Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan

M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 9 Penelitian Blank, thn 1966 dan Scheuplein, thn 1965, telah membuktikan bahwa lintasan transepidermis atau jalur transfolikuler merupakan fungsi dari sifat dasar molekul yang dioleskan pada kulit. Senyawa yang mempunyai bobot molekul kecil dan bersifat lipofil, dapat terdifusi dan tersebar dengan cepat dalam lapisan tanduk dan dalam lipida yang terdapat pada kelenjar sebasea. Penyerapan yang terjadi pada kedua tahap tersebut mempunyai intensitas yang tergantung pada perrnukaan relatif dari kedua struktur tersebut. Senyawa yang hanya sedikit terdifusi, akan melintasi lapisan sebum lebih cepat dibandingkan dengan yang melalui lapisan tanduk. Pada tahap awal, proses penyerapan lebih ditentukan oleh lintasan transfolikuler, selanjutnya pada tahap kedua, karena perbedaan difusi yang terjadi dalam lapisan tanduk, maka lintasan transepidermis yang lebih menentukan.

2.1.3 Penahanan Dalam Struktur Permukaan Kulit dan Penyerapan Perkutan

Telah lama diketahui, adanya penumpukan senyawa yang digunakan setempat pada bahagian tertentu kulit, terutama pada lapisan tanduk stratum corneum. Malkinson dan Fergusson membuktikan bahwa pada pemakaian setempat dari sediaan hidrokortison berlabel, maka pengeluaran senyawa radioaktif tersebut akan diperpanjang beberapa hari Malkinson F, D, dkk, thn 1955. Hasil percobaan ini menyimpulkan bahwa dalam struktur kulit terdapat suatu daerah depo dan dari tempat tersebut zat aktif akan dilepaskan secara perlahan. Akan tetapi bila selama percobaan, sediaan yang dipakai dibiarkan di tempat pengolesan tanpa pembersihan dari sisa sediaan, maka akan terjadi hambatan penyerapan, hal ini disebabkan oleh terjadinya penyerapan yang perlahan-perlahan. Penelitian pendahuluan tentang adanya penumpukan obat didalam kulit sesudah pemakaian setempat telah disampaikan oleh Vickers, thn 1963, yang melakukan penelitian terhadap penembusan perkutan dari senyawa fluosinolon asetonida. Peneliti ini telah membuktikan bahwa aksi penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembalut dapat diamati selama 3 minggu pada kondisi tanpa pemolesan ulang obat tersebut dan sesudah peniadaan kelebihan sediaan pada pennukaan kulit. Vickers, juga telah membuktikan adanya efek depo pada bahagian tertentu kulit dan pada beberapa penelitian lanjutan menunjukkan bahwa penimbunan kortikosteroid akan terjadi pada lapisan tanduk stratum corneum. M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 10 Apabila lapisan tanduk stratum corneum ditiadakan dengan cara menghilangkan secara bertahap lapisan selular dengan perantaraan plester, maka efek depo dari pemakaian flusionolon asetonida tidak dapat diamati dan setelah daerah uji dibersihkan tidak terjadi efek penyempitan pembuluh darah. Selanjutnya, Washitake M, dkk, thn, 1973, telah membuktikan bahwa pada peniadaan lapisan tanduk stratum corneum marmut secara stipping akan mengakibatkan terjadi peningkatan penyerapan perkutan asam salisilat dan karbinosamina, serta meniadakan penumpukan kedua zat aktif tersebut. Sebaliknya bila kulit tidak dilukai, obat tersebut akan tetap berada di dalam lapisan tanduk selama 13 hari setelah pengolesan sediaan. Adanya daerah penyimpanan di stratum corneum telah dibuktikan dengan percobaan oleh Vickers, dengan cara penyuntikan intradermis dari triamsinolon asetonida. Pada cara ini, sesudah penutupan daerah injeksi, tidak digunakan suatu bahan penyempit pembuluh darah, dan hormon tidak dapat ditahan dalam lapisan kulit yang lebih dalam. Adanya penahanan kortikoid oleh lapisan tanduk dapat diperlihatkan dengan autokardiografi. Sejumlah bahan obat, telah diteliti mudah tertahan dalam sel-sel tanduk, seperti; hidrokortison Feldmann R, J, dkk, thn 1965, heksaklorofen Stoughton R, B, thn 1965; Taber D, dkk, thn 1971, griseofulvin Munro D, D, thn 1969, asam fusidat dan natrium fusidat Vicker C, F, H, thn 1969 serta betametason Woodford R, dkk, thn 1974. Hal ini penting dalam pengobatan dermatologik, karena efek obat dapat diperpanjang hanya dengan satu kali pengolesan obat. Lama penahanan zat aktif dalam lapisan tanduk sangat bervariasi. Dari keseluruhan molekul yang diteliti, ternyata steroida berflour paling lama bertahan pada permukaan kulit. Penahanan flusinolon asetonida dapat diperpanjang sampai 41 han, kadang-kadang waktunya lebih lama dari waktu rata-rata peremajaan set epidermis. Perpanjangan waktu keberadaan zat aktif di dalam sel-sel tanduk telah diuraikan oleh Munro D, D, thn 1973, yang membuktikan bahwa adanya kortikoid tersebut menyebabkan hambatan aktivitas mitosis sel epidermis basal. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Vickers, thn 1973, yang membuktikan bahwa bila aktifitas mitosis set epidermis ditingkatkan dengan suatu perlakuan pendahuluan pada daerah pengolesan menggunakan natrium lauril sulfat maka terjadi pengurangan waktu penahanan steroida berfluor dari 28 menjadi 18 hari. Efek depo ditemukan juga dalam sediaan kosmetika yang menginginkan kerja yang diperpanjang pada kulit. Bila diperlukan penahanan sediaan M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 11 pada lapisan tanduk stratum corneum, baik setelah pencucian, maka sifat bertahan ini disebut substantivitas. Hal tersebut secara nyata ditemukan dalam sediaan tabir surya Yankeli S, L, thn 1972; Poret J, dkk, thn 1975, sediaan pelembab Jungerman E, dkk, thn 1972; Middleton J, D, thn 1974 dan sediaan minyak mandi Ogura R, dkk, thn 1969. Surfaktan amonik dan kationik juga tertahan di lapisan tanduk atau rambut Scott G. V, dkk, thn 1669, adanya muatan ion mempakan penyebab terjadinya pembentukan ikatan ionik dengan protein dari keratin Idson B, J, thn 1967. Intensitas penahanan akan berbanding lurus dengan ukuran dan muatan kation atau anion. Akibat pengikatan ini maka umumnya surfaktan dengan konsentrasi tinggi akan merusak struktur lapisan tanduk Scheuplein R, J, dkk, thn 1970, menyebabkan peningkatan kehilangan air dan terjadi suatu iritasi yang bermakna. Pada konsentrasi surfaktan yang rendah terjadi keadaan sebaliknya, ikatan sediaan kosmetika tertentu dengan lipida akan mempermudah penyerapan sediaan ini pada lapisan tanduk dan dengan demikian meningkatkan kerja pelembutan kulit Idson B, J, thn 1967. Sejumlah bahan toksik, pestisida fosfat-organik dan klor-organik akan ditahan pada lapisan tanduk dalam waktu yang cukup lama, seperti yang diperlihatkan oleh Kanzen C, dkk, thn 1974, bahwa sampai 112 hari untuk Dactal dimetil 2,3 5,6tetraklorotereftalat, 60 hari untuk parathion dan 9 hari untuk malation. Seperti yang terlihat bahwa Dactal tertahan sangat lama, lebih kurang tertahan 4 empat kali lebih lama dari waktu rata-rata peremajaan lapisan tanduk yaitu 28 hari Halprin K, M, thn 1972 dan hal tersebut dapat dijelaskan seperti pada kasus flusinolon asetonida, yaitu bekerja dengan menghambat mitosis sel. Sifat lamt-lemak dari bahan fosfat-organik dan klor-organik dapat menjelaskan proses penahanan tersebut. Paration yang bersifat lipofil, akan tertimbun terutama pada bagian lipida yang terdapat dalam saluran folikel rambut dan dalam kelenjar sebasea Fredricksson T, dkk, thn 1961, pada tempat tersebut paration tenkat, dan akan menyebar secara perlahan ke dalam lapisan malfigi dan dermik, dan selanjutnya memasuki peredaran darah Fredricksson T, dkk, thn 1961. Penahanan senyawa pada lapisan tanduk akan mengurangi resiko keracunan karena akan mencegah terjadinya penyerapan sistemik. Lapisan tanduk stratum corneum bukan merupakan satu satunya penyebab terjadinva fenomena penahanan senyawa pada kulit; dalam hal tertentu dermis berperanan sebagai depo, seperti yang telah dibuktikan dengan percobaan oleh Wepierre, J, dkk, thn 1965 , bahwa M.T Simanjuntak : Biofarmasi Sediaan Yang Diberikan Melalui Kulit, 2005 USU Repository ©2006 12 pcymen tertimbun pada lemak hypodermis dan testosterone dan bensil alkohol tertahan dalam dermis Menczel E, dkk, thn 1970; Menczel E, dkk, thn 1972. Penimbunan senyawa dalam jaringan kulit yang lebih dalam, terjadi pada oestradiol, tiroksin dan trijodotironin James M, dkk, thn 1974, dan aesin Lang W, thn 1974. Penahanan senyawa, baik pada lapisan tanduk maupun sel-sel yang hidup tidak mengikuti mekanisme yang sama dan tidak pula mengakibatkan efek yang sama. Dalam hal penahanan setempat pada struktur lapisan tanduk, pengikatan senyawa, sebagian besar tergantung pada koefisien partisi lipida yang bersangkutan dan senyawa lain pada lapisan tanduk stratum corneum. Dalam hal penahanan senyawa lebih jauh kedalam jaringan subkutan, disini tidak terjadi penyerapan atau paling tidak, laju penyerapan oleh cairan yang beredar dalam tubuh tidak cukup untuk menyebabkan pengosongan senyawa yang setara dengan, jumlahnya dalam dermis yang kaya akan pembuluh darah. Fenomena tersebut menyebabkan terjadinya kerja terapetik setempat tanpa diikuti difusi sistemik yang berarti. Akan tetapi keadaan tersebut bertentangan dengan teori umum yang telah diakui Tregear R, T, thn 1966, yang menyatakan bahwa pengaliran darah ke kulit hampir selalu cukup. Ternyata penahanan senyawa dalam jaringan dibawah kulit hanya terjadi pada bahan-bahan yang diserap secara berkesinambungan, terutama untuk bahan-bahan yang mempunyai efek depo. Cara ketiga penumpukan zat aktif dapat pula terjadi karena senyawa tenkat dalam bentuk metabolit sesudah penyerapan sistemik; seperti griseofulvinScott A, thn 1974 dan asam amino yang mengandung belerang Wepierre J, dkk, thnl964, dan tergabung dalam struktur Wit yang hidup dan yang terkeratinisasi.

2.2 FAKTOR FISIOLOGIK