Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia tahun 1972.

diadopsioleh negara. Dengan syarat, benda budaya yang dinominasikan adalah milik negara, bukan milik individu ataupun institusi. Untuk menyiasati masalah ini, Konvensi 1970 memerlukan bantuan dari Konvensi lain, yaitu Konvensi UNIDROIT International Institute for the Unification of Private Law 1995 atau Konvensi Venice 1995. Bisa dikatakan bahwa konvensi UNIDROIT 1995 dan Konvensi 1970 adalah bersifat saling melengkapi atau komplementer.

d. Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia tahun 1972.

Konvensi mengenai Perlindungan Warisan Alam dan Budaya Dunia yang lebih dikenal dengan Konvensi Warisan Dunia disahkan dalam Konferensi Umum UNESCO di Paris tanggal 16 November 1972. Tujuan utama dari Konvensi Warisan Dunia adalah identifikasi, perlindungan dan pelestarian warisan alam dan budaya di seluruh dunia merupakan nilai universal utama terhadap kemanusiaan. Beberapa manfaat meratifikasi Konvensi Warisan Dunia antara lain : 42 Saat ini Indonesia memiliki 7 situs warisan dunia, yaitu 3 situs warisan budaya dan 4 situs warisan alam. UNESCO membedakan situs warisan alam dan situs warisan budaya sebagai berikut : 1. Hak untuk mengumpulkan nominasi; 2. Menjadi milik dari komunitas internasional; 3. Meningkatkan tingkat perlindungan secara umum; 4. Memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan saran dari ahli. 43 42 Ibid 43 Ibid Universitas Sumatera Utara Situs warisan budaya berupa monument, bangunan dan situs yang bernilai sejarah, estetis, arkeologis, ilmu pengethauan, etnis, atau antropologis. Misalnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan Sedangkan situs alam berupa secara fisik, bentuk biologis dan geologis, habitat spesies hewan dan tumbuhan, serta wilayah yang bernilai ilmu pengetahuan, konservasi, atau estetis. Misalnya Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon, Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera. 44 Konvensi ini adalah yang paling besar peranannya dalam perlindungan benda budaya dunia. Yang menarik dari Konvensi ini adalah bagaimana suatu situs budaya di batas wilayah negara manapun dapat diajukan oleh negara lain ke dalam daftar tersebut, namun konvensi ini juga memiliki kelemahan yaitu apabila negara tidak mengajukan suatu warisan budaya bangsa yang ada di negaranya, sedangkan warisan budaya tersebut mempunyai nilai yang sangat luar biasa. Maka banyak warisan budaya yang luput dari perlindungan hukum internasional. Contohnya adalah Prasasti Batu Tulis di Bogor yang dirusak oleh pihak yang diketahui mendapat instruksi dari pengurus Negara secara diam – diam. Dunia internasional tidak mengetahui adanya properti budaya ini, dan memang tak bisa mendapat perlindungan dari masyarakat internasional karena tidak didaftarkan kedalam daftar Warisan Budaya. 44 Arantzazu Acha De La Presa, Konvensi Warisan Dunia UNESCO, Disampaikan pada International Conference and Seminar di Aceh pada tanggal 11-12 Juli 2010 Universitas Sumatera Utara

e. Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Tidak Benda pada tahun 2003.