M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005
USU Repository ©2006
27
3.2.3 Bahan peningkat enhancher absorbsi zat aktif
Istilah peningkat enhancher penembusan penetrasi, dipakai untuk bahan yang mempunyai efek langsung terhadap permiabilitas dari sawar barrier kulit. Beberapa bahan
mungkin bekerja dengan langsung secara kimia pada kulit dan sebahagian bahan mungkin tidak mempunyai efek khusus terhadap barrier misalnya dengan mempengaruhi solubilitas danatau
dispersibilitas dari bahan obat danatau sistem penyampaiannya bahan pembawa. Sejumlah bahan dapat meningkatkan penyerapan senyawa yang terlarut di dalamnya Wepierre J, thn
1971, terutama pelarut aprotik misalnya dimetil-sulfoksida DMSO, dimetilasetamida DMA dan dimetilformamida DMF. Ketiga senyawa tersebut, terutama DMSO, secara in vitro dapat
mempercepat penembusan air Baker H, thn 1968, eserin Wepierre J, thn 1966, fluosinolon asetonida Stoughton R, B, thn 1964. Secara in vitro, hasil yang sama diperoleh juga untuk
griseofulvin, hidrokortison Munro D, D, thn 1965 dan sejumlah senyawa lain Idson B, J, thn 1975. Pemakaian DMSO akan memudahkan penimbunan steroida di dalam stratum corneum
Munro D, D, dkk, thn 1965 .DMA kurang beracun dan kurang mengintasi, tetapi DMSO memberikan efek seperti heksaklorofen Stoughton R, B, thn 1966; 1968.
Sebaliknya untuk bahan pembawa yang umum digunakan, maka bahan peningkat penembusan dapat melintasi kulit. Meskipun bahan-bahan tersebut diserap, namun tidak
mempercepat perpindahan senyawa yang terlarut. Setiap bahan dalam larutan berpindah dengan kecepatan tertentu dalam kuht Allenby A, C, dkk, thn 1969.
Pelarut-pelarut organik seperti benzene, alcohol aseton, telah terbukti dapat meningkatkan kecepatan penetrasi baik bahan yang larut dalam air atau bahan yang larut dalam lemak.
Pelarut-pelarut higroskopis yang dipakai dalam bentuk mumi tanpa pengenceran atau larutan yang sedikit diencerkan, akan mengubah struktur lapisan tanduk dan menyebabkan; 1.
pembengkakan sel dasar; dan 2. terjadi penggantian air yang terdapat dalam sel dasar Katz M, dkk, thn 1972.
3.2.4 Iontoforesis
Untuk beberapa senyawa ion yang penyerapannya ke kulit tidak baik, dan pemakaian enhancher kimia juga tidak memberikan hasil yang diharapkan, maka pemberian secara
parentral merupakan suatu pilihan utama. Saat ini penyerapan perkutan senyawa kimia yang
M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005
USU Repository ©2006
28 dapat terdisosiasi dapat ditingkatkan secara iontoforesis, artinya dengan pengaliran listrik terus
menerus melintasi kulit yang diolesi Malkinson F, D, dkk, thn 1963. Seperti diketahui kulit mengandung air dalam jumlah sedikit, sehingga kulit dapat dianggap sebagai kapasitor. Aliran
yang dipakai cukup lemah, antara 0,5 - 1 mAcm
2
dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan
kulit. Elektroda aktif yang diletakkan pada daerah pengolesan adalah anoda untuk molekul bermuatan positif dan katoda untuk molekul bermuatan negatif.
Dengan ionoforesis penyerapan beberapa ion-ion dapat ditingkatkan Kalsium, fosfat, natrium, fluor Omalley E, P, dkk, thn 1954, juga obat-obatan seperti pilokarpin Dobson R,
I, dkk, thn 1972 dan tiroksin James M, dkk, thn 1974. Senyawa-senyawa tersebut dalam waktu 30 menit, konsentrasinya dalam jaringan yang terletak pada daerah pemakaian dan
dalam darah adalah 14 kali lebih tmggi dibandingkan bila tanpa aliran listrik. Iontoforesis terutama akan meningkatkan penyerapan sistemik obat yang dipakai,
dengan aliran listrik antara dua elektroda, zat aktif langsung menembus ke dalam dennis dan memasuki sistem peredaran darah. Meskipun tehnik iontoforesis telah terbukti dapat
meningkatkan absorbsi perkutan obat-obat yang dapat terionisasi atau obat dalam bentuk ion meliputi lidokaine, salisilat dan peptida dan protein, misalnya insulin, namun keamanan
secara klinis dan efikasi system penyampaian obat mempergunakan tehnik iontoforesis masih harus dievaluasi dan diselidiki secara mendetail.
3.2.5 Interaksi Pembawa Vesicles Dengan Model Membran Kulit pada Proses Permiasi
Penelitian untuk menentukan efek dari pelarut pada absorbsi perkutan selalu sulit untuk diinterpretasi sebab stratum corneum mempunyai sifat alamiah yang sangat kompleks dan
interaksinya dengan pembawa. Membran polimer sederhana membutuhkan kondisi penanganan lebih baik, yang dapat diperoleh dalam bentuk dan ketebalan yang bervariasi dan
digambarkan hanya mengalami sekit perubahan dalam permiabilitas. Keuntungan yang ditemukan pada membran sintetik ini menyebabkan digunakannya sebagai model,
mempermudah metodologi validasi dan eksplorasi hubungan fisiko kimia. Jumlah pelarut yang menyebabkan perubahan pada sifat barrier memungkinkan penemuan secara empiris atau
model mekanistik yang mengkarakterisasi perubahan membran. Tujuan daripada riset ini
M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005
USU Repository ©2006
29 adalah menemukan metodologi yang meliputi identifikasi, kuantitasi, dan prediksi dari efek
pelarut pada sifat sifat barrier dari membran sintetik. Pengaruh sifat pelarutzat yang terlarut pada karakteristik permiabilitas membran dapat
ditentukan dengan pemeriksaan nilai steady-state fluks. Penyimpangan dari difusi secara hukum ficks mungkin ditemukan pada konsentrasi zat terlarut yang tinggi dengan perubahan
membran atau dengan interaksi pelarut-zat terlarut sampai perubahan dalam konsentrasi membran dan koefisien difusi Poulsen, 1973; Flynn dkk, 1974. Sebagai tambahan, pelarut
mungkin mengubah struktur membran dan kapasitas untuk zat terlarut Montes dkk, 1967; Embery dan Dugard, 1971; Polano dan Ponec, 1976; Southwell dan Barry, 1983. Membran
Polydimethylsiloxane PDMS telah digunakan dalam banyak jenis dari percobaan difusi Nankano dan Patel, 1970; Flynn dan Smith, 1972; Yalkowsky dan Flynn, 1974; Bottari dkk,
1977; Behl dkk, 1983; Tanaka dkk, 1985. Polydimethylsiloxane PDMS adalah non polar, elastomer yang tidak berpori sehingga berbentuk amorph pada temperatur yang digunakan.
Polimer memperlihatkan karakteristik kelarutan yang mendekati sejajar dengan hexane Jetzer dkk, 1986; Hagen dan Flynn, 1987. Pengisi silika 20-30, biasanya telah membuat lapisan
dari polimer resisten terhadap cairan, peranan dari fase dispersi. Permiasi melalui membran PDMS terdiri dari disolusi awal dari zat terlarut kedalam membran dan kemudian berdifusi
melalui matriks polimer Higuchi dan Higuchi, 1960. Matriks polimer adalah isotropic dan permiasi zat terlarut mengikuti hukum ficks, steady-state fluks secara langsung proporsional
kepada konsentrasinya dalam larutan donor yang digunakan Flynn dan Smith, 1972. Sistim PDMSalkohol alifatik disiapkan sebagai model sistim untuk penelitian interaksi pelarut
terhadap karakteristik permiabilitas membran. Garret dan Chemburkar 1968 meneliti peningkatan pada keseluruhan kecepatan difusi dari 4-amino propiophenone melalui membran
PDMS dari larutan jenuh etanolair dimana kandungan etanol dilkukan meningkat. Most 1972 mengevaluasi efek dari beberapa pelarut yang tidak berkaitan terhadap permiasi
benzokaine melalui membran PDMS. Percobaan permiasi dilakukan terhadap lapisan karet silikon mempergunakan pelarut yang diabsorbsi oleh membran. Sistim ini memperlihatkan
perubahan kecepatan permiasi dan pengurangan waktu tunda lag time. Konstribusi relatip
M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005
USU Repository ©2006
30 untuk mengubah fluks sebab perubahan dalam partisi dan difusivisitas berhubungan dengan
ukuran molekul dari molelcul pelarut yang dimasukkan dan affinitasnya untuk zat terlarut. Ternyata, pelarut yang tidak interaktip air dan poliol tidak berpenetrasi terhadap membran
PMDS. Senyawa ini bekerja secara sederhana untuk menyampaikan molekul zat terlarut, dengan partisi, pada permukaan membran; kemudian berdifusi melalui membran mengikuti
hukum ficks. Untuk sistim ini, steady-state fluks dari bahan yang terpermiasi merupakan hanya fungsi dari aktifitas pelarut.
Larutan jenuh menghasilkan aktifitas unit dari zat yang terlarut dan sebagai hasil nilai ekuivalen fluks steady-state. Pelarut interaktip, secara defenisi, mempengaruhi sifat membran
sehingga satu atau lebih karakteristik permiasi membran berubah dari sifat alamiah membran. Telah diketahui dicatat beberapa perbedaan dalam perilaku permiasi dari alkohol, yang
diminum oleh membran PDMS, dan pelarut yang tidak interaktip. Fluks dari alkohol larutan alkohol jenuh beberapa kali lebih tinggi daripada suspensi berair. Sebagai contoh pertama
adalah theohylline, yang berpermiasi dengan sangat lambat pada sistim yang tidak interaktip, sehingga jumlah permiasi signifikan adalah pada alkohol. Kedua, kelarutan membran paraben
dari beberapa sistim alkohol tersusun sebagai berikut; methyl propyl butyl , dan bertentangan untuk sistim tidak interaktip. Ketiga, fluks dari alkhol tidak merupakan fungsi
liner dari konsentrasi zat terlarut. Alkohol tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap koefisien difusi dari beberapa zat terlarut melalui PDMS.
Koefisien partisi adalah berhubungan liner dengan jumlah alkohol yang diabsorbsi membran. Hubungan ini telah diamati untuk seluruh sistim interaktip, campuran 1propanolparaben pada
berbagai konsentrasi, dan untuk sistim zat terlarut yang sangat encer . Fluks adalah terbesar untuk sistim yang memberikan absorbsi alkohol dengan tingkatan yang tertinggi. Penambahan
konsentrasi zat terlarut akan mengurangi aktifitas pelarut, bahan ini di uptake oleh membran dan, sebagai akibat, koefisien partisi zat terlarut. Sebagai hasil, fluks meningkat dengan
konsentrasi zat terlarut, tercapai puncak, dan kemudian menurun. Interaksi pelarut-zat terlarut juga dapat menjelaskan ketidakcocokan pada pemeriksaan konsentrasi membran paraben.
Sebab fluks dimodifikasi oleh interaksi membran-pelarut, maka hal ini dapat digunakan untuk mengkarakterisasi pelarut sehingga dapat diantisipasi bagaimana variasi pelarut untuk
M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005
USU Repository ©2006
31 mempengaruhi permiasi dan melakukan pemilihan yang baik dari pembawa untuk
penyampaian obat. Secara optimal, informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari urutan percobaan yang menggunakan zat yang terpenetrasi tunggal dan kemudian digunakan terhadap
berbagai pelarut lain. Untuk sistim alkoholPDMS, hal ini dimungkinkan untuk memberi batasan seperti kuantitas,
yang diberi tanda indeks pelarut. Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada larutan encer, nilai dari indeks pelarut merupakan fungsi dari hanya sifat pelarut derajat sorbsi dan tidak
tergantung pada zat terlarut solute. Pemeriksaan fluks untuk berbagai zat terlarut, pada konsentrasi campuran, pada alkohol
tunggal memberikan prediksi fluks dari berbagai alkohol lainnya dengan indeks pelarut. Sebaliknya, bila perbandingan fluks dilakukan berdasarkan kesamaan aktifitas zat terlarut,
maka peningkatan faktor adalah tergantung zat terlarut, dengan sebaliknya berhubungan dengan acuan fluks.
4. EVALUASI KETERSEDIAAN HAYATI OBAT YANG DIBERIKAN
MELALUI KULIT
Jumlah senyawa yang diserap melalui jalur perkutan sangat sedikit dan pada umumnya sulit diketahui, bahkan kadang tidak mungkin, hal ini karena sensitivitas dari metoda
penentuan kadar berdasarkan sifat fisikokimia yang digunakan sering tidak memadai. Pemakaian molekul berlabel dilakukan untuk mengatasi masalah analitik yaitu metoda dengan
berbagai tehnik vang digunakan mempunyai sensitivitas tinggi dan spesifisitas yang mutlak Valette G. dkk, thn 1971.