24
Dahlan 2012 menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan di usia muda atau yang biasa disebut pernikahan dini dijaman kemajuan teknologi ini merupakan
setback mundur kejaman lampau. Seharusnya pernikahan dini pada saat ini dihindari mengingat dampak negatif dari pernikahan tersebut yang tidak sedikit.
Budaya Jawa mentradisi bentuk perjodohan oleh orangtuanya. Biasanya mereka berpegang mitos umum bila anak telah lepas masa menstruasi di usia 12 tahun, maka
sudah waktunya untuk menikah Dahlan, 2012. Seperti diungkapkan Suwandi, pegawai pencacat nikah di Tegaldowo Rembang
Jawa Tengah, “ Adat orang Jawa kalau punya anak perempuan sudah ada yang ngelamar harus diterima, kalau tidak diterima bisa sampai lama tidak laku-laku,’’
suku Jawa juga menganut kalo sudah menikah baiknya mereka tinggal pisah dengan orang tuanya atau mandiri karena dia sudah punya tanggungan sendiri. Yaitu istrinya.
Selain itu dalam prinsip masyarakat Jawa bahwa yang penting kawin dulu, masalah rezki nanti belakangan. Karena sudah ada yang mengatur Yang Maha Kuasa Anonim, 2010.
Berdasarkan kondisi diatas maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa
Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah apa determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa
Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Universitas Sumatera Utara
25
Untuk mengetahui determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Predisposing faktors yaitu umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, pendapatan orang tua, pengetahuan dan budaya Jawa yang memengaruhi pernikahan dini.
2. Untuk mengetahui Enabling factors yaitu media yang memengaruhi
pernikahan dini pada suku Jawa. 3.
Untuk mengatahui Reinforcing factors yaitu orang tua dan lingkungan keluarga yang memengaruhi pernikahan dini pada suku Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan refrensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya penyuluhan
kesehatan dimasa yang akan datang
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pada
instansi terkait KUA, DEPAG, DINKES, BkkbN Sehingga dapat dilakukan program yang sesuai dalam Pencegahan dan mengatasi dampak – dampak
pernikahan dini.
Universitas Sumatera Utara
26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan Perilaku
Dari segi biologis menurut Notoatmodjo 2007 perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu
dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung maupun yang tidak langsung diamati oleh pihak luar.
2.2 Determinan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku sulit dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, internal maupun eksternal.
Beberapa teori mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
antara lain teori Lawrence Green 2010. Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, faktor perilaku behaviour causes dan faktor luar perilaku non behaviour cause.
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan oleh 3 faktor yaitu :
Universitas Sumatera Utara
27
a. Faktor presdiposing predisposing factors yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, ekonomi, tingkat pendidikan dan lain sebagainya. b.
Faktor pendukung enabling factors yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan.
c. Faktor pendorong renforcing factors yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain.
2.2.1 Faktor Presdiposing Presdiposing Factors a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan menurut kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang overt behavioral. Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan yaitu, yakni: a.
Tahu Know sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya b.
Mamahami Conprehension diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan benar secara objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
Universitas Sumatera Utara
28
c. Aplikasi Application yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. d.
Analisis Analiysis dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kadalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. e.
Sintesis Synhtesis adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dalam arti telah mampu
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada. f.
Evaluasi Evoluation bahwa seseorang tersebut telah mampu untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
b. Sikap Attitude
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2005 menjelaskan sikap itu
mempunyai tiga komponen, yaitu : a.
Kepercayaan keyakinan ide dan konsep terhadap suatu objek. b.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c.
Kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan sikap, yakni :
Universitas Sumatera Utara
29
a. Menerima Receiving artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan oleh objek. b.
Merespon Responding yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai Valuing mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga kecenderungan untuk bertindak.
d. Bertanggung jawab Responsible yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.2. Praktek dan Tindakan Practice
Semua sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan Overt Behavior untuk terwujudnya sikap agar menjadi sesuatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan yang berupa fasilitas. Disamping itu ada faktor dukungan support dari pihak lain didalam praktek atau tindakan
terdapat tingkatan-tingkatan yaitu : a.
Persepsi Perseption yaitu mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin Guided Response dapat melakukan sesuatu sesuaian dengan
tindakan baru. c.
Mekanisme Mechanisme apabila seseorang itu telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan suatu kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
30
d. Adaptasi Adaptation suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.3 Teori Lawrence Green
Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas makluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua
makluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing, ssehingga yang
dimaksud dengan prilaku manusia itu sendiri mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja dan sebagainya. Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktiviatas manusia, baik yang diamati langsung maupun
yang tidak dapat diamati dari pihak luar Notoatmodjo, 2005. Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo, 2005 perilaku
ditentukan tiga faktor utama yaitu : a.
Faktor Predisposisi Predisposing Factor Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadi perilaku
pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan disamping itu kepercayaan,
tradisi, sistem, nilai dimasyarakat setempat juga menjadi mempermudah positif atau mempersulit negatif terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
b. Faktor Pemungkin Enabling Factors
Universitas Sumatera Utara
31
Faktor pemungkin atau pendukung enabling perilaku adalah fasilitas, sarana atau prasara yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang
atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku
tersebut. c.
Faktor penguat Reinforcing Factors Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dalam masyarakat toma tokoh masyarakat merupakan faktor penguat Reinforcing bagi yang terjadinya perilaku
seseorang atau masyarakat. Disamping tokoh masyarakat, peraturan, undang–undang, surat-surat keputusan dari para pejabat pemerintah pusat dan daerah, merupakan
faktor penguat perilaku.
2.4 Pernikahan Dini