Aspek Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Dini Dalam Keluarga Sudah Menjadi TradisiKebiasaan

107 perempuan, di samping juga untuk menyelidik latar belakang laki-laki secara teliti dan hati-hati. Hal yang sama juga terjadi pada anak laki-laki, para orang tua biasanya mulai berpikir jika anak laki-lakinya dipandang sudah siap untuk berkeluarga mereka akan mencari dan memperhatikan beberapa gadis yang dikenalinya. Di samping sebagai jalan untuk mencari jodoh, juga dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang calon menantu perempuan, kesuciannya, dan juga kepribadiannya, juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan keterampilan rumah tangga, adab sopan-santun, tingkah laku, bagaimana paras wajahnya, dan juga pengetahuan gadis tersebut tentang agamanya Ridwan, 2005. Sejajar dengan pandangan universal bahwa pernikahan merupakan tolak ukur yang dipakai di dalam menentukan konsep keluarga. Di dalam kesatuan sosial inilah dilembagakan berbagai hubungan insani manusia sesuai dengan fungsi kodrat kehidupan keluarga. Disamping sebagai usaha pengambangan keturunan reproduksi, kehidupan keluarga mempunyai fungsi yang lebih luas seperti diantaranya merupakan lembaga di mana para individu dapat menikmati bantuan utama bagi kelangsungan hidupnya. Di dalamnya juga meliputi pelembagaan bidang ekonomi, pengasuhan ataupun pendidikan Koentjoroningrat, 1974.

5.11 Aspek Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Dini Dalam Keluarga Sudah Menjadi TradisiKebiasaan

Dari hasil wawancara dengan peneliti ke 7 informan mengatakan bahwa pernikahan dini dalam keluarga sudah menjadi tradisi pada masyarakat Pematang Johar, sejak dulu hingga sekarang, begitu juga dengan keluarga mereka. Universitas Sumatera Utara 108 Pola pikir pada masyarakat Jawa masih dipegang teguh oleh para pemangku adat, orang tua dan tokoh masyarakat dalam memasyarakatkan nilai budi pekerti, adat pernikahan, terutama yang terungkap lewat pantun dan ungkapan yaitu melalui tipe budaya postfigurasi dimana pembinaan budaya dilakukan melalui pengulangan kebudayaan masa lalu untuk satu masa depan, pernikahan sebelum umur 20 tahun pada masyarakat Jawa sudah turun temurun dilaksanakan 3 generasi sebelumnya kakek-nenek kepada ibu-bapak selanjutnya kepada anak mereka Syaifuddin, 2002. Seperti yang dikatakan informan dibawah ini : “Kayak mana ya kak…kakak-kakak awak muda juga kawinnya…orang tu lebih muda juga dari awak…jadi dah biasa lah kayaknya”. Hal senada juga diungkapkan oleh informan berikut : “Keluarga awak…dah biasa juga…mamak awak pun muda kawinnya…kan awak di tunangin kak…berarti kan udah pantas kawin awak…jadi udah biasalah disini kawin muda…banyak yang kawin muda…jadi ga pa-pa lah”. Pada masyarakat Jawa Perkawinan merupakan fase kehidupan yang bernilai sakral dan amat penting. Dibandingkan dengan fase kehidupan lainnya, fase perkawinan boleh dibilang terasa sangat spesial. Perhatian pihak-pihak yang berkepentingan dengan acara tersebut tentu akan banyak tertuju kepadanya, mulai dari memikirkan proses akan menikah, persiapannya, upacara pada hari perkawinan, hingga setelah upacara usai digelar. Yang ikut memikirkan tidak saja calon pengantinnya saja, baik laki-laki maupun perempuan, tetapi yang paling utama juga termasuk orang tua dan keluarganya karena perkawinan mau tidak mau pasti melibatkan mereka sebagai orang tua-tua yang harus dihormati, oleh karenanya Universitas Sumatera Utara 109 pernikahan sebelum umur 20 tahun sudah biasa dilakukan dan merupakan tradisi leluhur suku Jawa sejak dulu hingga sekarang Djamaris, 1993. Asumsi diatas berbeda dengan Koentjaraningrat 1993 yang menyatakan pandangan masyarakat desa yang berada di luar kesibukan kota selalu statis adalah tidak benar. Perubahan sosial budaya yang terjadi di masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk yaitu : 1. Perubahan yang terjadi secara lambat dan cepat 2. Perubahan-perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang besar pengaruhnya 3. Perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa perubahan pada masyarakat Jawa terjadi secara lambat diakibatkan oleh keyakinan tradisi para leluhur kepada generasi selanjutnya untuk tidak merubah budaya lama dan menganggap pengetahuan leluhur berifat kekal karena telah tercantum dalam khasanah budaya dan harus diikuti oleh generasi selanjutnya, demikian halnya dengan pernikahan dini, dimana anak yang sudah akil baligh sudah bisa dinikahkan dan dicarikan jodohnya serta masih adanya anggapan perawan tua pada Masyarakat Jawa bila anaknya telah berusia 20 tahun dan belum menikah. Universitas Sumatera Utara 110

5.12 Nilai Anak Bagi Orang Tua