Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir, pembangunan sarana dan prasarana, dan pendampingan. Berbagai upaya tersebut telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin. Menurut data BPS jumlah penduduk miskin pada tahun 1976 sebanyak 54,2 juta jiwa 40,1 menjadi 22,5 juta jiwa 11,3 pada tahun 1996 http:www.datastatistikindonesia.com11653457, diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pukul 16.55. Krisis ekonomi yang terjadi sejak Juli 1997 membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu melemahnya kegiatan ekonomi, memburuknya pelayanan kesehatan dan pendidikan, memburuknya kondisi prasarana dan sarana umum, menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Krisis ekonomi juga mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 49,5 juta jiwa 24,2 pada tahun 1998 Soetomo, 2006: 2. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan menjadi 37,3 juta jiwa, termasuk di antaranya fakir miskin sebanyak 15,8 juta atau 42,4 dari populasi penduduk miskin http:www.datastatistikindonesia.comcontent344456, diakses pada tanggal 3 Maret 2010 pada pukul 13.30. Hal ini terjadi sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian yang diikuti oleh terkendalinya harga barang dan Universitas Sumatera Utara jasa serta meningkatnya pendapatan masyarakat. Jumlah penduduk miskin terus menurun secara bertahap menjadi 36,1 juta jiwa 16,6 pada 2004. Dilihat dari jumlah penduduk miskin tersebut, 11,5 juta jiwa 12,6 berada di perkotaan dan 24,6 juta jiwa 19,5 berada di pedesaan. Penurunan ini merupakan dampak dari hasil transfer pendapatan berbagai program pembangunan termasuk jaring pengaman sosial JPS yang memang dirancang khusus untuk mengatasi dampak negatif krisis ekonomi yang ada. Selanjutnya bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara pada akhir Desember 2004, serta bencana alam yang terjadi di berbagai daerah di tanah air ditambah lagi kasus lumpur lapindo ternyata menambah beban penduduk miskin, sehingga meningkatkan jumlah penduduk miskin sekitar 1 juta jiwa http:www.scribd.comcontentview9776355, diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pukul 17.05. Pemecahan masalah kemiskinan yang dialami oleh para korban bencana alam tersebut memerlukan langkah-langkah khusus dan terpadu. Belum teratasinya masalah kemiskinan mendorong pemikiran akan perlunya suatu strategi baru penanggulangan kemiskinan yang lebih menyentuh akar permasalahan kemiskinan tersebut. Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai masalah kekurangan modal dan menganggap masyarakat miskin sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Implikasi dari pandangan ini adalah pemerintah mempunyai peran dominan untuk menyediakan modal dan kebutuhan dasar masyarakat miskin. Pendekatan ini terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan bukan hanya disebabkan oleh kesulitan anggaran dan lemahnya Universitas Sumatera Utara rancangan kebijakan, tetapi juga karena tidak menyentuh akar masalah kemiskinan serta tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin Susanto, 2000: 264. Kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka. Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui berbagai kebijakan yang bersifat terpusat, seragam dan berjangka pendek. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri dan adanya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Pendekatan berbasis hak right based approach berimplikasi pada perubahan cara pandang terhadap hubungan negara dan masyarakat khususnya masyarakat miskin. Pendekatan berbasis hak dalam penanggulangan kemiskinan mengatur kewajiban negara, artinya bahwa negara pemerintah, DPR, DPD, TNIPOLRI, dan lembaga tinggi negara lainnya berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif. Menghormati bermakna bahwa pandangan, sikap dan perilaku pemerintah serta lembaga negara memperhatikan dan mengedepankan hak-hak dasar masyarakat miskin baik dalam perumusan kebijakan publik maupun penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk tidak turut serta dalam pelanggaran terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin. Melindungi bermakna bahwa negara akan melakukan upaya nyata dan sungguh-sungguh untuk mencegah dan menindak setiap bentuk tindakan pelanggaran hak-hak dasar masyarakat miskin yang dilakukan oleh berbagai pihak. Universitas Sumatera Utara Memenuhi berarti bahwa upaya negara untuk menggunakan sumberdaya dan sumberdana yang tersedia dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin, termasuk menggerakkan secara aktif sumberdaya dari masyarakat, swasta dan berbagai pihak. pelaksana kewajiban negara untuk terlebih dahulu menghormati, melindungi dan kemudian memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin akan membuat proses pemenuhan hak-hak dasar tersebut lebih progresif dan tidak terhambat oleh ketersediaan sumberdaya dan sumber dana Danim, 1995: 64. Negara dapat memilih berbagai instrumen kebijakan baik melalui anggaran maupun peraturan perundangan untuk melaksanakan kewajiban pemenuhan hak-hak dasar secara bertahap. Negara juga dapat menentukan skala prioritas dalam penggunaan sumber daya dan sumber dana secara efisien yang lebih berpihak kepada masyarakat miskin. Pemerintah sebagai salah satu penyelenggara negara dan pengemban amanat rakyat berperan aktif untuk menciptakan perluasan kesempatan bagi terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin seperti hak atas pekerjaan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dan sebagainya. Dengan memperhatikan sumberdaya dan sumberdana yang tersedia, pemerintah bertindak aktif dalam memprioritaskan anggaran dan regulasi yang mendukung pemenuhan hak-hak dasar tersebut. Pemerintah akan berupaya sekuat tenaga untuk mengatur dan mengarahkan sektor-sektor produktif, investasi publik dan regulasi yang lebih mengarah pada penanggulangan kemiskinan. Oleh sebab itu, kebijakan pemerintah tentunya akan lebih berpihak kepada masyarakat miskin dan kepentingan masyarakat miskin akan menjadi prioritas dalam pembangunan http:www.heksaloga.blogspot.com, diakses pada tanggal 30 Oktober pukul 14.45. Universitas Sumatera Utara Dampak krisis ekonomi dan beban pembayaran utang telah mengurangi kemampuan anggaran negara. Hal ini telah mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam membiayai pembangunan termasuk pembiayaan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, pengakuan terhadap hak-hak dasar memberikan penegasan akan arti pentingnya kebijakan investasi yang mampu mendukung pemenuhan hak-hak dasar, dan kebijakan pembiayaan pembangunan nasional yang sesuai dengan prioritas alokasi anggaran negara bagi pembangunan manusia secara menyeluruh. Dengan kewenangan dan sumberdaya yang lebih besar, pemerintah kabupaten dan kota berkewajiban untuk memberikan layanan dasar yang mudah, murah dan bermutu bagi masyarakat miskin. Pelaksanaan otonomi daerah juga menegaskan kewajiban pemerintah kabupatenkota untuk lebih terbuka dan memberi ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Perbaikan tata pemerintahan akan membuka peluang lebih luas bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan memberdayakan masyarakat miskin serta memberikan peran yang strategis bagi swasta dan berbagai pihak dalam mengatasi masalah kemiskinan. Disisi lain, kurangnya Sumber Daya Manusia SDM yang berkualitas merupakan akar dari semua persoalan bangsa kita saat ini. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka harus diambil langkah-langkah jangka panjang seperti membangun dan mengembangkan mental SDM yang mandiri dan berjiwa kompetitif. Pendidikan merupakan salah satu sarana mewujudkan upaya pengembangan SDM tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menjadikan aspek pendidikan sebagai prioritas utama dalam merencanakan program kerja pembangunan kedepan. Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan menaikkan anggaran pelaksanaan pendidikan di wilayah-wilayah yang Universitas Sumatera Utara sedang berkembang serta melakukan evaluasi terhadap program pendidikan yang telah dilaksanakan, guna menemukan kelemahan pelaksanaan pendidikan masa sekarang dan menemukan jalan terang terhadap penyusunan kebijakan pengembangan pendidikan ke depan. Selama ini, pemerintah telah melakukan berbagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, antara lain meliputi penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku ajar, peningkatan mutu guru dan tenaga kependidikan, pengadaan fasilitas pendidikan seperti perpustakan, laboratorium, serta perbaikan dan peningkatan manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan ternyata juga belum begitu berarti bagi peningkatan penyerapan terhadap tenaga kerja. Hal ini disebabkan para lulusan- lulusan Sekolah Menengah Atas SMA, Sekolah Menengah Kejuruan SMK atau bahkan lulusan Perguruan Tinggi tidak memiliki keterampilan hidup. Berarti, diperlukan suatu upaya dalam peningkatan keterampilan hidup yang merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam hal pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan, seperti kita ketahui merupakan kunci keberhasilan bagi masyarakat miskin untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan. Hal ini juga menegaskan bahwa perbaikan tata pemerintahan dan perluasan partisipasi harus menjadi bagian integral dari setiap kebijakan yang dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat miskin dan meningkatkan taraf serta mutu hidup masyarakat miskin. Namun terdapat tantangan lain yaitu globalisasi yang ditandai oleh penerapan pasar bebas. Hal ini tentu tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar sebab sebagian besar masyarakat Indonesia belum siap dengan era pasar bebas ini. Hal ini juga disebabkan belum terciptanya rasa cinta masyarakat Indonesia terhadap produksi dalam negeri sendiri. Oleh sebab itu, diperlukanlah Universitas Sumatera Utara suatu penguatan terhadap masyarakat Indonesia terutama kepada pelaku industri di Indonesia tentang bagaimana cara menahan arus globalilasai yang kian merugikan industri-industri kecil di Indonesia. Adapun cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah dengan meningkatkan keterampilan hidup atau disebut life skill. Keterampilan hidup merupakan hal penting untuk dilakukan sebab pemerintah pasti memiliki keterbatasan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial, tentu sebagai masyarakat biasa kita juga harus bisa mengambil peran agar kita mampu bertahan menghadapi arus globalisasi tersebut. Kemudian timbul pertanyaan, apakah pentingnya life skill dalam menahan arus globalisasi? Jawabannya adalah dengan meningkatnya keterampilan masyarakat, maka masyarakat akan menjadi mandiri. Dengan kemandirian tersebut, maka masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri sehingga tercapailah ketahanan nasional Notoatmodjo, 2003: 131. Melihat pentingnya konsep life skill ini, maka pendidikan life skill perlu ditanamkan sejak usia dini. Oleh sebab itu, pemerintah mulai menerapkan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan untuk mengembangkan bakat pelajar yang kemudian memberikan kesempatan kepada pelajar untuk berkembang sesuai dengan bakat dan potensi yang dimilikinya. Di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan SMK sendiri pendidikan life skill sudah diajarakan ke tingkat yang lebih matang. Tujuannya sudah tentu agar para siswa-siswi lulusan SMK tersebut dapat menggunakan keterampilannya untuk bertahan hidup. Melihat pentingnya program life skill ini, maka Pimpinan Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai mencoba menjalankan program life skill tersebut di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai. Dengan berjalannya program tersebut maka penulis tertarik untuk mencoba meneliti tentang bagaimana respon anak asuh Universitas Sumatera Utara terhadap program life skill di Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul “Respon Anak Asuh terhadap Program Life Skill oleh Yayasan Al Jam’iyatul Washliyah Binjai.”

1.2 Perumusan Masalah