Koefisien partisi FAKTOR FISIKO-KIMIA

M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 20

3.1.3 Koefisien partisi

Pengaruh koefisien partisi antara lapisan tanduk dan pembawa dari suatu senyawa yang diserap, telah dibuktikan oleh Treherne Treheme J, E, thn 1953 dengan meneliti hubungan antara penyerapan perkutan berbagai senyawa organik dalam larutan berair terhadap koefisien partisi eter air, dan terbukti bahwa keterserapan bahan aktif yang lebih tinggi lebih penting, dibandingkan dengan koefisien partisi. Marzulli F, N, dkk, thn1965, telah meneliti tentang perjalanan asam fosfat dan berbagai fosfat organik melintasi stratum corneum, dan membuktikan bahwa fosfat organik yang mempunyai koefisien partisi dalam bensena-air mendekati satu, artinya mempunyai afinitas yang sama untuk kedua pelarut, ternyata segera diserap; sebaliknya senyawa yang kelarutannya dalam air dan dalam bensena cukup besar ternyata penembusannya sangat lambat. Peristiwa yang sama terlihat pula pada larutan dalam air atau campuran air dan pelarut hidrofil, misalnya larutan senyawa asam nikotinat dan ester-esternya Stoughton R, B dkk, thn 1960, asam salisilat dan ester-estemya Wurster D, E, thn 1961, asam borat dan garam-garamnya Clendenning, W, E, dkk, thn 1962, asam lemak Dempski R, E, thn 1963 dan kortikosteroida Katz M, dkk, thn 1965. Koefisien partisi pada umumnya ditentukan dari percobaan dengan menggunakan campuran dua fase, yaitu air dan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, misalnya minyak tanaman, kloroform, oktanol, bensena, eter, isopropil miristat, yang mencerminkan membran biologik lipofil. Katz M, thn 1965, menyatakan bahwa penggunaan pelarut isopropil miristat akan membenkan hasil yang lebih mendekati kenyataan. Keseimbangan pembagian senyawa di antara kedua fase yang ada, yaitu koefisien partisi dinyatakan dengan persamaan 10: Cs persamaan 10 Cp = —— Ce Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organik dan dalam air. Hanya ada satu pengukuran obyektif tentang penyebaran senyawa yang diserap pada lapisan tanduk dan pembawa yaitu penetapan koefsien partisi antara bagian stratum corneum M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 21 dan pembawa. Prosedur ini pertama kali diuraikankan oleh Scheuplein R, J, thn 1965, pada penelitian tentang penyerapan alkohol alifatik. Penelitian tersebut membuktikan bahwa tetapan permeabilitas berbagai larutan alkohol dalam media berair dan koefisien partisi antara lapisan tanduk dan lapisan airberbanding lurus; hal yang sama terjadi juga pada larutan steroida dalam air Scheuplein R, J, dkk, thn 1969. Koefisien partisi antara stratum corneum - pembawa ditentukan dengan keseimbangan pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai setelah kontak yang lama antara lapisan tanduk dengan pembawa. Lapisan tanduk stratum corneum yang terendam dalam air, jauh lebih lembab dibandingkan dengan yang normal; sebaliknya pada pelarut glikol, sukar dibasahi maka perubahan struktur kadang-kadang hanya menyebabkan sedikit perubahan permeabilitas Scheuplein R, J, thn 1965. Hal ini dapat dijelaskan dari penafsiran yang teliti terhadap hasil suatu percobaan dengan menggunakan pembawa yang dapat menimbulkan kerusakan membran akibat melarutnya beberapa komponen penyusun membran Scheuplein R, J, thn 1965. Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang diteliti terhadap pembawanya; koefisien partisi yang mendekati satu menunjukkan bahwa molekul bergerak dalam jumlah yang sama menuju lapisan tanduk dan pembawa. Dengan demikian senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi terhadap pembawanya tidak dapat berdifusi dalam lapisan tanduk. Kelarutan senyawa dalam pernbawanya akan berpengaruh terhadap koefsien partisi seperti yang telah dibuktikan oleh Pulsen B, J, dkk, thn 1968, pada flusinolon asetonida dalam campuran pelarut air-propilen glikol. Koefisien partisi yang paling sesuai dengan lapisan tanduk telah dibuktikan pada percobaan dengan mempergunakan isopropil mirisat, dan propilen glikol ternyata diperlukan untuk melarutkan hormon dalam pembawa. Nilai koefsien partisi tidak hanya berkaitan dengan kelarutan relatif senyawa yang menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan pengikatan yang reversibel antara senyawa-membran. Asam linoleat Wurster D, E, dkk, thn 1960 yang diserap dengan kuat oleh keratin dan of nitasnya pada lapisan tanduk cukup besar, namun, penyerapan perkutan senyawa tersebut sangat sedikit. Kemungkinan difusi melintasi Wit tidak sepenuhnya ditentukan oleh koefisien partisi yang besar. Bila sifat lipofil sangat besar maka senyawa akan tertumpuk dalam lapisan tanduk dan akibatnya tidak mampu berdifusi ke dalam epidermis M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 22 yang merupakan senyawa berair. Gejala ini telah dibuktikan oleh Wepierre J, thn 1967, pada senyawa perhidroskualen dan oleh Marty J, P, thn 1976, untuk paration dan malation. Peneliti tersebut menyatakan bahwa koefisien partisi epidermis hidup dan lapisan tanduk berperan sebagai faktor yang mempengaruhi penyerapan, meskipun molekul tidak larut sedikitpun dalam air.

3.2 PEMILIHAN PEMBAWA