Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif Di Indonesia

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP

INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 080200321 DEDY RONALD GULTOM


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA TERHADAP

INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NIM: 080200321 DEDY RONALD GULTOM

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

NIP. 197501122005012002 Windha, S.H.,M.Hum.

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Dr.T.Keizerina Devi Azwar,S.H.,C.N.,M.Hum.

NIP. 197002012002122001 NIP. 197302202002121001

Dr.Mahmul Siregar,S.H.,M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena berkat dan rahmatnya, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia”.

Tujuan dari skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini menguraikan berbagai seluk beluk hak cipta, khususnya mengenai perlindungan hukumnya terhadap industri kreatif.

Tujuan lainnya adalah untuk mengembangkan pengetahuan mengenai hak cipta pada industri kreatif agar dapat diketahui oleh mahasiswa secara khusus dan dunia pendidikan Fakultas Hukum seluruh Indonesia secara umum, kalangan pelaku industri kreatif, maupun masyarakat umum, serta bertujuan agar para pelaku industri kreatif tersebut dapat mengetahui hak cipta yang dimilikinya atas karya yang dihasilkan dari industri kreatif.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Ramlan Gultom dan Ibu Sorta Silalahi, serta kakak kandung penulis, yaitu Y. Evi Rotari Gultom. Mereka yang telah menjadi sumber semangat terbesar bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;


(4)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Yefrizawaty S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Bapak Edi Ikhsan, S.H., M.A., Bapak Edy Zulham, S.H., M.H., dan Ibu Rafiqoh Lubis, S.H., M.Hum., yang penuh tanggung jawab menjalankan

tugas membimbing kami dalam mengikuti MCC (Moot Court

Competition) Fakultas Hukum Udayana di Bali;

10.Seluruh Dosen pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun; 11.Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;


(5)

12.Kelompok Belajar GEMBEL (Gemar Belajar) tempat aku menemukan inspirasi hidup dan tempatku bertemu mahasiswa-mahasiswi yang sangat luar biasa dalam setiap hal.

13.Rekan-rekan seperjuangan yang tergabung dalam TIM DELEGASI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DALAM MENGIKUTI KOMPETISI PERDILAN SEMU PIALA TJOKORDA RAKA DHERANA, DENPASAR, 6-9 AGUSTUS 2010, yaitu Johannes Tare Pangaribuan, Sera Ricky Siallagan, Gading Satria Nainggolan, Dermawanty Lumbantoruan, Whenny Maranatha Siregar, Suhardi Fonger Sinaga, Esteria Maya Rita Lingga, Yusty Riana Purba, Riswendang Purba, Melda Theresia Sihombing Lumbantoruan, Ristama Situmorang, Fika Habbina Nababan, Paruhum Purba, Fransisca Purba, Wanelfi Simangunsong, dan Dorothy Filomena Rumapea;

14.Teman-teman stambuk 2008 yaitu, Yusty Riana Purba, Ristama Situmorang, Esteria Maya Rita Lingga, Riswendang Purba, Mleda Theresia Sihombing Lumbantoruan, Sisca Purba, Wanelfi Simangunsong, Novaria Dwi Yanti Silaban, Dorothy Filomena Rumapea, Hendrika S. R. Sinaga, Immanuel Rumapea, dan Fernandes Silaban.

15.Keluarga besar UKM KMK UP FH USU; 16.Kelompok Kecil di UKM KMK UP FH USU;

17.PKK-ku, Abangda Johannes Tare Pangaribuan dan satu-satunya teman kelompokku, Melda Theresia Sihombing Lumbantoruan.


(6)

19.Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini;

Ada saatnya bertemu, ada juga saatnya berpisah. Ladang di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara akan segera Penulis tinggalkan, untuk mencari ladang yang baru. Terima kasih atas berbagai hal bermanfaat yang telah diberikan kepada Penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan perlindungan-Nya kepada kita semua.

Penulis berharap kiranya skripsi ini tidak hanya berakhir sebagai setumpuk kertas yang tidak berguna, tapi dapat dipakai oleh setiap orang yang membutuhkan pengembangan pengetahuan mengenai Reksa Dana. Penulis juga mengaharapkan kritik dan saran yang konstruktif terhadap skripsi ini. Atas segala perhatiannya, Penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 4 Juli 2012 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang _______________________________ 1 B. Perumusan Masalah ___________________________ 9 C. Tujuan Penulisan _____________________________ 9 D. Manfaat Penulisan ____________________________ 9 E. Keaslian Penulisan ____________________________ 10 F. Tinjauan Kepustakaan _________________________ 12 G. Metode Penulisan _____________________________ 17 H. Sistematika Penulisan __________________________ 20

BAB II : PERLINDUNGAN HAK CIPTA BILA DIKAITKAN DENGAN INDUSTRI KREATIF

A. Ruang Lingkup Hak Cipta ______________________ 22 1. Pengertian Hak Cipta _______________________ 22 2. Tujuan dan Sifat Hak Cipta __________________ 26 B. Hak-Hak Yang Dilahirkan Melalui Hak Cipta _______ 31 1. Hak Ekonomi _____________________________ 31 2. Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta

(Neighbouring Rights) _______________________ 33 C. Subyek Hak Cipta ____________________________ 36


(8)

1. Subyek Hak Cipta Secara Umum ______________ 37 2. Subyek Hak Cipta Dalam Industri Kreatif ________ 43 D. Perlindungan Hak Cipta Bila Dikaitkan Dengan

Industri Kreatif _______________________________ 52 1. Perkembangan Industri Kreatif di Indonesia ______ 52 2. 14 Subsektor Industri Kreatif __________________ 54 3. Perlindungan Hak Cipta Bila Dikaitkan Dengan

Industri Kreatif ____________________________ 61

BAB III : BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

A. Pelanggaran Hak Cipta _________________________ 71 1. Bentuk-Bentuk Pelanggaran __________________ 72 2. Ketentuan Sanksi __________________________ 77 B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Cipta Dalam

Industri Kreatif _______________________________ 81

BAB IV : KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

A. Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum Dan Masa Berlaku ________________________________85 1. Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum _____ 85 2. Masa Berlaku _____________________________ 89 B. Penyelesaian Sengketa _________________________ 94


(9)

1. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Litigasi ______ 94 a. Penyelesaian Sengketa Secara Perdata _______ 95 b. Penyelesaian Sengketa Secara Pidana ________ 99 2. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non-Litigasi __ 101 C. Kasus-Kasus Pelanggaran Hak Cipta Dalam

Industri Kreatif _______________________________ 107 1. Kasus Lukisan “Dua Ikan” (Harli vs. Thedy) _____ 107 2. Kasus Kode “Benang Kuning” (PT. Sri Rezeki

Isman vs. PT. Delta Merlin Dunia Textile) ________ 114

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan _________________________________ 124 B. Saran ______________________________________ 126


(10)

ABSTRAKSI

Dedy Ronald Gultom∗

Dr. T. Keizerina D. Azwar, S.H., C.N., M.Hum.** Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.***

Suatu hak cipta terkenal biasanya tidak dapat lepas dari tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, apabila suatu hak cipta telah terdaftar dalam Daftar Umum Hak Cipta di kantor hak cipta, maka apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu hak cipta, pemilik yang sah dapat mengajukan tuntutan melalui jalur hukum. Jalur hukum yang bisa ditempuh adalah jalur hukum pidana atau jalur hukum perdata dengan jalan tuntutan ganti kerugian.

Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah batasan-batasan masalah yang hendak dibahas, yaitu perlindungan hak cipta bila dikaitkan dengan industri kreatif dan bentuk-bentuk serta kasus-kasus pelanggaran hak cipta dalam industri kreatif. Pengerjaan skripsi ini menggunakan metode literature/library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan media elektronik, yaitu internet. Kemudian data-data tersebut dianalisa secara deskriptif, guna memperoleh penjelasan yang lengkap dari permasalahan yang dibahas.

Pergeseran dari Era Pertanian, lalu Era Industrialisasi, disusul oleh Era Informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu Era Industri Kreatif. Industri kreatif ini sangat rentan terhadap pembajakan ayaupun bentuk lain dari pelanggaran hak cipta

Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Ciptaan yang benar-benar baru dan unik memiliki potensi untuk didaftarkan hak ciptanya. Apabila hasil ciptaan telah didaftarkan hak ciptanya, maka kreasi tersebut dapat dieksploitasi potensi ekonominya semaksimal mungkin tanpa takut ditiru oleh orang lain.

Mahasiswa

**

Dosen Pembimbing I

***


(11)

ABSTRAKSI

Dedy Ronald Gultom∗

Dr. T. Keizerina D. Azwar, S.H., C.N., M.Hum.** Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.***

Suatu hak cipta terkenal biasanya tidak dapat lepas dari tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, apabila suatu hak cipta telah terdaftar dalam Daftar Umum Hak Cipta di kantor hak cipta, maka apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu hak cipta, pemilik yang sah dapat mengajukan tuntutan melalui jalur hukum. Jalur hukum yang bisa ditempuh adalah jalur hukum pidana atau jalur hukum perdata dengan jalan tuntutan ganti kerugian.

Berdasarkan hal tersebut, maka dibuatlah batasan-batasan masalah yang hendak dibahas, yaitu perlindungan hak cipta bila dikaitkan dengan industri kreatif dan bentuk-bentuk serta kasus-kasus pelanggaran hak cipta dalam industri kreatif. Pengerjaan skripsi ini menggunakan metode literature/library research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder, dan tertier, yang berasal dari peraturan perundang-undangan, buku-buku dan media elektronik, yaitu internet. Kemudian data-data tersebut dianalisa secara deskriptif, guna memperoleh penjelasan yang lengkap dari permasalahan yang dibahas.

Pergeseran dari Era Pertanian, lalu Era Industrialisasi, disusul oleh Era Informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu Era Industri Kreatif. Industri kreatif ini sangat rentan terhadap pembajakan ayaupun bentuk lain dari pelanggaran hak cipta

Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Ciptaan yang benar-benar baru dan unik memiliki potensi untuk didaftarkan hak ciptanya. Apabila hasil ciptaan telah didaftarkan hak ciptanya, maka kreasi tersebut dapat dieksploitasi potensi ekonominya semaksimal mungkin tanpa takut ditiru oleh orang lain.

Mahasiswa

**

Dosen Pembimbing I

***


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas hidup penduduk suatu negara. Oleh karena itu, dibeberapa negara, upaya pengembangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra berikut perlindungan hukumnya menjadi prioritas utama dalam rencana pembangunan negara yang bersangkutan.

Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), terutama teknologi informasi yang sangat pesat dewasa ini ternyata mampu menembus batas-batas negara yang paling dirahasiakan. Manusia cenderung maju dengan berkembangnya budaya teknologi (technology of culture). Kini tidak ada sesuatu pun yang dapat disembunyikan oleh seseorang atau suatu negara dengan maksud tertentu guna meraih keuntungan dengan cara-cara yang tidak terhormat atau yang merugikan orang atau negara lain melalui hasil ciptaan yang dilindungi oleh perangkat hukum. Perkembangan IPTEK lambat laun akan mampu mengungkapkan adanya kecurangan yang terjadi selama ini terhadap ciptaan yang bernilai ekonomis.1

Seseorang atau perusahaan mungkin menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan suatu hasil karya kreatif yang akan memperkaya kehidupan manusia. Penciptaan hak milik intelektual juga membutuhkan waktu

1

Ade Maman Suherman, Aspek Hukum dalam Ekonomi Global, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 21.


(13)

yang banyak disamping bakat, pekerjaan, dan juga uang untuk membiayainya. Jika para pencipta karya-karya tersebut tidak diakui sebagai pencipta atau tidak diberi penghargaan, karya-karya tersebut mungkin tidak akan pernah diciptakan sama sekali. Jika tidak ada seseorang pun yang peduli terhadap ciptaan tersebut, maka tidak ada seseorang pun yang akan bersedia menciptakan sesuatu. Mungkin juga tidak akan ada insentif ekonomi untuk penciptaan hasil karya tersebut ataupun insentif pribadi untuk memperoleh pengakuan sebagai pihak yang telah menyumbangkan sesuatu kepada seni, sastra, dan ilmu pengetahuan.2

Perbuatan seperti membajak, meniru, memalsukan, ataupun mengakui sebagai hasil ciptaannya sendiri atas hak cipta orang lain atau pemegang izin dari ciptaan, merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat diancam dengan sanksi Dengan banyaknya karya cipta baru yang lahir, maka sangat penting diciptakan suatu aturan yang mengaturnya. Aturan tersebut harus mampu mengatasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diperoleh pencipta atas ciptaannya. Dengan demikian, orang-orang yang melahirkan suatu ide atau kreativitas yang baru dan menciptakan sesuatu yang belum ada menjadi ada akan merasa dihargai oleh karena ciptaannya tersebut dan tidak perlu merasa takut untuk ditiru, dibuat copy-annya secara bebas, dan diproduksi tanpa batas. Untuk dapat menjamin kelanjutan perkembangan hak milik intelektual ini dan juga untuk menghindarkan kompetisi yang tidak layak diperlukan suatu perlindungan yang layak, walaupun dengan perlindungan ini diberikan suatu hak monopoli tertentu kepada pihak pencipta.

2

Asian Law Group Pty. Ltd., Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar, (Bandung: Alumni, 2006), hlm. 89-90.


(14)

hukum. Perbuatan demikian sangat merugikan masa depan perkembangan iptek dan kepentingan para pencipta yang telah bersusah payah menciptakan suatu penemuan baru demi kepentingan umat manusia. Perkembangan ini menyebabkan semua sektor kehidupan manusia seperti ekonomi, hukum, dan budaya perlu dipacu untuk mengejar ketertinggalannya dalam era persaingan global yang kini semakin diskriminatif, komparatif, dan kompetitif.3

Secara umum, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Hak Cipta dan Hak Milik Industri. Khusus mengenai hak cipta, awalnya terdapat dua aliran sistem hukum yang membentuknya, yaitu sistem hukum common law yang lahir di Inggris, kemudian berkembang serta banyak mendapat pengaruh dari Amerika Serikat dan sistem hukum Eropa

continental yang awalnya dianut oleh negara-negara Eropa daratan, seperti Prancis, Belanda, Italia, dan Jerman.

Orang yang menulis buku, musik, atau menciptakan karya seni lain sering melakukan hal tersebut untuk mencari nafkah. Mereka seringkali mengalami keterbatasan dalam hal dana dalam menciptakan sesuatu. Untuk itu, para investor juga mempunyai peran yang sangat penting dalam memajukan teknologi.

4

1. Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang telah dicabut dengan Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo.

Undang-Dalam perkembangannya, hak atas kekayaan intelektual telah memiliki beberapa pengaturan di Indonesia, yaitu:

3

Ade Maman Suherman, Op Cit, hlm. 22.

4

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Aditya Bakti, 1997), hlm. 49.


(15)

Undang Nomor 14 Tahun 1997. Tahun 2001 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang mencabut ketentuan Undang-Undang Merek lama.

2. Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, kemudian dicabut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. 3. Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang

Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, terakhir dicabut dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

4. Persaingan Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

5. Desain Industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

6. Undisclosed Information/Rahasia Dagang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

7. Topography Right (Semi konduktor) (Tata Letak Sirkuit Terpadu) diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain dan Tata Letak Sirkuit Terpadu.5

Perkembangan pengaturan masalah hak cipta sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik tingkat perkembangan sosialnya maupun tingkat

5

Bambang Kesowo, Kebijakan di Bidang Hak Milik Intelektual Dalam Hubungannya Dengan Dunia Internasional, Khususnya GATT, Panel Diskusi Bidang Hukum Hak Milik Intelektual DPP Golkar, (Jakarta, 4 Februari 1992), hlm. 7.


(16)

perkembangan teknologinya. Materi peraturan perundang-undangan juga harus mengikuti kebutuhan masyarakat, baik menyangkut lamanya perlindungan, jenis bidang yang dilindungi, lingkup cakupan berlakunya ketentuan, maupun sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar ketentuan tersebut.6

Sisi lain yang muncul dari fenomena tersebut adalah kompetisi yang semakin keras yang mengharuskan perusahaan mencari cara agar bisa menekan biaya semurah mungkin dan se-efisien mungkin. Negara-negara maju mulai menyadari bahwa saat ini mereka tidak bisa mengandalkan supremasi dibidang industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kreatif, sehingga kemudian pada tahun 1990-an dimulailah era Pergeseran dari Era Pertanian, lalu Era Industrialisasi, disusul oleh Era Informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya, yaitu Era Industri Kreatif.

Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi, dan pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Penemuan baru di bidang teknologi infokom, seperti internet, email, SMS, Global System for Mobile communications

(GSM) telah menciptakan interkoneksi antar manusia yang membuat manusia menjadi semakin produktif. Globalisasi di bidang media dan hiburan juga telah mengubah karakter, gaya hidup, dan perilaku masyarakat menjadi lebih kritis dan lebih peka atas rasa, serta pasar pun menjadi semakin luas dan semakin global.

6


(17)

ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas, yang populer disebut sebagai Ekonomi Kreatif yang digerakkan oleh sektor industri yang disebut Industri Kreatif. Negara-negara membangun kompetensi ekonomi kreatif dengan caranya masing-masing sesuai dengan kemampuan yang ada pada negara tersebut. Ada beberapa arah dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis:

1. lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry); 2. lapangan usaha kreatif (creative industry); atau

3. hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta (copyright industry).7

Indonesia juga menyadari bahwa industri kreatif merupakan sumber ekonomi baru yang wajib dikembangkan lebih lanjut di dalam perekonomian nasional. Departemen Perdagangan mendaftarkan 14 sektor yang masuk ke dalam kategori industri kreatif, yaitu jasa periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, film, video & fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan & percetakan, layanan komputer & piranti lunak, televisi & radio, serta riset & pengembangan.

Industri kreatif memajukan ide-ide yang dapat dieksploitasi menjadi potensi ekonomi. Dengan demikian, peranan hukum dalam memproteksi ide-ide sangat penting. Proteksi ide-ide dijalankan dengan mekanisme hak kekayaan intektual, salah satunya adalah hak cipta. Namun, harus ditekankan bahwa hak cipta bukanlah poin utama dari industri kreatif, yang lebih penting adalah bagaimana insan Indonesia menggunakan proses kreatif di dalam kehidupan

7

Tim Indonesia Design Power-Departemen Perdagangan RI, Buku 1, Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, (Jakarta: Departemen Perdagangan RI, 2008), hlm. 1.


(18)

sehari-hari, baik secara keilmuan, industri, maupun komersial. Sebisa mungkin industri kreatif di Indonesia juga mampu membangun landasan hak cipta yang bersifat ketimuran yang kuat, karena hak kekayaan intelektual didunia timur banyak berupa nilai-nilai kearifan budaya lokal yang bersifat kebersamaan

(togetherness) dan berbagi (sharing).8

Tumbuhnya industri kreatif sangat dipengaruhi oleh iklim yang kondusif bagi kreativitas. Permasalahan yang mendasar di Indonesia adalah tingginya kasus pembajakan yang terjadi dan terutama sangat berpengaruh bagi industri kreatif, seperti musik, penerbitan & percetakan, serta film & video. Dampak yang bisa ditimbulkan bisa sangat negatif, karena pembajakan ini menjadi disinsentif bagi pelaku industri kreatif, karena mereka tidak menikmati hasil dari jerih payahnya, melainkan orang lain. Hal ini dalam jangka panjang dapat berdampak negatif dengan hilangnya motivasi untuk menjadi penggiat di industri kreatif.9

Bagaimanapun juga, logika mengenai fungsi hak cipta guna mendorong terciptanya hasil karya kreatif sangat sulit untuk diabaikan. Investasi luar negeri dan kepercayaan ekonomi atas negara ini sangat bergantung kepada Filosofi pentingnya diberikan perlindungan hukum terhadap hak cipta bukan hanya didasarkan pada teori hukum alam, tetapi juga menekankan prinsip-prinsip ekonomi, maka perlindungan hak cipta sangat dibutuhkan dalam rangka untuk memberikan insentif bagi pencipta untuk menghasilkan karya ciptanya. Ada gairah untuk mencipta, maka dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

8

Ibid., hlm. 53.

9


(19)

keefektifan penegakan hukum atas karya kekayaan intelektual. Keuntungan atas usaha penegakan tersebut perlu diperhatikan karena akan memberikan perlindungan kepada para pencipta, artis, dan pelaku lainnya di Indonesia. Namun, dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, penerapan hukum hak cipta mungkin akan terlihat tidak adil atau malahan dapat menghambat pertumbuhan sosial dan ekonomi.10

10

Asian Law Group Pty. Ltd, Op. Cit., hlm. 92.

Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.

Ciptaan yang benar-benar baru dan unik memiliki potensi untuk didaftarkan hak ciptanya. Apabila hasil ciptaan telah didaftarkan hak ciptanya, maka kreasi tersebut dapat dieksploitasi potensi ekonominya semaksimal mungkin tanpa takut ditiru oleh orang lain.

Suatu hak cipta terkenal biasanya tidak dapat lepas dari tindakan pelanggaran hak kekayaan intelektual, apabila suatu hak cipta telah terdaftar dalam Daftar Umum Hak Cipta di kantor hak cipta, maka apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu hak cipta, pemilik yang sah dapat mengajukan tuntutan melalui jalur hukum. Jalur hukum yang bisa ditempuh adalah jalur hukum pidana atau jalur hukum perdata dengan jalan tuntutan ganti kerugian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat suatu skripsi berjudul


(20)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya, penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas, antara lain:

1. Bagaimana perlindungan hak cipta bila dikaitkan dengan industri kreatif? 2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta dalam industri kreatif? 3. Bagaimana kasus-kasus pelanggaran hak cipta dalam industri kreatif?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini, antara lain:

1. Mengetahui Perlindungan Hak Cipta bila dikaitkan dengan Industri Kreatif. 2. Mengetahui bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta dalam Industri Kreatif. 3. Mengetahui kasus-kasus Pelanggaran Hak Cipta dalam Industri Kreatif.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini, antara lain: 1. Secara Teoritis

Kiranya kehadiran skripsi ini mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan substansi penulisan skripsi ini, hingga pada akhirnya skripsi ini nantinya dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hak cipta di


(21)

Indonesia, khususnya bila dikaitkan dengan industri kreatif. Kiranya skripsi ini juga mampu memenuhi hasrat keingintahuan para pihak yang ingin ataupun sedang mendalami pengetahuan mengenai hak cipta, baik itu mahasiswa, akademisi, maupun masyarakat luas.

2. Secara Praktis

Manfaat dari skripsi ini adalah agar para pelaku Industri Kreatif dapat mengetahui hak-hak (perlindungan hukum) seperti apa saja yang dapat dipakai atau dimanfaatkan oleh pencipta atau pelaku industri terhadap keberadaan suatu karya cipta pada Industri Kreatif.

E. Keaslian Penulisan

Untuk mengetahui orisinalitas penulisan, sebelum melakukan penulisan skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia”, penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melalui surat tertanggal 22 Mei 2012 (terlampir) menyatakan ada beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain:

1. Aspek Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Atas Desain Industri (disusun oleh Siswanto/990200168).

2. Tinjauan Yuridis Pelanggaran Hak Cipta dan Penegakan Hukumnya (disusun oleh Aprina Rosalin Ginting/010222023).


(22)

3. Tinjauan Yuridis Perlindungan Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dalam Menunjang Industri Musik di Indonesia (disusun olehHengky Pardede/030200243).

4. Aspek Hukum Hak Cipta Karya Tulis Dalam Ruang Lingkup Hak Milik Intelektual (disusun oleh Karta Wahyudi/920200124).

5. Perlindungan Industri Dalam Negeri Dalam Kerangka World Trade Organization (WTO) (disusun oleh Dia Sari Ritawati/020200210).

Surat dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tersebut kemudian dijadikan dasar bagi Ibu Windha, S.H., M.Hum. (Ketua Departemen Hukum Ekonomi) dan Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum. (Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi) untuk menerima judul yang diajukan oleh penulis, karena substansi yang terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul di atas.

Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui media internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, Penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(23)

F. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini berkisar tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia. Adapun Tinjauan Kepustakaan tentang skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum merupakan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain, perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, kedamaian, dan ketentraman bagi segala kepentingan manusia yang ada di dalam masyarakat.11

a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban;

Menurut pendapat para ahli, hukum mempunyai empat fungsi, yaitu:

b. Hukum sebagai sarana pembangunan;

c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan; dan d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.12

Intinya, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh

11

Eko August Sihombing, Skripsi: Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Pengangkutan Orang dan Barang dalam Pengangkutan Udara Ditinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2010), hlm. 9.

12


(24)

subyek hukum dalam negara hukum, berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.13

Perlindungan hukum yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap hak cipta, yang merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual. Pengembangan hak atas kekayaan intelektual terwujud dalam bentuk kebutuhan akan perlindungan hukum yang bertumpu pada pengakuan terhadap hak atas kekayaan intelektual dan hak untuk atau dalam waktu tertentu mengeksploitasi-komersialisasi atau menikmati sendiri kekayaan tersebut. Selama kurun waktu tertentu orang lain hanya dapat menikmati atau menggunakan atau mengeksploitasi hak tersebut atas izin pemilik hak. Karena itu, perlindungan dan pengakuan hak atas kekayaan intelektual hanya diberikan khusus kepada orang yang memiliki kekayaan tadi, sehingga sering tdikatakan bahwa hak seperti itu eksklusif sifatnya.14

Adanya perlindungan hukum seperti itu dimaksudkan agar pemilik hak dapat menggunakan atau mengeksploitasi kekayaan tadi dengan aman. Pada saatnya nanti, rasa aman itulah yang kemudian menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan orang lain berkarya guna menghasilkan ciptaan atau temuan berikutnya. Sebaliknya, dengan perlindungan hukum pula pemilik hak diminta untuk mengungkapkan jenis, bentuk atau produk, dan cara kerja atau proses, serta manfaat dari kekayaan itu. Ia dapat secara aman mengungkapkan karena adanya jaminan perlindungan hukum. Sebaliknya, masyarakat dapat ikut menikmati dan

13

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 105.

14

Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual, Aspek Hukum Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002), hlm. 6.


(25)

menggunakannya atas dasar izin atau bahkan mengembangkannya secara lebih lanjut.15

2. Hak Cipta

Dasar filosofis hak atas kekayaan intelektual adalah alasan ekonomi, bahwa individu telah mengorbankan tenaga, waktu, pikiran, bahkan biaya demi sebuah karya atau penemuan yang berguna bagi kehidupan. Rezim hak atas kekayaan inteletual merupakan sebuah bentuk kompensasi dan dorongan bagi orang untuk mencipta.

Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Dalam pengertian “mengumumkan atau memperbanyak”, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.16

Secara tradisional, hak cipta telah diterapkan ke dalam buku-buku, tetapi sekarang hak cipta telah berkembang luas mengikuti perkembangan zaman

15

Ibid.,hlm. 6-7.

16


(26)

dan kemudian mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik, termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi, dan program komputer. Hak cipta bagi kebanyakan karya cipta berlaku untuk selama hidup pencpta dan 50 tahun setelah meninggalnya si pencipta. Bagi negara-negara berkembang, fakta bahwa negara-negara maju mengontrol hak cipta atas sebagian besar piranti lunak, produk-produk video, dan musik yang terkenal dengan apa yang dinamakan sebagai budaya global, tidak dapat dihindarkan lagi telah mengakibatkan permasalahan di bidang pembajakan dan impor paralel. Hak cipta yang dimaksud dalam skripsi ini adalah hak cipta yang berkaitan dengan industri kreatif.17

3. Industri Kreatif

Definisi Industri Kreatif yang saat ini banyak digunakan oleh pihak yang berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan UK DCMS Task force 1998:

Creatives Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content.”18

Studi pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan oleh Departemen Perdagangan Republik Indonesia tahun 2007-pun menggunakan acuan definisi industri kreatif yang sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan sebagai Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan

17

Asian Law Group Pty. Ltd, Op. Cit., hlm. 6.

18


(27)

pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.19

Industri kreatif adalah tidak terpisahkan dari ekonomi kreatif. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif, yang berfokus pada penciptaan barang dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat, dan kreativitas sebagai kekayaan intelektual, adalah harapan bagi ekonomi Indonesia untuk bangkit, bersaing dan meraih keunggulan dalam ekonomi global.20

1. Periklanan

Subsektor yang merupakan industri berbasis kreativitas adalah:

2. Arsitektur

3. Pasar Barang Seni 4. Kerajinan

5. Desain 6. Fesyen

7. Video, Film, dan Fotografi 8. Permainan Interaktif 9. Musik

10.Seni Pertunjukan

11.Penerbitan dan Percetakan

12.Layanan Komputer dan Piranti Lunak 13.Televisi dan Radio

19

Ibid., hlm. 4.

20


(28)

14.Riset dan Pengembangan21

G. Metode Penelitian

Diperlukan metode penelitian sebagai suatu tipe pemikiran secara sistematis yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian skripsi ini, yang pada akhirnya bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Jenis, Sifat, dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan22

Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah Penelitian Deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang menjadi obyek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu memperkuat teori lama atau membuat teori baru.

yang dalam hal ini, adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

23

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini adalah pendekatan Yuridis Normatif, yaitu dengan menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum, yang mengacu pada norma–norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang–undangan.

21

Ibid., hlm. 4-6.

22

Diambil dari Law Education, http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/metode-penelitian-hukum, diakses pada tanggal 1 Juni 2012.

23


(29)

2. Jenis dan Sumber Data

Penelitian Yuridis Normatif menggunakan jenis data sekunder sebagai data utama. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapat data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode, baik secara komersial maupun nonkomersial.24

1. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Industri Kreatif.

Data sekunder yang dipakai penulis adalah sebagai berikut:

2. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan sebagainya yang diperoleh baik melalui media cetak maupun media elektronik.

3. Bahan hukum tersier, yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, jurnal ilmiah, dan bahan-bahan lain yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data:

24


(30)

a. Mendokumentasi semua bahan hukum yang terkait dengan penelitian, pada tahap ini penulis mengumpulkan peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, dokumen, serta makalah yang relevan dengan masalah “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia”.25 b. Memilih dan memilah bahan hukum yang paling sesuai dengan topik

penelitian, yaitu yang berkaitan dengan Hak Cipta.

c. Menyusun bahan-bahan yang telah dikumpulkan, pada tahap ini penulis menyusun bahan-bahan yang telah dipilih menjadi sebuah tulisan hukum yang dapat menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. 4. Analisis Data

Pada penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder, maka biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.26

a. Mengumpulkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang relevan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini.

Metode analisis data yang dilakukan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu dengan:

b. Melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas.

c. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan.

d. Memaparkan kesimpulan, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

25

Sumardjono, Maria S.W., Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian: Sebuah Panduan Dasar, (Jakarta, Penerbit: Gramedia, 2001), hlm. 45.

26


(31)

H. Sistematika Penulisan

Pembahasan dan Penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan, yang semuanya berkaitan dengan Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Industri Kreatif di Indonesia.

BAB II: PERLINDUNGAN HAK CIPTA BILA DIKAITKAN DENGAN

INDUSTRI KREATIF

Pada bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Ruang Lingkup Hak Cipta yang membahas seputar Pengertian Hak Cipta, Tujuan Hak Cipta, dan Sifat Hak Cipta; Hak-Hak Yang Dilahirkan Melalui Hak Cipta, yaitu Hak Ekonomi dan Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights); Subyek Hak Cipta berupa Subyek Hak Cipta Secara Umum dan Subyek Hak Cipta Dalam Industri Kreatif; dan bagaimana Keterkaitan Antara Hak Cipta Dengan Industri


(32)

Kreatif yang meliputi Perkembangan Industri Kreatif Di Indonesia, 14 Sub-Sektor Industri Kreatif, dan Perlindungan Hak Cipta Bila Dikaitkan Dengan Industri Kreatif.

BAB III: BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

Pada bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Pelanggaran Hak Cipta yang meliputi Bentuk-Bentuk Pelanggaran dan Ketentuan Sanksinya, serta Bentuk-Bentuk Pelanggaran Hak Cipta Dalam Industri Kreatif.

BAB IV: KASUS-KASUS PELANGGARAN HAK CIPTA DALAM INDUSTRI KREATIF

Pada bab ini, yang menjadi pembahasan adalah Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum Dan Masa, Tuntutan/Gugatan Atas Pelanggaran yang meliputi Langkah-Langkah Awal Sebelum Mengajukan Gugatan dan Tata Cara Pengajuan Gugatan, Penyelesaian Sengketa, dan Kasus-Kasus Pelanggaran Hak Cipta Dalam Industri Kreatif.

BAB V: PENUTUP

Pada bab terakhir ini, akan dikemukakan kesimpulan dari bagian awal hingga bagian akhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini, dan saran-saran yang penulis ciptakan dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.


(33)

BAB II

PERLINDUNGAN HAK CIPTA BILA DIKAITKAN DENGAN INDUSTRI KREATIF

A. Ruang Lingkup Hak Cipta

Hak cipta memiliki ruang lingkup yang berbeda dengan hak-hak lainnya yang termasuk di dalam hak atas kekayaan intelektual. Di dalam pembahasan mengenai ruang lingkup hak cipta ini, penulis akan membahas mengenai pengertian hak cipta, tujuan hak cipta, serta fungsi dari hak cipta.

1. Pengertian Hak Cipta

Istilah Hak Cipta dalam TRIP’s disebut sebagai “hak cipta dan hak-hak yang berkaitan” atau “copyright and related rights”, sedangkan dalam Konvensi Bern disebut “perlindungan terhadap karya-karya sastra dan seni” atau “protection of literary and artistic work”.

Pengertian mengenai masalah hak cipta sendiri sebenarnya sudah diungkap dalam beberapa doktrin yang silakukan oleh para pakar dan juga beberapa peraturan terdahulu maupun yang sekarang masih digunakan. Pada awalnya, istilah “hak cipta” diusulkan oleh Prof. St. Moh. Syah sebagai pengganti istilah “hak pengarang” yang kurang luas cakupan pengertiannya.27

“Hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin Secara umum, ensiklopedia Wikipedia pun menyinggung mengenai masalah hak cipta ini. Hak cipta dalam ensiklopedia ini diartikan sebagai:

27

Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Forklor di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 67.


(34)

suatu ciptaan. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.”28 Hak cipta merupakan istilah hukum untuk menyebut atau menamakan hasil kreasi atau hasil karya cipta manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra, dan seni. Istilah tersebut adalah terjemahan dari istilah dalam Bahasa Inggris, yaitu copyright, yang padanannya dalam Bahasa Belanda adalah auteurrecht. Hak cipta sebagai bagian dari hak atas kekayaan intelektual pada awalnya dikenal pada negara-negara yang menganut sistem common law, yang dipakai untuk menggambarkan hak penggandaan dan/atau perbanyakan suatu karya cipta (copyright).29

Memahami hak cipta harus diawali dengan memahami konsep dasar hak cipta itu sendiri. Di dalam hak cipta dikenal beberapa pelaku yang disebut dengan pencipta. Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan imajinasi, kemampuan pikiran, kecekatan, keterampilan, ataupun keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Sangat jelas, pencipta dapat terdiri dari perorangan yang bersifat individual ataupun kelompok yang terdiri dari beberapa orang secara bersama-sama.30

Pengaturan hak cipta pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 dan kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, yang kemudian disempurnakan kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997. Karena masih terdapat beberapa hal yang dirasakan

28

Ibid., hlm. 67.

29

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era Global, Cetakan I, (Riau: UIR Press, 2001), hlm. 20.

30


(35)

kurang, maka pada Tahun 2002 disahkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang didalamnya terkandung beberapa prinsip dan ketentuan seperti yang tertuang dalam persetujuan TRIPs.

Sebagai perbandingan dalam tulisan ini, maka perlu dicantumkan juga definisi hak cipta menurut Auteurswet 1912, yang dalam Pasal 1-nya menyebutkan bahwa:

“Hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta atau hak yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan kesusasteraan, pengetahuan, dan kesenian untuk mengumumkan dan memperbanyak dan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang.”31

“Hak cipta meliputi hak tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan, dan memberi kuasa untuk membuat terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.”

Kemudian Universal Copyright Convention dalam Pasal V menyatakan bahwa:

32

“Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Saat ini di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa:

33

“Suatu hak monopoli untuk memperbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak Berdasarkan pada ketentuan diatas, maka hak cipta dapat didefinisikan sebagai:

31

Arif Lutviansori, Op. Cit., hlm. 68.

32

Ibid., hlm. 68.

33


(36)

cipta lainnya yang dalam implementasinya memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”34

Hak cipta adalah hak eksklusif (yang diberikan oleh pemerintah) untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, karya tulis, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.35

Melalui definisi hak cipta tersebut, dapat diketahui bahwa hak cipta yang merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual merupakan satu bagian dari benda tidak berwujud (immaterial).36

34

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 3.

35

Diambil dari Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org,diakses pada tanggal 9 Juni 2012.

36


(37)

Meski aturan atau definisi yang mengatur masalah hak cipta demikian beragam, namun dalam konteks penemuan hukum yang sah secara yuridis tetap yang dipakai adalah ketentuan hak cipta berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dimana undang-undang inilah yang sampai sekarang masih berlaku secara nasional.37

2. Tujuan dan Sifat Hak Cipta

John Locke, seorang filsuf Inggris terkemuka abad-18, dalam kaitan antara hak cipta dengan hukum alam, mengemukakan bahwa:

“Hukum hak cipta memberikan hak milik eksklusif kepada karya cipta seorang pencipta, hukum alam meminta individu untuk mengawasi karya-karyanya, dan secara adil dikompensasikan untuk kontribusi kepada masyarakat.”38

Pada awalnya, Locke berbicara tentang right to intellectual property

yang timbul sebagai konsekuensi logis dari orang bekerja. Pencipta, pengarang, inventor, atau apapun istilahnya sama seperti pekerja, sebagai imbalan atas pekerjaannya mereka diberi upah. Royalti yang diterima pencipta atau pengarang adalah upah karya intelektualnya.39

Intellectual property dirumuskan sebagai hak yang bersifat pribadi, sehingga timbul gagasan untuk melindunginya. Setiap karya manusia harus dihargai dan mendapat hak, sehingga intellectual property rights mendapat basisnya pada hak milik dalam arti umum, yakni hak milik sebagai hak asasi.40

37

Ibid., hlm. 67.

38

Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia: Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, (Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 52.

39

Otto Hasibuan, Ibid., hlm. 52.

40


(38)

Pendapat S. M. Stewart berikut ini agaknya cukup mewakili alasan mengapa hak cipta harus dilindungi dan dihargai:

1. Alasan Keadilan (The Principle of Nature Justice)

Pengarang adalah pencipta atau pembuat suatu karya yang merupakan ekspresi kepribadiannya. Sebaiknya, dia mampu memutuskan apakah dan bagaimanakah karyanya dipublikasikan serta mencegah kerugian atau perusakan karya intelektualnya. Pengarang, seperti pekerjaan lainnya yang diberi upah berupa royalti atas usahanya.

2. Alasan Ekonomi (The Economic Argument)

Di dunia modern, investasi sangat dibutuhkan untuk membuat suatu kreasi, seperti pekerjaan arsitektur atau mungkin film. Karena kreasi, semua pekerjaan secara praktis bertujuan untuk menyediakannya bagi publik, sehingga prosesnya juga, seperti publikasi dan distribusi buku atau rekaman juga mahal. Investasi tidak akan ada jika tidak ada harapan ganti rugi atau untung.

3. Alasan Budaya (The Cultural Argument)

Karya yang dihasilkan oleh pencipta merupakan aset nasional. Oleh karena itu, dorongan atau hadiah kreativitas adalah demi kepentingan publik sebagai suatu kontribusi terhadap pembangunan budaya nasional.

4. Alasan Sosial (The Social Argument)

Penyebaran karya-karya terhadap sejumlah orang membentuk hubungan (mata rantai) antara kelompok/tingkatan, kelompok rasial, kelompok usia, sehingga menciptakan perpaduan sosial. Pencipta dalam hal ini memberikan pelayanan sosial jika ide atau pengalaman para pencipta dapat disebarkan ke masyarakat luas dalam waktu singkat, berarti mereka memberikan kontribusi terhadap kemajuan sosial.41 Hak cipta itu ada, tetapi tidak nyata. Hak cipta memiliki bentuk, tetapi sesungguhnya tidak berwujud. Buku, karya lagu, lukisan, dan sebagainya memiliki bentuk nyata yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Semua itu adalah karya cipta, tetapi bukan hak cipta. Hak cipta adalah sesuatu hak yang muncul

41


(39)

sesudah adanya karya yang memiliki bentuk, nyata, atau berwujud. Seperti dikatakan oleh Michael F. Flint:

“Copyright is a right given to or derived from work, and is not a right in novelty of ideas”.42

1. Hak cipta adalah hak milik

Sesuatu yang berwujud seperti buku dan kaset dapat lenyap, tetapi sampai kapan pun hak ciptanya tetap ada, walaupun masa berlaku hak ekonomi atas karya cipta tersebut sudah habis. Inilah keunikan hak cipta, sesuatu yang tidak berwujud, tetapi bernilai dan merupakan harta kekayaan yang bisa dialihkan

dan seharusnya juga dapat dijaminkan. Hak cipta atas suatu karya dapat berkurang atau malah hilang nilai ekonominya karena masa berlakunya sudah kadaluarsa, tetapi tetap bisa dimanfaatkan untuk didapatkan nilai ekonomisnya.

Dari segala keunikannya itu, maka dikenallah beberapa sifat dasar yang melekat pada hak cipta (The Nature of Copyright), yaitu:

2. Hak cipta adalah hak yang terbatas waktunya 3. Hak cipta adalah sebuah hak yang bersifat eksklusif

4. Hak cipta adalah sebuah kumpulan hak di dalam sebuah karya lain (dilisensikan)43

42

Otto Hasibuan, Ibid., hlm. 56.

43

Otto Hasibuan, Ibid., hlm. 57.

Memperhatikan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, maka akan ditemukan beberapa sifat dari hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4. Beberapa sifat dari hak cipta tersebut diantaranya:


(40)

1. Hak Eksklusif, yaitu hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.

Dalam Pasal 2, terkandung tiga hak khusus, yaitu:

a. Hak untuk mengumumkan ciptaan, mengumumkan artinya membacakan, menyuarakan, menyiarkan, atau menyebarkan ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga ciptaan itu dapat dibaca, didengar, atau dilihat oleh orang lain;

b. Hak untuk memperbanyak ciptaan, yang dimaksud memperbanyak adalah menambah suatu ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama termasuk mengalih wujudkan sesuatu ciptaan;

c. Hak untuk memberi izin, yaitu memberi lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaan. Perbuatan ini harus dilaksanakan dengan perjanjian tertulis dalam bentuk akta otentik atau tidak otentik. Perbuatan yang diizinkan untuk dilaksanakan adalah perbuatan yang secara tegas disebutkan dalam akta.

2. Hak Cipta dianggap sebagai Perbuatan Benda Bergerak Immaterial, Undang-undang menganggap hak kekayaan intelektual, khususnya hak cipta adalah benda bergerak tidak berwujud (intangible movable goods).

Sebagai benda bergerak, hak cipta dapat dialihkan seluruh atau sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, dijadikan milik negara, perjanjian yang harus dilakukan


(41)

dengan akta, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu hanya mengenai wewenang yang disebut dalam akta. Oleh karena itu, hak cipta tidak dapat dialihkan secara lisan, melainkan secara tertulis dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Hak cipta yang beralih karena pewarisan terjadi berdasarkan ketentuan undang, sehingga kepemilikan beralih kepada ahli waris karena ketentuan undang-undang, beralih secara otomatis sejak meninggalnya pemilik hak, meskipun dapat juga dialhikan dengan akta disaat pewaris hidup.

3. Hak cipta dapat disita, hak cipta bersifat pribadi dan manunggal dengan diri pencipta, sehingga hak pribadi itu tidak dapat disita darinya, kecuali hak cipta tersebut diperoleh secara melawan hukum. Apabila pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hukum diancam dengan hukuman, maka hukuman ini tidak dapat mengenai hak cipta, tetapi yang dapat disita adalah hasil ciptaannya.44

Sifat hak cipta lainnya dapat dijumpai pada Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, bahwa hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh isinya maupun sebagian. Pengalihan hak cipta disini bisa karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan ini sering disebut dengan transfer. Bunyi Pasal 3 ayat (2) tersebut adalah:

Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:

a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat;

d. perjanjian Tertulis; atau

e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.45

44

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 2-4.

45


(42)

B. Hak-Hak Yang Dilahirkan Melalui Hak Cipta 1. Hak Ekonomi

Hak ekonomi (economic right) adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas hak cipta. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan hak ciptanya tersebut oleh dirinya sendiri, atau karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Ada 8 (delapan) jenis hak ekonomi yang melekat pada hak cipta, yaitu:

a. Hak reproduksi (reproduction right), yaitu hak untuk menggandakan ciptaan. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menggunakan istilah “perbanyakan”.

b. Hak adaptasi (adaptation right), yaitu hak untuk mengadakan adaptasi terhadap hak cipta yang sudah ada. Hak ini diatur dalam Bern Convention.

c. Hak distribusi (distribution right), yaitu hak untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, hal ini dimasukkan dalam hak mengumumkan.

d. Hak pertunjukan (performance right), yaitu hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan, seniman, dan peragawati. Hak ini diatur dalam Bern Convention.

e. Hak penyiaran (broadcasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui transmisi dan transmisi ulang. Dalam Undang-Undang


(43)

Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, hak ini dimasukkan dalam hak mengumumkan.

f. Hak program kabel (cablecasting right), yaitu hak untuk menyiarkan ciptaan melalui kabel. Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran, tetapi tidak melalui transmisi, melainkan melalui kabel.

g. Droit de suit, yaitu hak tambahan pencipta yang bersifat kebendaan. h. Hak pinjam masyarakat (public lending right), yaitu hak pencipta atas

pembayaran ciptaan yang tersimpan di perpustakaan umum yang dipinjam oleh masyarakat. Hak ini berlaku di Inggris dan diatur dalam

Public Lending Right Act 1979, The Public Lending Right Scheme 1982.46

Dalam konteks ke-Indonesiaan, hak ekonomi ini diatur di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menentukan sebagai berikut:

1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang

46


(44)

orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.47

2. Hak-Hak Yang Berkaitan Dengan Hak Cipta (Neighbouring Rights)

Disamping hak-hak diatas, ada juga dikenal hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta (neighbouring rights). Hak ini lebih ditujukan kepada bukan penciptanya, melainkan kepada pihak-pihak yang ikut andil dalam publikasi ciptaan tersebut. Bahkan dalam praktik dunia Uni Eropa, pengaturan hak terkait tampak diperluas sampai kepada pihak yang menghasilkan ciptaan yang secara hukum tidak memenuhi syarat originality dan creativity.48

47

Arif Lutviansori, Ibid., hlm. 75.

48

Ibid., hlm. 75.

Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta diadakan penambahan bab baru yang mengatur mengenai Hak-Hak yang Berkaitan dengan Hak Cipta atau yang sering disebut dengan istilah Neighbouring Rights. Penambahan ini dimaksudkan untuk memberikan suatu landasan yuridis bagi Neighbouring Rights. Pemilik hak-hak tersebut antara lain, seperti pelaku yang menghasilkan karya pertunjukan, produser rekaman suara yang menghasilkan rekaman suara, dan lembaga penyiaran yang menghasilkan karya siaran. Selain ketentuan mengenai isi dari hak-hak tersebut, ditentukan juga mengenai jangka waktu bagi berlakunya hak-hak tersebut. Pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pun ketentuan ini tetap dipertahankan di dalam satu bab, yaitu pada Bab VII tentang Hak Terkait.


(45)

Hak ini berasal dari hak cipta yang bersifat asli, yaitu hak eksklusif bagi pelaku (performer), yang dapat terdiri dari aktor/aktris film/televisi, pemusik, penari, pelawak, dan lain sebagainya untuk menyiarkan pertunjukan. Menyiarkan, maksudnya adalah menyewakan, melakukan pertunjukan umum, mengkomunikasikan pertunjukan langsung, dan mengkomunikasikan secara interaktif karya rekaman pelaku. Perlindungan terhadap neighbouring rights ini secara khusus hanya tertuju pada pihak yang berkecimpung dalam bidang pertunjukan, rekaman, dan badan penyiaran.49

(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.

Dapat kita lihat pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Bab VII mengenai Hak Terkait menyebutkan bahwa:

(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.

(3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui sistem elektromagnetik lain.50

Dari pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berkecimpung dalam pertunjukan tersebut mempunyai hak antara lain:

a. mengawasi penampilan yang digelar;

b. mengawasi badan penyiaran yang menyiarkan penampilan yang digelar;

49

Ahmad M. Ramli dan Fathurahman, Film Independen, Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 38-39.

50


(46)

c. mengawasi reproduksi penampilan-penampilan berikutnya; dan d. mengawasi penyiaran rekaman kepada umum.51

Pihak yang berkecimpung dalam usaha rekaman atau produser rekaman memiliki hak, antara lain:

a. Merekam ulang (reproduction right).

b. Mempertunjukkan rekaman kepada umum (the public performance right).

c. Menyiarkan rekaman (broadcasting right).52

Sedangkan badan atau badan penyiaran memiliki hak sebagai berikut: a. Menyiarkan dan mereproduksi suatu ciptaan.

b. Merekam suatu ciptaan. c. Menampilkan kepada umum.53

Selain isi dari hak-hak terkait tersebut, sudah disebutkan juga diatas bahwa di dalam Bab VII Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta juga mengatur mengenai jangka waktu perlindungan bagi hak-hak tersebut. Dalam Pasal 50 disebutkan bahwa:

(1) Jangka waktu perlindungan bagi:

a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan kedalam media audio atau media audiovisual;

b. Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam;

c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.

(2) Penghitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnyasetelah:

51

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op. Cit., hlm. 74.

52

Ibid., hlm. 74.

53


(47)

a. Karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau audiovisual;

b. Karya rekaman suara selesai direkam;

c. Karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.54

Namun, untuk lebih jelasnya mengenai jangka waktu perlindungan ini akan penulis bahas pada bab selanjutnya, yaitu pada Bab IV mengenai Prosedur Mendapatkan Perlindungan Hukum dan Masa Berlakunya.

Hak cipta dan hak terkait hanya dilanggar apabila benda berwujud dari hak terkait, seperti film, Compact Disc(CD), dan pita kaset yang mempunyai hak cipta diperbanyak atau digandakan secara langsung dalam bentuk yang sama dengan benda berwujud yang merupakan ciptaan asli.55

C. Subyek Hak Cipta

Menurut Vollmar, setiap makhluk hidup mempunyai wewenang berupa hak, yaitu kewenangan untuk mempunyai hak-hak dan setiap hak tentu mempunyai subyek hak sebagai pendukung hak tersebut.56

“Setiap ada subyek tentu ada obyek, kedua-duanya tidak lepas antara satu dengan yang lainnya”.

Prof. Mahadi berpendapat:

57

Jadi, jika dikaitkan dengan hak cipta, yang menjadi subyeknya adalah pemegang hak cipta itu sendiri ataupun penerima hak cipta tersebut. Berikut ini

54

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Op. Cit., Pasal 50.

55

Ahmad M. Ramli dan Fathurahman, Op. Cit., hlm. 39.

56

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 40.

57


(48)

penulis akan membahas siapa saja yang menjadi subyek hak cipta itu secara umum dan siapa saja yang termasuk subyek hak cipta di dalam industri kreatif.

1. Subyek Hak Cipta Secara Umum

Subyek di dalam hak cipta adalah pemegang hak cipta yaitu, pencipta sebagai pemilik hak cipta atau orang lain yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas, sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.58

1. Orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran pada Departemen Kehakiman;

Berdasarkan Pasal 5 sampai Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dapat digolongkan sebagai pencipta adalah:

Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai pencipta pada suatu ciptaan; dan

Orang yang berceramah pada ceramah yang tidak tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya;

2. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian ciptaan, atau jika tidak ada orang itu, orang itu menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing bagian ciptaannya, yaitu

58


(49)

jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa bagian tersebdiri yang diciptakan dua orang atau lebih;

3. Orang yang merancang ciptaan, yaitu jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang;

4. Orang yang membuat ciptaan, yaitu dalam hubungan dinas, hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, kecuali diperjanjikan lain;

5. Badan hukum yang mengumumkan ciptaan dengan tidak menyebut seseorang sebagai penciptanya, kecuali dibuktikan sebaliknya; 6. Terhadap ciptaan yang tidak diketahui penciptanya, maka berlaku

ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta:

a. Apabila suatu ciptaan tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, maka negara memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya;

b. Negara memegang hak cipta atas karya prasejarah, sejarah, benda, budaya nasional, juga memegang hak cipta atas hasil kebudayaan rakyat yang telah menjadi milik bersama terhadap luar negeri;

c. Apabila suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama


(50)

samaran penciptanya, maka penerbit memegang hak cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan penciptanya.59

Hak cipta sebagai hak milik dalam penggunaannya harus dilandaskan atas fungsi sosial. Hal ini dinyatakan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang menyebutkan bahwa:

“Undang-undang ini selain dimasukkan unsur baru mengingat perkembangan teknologi, diletakkan juga unsur kepribadian Indonesia yang mengayomi baik kepentingan individu maupun masyarakat, sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara kedua kepentingan dimaksud.”60

1. Demi kepentingan negara.

Atas pertimbangan inilah negara dapat sewaktu-waktu menjadi pemegang hak cipta. Tidak semua jenis hak cipta dapat dijadikan milik negara, hal ini tergantung pada fungsi kegunaan bagi negara.

Menurut J. C. T. Simorangkir, bahwa:

Istilah dapat dijadikan milik negara yang dipakai oleh Undang-Undang Hak Cipta, memberikan arti bahwa peralihan hak kepada negara itu hanya merupakan suatu kemungkinan saja. Bukan suatu kekhususan dan untuk itu harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:

2. Dengan sepengetahuan pengarangnya. 3. Dengan keputusan Presiden.

4. Atas dasar pertimbangan Dewan Hak Cipta.

5. Kepada pemegang Hak Cipta diberi imbalan penghargaan yang ditetapkan oleh Presiden.

Selanjutnya menurut beliau, dengan dijadikan hak cipta, suatu karya menjadi milik negara setelah memenuhi segala macam persyaratan itu.61

Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merumuskan tiga cara untuk menentukan siapa yang berhak menjadi pencipta dari suatu ciptaan.62

59

Ibid., Pasal 5-10.

60

Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Bagian Umum.

61


(51)

Cara pertama, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merumuskan secara tegas siapa yang tergolong sebagai pencipta dari suatu ciptaan, yaitu orang yang namanya terdaftar sebagai pencipta; orang yang namanya disebut dalam ciptaan; orang yang namanya diumumkan dalam ciptaan; penceramah; orang yang memimpin serta mengawasipenyelesaian seluruh ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian tersendiri; penghimpun seluruh ciptaan yang terdiri atas beberapa bagian tersendiri; perancang suatu ciptaan; lembaga instansi dari pembuat atau pembuat suatu ciptaan dalam lingkungan pekerjaannya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan; pembuat suatu ciptaan dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan; dan badan hukum yang mengumumkan suatu ciptaan yang berasal darinya.63

Cara kedua, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merumuskan secara tidak tegas siapa yang tergolong sebagai pencipta dari suatu ciptaan. Orang yang bersangkutan dianggap sebagai pencipta suatu ciptaan, kecuali pihak lain dapat membuktikan sebaliknya, bahwa yang bersangkutan bukan penciptanya. Jadi, selama seseorang tidak terbukti sebaliknya, maka seseorang itu akan tetap dianggap sebagai pencipta dari suatu ciptaan, yaitu seseorang yang namanya terdaftar sebagai pencipta; seseorang yang namanya disebut dalam ciptaan; penceramah; dan badan hukum yang mengumumkan suatu ciptaan yang berasal darinya.64

62

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2003), hlm. 117.

63

Ibid. hlm. 118.

64


(52)

Cara ketiga, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyerahkan kepada para pihak berdasarkan kesepakatan bersama untuk menentukan siapa yang menjadi pencipta dan pemegang hak ciptanya.65

1. Pencipta, pemegang hak cipta adalah pencipta itu sendiri sebagai pemilik hak cipta atau orang yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut diatas.

Penggolongan lainnya terhadap pencipta dan pemegang hak cipta menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta antara lain:

2. Pemerintah, seorang karyawan “Pegawai Negeri Sipil” yang dalam hubungan dinasnya dengan Instansi Pemerintah menciptakan suatu ciptaan dan ciptaan tersebut menjadi bagian dari tugas sehari-hari karyawan tersebut, tidak dianggap sebagai pencipta atau pemegang hak cipta, kecuali bila diperjanjikan lain. Yang menjadi pemegang hak cipta adalah Instansi Pemerintah tersebut.

3. Pegawai Swasta, lain halnya dengan seorang karyawan “Pegawai Perusahaan Swasta” yang dalam hubungan kerja dengan perusahaan menciptakan suatu ciptaan. Pencipta yang merupakan pihak yang membuat ciptaan itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali bila diperjanjikan lain antara kedua belah pihak.

4. Pekerja Lepas, hak cipta atas suatu ciptaan yang dibuat berdasarkan pesanan berada di tangan yang membuat ciptaan itu. Yang membuat

65


(53)

ciptaan itu dianggap sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali diperjanjikan lain antara kedua belah pihak perusahaan yang membayar pencipta untuk membuat suatu ciptaan berdasarkan pesanan pada umumnya mempunyai hak untuk memanfaatkan atau mengeksploitasi ciptaan yang dibuat oleh pencipta sebagai ciptaan yang dipesan sesuai dengan maksud dan tujuannya.

5. Negara, negara juga menjadi pemegang hak cipta atas suatu ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan. Terhadap suatu ciptaan yang telah diterbitkan tetapi tidak diketahui penciptanya dan/atau penerbitnya, negara untuk kepentingan penciptanya menjadi pemegang hak cipta berdasarkan Pasal 11 ayat (1), (2), dan (3). Negara juga menjadi pemegang hak cipta atas:

a. Karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya; serta

b. Folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

6. Pemegang Hak Cipta Potret, suatu potret atau foto yang dibuat seizin dari orang yang dipotret, jika diperbanyak atau diumumkan oleh pembuat potret sebagai pemegang hak cipta, harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret. Atau, izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 tahun setelah yang dipotret meninggal dunia. Jika suatu potret yang dibuat tanpa persetujuan dari orang yang


(54)

dipotret atau tidak untuk kepentingan orang yang dipotret, pengumumannya tidak diperkenankan apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari yang dipotret. Dapat terjadi seseorang yang telah dipotret tanpa sepengetahuan dirinya berada dalam keadaan yang merugikan dirinya sendiri.

7. Beberapa Pencipta, suatu ciptaan dapat diciptakan oleh dua orang atau lebih. Maka, yang dianggap sebagai pencipta adalah pemimpin serta pengawas penyelesaian seluruh ciptaan. Jika tidak ada, maka orang yang menghimpunnya dianggap sebagai pencipta dengan tidak mengurangi hak cipta masing-masing atas bagian ciptaannya. Sebagai contoh, suatu film serial lepas, masing-masing dari setiap seri film ada penciptanya yang mempunyai hak cipta secara otonom.66

2. Subyek Hak Cipta Dalam Industri Kreatif

Di dalam industri kreatif yang terdiri dari 14 subsektor terdapat berbagai macam subyek yang termasuk ke dalam subyek hak cipta. Berikut ini penulis akan memaparkan satu per satu subyek-subyek hak cipta dalam setiap subsektor industri kreatif.

a. Industri Periklanan

Subyek serta obyek dalam industri periklanan adalah Pemasang iklan, Biro iklan, dan Target pendengar/pemirsa/pembaca.67

66

Asian Law Group Pty. Ltd., Op. Cit., hlm. 110.

67

Tim Indonesia Design Power Departemen Perdagangan RI, Buku 2, Rencana Pengembangan 14 Sub-Sektor Industri Kreatif Indonesia 2009-2015, (Jakarta: Departemen Perdagangan RI, 2008), hlm. 1-2.


(55)

dalam proses pembuatan iklan di dalam industri periklanan ini adalah Consulting Companies, Direct Marketing Services Companies, Market Research Services Companies, Media Companies (meliputi:produksi film dan video, distribusi, replikasi, dan produk; produksi televisi, penyiaran, distribusi, programming, dan produk; produksi musik, distribusi, penerbitan, dan produk; penyiaran radio; majalah, buku, surat kabar, elektronik dan penerbitan khusus; dan konten internet dan layanan antar), Public Relations Companies, Sales Promotion & Specialized Marketing Services, dan Production House.68

b. Industri Arsitektur

Subyek pada industri arsitektur hanyalah arsitek dan juru gambar. Profesi arsitek dapat didefinisikan sebagai keahlian dan kemampuan penerapan di bidang rancangan arsitektur dan pengelolaan proses pembangunan lingkungan binaan yang diperoleh melalui pendidikan tinggi arsitektur dan/atau yang diakui oleh organisasi serta dari pengalaman penerapan pengetahuan ilmu dan seni tersebut, yang menjadi nafkah dan ditekuni secara terus-menerus dan berkesinambungan.Cakupan kerjanya meliputi perancangan dan desain, pengawasan, konsultasi, serta manajemen proyek.

Sedangkan industri yang berkaitan dengan industri arsitektur ini adalah kontraktor atau pemborong, agen properti dan pengembang, perusahaan rekayasa teknik, surveyor geologi dan pertanahan, dan perbankan.69

68

Ibid., hlm. 3-4.

69


(56)

c. Industri Pasar Barang Seni

Jenis pekerjaan di subsektor pasar barang seni ini antara lain meliputi: pemiliki galeri, kurator museum, kurator lelang, penilai seni (art appraisal), kritikus seni, akademisi, dan seniman.70

d. Industri Kerajinan

Lembaga/individu yang terkait dengan industri kerajinan adalah

supplier penyedia bahan baku ceramic, penyedia bahan baku logam, supplier

penyedia bahan baku natural fiber atau serat alam, supplier penyedia bahan baku batu-batuan, supplier penyedia bahan baku tekstil, supplier penyedia bahan baku kayu, supplier penyedia bahan baku kulit, supplier penyedia zat warna, cat, dan

varnish, Event Organizer, asosiasi-asosiasi kerajinan, pemerintah, percetakan, media, dan brokeri. Profesi-profesi utama di subsektor industri kerajinan meliputi pembatik, perajut, penyulam/pembordir, pengrajin, pengukir/pemahat/pematung, penganyam, pelukis, dan perajin mebel.71

e. Industri Desain

Industri yang terkait dengan Desain Grafis/Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah perusahaan konsultan, industri periklanan, industri percetakan, dan industri penerbitan.72

Industri yang terkait dengan desain produk/desain industri antara lain adalah perusahaan konsultan, perusahaan public relations, perusahaan jasa riset

70

Ibid., hlm. 74.

71

Ibid., hlm. 106.

72


(1)

B. Saran

Setelah melihat kondisi terkait perlindungan hak cipta terhadap industri kreatif tersebut, penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Faktor yang penting adalah harus adanya penegakan hukum dan penyadaran masyarakat. Artinya, budaya dan struktur harus kuat. Jika penegakan hukum kurang efektif, tentu masyarakat tidak bisa kita harapkan secara sukarela 100% menghargai HKI khususnya hak cipta. Demikian pula walaupun penegakan hukum berjalan lancar, belum tentu juga masyarakat menghargai HKI. Apabila budaya penghargaan hasil karya orang lain tidak segera dibangun, hanya budaya menjiplak dan budaya “serba instant” selalu dikedepankan, maka industri kreatif bisa-bisa mati suri. Industri kreatif ironisnya tidak dapat bernapas apabila tidak ada penghargaan baik secara sadar, maupun secara taat hukum terhadap undang-undang dan peraturan pelaksanaan lain yang mengatur tentang itu. Sebab hasil karya dengan sentuhan multimedia hanya mampu diciptakan dari tangan dingin sang desainer kreatif. Industri iklan televisi, iklan media cetak, peranti lunak-peranti lunak inovatif pembelajaran, e-learning, hingga desain web perusahaan memerlukan tingkat independensi pribadi pada satu sisi untuk menciptakan sesuatu yang bernilai “master piece” dan disisi lain memerlukan akseptabilitas dan apresiasi dari lingkungan.

2. Selama ini, sudah sering kita dengar cerita miring mulai dari uang sogokan dari perusahaan dan warnet-warnet kepada oknum polisi agar tidak di-sweeping, hingga adanya kepolisian sendiri yang enggan men-sweeping


(2)

dikarenakan mereka sendiri di kantornya memakai peranti lunak bajakan. Selain diperlukan konsistensi dan inovasi strategi penegakan hukum yang lebih baik, dalam strategi di ranah penghargaan hak cipta dengan metode penegakan hukum, perlu juga didorong konsolidasi internal aparat penegak hukum.

3. Penegakan hukum yang diharapkan sesungguhnya adalah suatu proses yang dijalankan secara terus-menerus secara komperehensif, karena persoalan penegakan hukum hak cipta di Indonesia adalah persoalan setiap orang. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan melakukan revitalisasi kebijakan dan regulasi hak cipta.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku/Textbook:

Agus, Budi Riswandi dan M. Syamsudin. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.

Astuti, Dwi. Tesis: Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Terhadap Pembajakan Hak Cipta Lagu Atau Musik. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2008.

Bambang, Kesowo. Kebijakan di Bidang Hak Milik Intelektual Dalam Hubungannya Dengan Dunia Internasional, Khususnya GATT. Panel Diskusi Bidang Hukum Hak Milik Intelektual DPP Golkar. Jakarta. 4 Februari 1992.

Buku 1, Tim Indonesia Design Power Departemen Perdagangan RI. Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015. Jakarta: Departemen Perdagangan RI. 2008.

Buku 2, Tim Indonesia Design Power Departemen Perdagangan RI. Rencana Pengembangan 14 Sub-Sektor Industri Kreatif Indonesia 2009-2015. Jakarta: Departemen Perdagangan RI. 2008.

Buku 3, Tim Indonesia Design Power-Departemen Perdagangan RI. Program Kerja Pengembangan Ekonomi Kreatif Nasional 2009-2010 Departemen Perdagangan. Jakarta: Departemen Perdagangan RI. 2008. Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual: Sejarah,

Teori, dan Prakteknya di Indonesia. Bandung: Aditya Bakti. 1997. Giyarto. Tesis: Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Kekayaan Intelektual

Dalam Bidang Hak Cipta dan Merek di Indonesia. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2006.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. 1987.

Hasibuan, Otto. Hak Cipta di Indonesia: Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: PT. Alumni. 2008.

Indonesia, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha. 2005. Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Indonesia 2007.


(4)

Kurniawan, Hendri. Tesis: Perlindungan Hukum Terhadap Program Komputer Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta di Indonesia. Semarang: Universitas Diponegoro. 2005.

Law Group Pty. Ltd., Asian, Hak Kekayaan Intelektual, Suatu Pengantar. Bandung: Alumni. 2006.

Lutviansori, Arif. Hak Cipta dan Perlindungan Forklor di Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2010.

Margono, Suyud dan Amir Angkasa. Komersialisasi Aset Intelektual, Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2002. Putra, Wahyu Andhika. Skripsi: Perlindungan Hak Cipta Karya “Musik

Independen”. Surakarta. Universitas Sebelas Maret: 2009.

Ramli, Ahmad M. dan Fathurahman. Film Independen, Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta dan Hukum Perfilman Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005.

Riswandi, Budi Agus dan Siti Sumartiah. Masalah-Masalah HaKI Kontemporer. Yogyakarta: Gita Nagari. 2008.

Saidin, O. K. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1995.

Sihombing, Eko August. Skripsi: Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Pengangkutan Orang dan Barang dalam Pengangkutan Udara Ditinjau dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009. Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2010.

Simorangkir, J. C. T., Hak Cipta. Djakarta: Djambatan. 1987.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press. 1994. Suherman, Ade Maman. Aspek Hukum dalam Ekonomi Global. Jakarta: Ghalia

Indonesia. 2002.

Sulistyawan, Aditya Yuli. Tesis: Perlindungan Karya Cipta Kebaya Sebagai Aset Nasional yang Bernilai Tinggi (Studi Kasus Perlindungan Hak Cipta Terhadap Karya Cipta Kebaya Modifikasi Anne Avantie). Semarang. Universitas Diponegoro: 2008.


(5)

Sumardjono, Maria S.W. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian: Sebuah Panduan Dasar. Jakarta. Penerbit: Gramedia. 2001.

Syafrinaldi. Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era Global. Cetakan I. Riau: UIR Press. 2001.

Usman, Rachmadi. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: PT. Alumni. 2003.

Widyasani, Miranti. Skripsi: Perlindungan Hukum Atas Program Televisi Berkaitan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta di Indonesia. Malang. Universitas Brawijaya: 2007.

WIPO, Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organization. Ekspresi Kreatif: Pengantar Hak Cipta dan Hak Terkait Untuk Usaha Kecil dan Menengah. Kamar Dagang dan Industri Indonesia. 2008.

Peraturan Perundang-undangan

Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana-KUHAP)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Website


(6)