja tidak ada, atau kurang, karena anak telah meninggalkan masa kanak-kanak dengan segala ketergantungannya kepada ibu-bapaknya. Ia telah melangkah menuju umur dewasa yang mandiri dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya kepada Allah Swt. Namun demikian remaja awal 13-16 tahun belum dapat mandiri dalam banyak hal, terutama dalam bidang keuangan dan penghidupan sehari-hari. Dari paparan di atas dapat difahami bahwa perkembangan kecerdasan pada usia remaja belum mencapai sempurna sebelum usia 12 tahun. setelah masuk usia 14 tahun, barulah pemahaman mereka terhadap hal-hal yang abstrak sudah masuk mampu mengambil kesimpulan dari fakta-fakta yang ada.

d. Perkembangan Sosial

Zakiah Daradjat mengatakan perkembangan sosial pada masa remaja semakin meningkat, bahkan kebutuhan akan pengakuan teman lebih diutamakannya daripada perhatian orang tuanya, karena ia sedang mengalami 67 Ibid., h. 90-91 68 Moh Haitami Salim , loc. cit., h. 118 69 Zakiah Daradjat, op. cit., 92 34 proses pertumbuhan dan perkembangan cepat yang sering kali tidak difahaminya. Hubungan remaja dengan orangtuanya kadang-kadang renggang, apabila orangtuanya tidak memahami proses pertumbuhan jasmaninya yang amat cepat itu dan perkembangan kecerdasan yang menyebabkan berubah dari suka menerima menjadi menentang apabila tidak masuk akalnya. Namun demikian remaja memerlukan orang tua sebagai tempat mengeluh, bercerita tentang diri, pengalaman yang tidak dapat difahaminya. 70 Dalam interaksinya di dalam keluarga dan pergaulannya di masyarakat, remaja akan sangat merasa sedih apabila diremehkan atau dikucilkan dari masyarakat atau teman-temannya. Karena itu mereka tak mau ketinggalan dari mode atau kebiasaan teman-temannya. Mereka sangat gelisah apabila dipandang rendah atau diejek oleh anggota keluarga lainnya ataupun teman-temannya, terutama teman dari lawan jenis. Kadang-kadang, mereka juga akan sangat marah kepada orang tuanya, apabila orang tuannya itu mencela teman-temannya. Merekapun sangat marah atau tak senang apabila ditegur, dikritik, atau dimarahi di depan teman-temannya. 71 Menghadapi anak pada usia ini, orang tua memang memerlukan kesabaran yang ekstra dan bersikap lembut tapi tegas. Dengan begitu, orangtua dapat memainkan ritme arahan dan bimbingannya kepada anak agar tetap terjaga dalam koridor agama yang baik dan tidak terhanyut pada sikap anak yang labil dalam mencari identitas dirinya. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa perkembangan sosial pada remaja awal mulai meningkat, walaupun peran mereka di masyarakat belum di akui karena sikap mereka yang terkadang masih labil. Dalam kondisi seperti inilah orang tua harus lebih ekstra memberikan perhatian kepada remaja.

e. Perkembangan Agama

Proses pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, sosial dan kejiwaan pada umumnya menyebabkan remaja goncang dan memerlukan bantuan 70 Zakiah Daradjat, op. cit., h. 91 71 Bambang Syamsul Arifin, op. cit., h. 67 35 dari luar, misalnya orang tua, guru dan teman yang mampu memahaminya serta mau membantunya. Dalam suasana yang kurang jelas dan tidak menentu itulah remaja sangat membutuhkan Tuhan Yang Maha Pengasih, Penyayang dan Penolong, yang selalu hadir dihatinya, kapan saja ia membutuhkannya. Disini pendidikan agama yang tepat sebelumnya dapat membantunya. Ide-ide dan pokok ajaran-ajaran agama yang diterimanya waktu kecil itu akan berkembang dan bertambah subur, apabila anak atau remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak mendapat kritikan-kritikan dalam hal agama itu. Dan apa yang bertumbuh dari kecil itulah yang menjadi keyakinan yang dipeganginya melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakannya. 72 Pertumbuhan pengertian tentang ide-ide agama sejalan dengan pertumbuhan kecerdasan. Pengertian-pengertian hal-hal yang abstrak, yang tidak dapat dirasakan atau dilihat langsung seperti pengertian tentang akhirat, surga, neraka, dan lain-lainnya, baru dapat diterima oleh anak-anak apabila pertumbuhan kecerdasannya telah memungkinkannya untuk itu. Itulah sebabnya seharusnya pengertian-pengertian yang abstrak dikurangi, apabila umur remaja belum dicapai anak. Perasaan remaja terhadap Allah bukanlah perasaan yang tetap, tidak berubah-ubah, akan tetapi adalah perasaan yang bergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa-masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah kadang-kadang tidak terasa, apabila jiwa mereka dalam keadaan aman tentram dan tenang. Tetapi sebaliknya Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi bahaya yang mengancam, ketika ia takut akan gagal, atau mungkin juga karena merasa berdosa. Dalam hal ini remaja akan merasa bahwa sembahyang atau membaca kitab suci dan kegiatan-kegiatan agama lainnya dapat mengurangi kesedihan, ketakutan, dan rasa penyesalan lainnya. 73 Menurut Zakiah Daradjat, sikap remaja terhadap agama berbeda-beda, sehingga terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 74 72 Zakiah Daradjat, op. cit., h. 86-87 73 Zakiah Daradjat, op. cit., 97 74 Ibid., h. 106 36 1 Percaya turut-turutan. Sesungguhnya kebanyakan remaja percaya kepada Tuhan dan menjalankan ajaran agama, karena mereka terdidik dalam lingkungan keluarga yang beragama, teman-teman dan masyarakat, sekelilingnya rajin beribadah, maka mereka ikut percaya dan melaksanakan ibadah dan ajaran-ajaran agama, sekedar mengikuti suasana lingkungan dimana ia hidup. Percaya yang seperti inilah yang dinamakan percaya turut-turutan. Mereka seolah-olah apatis, tidak ada perhatian untuk meningkatkan agama, dan tidak mau aktif dalam kegiatan-kegiatan agama. Kepercayaan turut-turutan itu biasanya terjadi, apabila orang tua memberikan didikan agama dengan cara yang menyenangkan, jauh dari pengalaman-pengalaman pahit di waktu kecil, dan setelah menjadi remaja tidak mengalami pula peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang menggoncangkan jiwanya, sehingga cara kenakalan-kenakalan dalam beragama itu terus berjalan, tidak perlu ditinjaunya kembali. Akan tetapi apabila dalam usia remaja, ia menghadapi peristiwa-peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali pengalaman- pengalaman waktu kecil, dan juga diarahkan oleh orang tuanya, maka ketika itu kesadarannya akan timbul, sehingga ia menjadi bersemangat sekali, tidak ragu- ragu, atau anti agama. Percaya turut-turutan ini biasanya tidak lama, dan banyak terjadi pada masa-masa remaja pertama umur 13-16 tahun. Sesudah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan lebih sadar. 2 Percaya dengan kesadaran Kesadaran agama atau semangat agama pada masa remaja itu, mulai dengan cenderungnya remaja kepada meninjau dan meneliti kembali caranya beragama di masa kecil dulu. Kepercayaan tanpa pengertian yang diterimanya waktu kecil itu, tidak memuaskan lagi, patuh dan tunduk kepada ajaran tanpa komentar atau alasan tidak lagi menggembirakannya. Mereka ingin menjadikan agama, sebagai suatu lapangan baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan saja. Menurut zakiah biasanya 37 semangat agama itu tidak terjadi sebelum umur 17 tahun atau 18 tahun. 75 Tindakan dari sikap agama remaja atau orang-orang yang telah mempunyai semangat agama yang positif, akan terlihat perbedaan-perbedaannya sesuai dengan kecenderungan kepribadiannya, hal itu dapat terbagi kedalam dua macam. Pertama, ekstrover: berkpribadian terbuka, yaitu orang yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya keluar kepada orang lain. Kedua, introver: berkepribadian tertutup, yaitu orang-orang yang lebih cenderung kepada menyendiri dan menyimpan perasaannya. Remaja yang mempunyai sifat ekstrover terhadap semangat agama, maka praktik-praktik dan keyakinannya tidak saja untuk dirinya, akan tetapi ia akan mengajak orang untuk meyakini apa yang diyakininya. Sedangkan pada remaja yang mempunyai sifat kepribadian introvert maka ia tidak berusaha menarik orang mempercayai apa yang dipercayainya, tapi ia hanya tenggelam dalam praktik-praktik kebatinannya. 3 Kebimbangan Beragama Kebimbangan remaja terhadap ajaran agama yang pernah diterimanya tanpa kritik waktu kecilnya itu, merupakan pertanda bahwa keasadaran beragama telah terasa oleh remaja. Tentunya kemampuan untuk merasa ragu-ragu terhadap apa yang dulu diterimanya begitu saja, berhubungan erat dengan pertumbuhan kecerdasan yang dialaminya. Biasanya kebimbangan itu mulai menyerang remaja, setelah pertumbuhan kecerdasan mencapai kematangannya, sehingga ia dapat mengkritik, menerima atau menolak apa saja yang diterangkan kepadanya. Menurut Zakiah Daradjat kebimbangan remaja terhadap agama itu tidak sama, berbeda antara satu dengan lainnya, sesuai dengan kepribadiannya masing- masing. Ada yang mengalami kebimbangan ringan, yang dengan cepat dapat diatasi dan ada yang sangat berat sampai kepada berubah agama. Kebimbangan dan kegoncangan keyakinan yang terjadi sesudah perkembangan kecerdasan selesai itu, tidak dapat dipandang sebagai suatu kejadian yang berdiri sendiri akan tetapi berhubungan dengan segala pengalaman dan proses pendidikan yang 75 Ibid. h. 109 38 dilaluinya sejak kecil. 76 Kebimbangan itu bergantung kepada dua faktor penting, yaitu keadaan jiwa orang yang bersangkutan dan keadaan sosial serta kebudayaan yang melingkupi remaja tersebut. Mungkin saja kebimbangan dan keingkaran kepada Tuhan itu, merupakan pantulan dari keadaan masyarakat, yang dipenuhi oleh penderitaan, kemorosotan moral, kekacauan, dan kebingungan. Atau mungkin juga merupakan pantulan dari kebebasan berfikir yang menyebabkan agama menjadi sasaran dan arus sekularisme. Kepercayaan agama dalam penuh kebimbangan dan goncangan itulah peranan orang tua sangat penting untuk membimbing dan membawa remaja ke jalan yang diridhai Allah, jauh dari perbuatan dan kelakuan yang tidak diridhai- Nya. 4 Tidak Percaya Kepada Tuhan Perkembangan remaja ke arah tidak mempercayai adanya Tuhan itu, sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari kecilnya. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua kepadanya, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, dan selanjutnya kekuasaan terhadap siapapun. Setelah usia remaja dicapainya, maka tantangan itu akan berani menampakkan diri dalam bentuk menentang Tuhan bahkan menentang ujud-Nya. Kecuali pengalaman pahit di waktu kecil itu, juga ikut mempengaruhi keyakinan remaja-remaja, keadaan dan peristiwa-peristiwa yang sedang dialaminya, terutama kebudayaan dan filsafat yang melingkupinya. Mungkin dalam kehidupan masyarakat terdapat ide-ide dan keyakinan-keyakinan baru, yang dapat menggantikan ide-ide dan keyakinan agama bagi remaja. Proses yang membawa seseorang kepada anti Tuhan, bukanlah suatu proses sederhana, yang dapat dikatakan karena satu sebab tertentu. Akan tetapi, ia adalah proses perubahan kepribadian yang ikut bekerja di dalamnya bermacam- macam faktor. 76 Ibid. h. 115 39

D. Perkembangan Moral Remaja

“Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku mengenai standar tentang benar dan salah. Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial, dan dimensi interpersonal yang mengatur interaksi sosial dan penyelesaian konflik. ” 77 Ditinjau dari kesadaran moral yang berkaitan dengan perkembangan kognisi seseorang, perkembangan secara kognitif sebelumnya telah dikembangkan oleh Piaget, yang mengungkapkan bahwa “pada tahap operasional kongkret 8-12 tahun, anak sudah dapat memahami dan menghargai aturan-aturan. Mereka sudah dapat membedakan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, serta akibat-akibatnya ”. 78 Jadi menurut Piaget, moral anak itu diturunkan dari perkembangan kognitifnya. Menurut Piaget, individu berkembang melalui empat tahap kognitif, di mana pada setiap tahap tahap yang terkait dengan usia ini mengandung cara-cara pemikiran yang berbeda-beda. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget Tahap Sensorimotor Bayi membangun pemahaman mengenai dunia dengan mengordinasikan pengalaman sensoris dengan tindakan fisik. Bayi mengalami kemajuan dari tindakan reflex sampai mulai menggunakan pikiran simbolis hingga akhir tahap. Tahap Praoperasional Anak mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata dan gambar. Kata- kata dan gambar ini mencerminkan peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi sensoris dan tindakan fisik. Tahap Operasional Konkret Anak saat ini dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan menghasilkan obyek-obyek ke dalam bentuk – bentuk yang berbeda. Tahap Operasional Formal Remaja bernalar secara lebih abstrak, idealis, dan logis. Lahir-2 tahun 2-7 tahun 7-11 tahun 11 tahun-dewasa 77 John W. santrock, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga, 2007, Jilid 2, Edisi ke-11, h. 117 78 Syamsul Bachri Thalib, Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif, Jakarta: Kencana, 2010, cet. 1, h. 54 40 Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Menurut Piaget: 1. Pemikiran Sensorimotor dan Praoperasional Tahap sensorimotor. Berlangsung mulai dari lahir hingga usia 2 tahun. Dalam tahap ini bayi mengonstruksikan suatu pemahaman mengenai dunia dengan cara mengordinasikan pengalaman sensoris seperti melihat dan mendengar melalui tindakan fisik-motorik-oleh karena itu dinamakan istilah sensorimotor. Pada awal dari tahap ini, bayi-bayi yang baru lahir memiliki lebih dari sekadar refleks-refleks. Pada akhir dari tahap sensorimotor, bayi berusia 2 tahun dapat menghasilkan pola-pola sensorimotor yang kompleks dan menggunakan simbol-simbol. 2. Tahap Praoperasional. Yang berlangsung antara usia 2 hingga 7 tahun, meupakan tahap Piaget yang kedua. Dalam tahap ini anak-anak mulai mempresentasikan dunianya dalam bentuk kata-kata, bayangan, dan gambar. Pemikiran simbolis mereka tadi lebih dari sekadar koneksi antara informasi dan aksi. 3. Tahap Pemikiran Operasi Konkret. Yang berlangsung antara usia 7 hingga 11 tahun, adalah tahap ketiga menurut Piaget. Penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama penalaran dapat diterapkan ke contoh-contoh yang spesifik atau konkret. 4. Tahap Pemikiran Operasi Formal. Tahap keempat dan terakhir dari perkembangan kognitif menurut Piaget. Menurut Piaget, tahap ini muncul di usia antara 11 hingga 15 tahun. Perkembangan kekuatan berpikir remaja membuka cakrawala kognitif dan sosial yang baru. Karakteristik yang paling menonjol dari pemikiran operasi formal yang menurut Piaget berkembang di masa remaja adalah sifatnya yang lebih abstrak dibandingkan pemikiran operasi konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman yang aktual atau konkret sebagai titik tolak pemikirannya. 79 Setiap tahap-tahap yang berkaitan dengan usia ini mengandung cara-cara pemikiran yang berbeda-beda. Cara yang berbeda dalam memahami dunia inilah yang membuat suatu tahap lebih maju dibandingkan tahap lainnya. Hanya sekadar 79 John W. Santrock, Remaja, Jakarta: Erlangga, 2007, edisi 11 jilid 1, h. 124-126Op.cit., h. 124-126 41 memiliki informasi lebih banyak tidak membuat pemkiran seorang remaja lebih maju. Dengan demikian, dalam teori Piaget, kognisi seseorang di tahap yang satu berbeda secara kualitatif dari tahap lainnya. Dalam bagian ini, penulis tidak akan menyebutkan secara menyeluruh, tetapi hanya akan disebutkan bagian tahap operasi konkrit dan operasi formal. Untuk tahap sensorimotor maupun praoperasional, lebih tepat dijelaskan pada bagian psikologi perkembangan anak. Ciri-ciri perkembangan kognitif tahap operasi konkret. Agoes dariyo mengemukakan bahwa ada 4 ciri-ciri individu yang masih dalam perkembangan pada tahap ini, yakni: Keinginan untuk memiliki penjelasan secara pasti dan detail, ketidakmampuan untuk beralih dari tugas satu ke tugas lain secara langsung, ketidakmampuan untuk mengetahui hubungan antar idegagasan, dan individu sering menginterpretasikan sesuatu hal secara harpiah apa yang tertulis dalam bacaan yang ditemuinya. Sedangkan ciri-ciri perkembangan kognitif tahap operasi formal. Menurut Bracee dan Bracee dalam buku psikologi perkembangan remaja oleh Agoes dariyo, mengemukakan bahwa ciri-ciri perkembangan kognitif pada tahap ini yaitu: individu telah memiliki pengetahuan gagasan inderawi yang cukup baik, individu mampu memahami hubungan antara 2 ide atau lebih, individu dapat melaksanakan tugas tanpa perintahinstruksi dari gurunya, dan individu dapat menjawab secara praktis, menyeluruh, dan mengartikan suatu informasi yang dangkal. 80 Secara ekstensif Piaget melakukan pengamatan dan wawancara terhadap anak-anak yang berusia antara 4 hingga 12 tahun. Salah satu pengamatan beliau, Piaget mengamati anak-anak bermain kelereng untuk mempelajari mengenai bagaimana mereka menggunakan dan memikirkan aturan-aturan permainan. Ia juga mengajukan sejumlah pertanyaan kepada anak-anak itu mengenai isu-isu yang menyangkut etika-contohnya, pencurian, kebohongan, hukuman dan keadilan. 80 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor, Ghalia Indonesia, 2004, cet 1, h. 56-57 42 Piaget berkesimpulan bahwa anak-anak berpikir melalui dua cara yang berbeda mengenai moralitas, tergantung pada kematangan perkembangannya, yaitu: moralitas heteronom heteronomous morality adalah perkembangan moral dalam teori Piaget yang berlangsung antara usia 4 hingga 7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan dipandang sebagai sifat-sifat mengenai dunia yang tidak dapat diubah dan dihilangkan dari control manusia. Moralitas otonom autonomous morality adalah perkembangan moral dalam teori Piaget yang diperlihatkan oleh- oleh anak-anak yang lebih besar sekitar umur 10 tahun ke atas. Anak menjadi menyadari aturan-aturan dan hukum-hukum yang diciptakan oleh orang, dan bahwa dalam memutuskan suatu tindakan, seseorang seharusnya mempertimbangkan intensi aktor maupun konsekuensinya. 81 Seorang pemikir heteronom menentukan benar atau baiknya perilaku dengan mempertimbangkan konsekuensi dari perilaku tersebut, bukan intense dari aktor. Sebagai contoh, pemikir heteronom mengatakan bahwa memecahkan 12 piring secara tak sengaja ketika mencoba mencuri sepotong kue, itu lebih buruk dibandingkan apabila memecahkan sebuah piring secara sengaja. Bagi seorang otonomis moral, malah kebalikannyalah yang benar. Intensi aktor dianggap sebagai hal yang lebih penting. Pemikir heteronom juga berpendapat bahwa aturan-aturan itu tidak dapat diubah dan dibuat oleh otoritas yang memiliki kuasa penuh. Ketika Piaget memperkenalkan sebuah aturan baru dalam permainan kelereng kepada sekelompok anak kecil, mereka menolak. Sebaliknya anak-anak yang lebih besar- seorang otonomis moral, bersedia menerima perubahan dan mengenali aturan- aturan tersebut hanya sebagai suatu kesepakatan yang disetujui bersama secara sosial dan dapat diubah melalui consensus. Pemikir heteronom juga mempercayai immanent justice, gagasan bahwa apabila sebuah aturan dilanggar, maka hukuman akan segera diterima. Anak kecil berpendapat bahwa pelanggaran secara otomatis berkaitan dengan hukuman. Kemudian Lawrence Kohlberg mengembangkan pemikiran tersebut Piaget, melalui penelitiannya untuk mengidentifikasi tahapan kognitif yang mendasari perkembangan pemikiran moral. Kemudian dari penelusuran teori yang 81 John W. Santrock, Remaja, Op.cit., h. 302