Respon Anak Asuh Terhadap Program Life Skill Oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai

(1)

RESPON ANAK ASUH TERHADAP PROGRAM LIFE SKILL OLEH YAYASAN AL JAM’IYATUL WASHLIYAH BINJAI

(Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)

DISUSUN OLEH:

ANANG ABDILLAH AZHARI 060902011

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk diujikan oleh:

NAMA : ANANG ABDILLAH AZHARI

NIM : 060902011

DEPARTEMEN : ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

JUDUL : RESPON ANAK ASUH TERHADAP PROGRAM LIFE

SKILL OLEH YAYASAN AL JAM’IYATUL WASHLIYAH BINJAI

MEDAN, Juni 2010 PEMBIMBING

(Drs. Edward Ridwan M.SP) NIP : 19550921198503100003

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP : 196303131993031001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) NIP : 196207031987111001


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Anang Abdillah Azhari, 060902011, Respon Anak Asuh Terhadap Program Life Skill Oleh Yayasan Al Jam’iyatul Wasliyah Binjai.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 81 halaman, 36 tabel, 2 bagan, 28 kepustakaan)

ABSTRAK

Anak asuh merupakan anak yang memiliki bermacam latar belakang. Ada yang merupakan anak yatim, piatu, yatim piatu, korban bencana alam dan lainnya sehingga mereka umumnya memiliki beban yang berat dalam menghadapi hidup. Untuk itu diperlukanlah keterampilan hidup agar mereka mampu bertahan hidup. Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah merupakan yayasan yang menampung anak asuh. Menyadari hal tersebut yayasan melaksanakan program life skill. Program life skill merupakan program dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungannya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Al Jam’iyatul Wasliyah Binjai, yang bertempat di Jalan Jend. Ahmad Yani No. 35 Binjai. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif, dengan jumlah populasi dan sampel sebanyak 30 orang anak asuh. Metode pengumpulan data dilakukan dengan bantuan metode angket, metode wawancara dan metode kepustakaan. Data yang didapat diperoleh dari lapangan ditabulasikan dalam bentuk tabel, kemudian dianalisa dengan skala likert dan dijelasakan secara terperinci.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan dapat dibuat kesimpulan bahwa respon anak asuh terhadap pelaksanaan program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah positif. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban responden yang bersifat positif terhadap indikator-indikator yang termasuk dalam variabel penelitian seperti persepsi responden terhadap program life skill, sikap responden terhadap program life skill, serta pemanfaatan responden dalam mengikuti kegiatan program life skill.Selain itu responden secara umum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya keterampilan hidup atau life skill sehingga membuat mereka merasa lebih optimis dalam menghadapi hidup.


(4)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Anang Abdillah Azhari, 060902011, Response Against Foster Children Foundation Courses Life Skill By Al Jam'iyatul Wasliyah Binjai Foundation. (This thesis consists of six chapters, 81 pages, 36 tables, 2 charts, 28 bibliographical)

ABSTRACT

Foster children are children who have various backgrounds. There is an orphan, orphan, orphans, victims of natural disasters and others so that they generally have a heavy burden in facing life. For so requires life skills to enable them to survive. Al Jam'iyatul Washliyah foundation is a foundation to accommodate foster children. Realizing that the foundation implement the program of life skill. The program is a life skill of government programs aimed at improving the skills, knowledge, and attitudes of citizens studying in the field of work / business in accordance with the talents, interests, physical development and soul as well as the potential of its environment, so they have the ability to work or trying to be independent made provision to increase the quality of life.

This research was conducted at Al Jam'iyatul Wasliyah Binjai Foundation, which located at Jend. Ahmad Yani Street No. 35 Binjai. This study included quantitative descriptive research, with a total population sample of 30 people and foster children. Method of data collection is done with the help of a questionnaire method, the method of interview and literature method. All data obtained from the field are tabulated in table form, and then analyzed with likert scale in detail and explaining.

Based on analysis of data obtained from the field can be made a conclusion that the response to the implementation of programs to teach children life skills by Al Jam'iyatul Washliyah Binjai Foundation is positive. This can be seen from the answers of respondents who are positive towards the indicators included in the study variables such as respondents' perceptions of life skill programs, the respondents attitudes towards life skill programs, and the use of respondents in participating in program activities that the respondents life in general skill.Selain have a high awareness of the importance of life skills or life skill that makes them feel more optimistic with their life.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……… i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI ……… iii

DAFTAR TABEL ……… iv

DAFTAR BAGAN ….……… v

DARTAR LAMPIRAN……… vi

BAB I PENDAHULUAN 2.1. Latar Belakang Masalah ... 1

2.2. Perumusan Masalah ... 8

2.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

2.4. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon ... 10

2.2. Panti Asuhan sebagai Lembaga Sosial ... 15

2.3. Life Skill ... 19

2.3.1. Pengertian Life Skill ... 19

2.3.2. Ciri Pendidikan Life Skill ………... 21

2.3.3. Tujuan Life Skill ... 22

2.3.4. Kriteria dan Sasaran Life Skill ... 23

2.3.5. Manfaat Life Skill ... 24

2.4. Kerangka Pemikiran ... 26

2.5. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 28

2.5.1. Defenisi Konsep ... 28

2.5.2. Defenisi Operasional ... 30

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 31

3.2. Lokasi Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel ... 31


(6)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ... 35

4.2. Letak dan Kedudukan Lembaga .………. 36

4.3. Struktur Orgaisasi Lembaga ... 37

4.4. Sumber Daya dan Sumber Dana Pengelolaan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai... 38

4.4.1. Jumlah Pengurus/Personil Panti………. 38

4.4.2. Sumber Dana/Keuangan Lembaga ……….. 39

4.5. Visi dan Misi Lembaga ……….. 40

4.6. Fasilitas Yayasan ……….. 41

4.7. Keadaan Umum Anak Asuh di Yayasan ………….. 42

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Karakteristik Responden ... 46

5.2. Analisa Kualitatif Responden Terhadap Program Life Skill …... 52

5.3 Analisa Data Kuantitatif Responden Terhadap Program Life Skill……….. 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 80

6.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

TABEL 4.1 Jumlah Pengurus Dan Personil Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai………. 38 TABEL 4.2 Fasilitas Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai……….. 41 TABEL 4.3 Klasifikasi Anak Asuh Berdasarkan Tingkat Usia dan

Pendidikan ………...…….. 42

TABEL 4.4 Identifikasi/Kategori Anak Asuh Berdasarkan Latar Belakang

Menjadi Anak Asuh……….……..… 43 TABEL 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ………… 47 TABEL 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ……….. 47 TABEL 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama ……….. 48 TABEL 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Latar Belakang Menjadi Anak

Asuh……….. 49 TABEL 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua …... 50 TABEL 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Orang Tua.... 51 TABEL 5.7 Sumber Informasi Tentang Program Life Skill Di Yayasan Al

Jam’iyatul Washliyah Binjai ...……….. 53 TABEL 5.8 Pengertian Anak Asuh Tentang Program Life Skill Di Yayasan Al

Jam’iyatul Washliyah Binjai ………. 54 TABEL 5.9 Kejelasan Responden Dalam Melihat Program Life Skill Di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ….………... 55 TABEL 5.10 Pernah Tidaknya Responden Menerima Bantuan Pemerintah Selain

Program Life Skill ..……… 56 TABEL 5.11 Kemungkinan Penyalahgunaan Program Life Skill ………. 57 TABEL 5.12 Tingkat Kesulitan yang Dialami dalam Mengikuti Program Life

Skill ……….. 58 TABEL 5.13 Sikap Responden Terhadap Program Life Skill Di Yayasan Al

Jam’iyatul Washliyah Binjai ………. 59 TABEL 5.14 Perasaan Responden Terhadap Pelayanan Yang Diberikan Oleh

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ………... 60 TABEL 5.15 Suka Tidaknya Responden Terhadap Program Life Skill Di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ………... 61 TABEL 5.16 Keinginan Responden Dalam Memperoleh Program Life Skill Di

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ……….. 62 TABEL 5.17 Tanggapan Responden Terhadap Program Life Skill yang Diberikan

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ………...… 63 TABEL 5.18 Jenis Keterampilan Yang Lebih Disukai Responden ..………… 63 TABEL 5.19 Tanggapan Responden Terhadap Fasilitas Pelaksanaan Kegiatan

Program Life Skill ……….………..…… 64 TABEL 5.20 Kesesuaian Keterampilan dengan Kebutuhan………. 65 TABEL 5.21 Tanggapan Responden Tentang Kelanjutan Program Life Skill di

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah ……… 66 TABEL 5.22 Tanggapan Responden Tentang Kesiapan Hidup Setelah Mengikuti

Program Life Skill ...………... 66 TABEL 5.23 Tanggapan Responden Terhadap Sikap Pembimbing Program Life

Skill Di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ………. 67 TABEL 5.24 Latar Belakang Responden Mengikuti Program Life Skill Di Yayasan

Al Jam’iyatul Washliyah Binjai……… 68 TABEL 5.25 Frekuensi Kehadiran Responden Dalam Menghadiri Kegiatan Life


(8)

TABEL 5.26 Frekuensi Bertanya Responden Terhadap Materi Yang Kurang Dimengerti ……….. 70 TABEL 5.27 Pengetahuan Responden Terhadap Latar Belakang Pembimbing

Program Life Skill ………. 71 TABEL 5.28 Sering Tidaknya Responden dalam Berpartisipasi Memberikan Usulan ………. 71 TABEL 5.29 Tanggapan Responden Tentang Penggunaan Keterampilan Yang

Diperoleh Setelah Selesai Mengikuti Program Life Skill ……. 72 TABEL 5.30 Persepsi Anak Asuh Terhadap Program Life Skill..…………... 74 TABEL 5.31 Sikap Anak Asuh Terhadap Program Life Skill ..………. 76 TABEL 5.32 Partisipasi Anak Asuh Terhadap Program Life Skill ..………… 78

DAFTAR BAGAN

BAGAN 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran…….………. 28 BAGAN 4.1 Bagan Struktur Organisasi Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah


(9)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Surat Penelitian

Lampiran 3 Surat Telah Melakukan Penelitian dari Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Anang Abdillah Azhari, 060902011, Respon Anak Asuh Terhadap Program Life Skill Oleh Yayasan Al Jam’iyatul Wasliyah Binjai.

(Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 81 halaman, 36 tabel, 2 bagan, 28 kepustakaan)

ABSTRAK

Anak asuh merupakan anak yang memiliki bermacam latar belakang. Ada yang merupakan anak yatim, piatu, yatim piatu, korban bencana alam dan lainnya sehingga mereka umumnya memiliki beban yang berat dalam menghadapi hidup. Untuk itu diperlukanlah keterampilan hidup agar mereka mampu bertahan hidup. Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah merupakan yayasan yang menampung anak asuh. Menyadari hal tersebut yayasan melaksanakan program life skill. Program life skill merupakan program dari pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungannya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Al Jam’iyatul Wasliyah Binjai, yang bertempat di Jalan Jend. Ahmad Yani No. 35 Binjai. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kuantitatif, dengan jumlah populasi dan sampel sebanyak 30 orang anak asuh. Metode pengumpulan data dilakukan dengan bantuan metode angket, metode wawancara dan metode kepustakaan. Data yang didapat diperoleh dari lapangan ditabulasikan dalam bentuk tabel, kemudian dianalisa dengan skala likert dan dijelasakan secara terperinci.

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari lapangan dapat dibuat kesimpulan bahwa respon anak asuh terhadap pelaksanaan program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah positif. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban responden yang bersifat positif terhadap indikator-indikator yang termasuk dalam variabel penelitian seperti persepsi responden terhadap program life skill, sikap responden terhadap program life skill, serta pemanfaatan responden dalam mengikuti kegiatan program life skill.Selain itu responden secara umum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya keterampilan hidup atau life skill sehingga membuat mereka merasa lebih optimis dalam menghadapi hidup.


(11)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Anang Abdillah Azhari, 060902011, Response Against Foster Children Foundation Courses Life Skill By Al Jam'iyatul Wasliyah Binjai Foundation. (This thesis consists of six chapters, 81 pages, 36 tables, 2 charts, 28 bibliographical)

ABSTRACT

Foster children are children who have various backgrounds. There is an orphan, orphan, orphans, victims of natural disasters and others so that they generally have a heavy burden in facing life. For so requires life skills to enable them to survive. Al Jam'iyatul Washliyah foundation is a foundation to accommodate foster children. Realizing that the foundation implement the program of life skill. The program is a life skill of government programs aimed at improving the skills, knowledge, and attitudes of citizens studying in the field of work / business in accordance with the talents, interests, physical development and soul as well as the potential of its environment, so they have the ability to work or trying to be independent made provision to increase the quality of life.

This research was conducted at Al Jam'iyatul Wasliyah Binjai Foundation, which located at Jend. Ahmad Yani Street No. 35 Binjai. This study included quantitative descriptive research, with a total population sample of 30 people and foster children. Method of data collection is done with the help of a questionnaire method, the method of interview and literature method. All data obtained from the field are tabulated in table form, and then analyzed with likert scale in detail and explaining.

Based on analysis of data obtained from the field can be made a conclusion that the response to the implementation of programs to teach children life skills by Al Jam'iyatul Washliyah Binjai Foundation is positive. This can be seen from the answers of respondents who are positive towards the indicators included in the study variables such as respondents' perceptions of life skill programs, the respondents attitudes towards life skill programs, and the use of respondents in participating in program activities that the respondents life in general skill.Selain have a high awareness of the importance of life skills or life skill that makes them feel more optimistic with their life.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Menurut data BPS jumlah penduduk miskin pada tahun 1976 sebanyak 54,2 juta jiwa (40,1%) menjadi 22,5 juta jiwa (11,3%) pada tahun 1996 (http://www.datastatistikindonesia.com/1165/3457, diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pukul 16.55).

Krisis ekonomi yang terjadi sejak Juli 1997 membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan sarana umum, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Krisis ekonomi juga mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa (24,2%) pada tahun 1998 (Soetomo, 2006: 2).

Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 37,3 juta jiwa, termasuk di antaranya fakir miskin sebanyak 15,8 juta atau 42,4% dari populasi penduduk miskin (http://www.datastatistikindonesia.com/content/3444/56, diakses pada tanggal 3 Maret 2010 pada pukul 13.30). Hal ini terjadi sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian yang diikuti oleh terkendalinya harga barang dan


(13)

jasa serta meningkatnya pendapatan masyarakat. Jumlah penduduk miskin terus menurun secara bertahap menjadi 36,1 juta jiwa (16,6%) pada 2004. Dilihat dari jumlah penduduk miskin tersebut, 11,5 juta jiwa (12,6%) berada di perkotaan dan 24,6 juta jiwa (19,5%) berada di pedesaan.

Penurunan ini merupakan dampak dari hasil transfer pendapatan berbagai program pembangunan termasuk jaring pengaman sosial (JPS) yang memang dirancang khusus untuk mengatasi dampak negatif krisis ekonomi yang ada. Selanjutnya bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada akhir Desember 2004, serta bencana alam yang terjadi di berbagai daerah di tanah air ditambah lagi kasus lumpur lapindo ternyata menambah beban penduduk miskin, sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin sekitar 1 juta jiwa (http://www.scribd.com/content/view/9776/355, diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pukul 17.05).

Pemecahan masalah kemiskinan yang dialami oleh para korban bencana alam tersebut memerlukan langkah-langkah khusus dan terpadu. Belum teratasinya masalah kemiskinan mendorong pemikiran akan perlunya suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan tersebut.

Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai masalah kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Implikasi dari pandangan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya


(14)

rancangan kebijakan, tetapi juga karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan serta tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin (Susanto, 2000: 264).

Kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan yang bersifat terpusat, seragam dan berjangka pendek. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik.

Pendekatan berbasis hak (right based approach) berimplikasi pada perubahan cara pandang terhadap hubungan negara dan masyarakat khususnya masyarakat miskin. Pendekatan berbasis hak dalam penanggulangan kemiskinan mengatur kewajiban negara, artinya bahwa negara (pemerintah, DPR, DPD, TNI/POLRI, dan lembaga tinggi negara lainnya) berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif.

Menghormati bermakna bahwa pandangan, sikap dan perilaku pemerintah serta lembaga negara memperhatikan dan mengedepankan hak-hak dasar masyarakat miskin baik dalam perumusan kebijakan publik maupun penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk tidak turut serta dalam pelanggaran terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin. Melindungi bermakna bahwa negara akan melakukan upaya nyata dan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menindak setiap bentuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar masyarakat miskin yang dilakukan oleh berbagai pihak.


(15)

Memenuhi berarti bahwa upaya negara untuk menggunakan sumberdaya dan sumberdana yang tersedia dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin, termasuk menggerakkan secara aktif sumberdaya dari masyarakat, swasta dan berbagai pihak. pelaksana kewajiban negara untuk terlebih dahulu menghormati, melindungi dan kemudian memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin akan membuat proses pemenuhan hak-hak dasar tersebut lebih progresif dan tidak terhambat oleh ketersediaan sumberdaya dan sumber dana (Danim, 1995: 64).

Negara dapat memilih berbagai instrumen kebijakan baik melalui anggaran maupun peraturan perundangan untuk melaksanakan kewajiban pemenuhan hak-hak dasar secara bertahap. Negara juga dapat menentukan skala prioritas dalam penggunaan sumber daya dan sumber dana secara efisien yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin.

Pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan pengemban amanat rakyat berperan aktif untuk menciptakan perluasan kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dan sebagainya. Dengan memperhatikan sumberdaya dan sumberdana yang tersedia, pemerintah bertindak aktif dalam memprioritaskan anggaran dan regulasi yang mendukung pemenuhan hak-hak dasar tersebut. Pemerintah akan berupaya sekuat tenaga untuk mengatur dan mengarahkan sektor-sektor produktif, investasi publik dan regulasi yang lebih mengarah pada penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah tentunya akan lebih berpihak kepada masyarakat miskin dan kepentingan masyarakat miskin akan menjadi prioritas dalam pembangunan (http://www.heksaloga.blogspot.com, diakses pada tanggal 30 Oktober pukul 14.45).


(16)

Dampak krisis ekonomi dan beban pembayaran utang telah mengurangi kemampuan anggaran negara. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam membiayai pembangunan termasuk pembiayaan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, pengakuan terhadap hak-hak dasar memberikan penegasan akan arti pentingnya kebijakan investasi yang mampu mendukung pemenuhan hak-hak dasar, dan kebijakan pembiayaan pembangunan nasional yang sesuai dengan prioritas alokasi anggaran negara bagi pembangunan manusia secara menyeluruh.

Dengan kewenangan dan sumberdaya yang lebih besar, pemerintah kabupaten dan kota berkewajiban untuk memberikan layanan dasar yang mudah, murah dan bermutu bagi masyarakat miskin. Pelaksanaan otonomi daerah juga menegaskan kewajiban pemerintah kabupaten/kota untuk lebih terbuka dan memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Perbaikan tata pemerintahan akan membuka peluang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memberdayakan masyarakat miskin serta memberikan peran yang strategis bagi swasta dan berbagai pihak dalam mengatasi masalah kemiskinan.

Disisi lain, kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan akar dari semua persoalan bangsa kita saat ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka harus diambil langkah-langkah jangka panjang seperti membangun dan mengembangkan mental SDM yang mandiri dan berjiwa kompetitif. Pendidikan merupakan salah satu sarana mewujudkan upaya pengembangan SDM tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menjadikan aspek pendidikan sebagai prioritas utama dalam merencanakan program kerja pembangunan kedepan. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menaikkan anggaran pelaksanaan pendidikan di wilayah-wilayah yang


(17)

sedang berkembang serta melakukan evaluasi terhadap program pendidikan yang telah dilaksanakan, guna menemukan kelemahan pelaksanaan pendidikan masa sekarang dan menemukan jalan terang terhadap penyusunan kebijakan pengembangan pendidikan ke depan.

Selama ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, antara lain meliputi penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan, pengadaan fasilitas pendidikan seperti perpustakan, laboratorium, serta perbaikan dan peningkatan manajemen pendidikan.

Peningkatan mutu pendidikan ternyata juga belum begitu berarti bagi peningkatan penyerapan terhadap tenaga kerja. Hal ini disebabkan para lulusan-lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau bahkan lulusan Perguruan Tinggi tidak memiliki keterampilan hidup. Berarti, diperlukan suatu upaya dalam peningkatan keterampilan hidup yang merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan, seperti kita ketahui merupakan kunci keberhasilan bagi masyarakat miskin untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan. Hal ini juga menegaskan bahwa perbaikan tata pemerintahan dan perluasan partisipasi harus menjadi bagian integral dari setiap kebijakan yang dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat miskin dan meningkatkan taraf serta mutu hidup masyarakat miskin. Namun terdapat tantangan lain yaitu globalisasi yang ditandai oleh penerapan pasar bebas. Hal ini tentu tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar sebab sebagian besar masyarakat Indonesia belum siap dengan era pasar bebas ini. Hal ini juga disebabkan belum terciptanya rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap produksi dalam negeri sendiri. Oleh sebab itu, diperlukanlah


(18)

suatu penguatan terhadap masyarakat Indonesia terutama kepada pelaku industri di Indonesia tentang bagaimana cara menahan arus globalilasai yang kian merugikan industri-industri kecil di Indonesia. Adapun cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah dengan meningkatkan keterampilan hidup atau disebut life skill.

Keterampilan hidup merupakan hal penting untuk dilakukan sebab pemerintah pasti memiliki keterbatasan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial, tentu sebagai masyarakat biasa kita juga harus bisa mengambil peran agar kita mampu bertahan menghadapi arus globalisasi tersebut. Kemudian timbul pertanyaan, apakah pentingnya life skill dalam menahan arus globalisasi? Jawabannya adalah dengan meningkatnya keterampilan masyarakat, maka masyarakat akan menjadi mandiri. Dengan kemandirian tersebut, maka masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga tercapailah ketahanan nasional (Notoatmodjo, 2003: 131).

Melihat pentingnya konsep life skill ini, maka pendidikan life skill perlu ditanamkan sejak usia dini. Oleh sebab itu, pemerintah mulai menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan untuk mengembangkan bakat pelajar yang kemudian memberikan kesempatan kepada pelajar untuk berkembang sesuai dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sendiri pendidikan life skill sudah diajarakan ke tingkat yang lebih matang. Tujuannya sudah tentu agar para siswa-siswi lulusan SMK tersebut dapat menggunakan keterampilannya untuk bertahan hidup.

Melihat pentingnya program life skill ini, maka Pimpinan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai mencoba menjalankan program life skill tersebut di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai. Dengan berjalannya program tersebut maka penulis tertarik untuk mencoba meneliti tentang bagaimana respon anak asuh


(19)

terhadap program life skill di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul “Respon Anak Asuh terhadap Program Life Skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka adapun perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah respon anak asuh terhadap program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat tujuan dan manfaat yang diharapkan dari peneliti. Adapun tujuan dan manfaat tersebut adalah:

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon anak asuh terhadap program life skill di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang peneliti harapkan dari hasil penelitian ini adalah agar dapat diketahui respon anak asuh terhadap program life skill ini sehingga dapat menjadi acuan bagi Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai maupun bagi pihak lain dalam upaya peningkatan life skill.


(20)

1.4Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian berserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Respon

Respon adalah istilah yang digunakan oleh psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Respon biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dimunculkan setelah dilakukan perangsangan.

Teori Behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan rangsangan dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Respon adalah perilaku yang muncul dikarenakan adanya rangsang dari lingkungan. Jika rangsangan dan respon dipasangkan atau dikondisikan, maka akan membentuk tingkah laku baru terhadap rangsang yang dikondisika pada tanggal 5 November 2009 pukul 13.35).

Menurut the great encyclopedic dictionary pengertian respon adalah menjawab, membalas, menyambut, menanggapi dan mengadakan reaksi. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan yaitu berfikir, berpendapat, bersikap) maupun bersifat aktif yaitu melalui tindakan.

Respon yang berasal dari kata response memiliki pengertian sebagai jawaban, balasan atau tanggapan (reaction). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga dijelaskan definisi respon adalah berupa tanggapan, reaksi, dan jawaban. Dalam pembahasan teori respon tidak terlepas dari pembahasan proses komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat dalam proses


(22)

Respon atau tanggapan akan timbul setelah seseorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu obyek. Dan dilaksanakan maka akan menginterprestasikan obyek yang dirasakan tadi. Berarti dalam hal ini, respon pada dasarnya merupakan proses pemahaman terhadap apa yang terjadi di lingkungan orang yang sedang menanggapi atau memberikan respon antara lingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya adalah hubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi (Sarlito, 1991:35).

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Steven M. Caffe respon dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Kognitif, yaitu respon yang berkaitan erat dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak.

b. Afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh khalayak terhadap sesuatu.

c. Konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan (http://hasanismailr.blogspot.com/2009/06/pengertian-respon.html, diakses pada tanggal 5 November pada pukul 13.40).

Secara umum, terdapat 3 faktor yang mempengaruhi respon seseorang, yaitu: 1. Diri orang yang bersangkutan apalagi seseorang melihat dan berusaha

memberikan interprestasi tentang apayang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut terpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, melihat penyaluran dan harapannya.


(23)

2. Sasaran respon tersebut, sasaran itu berupa orang benda, atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap respon orang yang melihatnya. Dengan kata lain, gerakan, suara, ukuran, tindak-tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran respon turut menentukan cara pandang orang.

3. Faktor situasi, respon dapat dilihat secara karteksual yang berarti dalam situasi mana respon itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi merupakan faktor yang turut berperan dalam pembentukan atau tanggapan seseorang (Hamijoyo, 2002:46).

Menurut Scheerer, Respon adalah proses pengorganisasian rangsang. Rangsang-rangsang proksimal yang diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsang-rangsang proksimal itu. Proses inilah yang disebut respon. Menurut Hunt (1962) orang dewasa telah mempunyai sejumlah besar unit untuk memproses informasi-informasi. Unit-unit ini dibuat khusus untuk menangani representasi fenomenal dari keadaan diluar yang ada dalam diri seorang individu. Lingkungan internal ini dapat digunakan untuk memperkirakan peristiwa-peristiwa yang terjadi diluar. Proses yang berlangsung secara rutin inilah yang oleh Hunt dinamakan respon (Sarwono, 1991:93).

Menurut Daryl Beun dalam Wirawan, respon dapat diartikan menjadi tingkah laku balas atau sikap yang telah berwujud, baik itu pra-pemahaman yang mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu. Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa respon akan menghasilkan perubahan sikap. Sikap yang muncul dapat menjadi positif yang cenderung menyenangi, mendekati, dan mengharapkan suatu objek serta dapat pula menjadi negatif. Seseorang disebut memiliki respon negatif apabila informasi yang


(24)

didengar atau perubahan terhadap suatu objek tidak mempengaruhi tindakannya kemudian malah menghindar dan membenci objek tertentu tersebut.

Terdapat 4 asumsi dasar untuk menerangkan sikap:

1. Setiap tingkah laku, baik yang verbal maupun sosial adalah suatu hal yang bebas dan berdiri sendiri, bukan merupakan refleksi sikap, sistem kepercayaan, dorongan, kehendak ataupun keadaan-keadaan tersembunyi lainnya dalam diri individu.

2. Rangsang dan tingkah laku balas adalah konsep-konsep dasar untuk menerangkan suatu gejala tingkah laku.

3. Prinsip-prinsip hubungan rangsang-balas sebetulnya hanya sedikit. Ia nampak sangat bervariasi karena bervariasinya lingkungan dimana hubungan rangsang balas itu berlaku.

4. Dalam analisa tingkah laku itu dapat merupakan timbal balik yang bersifat fisiologik maupun konseptual.

Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon yaitu:

1. Variabel struktur yakni faktor-faktor yang terkandung dalam rangsangan fisik 2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri si pengamat,

misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu (Cruthefield, dalam Sarlito, 1991: 47).

Respon atau tanggapan juga berarti kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut tanggapan. Defenisi tanggapan ialah gambaran ingatan dari pengamatan. Dalam hal ini, untuk mengetahui respon suatu kelompok atau masyarakat maka dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi masyarakat.


(25)

Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterpretasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensori information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson menunjuk pada bagian kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia disekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat juga didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dialami manusia. Berdasarkan uraian di atas, William James menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indra kita, serta sebagian yang lainnya. Diperoleh dari pengolahan ingatan (memory), kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki.

Jadi, yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pencatatan yang benar (Adi, 2000: 177).

Bila berbicara tentang respon, tidak lepas dari perubahan konsep sikap. Sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu jika ia menghadapi suatu rangsangan. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atas situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni cenderung menyenangi, mendekati, mengharapkan suatu objek, atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek (Adi, 2000 : 178).

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya .


(26)

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting. Bahkan mutlak diperlukan dalam mengukur respon. Pendekatan partisipasi bertumpu pada kekuatan masyarakat untk secara aktif berperan serta (ikut serta) dalam proses pembangunan secara menyeluruh. Partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan memerlukan kesadaran warga masyarakat akan minat dan kepentingan yang sama. Strategi yang biasa diterapkan adalah melalui strategi penyadaran. Untuk berhasilnya program, anak asuh dituntut untuk terlibat tidak hanya dalam aspek kognitif dan praktis tetapi juga ada keterlibatan emosional pada program tersebut. Hal ini diharapkan dapat memberi kekuatan dan perasaan untuk ikut serta alam gerakan perubahan yang mencakup seluruh bangsa (Adi, 2000: 179).

Dalam merespon stimulus, tidak terlepas dari subjek dan objeknya. Subjek merupakan orang yang merespon dan objek merupakan stimulus atau yang akan direspon. Dalam hal ini yang menjadi subjeknya adalah anak asuh penerima bantuan program keterampilan hidup atau life skill dan yang menjadi ojeknya adalah program life skill.

2.2. Panti Asuhan sebagai Lembaga Sosial

Lembaga sosial sebagai wadah pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial memiliki tujuan, sasaran dan misi sesuai dengan bidang kegiatannya. Oleh karena itu lembaga sosial memiliki klasifikasi dan karakteristik masing-masing sehingga bentuk-bentuk intervensi sosial berbeda satu sama lainnya (Nurdin, 1989:41).

Lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dianggap penting atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia (Horton, 1987:224).


(27)

Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa lembaga sosial mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dimana lembaga sosial tersebut, baik lembaga agama, politik, ekonomi, pendidikan mempunyai nilai-nilai atau norma-norma yang merupakan aturan dan pedoman tingkah laku yang mengatur kegiatan-kegiatan masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Dimana norma dan nilai tersebut merupakan pola-pola perilaku yang harus dituruti dan dilaksanakan.

Menurut Merton, lembaga sosial memiliki dua fungsi, yaitu:

1. Fungsi manifest yang merupakan tujuan lembaga yang diakui, jelas dan biasanya dipuji oleh masyarakat.

2. Fungsi laten yang merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui (Horton, 1987: 251).

Demikian halnya dengan lembaga sosial sebagai wadah pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial yang memiliki tujuan dan sasaran dengan bidang kegiatannya. Lembaga atau organisasi sosial sebagai wadah kegiatan-kegiatan sosial merupakan salah satu unsur penting dalam proses intervensi sosial, di samping adanya pekerja sosial, profesi-profesi lain yang bekerja dalam bidang kesejahteraan sosial.

Lembaga sosial pada dasarnya merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk program pelayanan yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari bidang pelayanan sosial dalam praktek pekerja sosial. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, lembaga sosial dapat memberikan sanksi-sanksi dan sumber-sumber yang diperlukan oleh pekerja sosial dan profesi lainnya yang terkait dalam menjalankan kegiatan praktek (Nurdin, 1989: 41).

Sumber-sumber yang disediakan lembaga sosial adalah seperti: dana, tempat, tenaga kerja dan fasilitas-fasilitas lainnya. Dalam hal ini, lembaga kesejahteraan sosial mempunyai tujuan dan misi yang berbeda dengan lembaga sosial lainnya.


(28)

Sebagai organisasi formal yang menjalankan fungsi dan tugasnya, lembaga kesejahteraan sosial perlu dilengkapi prasarana dan sarana yang merupakan isi standar, yaitu:

1. Tempat, gedung dan peralatan sera fasilitas-fasilitas yang memadai.

2. Tenaga administrasi yang cakap dan tersedianya tenaga profesional yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kepada klien.

3. Program kegiatan yang jelas, baik yang menyangkut jangka panjang atau jangka pendek.

4. Tata laksana kesejahteraan sosial yang teratur dan tertib (Sumarnonugroho, 1987: 57).

Salah satu fungsi lembaga kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan anak, yaitu bimbingan sosial dan pelayanan panti untuk anak, yang mencakup anak-anak terlantar yang tergantung pada bantuan orang lain, anak-anak-anak-anak di luar pernikahan yang sah yang menjalani persoalan perilaku yang serius (Sumarnonugroho, 1987: 46).

Dari batasan di atas dapat diketahui bahwa pelayanan panti asuhan merupakan wujud dari fungsi lembaga kesejahteraan sosial dalam menangani berbagai masalah kesejahteraan anak, khususnya anak-anak terlantar. Dimana salah satu lembaga sosial yang biasa menangani anak terlantar adalah panti asuhan.

Panti asuhan adalah lembaga atau unit kerja pelayanan kesejahteraan bagi pemelihara dan pembinaan anak yatim piatu, anak yatim, anak piatu, anak terlantar atau kurang terurus dalam pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya secara wajar (Marpaung, 1988: 52).


(29)

Adapun fungsi dari panti asuhan adalah sebagai berikut: 1. Fungsi perlindungan

Menghindarkan anak dari keterlantaran, perlakuan kekejaman atau semena-mena dari orang tua atau walinya.

2. Fungsi Pendidikan

Membimbing dan mengembangkan kepribadian anak asuh secara wajar melalui berbagai keahlian, teknik dan penggunaan fasilitas-fasilitas sosial untuk tercapainya pertumbuhan dan perkembangan fisik, rohaniah dan sosial anak asuh.

3. Fungsi Pengembangan

Mengembangkan kemampuan atau potensi anak asuh sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang baik sehingga anak tersebut dapat menjadi anggota masyarakat yang hidup layak dan penuh tanggungjawab terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat.

4. Fungsi Pencegahan

Menghindarkan anak asuh dari pola-pola tingkah laku sosial anak asuh yang bersifat menghambat atau negatif dengan mendorong lingkungan sosialnya untuk mengembangkan pola-pola tingkah laku yang wajar melalui kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial (Marpaung, 1988: 69).

2.3. Life Skill

2.3.1. Pengertian Life Skill

Begitu banyak pengertian mengenai life skill. Menurut Tatang Amirin dalam Majalah Dinamika Pendidikan istilah skill sering diartikan sebagai keterampilan, padahal keterampilan mempunyai makna yang sama dengan kecakapan fisik dan


(30)

pekerjaan tangan. Hal ini menyebabkan life skill sering dimaknai hanya sebagai vocational skill, keterampilan kerja-kejuruan (pertukangan) atau kemampuan yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka dapat segera bekerja mencari nafkah untuk kehidupannya. Pemahaman ini juga didukung oleh Muchlas Samani yang menyatakan: “Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan untuk bekerja. Baik orang yang bekerja maupun yang tidak bekerja tetap memerlukan kecakapan hidup, karena mereka pun menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Setiap orang, dimanapun dan kapanpun, selalu menemui masalah yang memerlukan pemecahan.” (http://www.pkbmpls.wordpress.com/categorylife-skills, diakses pada tanggal 30 Oktober 2009 pukul 15.15).

Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda pengertian life skill dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:

a. Pengertian Teoritis

Begitu banyak pengertian tentang pendidikan kecakapan hidup (life skill) yang dikemukakan oleh pakar maupun badan/lembaga yang memiliki otoritas di bidang pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Menurut Broling yang dikutip dari Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup, life skill adalah interaksi berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting dimiliki oleh seseorang sehingga mereka dapat hidup mandiri. Broling juga mengelompokkan life skill ke dalam tiga kelompok kecakapan yaitu, kecakapan hidup sehari-hari, kecakapan hidup pribadi/sosial, dan kecakapan hidup bekerja. Berikut klasifikasi menurut Broling:

a.1. Kecakapan hidup sehari-hari, antara lain meliput i:

Pengelolaan kebutuhan pribadi, pengelolaan keuangan pribadi, pengelolaan rumah pribadi, kesadaran kesehatan, kesadaran keamanan,


(31)

pengelolaan makanan bergizi, pengelolaan pakaian, kesadaran pribadi sebagai warga negara, pengelolaan waktu luang, rekreasi dan kesadaran lingkungan. a.2. Kecakapan hidup sosial/pribadi, antara lain meliputi:

Kesadaran diri (minat, bakat, sikap, kecakapan), percaya diri, komunikasi dengan orang lain, tenggang rasa dan kepedulian dan pemecahan masalah, menemukan dan mengembangkan kebiasaan positif, kemandirian dan kepemimpinan.

a.3. Kecakapan hidup bekerja, antara lain meliputi:

Kecakapan memilih pekerjaan, perencanaan kerja, persiapan keterampilan kerja, latihan keterampilan, penguasaan kompetensi, menjalankan suatu profesi, kesadaran untuk menguasai dan menerapkan teknologi, merancang dan melaksanakan proses pekerjaan, dan menghasilkan produk barang dan jasa.

WHO (1997) memberikan pengertian bahwa kecakapan hidup adalah berbagai keterampilan/kemampuan untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya sehari-hari secara efektif. WHO mengelompokkan kecakapan hidup ke dalam lima kelompok yaitu, kecakapan mengenal diri atau kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan berpikir, kecakapan akademik, serta kecakapan kejuruan (Dirjen PLSP, Direktorat Tenaga Teknis, 2004: 5).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa hakikat pendidikan kecakapan hidup dalam pendidikan nonformal adalah merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan pengetahuan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan warga belajar dapat hidup mandiri.


(32)

Istilah life skills menurut pengertian operasional adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Secara operasional, program kecakapan hidup dalam pendidikan non formal dipilah menjadi empat jenis yaitu, kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional.

2.3.2. Ciri Pendidikan Life Skill

Ada beberapa ciri dari pembelajaran pendidikan kecakapan hidup menurut Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yaitu sebagai berikut:

a. Terjadi proses identifikasi kebutuhan belajar. b. Terjadi proses penyadaran untuk belajar bersama.

c. Terjadi keselarasan kegiatan belajar untuk mengembangkan diri, belajar usaha mandiri dan usaha bersama.

d. Terjadi proses penguasaan kecakapan personal, sosial, vokasional, akademik, manajerial serta kewirausahaan.

e. Terjadi proses pemberian pengalaman dalam melakukan pekerjaan dengan benar, hingga menghasilkan produk bermutu.

f. Terjadi proses interaksi saling belajar dari para ahli. g. Terjadi proses penilaian kompetensi.

h. Terjadi pendampingan teknis untuk bekerja atau membentuk usaha bersama. Apabila dihubungkan dengan pekerjaan tertentu, life skill dalam lingkup pendidikan nonformal ditujukan pada penguasaan vokasional skills yang intinya terletak pada penguasaan keterampilan secara khusus (spesifik). Apabila dipahami


(33)

dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa life skills dalam konteks kepemilikan keterampilan secara khusus sesungguhnya diperlukan oleh setiap orang. Ini berarti bahwa program life skill dalam pemaknaan program pendidikan nonformal diharapkan dapat menolong mereka untuk memiliki harga diri mencari nafkah dalam konteks peluang yang ada di lingkungannya.

2.3.3. Tujuan Life Skill

Dalam pelaksanaan program kecakapan hidup maka terdapat dua tujuan, yaitu:

a. Tujuan Umum

Pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan non formal bertujuan untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan/usaha tertentu sesuai dengan bakat, minat perkembangan fisik dan jiwanya serta potensi lingkungannya, sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat dijadikan bekal untuk meningkatkan kualitas hidupnya.

b. Tujuan Khusus

Memberikan pelayanan pendidikan kecakapan hidup kepada warga belajar agar :

1. Memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.


(34)

3. Memiliki kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun anggota keluarganya.

4. Mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat (life long education) dalam rangka mewujudkan keadilan di setiap lapisan masyarakat

2.3.4. Kriteria dan Sasaran Life Skill a. Kriteria

Kriteria dalam penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) ini harus meliputi:

1. Penggalian berdasarkan karakteristik masyarakat dan potensi daerah setempat. 2. Pengembangan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan kelompok sasaran. 3. Adanya dukungan dari pemerintah setempat.

4. Prospektif untuk berkembang dan berkesinambungan.

5. Ketersediaan nara sumber teknis dan prasarana untuk praktek keterampilan yang memadai.

6. Memiliki dukungan lingkungan (perusahaan, lembaga pendidikan, dan lain-lain). 7. Memiliki potensi untuk mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai sektor. 8. Berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan berusaha.

b. Sasaran

Adapun sasaran daripada penyelenggaraan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (life skill) ini adalah sebagai berikut:

1. Diprioritaskan bagi masyarakat usia 16-44 tahun yang tidak Sekolah dan tidak bekerja.


(35)

2. Warga belajar binaan SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) atau warga masyarakat putus atau tamat SD/SLTP.

3. Berasal dari keluarga miskin atau tidak mampu. 4. Memiliki minat dan bakat tertentu.

2.3.5. Manfaat Life Skill

Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup (life skill) yang diarahkan pada upaya pengentasan kemiskinan dan upaya memecahkan masalah pengangguran. Oleh karena itu, pemilihan keterampilan yang akan dipelajari oleh warga belajar didasarkan atas kebutuhan masyarakat, potensi lokal dan kebutuhan pasar, sehingga diharapkan akan memberikan manfaat yang positif bagi warga belajar, masyarakat sekitar dan pemerintah.

a. Manfaat bagi warga belajar

1. Memiliki keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan sikap sebagai bekal untuk berusaha sendiri atau bekerja pada perusahaan yang terkait.

2. Memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya.

3. Memiliki penghasilan yang dapat digunakan untuk meningkatkan profesionalismenya dan atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

4. Memiliki keterampilan, pengetahuan, kemampuan dan sikap positif bermanfaat yang dapat ditularkan kepada sesamanya.


(36)

b. Manfaat bagi masyarakat 1. Pengangguran berkurang.

2. Tumbuhnya aneka mata pencaharian baru yang diusahakan oleh masyarakat sekitar.

3. Berkurangnya kesenjangan sosial. 4. Keamanan masyarakat membaik. c. Manfaat bagi pemerintah

1. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia. 2. Produktivitas bangsa meningkat.

3. Mencegah urbanisasi.

4. Tumbuhnya kegiatan usaha ekonomi masyarakat. 5. Mencegah kerawanan sosial.

2.4. Kerangka Pemikiran

Gagasan tentang pendidikan life skill bukanlah sesuatu yang baru, meskipun konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup baru digulirkan di Indonesia tahun 2003. Gagasan tentang pendidikan kecakapan hidup telah dimulai oleh UNESCO pada tahun 1949 melalui konsep functional literacy. Gagasan pokok dari konsep tersebut adalah agar kemampuan baca-tulis-hitung dapat berfungsi dan memberi manfaat bagi yang bersangkutan untuk keluar dari tiga kesengsaraan, yaitu: kebodohan (ignorance), kerentanan terhadap penyakit (ill-health) dan kemelaratan (poverty).

Pentingnya pembekalan kecakapan hidup terhadap masyarakat pada umumnya telah mendapat pengakuan dari para pakar yang berkecimpung di dunia pendidikan. Penegasan tentang pentingnya kecakapan hidup dapat dilihat pada


(37)

Pokok-Pokok Deklarasi Dakkar Tahun 2000 tentang Pendidikan Untuk Semua yang menunjukkan adanya hak bagi setiap warga negara, baik anak-anak maupun orang dewasa, untuk memperoleh kesempatan yang adil dalam mengikuti pendidikan kecakapan hidup, dan adanya kewajiban bagi setiap negara untuk menyediakan, memperbaiki, meningkatkan dan menjamin kualitas penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup, terutama kecakapan hidup yang bersifat penting, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya secara merata (Fasli Jalal, 2004: 11-12).

Menurut Ditjen Diklusepa (2003: 6), hakikat pendidikan berorientasi kecakapan hidup adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang memungkinkan peserta didik dapat hidup mandiri. Penyelenggaraan pendidikan kecakapan hidup didasarkan atas prinsip lima pilar pendidikan, yaitu: learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan), learning to learn (belajar untuk tahu cara belajar), learning to do (belajar untuk dapat berbuat/melakukan pekerjaan), learning to be (belajar agar dapat menjadi orang yang berguna sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri), dan learning to live together (belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain).

Berdasarkan prinsip lima pilar pendidikan di atas, peserta didik program life skill diharapkan mampu belajar untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diminatinya, memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta membantu orang lain yang membutuhkannya.

Oleh sebab itu, maka program life skill ini sangat penting dalam upaya peningkatan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya program ini diharapkan anak asuh di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai dapat meningkatkan keterampilannya agar kemudian setelah ia dewasa ia dapat memiliki suatu keterampilan untuk dapat bertahan hidup. Hal inilah yang kemudian menjadi latar


(38)

belakang peneliti untuk melihat bagaimana respon anak asuh terhadap program life skill yang dijalankan di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.

Bagan I

Bagan Kerangka Pemikiran

2.5. Defenisi Konsep dan Definisi Operasional 2.5.1. Denfenisi Konsep

Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1981: 32). Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu

Dinas Sosial Binjai

Program Kecakapan Hidup

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah

Anak Asuh Al Jam’iyatul Washliyah Bi j i

Respon Positif:

1. Memahami dan mengerti proses dan tujuan dari program 2. Menyenangi, menyukai dan

mengharapkan adanya program 3. Berpartisipasi aktif dan

mendukung pelaksanaan program

Respon Negatif:

1. Tidak memahami dan mengerti proses dan tujuan program

2. Tidak menyenangi, menyukai dan mengharapkan adanya program

3. Tidak berpartisipasi aktif dalam mendukung program


(39)

persamaan presepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian ini.

Untuk mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Respon adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, perasaan dan penerimaan. Dalam hal ini konsep dari respon yang diteliti adalah bagaimana respon anak asuh terhadap Program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.

b. Anak Asuh adalah anak yang berasal dari keluarga pra sejahtera ataupun yang sudah tidak memiliki orangtua dan mendapatkan pengasuhan di luar lingkungan yang sah.

c. Life skill adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan penghidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

d. Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah suatu yayasan yang berada di Jalan Jend. Ahmad Yani No. 35 Binjai dimana yayasan ini berfungsi sebagai wadah partisipasi sosial yang menampung, mengasuh, mendidik dan membina warga masyarakat yang mengalami masalah Kesejahteraan Sosial, antara lain: Fakir miskin, anak terlantar, anak yatim, anak piatu, dan anak yatim piatu yang berasal dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam.


(40)

2.5.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan operasionalisasinya dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Nawawi, 1998: 120).

Dengan adanya program kecakapan hidup atau life skill yang diterapkan di Yayasan Al Jam’iyatul Wasliah Binjai maka hal ini akan memberikan pengaruh dan respon yang akan timbul terhadap program ini. Dimana variabel dalam mengukur respon ada tiga yaitu pemahaman, sikap dan pemanfaatan.

Oleh sebab itu defenisi operasional dalam penelitian ini adalah a. Respon Positif

1. Memahami dan mengerti proses dan tujuan dari program. 2. Menyenangi, menyukai dan mengharapkan adanya program. 3. Berpartisipasi aktif dan mendukung pelaksanaan program. b. Respon Negatif

1. Tidak memahami dan mengerti proses dan tujuan program.

2. Tidak menyenangi, menyukai dan mengharapkan adanya program. 3. Tidak berpartisipasi aktif dalam mendukung program


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999:63).

Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang respon anak asuh terhadap program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai yang beralamat di Jalan Jend. Ahmad Yani No. 35 Binjai. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini adalah karena ini merupakan salah satu yayasan yang melakukan program life skill atau kecakapan hidup.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penulisan yang dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai atau peristiwa sebagai


(42)

sumber daya yang memiliki karakter tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi, 1998: 78). Populasi dalam penelitian ini adalah anak asuh dari Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai yang mendapatkan program life skill yaitu berjumlah 30 orang anak asuh.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil datanya dengan menggunakan cara-cara tertentu (Nawawi, 1998:144). Jika jumah populasi lebih dari 100 maka diambil sampelnya sejumlah 10-15% atau 20-25% dari populasi. Dari keterangan di atas, karena populasi tidak lebih dari 100, maka sampel dalam penelitian ini adalah merupakan seluruh populasi yang ada yakni berjumlah 30 orang anak asuh.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian digunakan teknik sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan data sekunder

Dengan cara studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, jurnal, blog, website ataupun tulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

2. Teknik pengumpulan data primer

Dengan cara studi lapangan yaitu merupakan pengumpulan data yang diperoleh melalui penelitian dengan turun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu:


(43)

2.a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

2.b. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket kepada sampel.

2.c. Wawancara, yaitu dimaksudkan untuk mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan.

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Subjek penelitian dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif dalam jumlah yang berimbang dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, kurang setuju atau tidak setuju (Faisal, 2005:143).

Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negatif menuju respon positif, yakni:

a. Skor tidak setuju (negatif) adalah -1 b. Skor kurang setuju (netral) adalah 0 c. Skor setuju (positif) adalah 1

Adapun langkah-langkah analisa data yang dilakukan adalah:

a. Pengkodingan, yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban menurut macamnya


(44)

b. Membuat kategori untuk mengklasifikasikan jawaban sehingga mudah dianalisa serta disimpulkan untuk menjawab masalah yang dikemukakan dalam penelitian

c. Tabulasi, yaitu dengan menggunakan tabel tunggal untuk mengetahui jawaban dan skor dari masalah yang diteliti.

Sebelum menentukan klasifikasi persepsi, sikap dan partisipasi, maka ditentukan interval kelas sebagai berikut:

i = H - L K

= 1 – ( -1) i = interval kelas

3 H = nilai tertinggi

= 2 L = nilai terendah

3 K = banyak kelas

= 0,66

negatif netral positif

-1 -0,66 -0,33 0 0,33 0,66 1

Maka dapat ditentukan kategori respon positif atau negatif dengan adanya batasan nilai yang telah diperoleh sebagai berikut:

Respon dengan nilai -1 sampai dengan -0,33 = respon negatif Respon dengan nilai -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral Respon dengan nilai 0,33 sampai dengan 1 = respon positif


(45)

BAB IV

DESKRIPTIF LOKASI PENELITIAN

4.1. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada 30 November 1930 dan bertepatan 9 Rajab 1349 H di kota Medan, Sumatera Utara. Al Jam’iyatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al Washliyah lahir ketika bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Hindia Belanda (Nederlandsh Indie). Sehingga, para pendiri Al Jam’iyatul Washliyah ketika itu turut berperang melawan penjajah Belanda. Tidak sedikit para tokoh Al Jam’iyatul Washliyah yang ditangkap Belanda dan dijebloskan ke penjara hingga menjadi shahid demi mempertahankan agama dan negara .

Tujuan utama berdirinya organisasi Al Jam’iyatul Washliyah ketika itu adalah sebagai sarana pemersatu umat yang berpecah belah dan berbeda pandangan. Adapun arti dari Al Jam’iyatul Washliyah adalah perkumpulan yang menghubungkan. Maksudnya adalah menghubungkan manusia dengan Allah SWT dan menghubungkan manusia dengan manusia (sesama umat Islam) (http://www.al-washliyah.com/?page_id=989, diakses pada tanggal 8 Februari 2010 pukul 16.30).

Seiring perjalanan tersebut, maka dengan maksud menghubungkan manusia dengan manusia maka pendiri dari Al Jam’iyatul Washliyah sepakat untuk mendirikan Panti Asuhan. Panti asuhan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Kota Binjai dibentuk sebagai wadah partisipasi sosial menampung, mengasuh, mendidik dan membina warga masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial seperti anak yang berasal dari keluarga kurang mampu, anak yatim, anak piatu dan


(46)

anak yatim piatu yang berasal dari wilayah Propinsi Sumatera Utara (SUMUT) dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

Sejak berdirinya pada tanggal 30 November 1949 Panti Asuhan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Kota Binjai terus aktif hingga saat ini untuk membantu Pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial serta dalam usaha pengentasan kemiskinan dengan mengasuh, mendidik, dan juga membina mereka secara terarah dan terpadu sehingga kelak mereka menjadi manusia yang berguna untuk agama, bangsa dan negara.

Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Kota Binjai yang berdiri sejak 60 tahun yang lalu hingga saat ini juga terus aktif membantu pemerintah dalam usaha meningkatkan peran sosial dibidang pendidikan. Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai juga mempunyai asrama putra dan putri tempat penampungan bagi anak-anak didik yang kurang mampu.

Anak-anak di panti asuhan yang bernaung di bawah yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai ini berjumlah 122 anak panti yang terdiri dari 60 anak laki – laki dan 62 anak perempuan.

4.2. Letak dan Kedudukan Lembaga

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Al Jam’iyatul Wasliyah Binjai yang beralamat di Jalan Jend. Ahmad Yani No.35 Binjai. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini adalah karena yayasan ini merupakan salah satu yayasan yang melakukan program life skill. Disamping itu, Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai merupakan tempat Praktikum Akhir saya, sehingga saya sudah mengenal dengan baik mulai dari pihak yayasan maupun anak asuh. Hal ini tentu akan memudahkan peneliti untuk dapat memperoleh data.


(47)

4.3. Struktur Orgaisasi Lembaga

Stuktur Organisasi adalah susunan komponen-komponen (unit-unit kerja) dalam organisasi atau kerangka yang menunjukkan semua tugas kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda tersebut diintegrasikan (koordinasi). Selain dari pada itu, stuktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi-spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyiapan laporan agar suatu instansi atau lembaga dapat diketahui dari kedudukan dan tanggung jawab masing-masing bagian.

Dengan Sruktur Organisasi yang jelas, semua unit mengetahui tugas dan tanggung jawab masing-masing pada Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai. Berikut adalah Bagan Struktur Yayasan Al Jami’yatul Washliyah Binjai:

Bagan 4.1

Struktur Organisasi Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai

Sumber: Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai 2010.

Ketua Yayasan

Bendahara

Wakil Sekretaris/ Kepala Panti Putra Sekretaris/

Kepala Panti Putri

Wakil Ketua Yayasan

Penjaga Pembimbing

Kepala Tata Usaha Konsumsi


(48)

4.4. Sumber Daya dan Sumber Dana Pengelolaan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai

4.4.1. Jumlah Pengurus/Personil Panti

Sejalan dengan gambar struktur organisasi yayasan yang diungkapkan diatas, unsur pelaksanaan tugas-tugas pelayanan kesejahteraan sosial di yayasan hanyalah dijalankan oleh petugas yayasan. Adapun susunan pengurus Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah Pengurus dan Personil Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai

No Nama Jabatan Pendidikan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

H. Nizamuddin, SH.

Drs. H. Pandapotan Harahap Drs. H. Permadi Kadim Amiruddin Batubara Hj. Siti Hamidah Berutu Nurul Hidayah, A.Md.Com Yetti Mirana Maya Sukmawati Faridah Harahap Dra.Rubiah Hanum Syafaruddin Siregar Ketua Yayasan Wakil Ketua

Sekretaris/Kepala Panti Putri Wk Sekretaris/Kepala Panti Putra Bendahara / Urusan Rumah Tangga Ka. Tata Usaha

Bagian Konsumsi Pengasuh

Pengasuh Pembimbing

Penjaga / Petugas Konsumsi

Sarjana Sarjana Sarjana SMA SMA Sarjana SMA SMA SMA Sarjana SMA Sumber : Kantor Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai 2010


(49)

4.4.2. Sumber Dana/Keuangan Lembaga

Sumber dana Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai berasal dari 3 elemen yaitu,

a. Pemerintah

1. Dalam pemeliharaan dana dibantu oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk bantuan subsidi tambahan.

2. Dari Pemerintah Provinsi bantuan subsidi dan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara.

3. Dari Pemerintah Kota Binjai memeberikan subsidi melalui Dinas Sosial Kota Binjai rata – rata Rp 1.200 per anak / hari.

b. Donatur Tetap

Donatur tetep ini memberikan bantuan rutin untuk anak-anak panti. Namun, nominalnya tidak tetap. Sebagian dari donator ini merupakan pengurus panti Al Jam’iyatul Washliyah Binjai juga, yang dahulunya adalah anak salah satu anak penghuni panti tersebut.

c. Pihak lain / Masyarakat

Dalam hal ini tidak dapat di pastikan kapan dan bantuan apa yang diberikan kepada panti tersebut. Yang dimaksudkan disini adalah bantuan dari individu, yayasan, instansi yang memiliki hajatan dan mengundang mereka (anak panti) dan ada juga bantuan dari komunitas Tionghoa yang berdomisili di sekitar panti.


(50)

4.5. Visi dan Misi Lembaga

Sebagai yayasan yang bergerak di bidang partisipasi sosial, maka Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai memiliki visi misi dalam menjalankan fungsinya. Adapun yang menjadi visi dari Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah untuk membentuk warga binaan yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak serta mampu berdiri sejajar di tengah-tengah masyarakat.

Misi dari Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah sebagai berikut: 1. Memberikan pendidikan formal yang layak warga binaan.

2. Memberikan pendidikan agama di luar pendidikan formal.

3. Memberikan pendidikan/pelatihan kursus agar warga binaan memiliki keahlian lain.

4. Menciptakan hidup bersih dilingkungan panti sesuai dengan standart kesehatan. 5. Memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan kepada warga binaan

selayaknya anak-anak lainnya.

6. Menciptakan rasa kekeluargaan yang erat didalam panti.

7. Membentuk mental warga binaan agar siap bersaing di tengah masyarakat. 8. Membantu warga binaan untuk mendapatkan sumber penghidupan setelah


(51)

4.6. Fasilitas Yayasan

Adapun fasilitas yang ada pada Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai dalam rangka menunjang kegiatan pelayanan anak asuh dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Fasilitas Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai

Sumber : Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai 2010

No Jenis Prasarana Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Ruang kantor Ruang pengawas Gudang Ruang tidur Ruang makan Kamar mandi / WC Ruang keterampilan Ruang komputer Ruang belajar Aula Mushola Ruang Kesehatan Sepeda Motor Mobil 1 2 1 8 2 8 1 1 6 1 1 1 1 1


(52)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa fasilitas yang ada di Panti Asuhan dapat dikatergorikan cukup memadai, hal ini dapat dilihat dari terdapatnya prasarana-prasarana pendukung kegiatan peningkatan keterampilan seperti aula, ruang komputer, ruang keterampilan dan adanya alat musik. Namun ruang makan yang hanya berjumlah dua sangat kurang memadai untuk menampung 122 anak asuh.

4.7. Keadaan Umum Anak Asuh di Yayasan

Setelah diuraikan tentang berbagai organisasi panti secara umum, berikut ini diuraikan keadaan umum daripada anak-anak asuh di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai yang meliputi identifikasi umur, kategori dan asal klien.

4.7.1. Jumlah Anak Asuh

Jumlah anak asuh di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai keseluruhannya adalah 122 orang dengan klasifikasi tingkat usia dan pendidikannya dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.3

Klasifikasi Anak Asuh Berdasarkan Tingkat Usia dan Pendidikan

No Umur Pendidikan Jumlah

1 2 3 4 5

0 – 4 tahun 5 – 6 tahun 7 – 13 tahun 14 – 16 tahun 17 – 19 tahun

- TK SD SMP SMA

- - 32 39 51

Jumlah 122


(53)

4.7.2. Identifikasi/Kategori Penerimaan Anak Asuh

Identifikasi/kategori penerimaan anak dimaksudkan adalah untuk mengenal kondisi daripada anak-anak asuh tersebut khususnya kondisi orang tua yang menyebabkan anak tersebut masuk dan menjadi bagian dari Anak Asuh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai. Berikut tabel identifikasi latar belakang anak menjadi anak asuh.

Tabel 4.4

Identifikasi/Kategori Anak Asuh Berdasarkan Latar Belakang Menjadi Anak Asuh

No Kategori Anak Jumlah

1 2 3 4 5 6 7

Yatim piatu Yatim Piatu Miskin Terlantar Broken Home

Korban Bencana Alam

14 33 2 60

1 1 11

Jumlah 122


(54)

4.8. Tujuan dan Kegiatan Pelayanan Yayasan 4.8.1. Tujuan Pelayanan Yayasan

Adapun yang menjadi tujuan daripada pelayanan panti asuhan adalah: 1. Mendidik anak-anak asuh.

2. Mengasuh anak-anak asuh agar dapat hidup mandiri. 3. Memajukan dan meningkatkan keimanan anak asuh. 4.8.2. Kegiatan dalam Yayasan

Kegiatan pelayanan dan pendidikan yang diberikan kepada anak asuh, antara lain :

a. Bidang Pengasuhan

Kegiatan pelayanan oleh yayasan dalam bidang pengasuhan, yaitu: 1. Pemenuhan kebutuhan pangan

Anak asuh diberikan makan 3 kali sehari, yaitu pada pukul 6.00, pukul 14.00, serta pukul 19.00 dengan menu makanan sederhana. 2. Pemenuhan kebutuhan sandang

Kepada anak asuh diberikan pakaian sehari-hari, pakaian sekolah dan pakaian muslim.

3. Pemenuhan kebutuhan papan

Anak asuh diberikan tempat tinggal, yaitu asrama putra dan asrama putri.

4. Pemeliharaan kesehatan

Apabila terdapat anak asuh yang sakit maka anak asuh berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Seperti pertolongan pertama dengan pemberian obat.


(55)

b. Bidang Pendidikan

Kegiatan pelayanan oleh yayasan dalam bidang pendidikan, yaitu: 1. Pada pagi hari, seluruh anak asuh sekolah dari tingkatan sekolah

dasar, tsanawiyah dan aliyah di Perguruan Al Washliyah Jln .Jend.Ahmad Yani Kota Binjai.

2. Pada sore hari, seluruh anak asuh sekolah di Madrasah ibtidaiyah diniyah dan tsanawiyah diniyah di Perguruan Al Wasliyah Jln.Jend.A.Yani Kota Binjai.

3. Pada malam hari, seluruh anak asuh diberikan pelajaran keagamaan, seperti: membaca Al-Qur’an, latihan menjadi penceramah, pendidikan keterampilan dan Marhaban baik di Asrama Putra dan Asrama Putri. c. Bidang Keterampilan

Kegiatan pelayanan oleh yayasan dalam bidang keterampilan, yaitu: 1. Setiap anak asuh yang duduk di tingkat tsanawiyah dan aliyah.

Disamping mereka diberikan pendidikan umum dan agama, mereka diberikan bimbingan kursus Bahasa Arab serta Bahasa Inggris.

2. Untuk anak asuh putra yang duduk di tingkat aliyah diberikan pendidikan keterampilan yang mana anak asuh diseleksi untuk diikutkan program kecakapan hidup atau life skill.


(56)

BAB V

ANALISIS DATA

5.1. Karakteristik Umum

Berikut diuraikan karakteristik responden meliputi usia, suku, agama, jenis kelamin, latar belakang anak asuh, dimana data tersebut diperoleh dari hasil penelitian melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Menganalisa data merupakan suatu upaya untuk menata dan mengelompokkan data menjadi suatu bagian-bagian tertentu menurut kelompok data jawaban responden. Analisa data yang dimaksud adalah suatu interprestasi langsung yang berdasarkan data dan informasi yang diperoleh di lapangan dengan tetap berpedoman pada tujuan penelitian.

Pada bagian ini penulis mencoba menganalisa data-data yang telah diperoleh di lapangan, terutama yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diajukan kepada para responden yaitu anak asuh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai yang diwakili oleh 30 anak asuh penerima program kecakapan hidup atau life skill.

Berikut ini adalah karakteristik umum dari responden yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia, agama, latar belakang menjadi anak asuh, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua:


(57)

5.1.1. Data Jenis Kelamin Responden Tabel 5.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 2 Laki-Laki Perempuan 30 0 100,0 0

Jumlah 30 100,0

Sumber : Kuesioner 2010

Data pada tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa keseluruhan dari responden merupakan laki-laki. Hal ini disebabkan karena pimpinan yayasan beranggapan bahwa laki-laki lebih membutuhkan program keterampilan hidup karena ketika mereka tamat dari yayasan maka mereka akan memiliki beban hidup yang lebih besar.

5.1.2. Data Usia Responden

Tabel 5.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase (%)

1 2 3 4 5 15 16 17 18 19 0 1 10 18 1 0 3,33 33,34 60,00 3,33

Jumlah 30 100,00


(1)

variabel partisipasi. Jumlah sub variabel partisipasi ada 4 sub variabel, sehingga rata-rata V3= ∑ skor variabel : 4 (lihat lampiran). Data hasil pengukuran partisipasi masyarakat terhadap program pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.32

Partisipasi Anak Asuh Terhadap Program Life Skill

No Kategori Jumlah Persentase (%)

1 2 3

Positif Netral Negatif

15 9 6

50,00 30,00 20,00

Jumlah 30 100,00

Sumber : Kuesioner 2010

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa terdapat 15 orang atau 50,00 % responden memiliki partisipasi yang positif terhadap program life skill. Responden yang berpartisipasi dengan netral sebanyak 9 orang atau 30,00 %. Responden dalam kategori ini memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang program, akan tetapi jarang memberikan kontribusi atau peran dalam hal pemberian usulan terhadap pemateri maupun terhadap pihak yayasan walaupun mereka selalu hadir mengikuti kegiatan program life skill.


(2)

yang diberikan oleh pengajar maupun yayasan sudah baik sehingga tidak diperlukan lagi partisipasi dalam hal peningkatan kualitas program yaitu dengan cara pemberian usulan, saran maupun keaktifan bertanya dalam kegiatan program.

Dari data di atas, dapat kita analisis apakah partisipasi anak asuh termasuk respon positif atau negatif, dengan memberikan nilai 1 pada respon positif, nilai 0 untuk respon netral dan nilai -1 untuk respon negatif, lalu dibagi dengan jumlah total responden. Hasil akhir dapat dilihat apakah partisipasi positif atau negatif adanya batasan nilai pada skala likert.

Persepsi positif : 15 x 1 = 15 Persepsi netral : 9 x 0 = 0 Persepsi negatif : 6 x -1 = -6 +

= 9 / 30

= 0,30 (persepsi netral karena berada diantara – 0,33 sampai dengan 0,33)


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, maka dapat dambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Respon anak asuh terhadap pelaksanaan program life skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai adalah positif. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban responden yang bersifat positif terhadap indikator-indikator yang termasuk dalam variabel penelitian. Dengan menggunakan skala likert maka dapat diperoleh data rata-rata dari hasil penghitungan terhadap variabel persepsi (V1), variabel sikap (V2) dan variabel partisipasi (V3) yaitu (0,66+0,9+0,30):3= 0,62 (respon positif).

b. Responden secara umum memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya keterampilan hidup atau life skill. Mereka juga merasa berterima kasih kepada pemerintah dan pihak yayasan karena telah diberikan kesempatan untuk mendapatkan bantuan program life skill.

c. Perpaduan antar kejelasan program yang diberikan oleh pihak yayasan serta pemilihan pembimbing yang tepat menambah nilai positif respon anak asuh. Karena dengan pemilihan pembimbing yang berjiwa muda, kreatif, serta


(4)

5.2.Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang kiranya dapat menjadi masukan bagi semua pihak yang membutuhkannya, yaitu

a. Adanya kelanjutan program dari pihak yayasan seperti dengan cara membuka unit usaha sekolah yang dapat memberi kesempatan kerja kepada anak asuh yang memperoleh program life skill agar dapat menerapkan keterampilan yang diperolehnya. Disamping itu yayasan bisa lebih mandiri dalam hal pembiayaan operasional.

b. Agar kedepannya program life skill ini dapat dinikmati oleh semua anak asuh, walaupun dalam pelaksanaannya peneliti melihat bahwa pihak yayasan juga memberikan izin kepada anak asuh yang lainnya untuk dapat melihat bahkan mengikuti kegiatan program life skill.

c. Adanya peningkatan fasilitas dalam hal pelaksanaan program life skill. Sehingga hasil yang dicapai dapat lebih maksimal.

d. Kepada pemerintah, agar kiranya tidak hanya memberikan dana operasional untuk peningkatan keterampilan hidup saja tetapi juga dibarengi dengan dana untuk pembukaan usaha, sehingga setelah mereka melaksanakan pelatihan keterampilan mereka langsung dapat menerapkan keterampilannya dengan berwirausaha.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto, 1999, Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Danim, Sudarwan. 1995. Transformasi Sumber Daya Manusia, Analisis Fungsi Pendidikan,

Dinamika Perilaku dan Kesejahteraan Manusia Indonesia Masa Depan, Jakarta : Bumi Aksara.

Jalal Fasli, 2004. Kebijakan Pembangunan di bidang Pendidikan Non Formali, Seminar.

Makalah Seminar Nasional Pendidikan

Faisal, Sanapiah, 2007. Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial, Bandung : Refika Adinata.

Hamijoyo, Santoso. S, 2002. Psikologi Komunikasi, Jakarta: CV. Rajawali. Horton, B. Paul dan Hunt, L. Chester. 1987. Sosiologi Jilid I, Jakarta: Erlangga. Hurlock, Elisabeth. 1993. Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga.

Marpaung, Ridwan. 1988. Kamus Populer Pekerjaan Sosial, Bandung: STKS. Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian, Jakarta: PT.Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta


(6)

Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3S.

Soetomo. 2006. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Susanto, Julius. 2000. Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia, Bandung: PT. Angkasa

Sumarnonugroho. T. 1987. Sistem Intervensi Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta: PT Hanindita.

______________________. 2004. Pedoman penyelenggaraan program kecakapan hidup

pendidikan non formal, Jakarta: Bagian Proyek Life Skills PLS Ditjen Diklusepa

Depdiknas.

Sumber Lain:

http://www.al-washliyah.com/?page_id=989,( diakses pada tanggal 8 Februari 2010 pukul 16.30).

http://www.datastatistikindonesia.com /1165/3457 pukul 16.55).

(diakses pada tanggal 29 Oktober 2009

http://www.datastatistikindonesia.com/content/3444/56 pada pukul 13.30).

(diakses pada tanggal 3 Maret 2010

http://www.pkbmpls.wordpress.com/categorylife-skills pukul 15.15).

, (diakses pada tanggal 30 Oktober 2009

http://www.scribd.com/content/view/9776/355 17.05).

(diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pukul

13.35).

http://hasanismailr.blogspot.com/2009/06/pengertian-respon.html (diakses pada tanggal 5

November pada pukul 13.40).