94
arah terjadinya perceraian. Kegagalan rumah tangga biasanya terjadi karena adanya benturan tuntutan tanggung jawab dan kondisi masa peralihan remaja.
Dari hasil pernyataan informan diatas sesuai dengan pernyataan yang diuraikan oleh Fatawie 2008 Di samping itu remaja relatif belum mencapai tahap
kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling bertentangan. Secara umum suami maupun isteri muda
menunjukkan ketidaksiapan baik dalam fungsi reproduksi, sosial maupun ekonomi. Namun persoalan-persoalan pada rumah tangga banyak lebih dipicu kurangnya
kematangan mental kedua belah pihak baik laki-laki maupun perempuan.
5.5 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Seseorang Menikah Dini
Pada dasarnya masyarakat Jawa menganut sistem patreneal, dimana kedudukan pihak laki-laki tidak sama perempuan, begitu juga halnya dengan
pendidikan, namun karena pengetahuan yang rendah dari orang tua yang tidak mengubah anaknya untuk memperoleh pendidikan yang tinggi karena alasan ekonomi
dan menganggap pendidikan tidak begitu penting.menurut Penelitian Imariar, 2010 membukt ikan bahwa perkawinan pada usia dini memiliki relasi fungsi terhadap
terjadinya perceraian. Hasil peneliti di Desa Pematang Johar, orang tua lebih sering mengajak anak
mereka terutama anak laki-laki untuk mencari uang dimana pada liburan sekolah anak ikut juga menjadi kenek bangunan, sehingga anak remaja malas sekolah dan
mengikuti jejak orang tuanya dari pada harus sekolah. Dengan penghasilan tersebut mereka dapat membeli apa yang mereka ingin beli seperti rokok, karena senangnya
bekerja pendidikan terabaikan dengan sendirinya. Sedangkan pada anak perempuan
Universitas Sumatera Utara
95
lebih melihat pada budaya dan lingkungan sekitar yang sudah menjadi tradisi menikah dini, sehingga pendidikan tidak begitu penting, mereka khwatir tidak
mendapatkan jodoh dikarenakan temannya sudah pada menikah, selain itu bila umurnya sudah 20 tahun, anak gadis yang masih belia sudah menganggapnya
perawan tua karena temannya sudah memiiki anak sudah tidak mau berteman lagi dengannya serta menjadi bahan ejekan warga. seperti yang disampaikan informan
dibawah ini :
“Ya…udah suka sama suka kak…klo sekolah mau lanjut ga ada biaya…ya kayak mana lagi kak…rata-rata tamat SD disini udah kawin…awak ga tamat
pun..kawan awak pun udah ga ada lagi kak…udah kawin semuanya…jadi kawin lah kak…nanti dibilang perawan tua kak…umur 20 udah dibilang
perawan tua disini kak…udah ga ada lagi kawannya…anak gadis udah ga mau lagi berkawan sama dia kak…ya…memang kayak gitulah kak disini”.
Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah di usia muda karena menurut hasil penelitaan Subiyantoro 2002 Bahwa perempuan dalam
pernikahan didasarkan pada mitos ”Perawan Tua” persoalan mendasar dari seorang anak perempuan, ketika dia telah memasuki usia dewasa, banyak orang tua
menginginkan anaknya untuk tidak lama menikah. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri
perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan
timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota.
Informan lain mengatakan :
Universitas Sumatera Utara
96
“Banyak alasan sebenarnya anak menikah muda ini...dari materi,pendidikan... semuanya kurang mampu...dari ekonomi sendiri...memang tidak ada
biaya...untuk makan sehari-haripun mereka susah...pendidikan rendah...bisa dihitung pake jari yang melanjutkan sekolah...lantaran biaya tadi...dan mereka
lebih memilih menikah...karena sudah tidak sekolah lagi...dan bagi laki-laki setelah menikah mereka bisa bekerja buruh pabrik......dan lagi yang selalu
dikwatirkan orang tua karena anak mereka terlalu sering pacaran...dan dari lingkungan sendiri...kawannya sudah kawin semuanya...dan dianggap perawan
tua...bila sudah umur 20 tahun...ya..klo suku Jawa ini sebenarnya suku yang taat dan patuh...tapi karena minimnya hidup tadi....alasan-alasan ini yang
dipakai masyarakat sini...saya sangat tidak setuju sekali...sebenarnya...tapi karena keadaan masyarakat sendiri seperti ini”.
Hal diatas sesuai dengan pernyataan Walgito 2002 bahwa pernikahan dini umumnya terjadi pada masyarakat golongan menengah kebawah. Biasanya berasal
dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau
bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali, sehingga menikah seakan-akan menjadi solusi dari kesulitan yang mereka hadapi terutama bagi kaum hawa.
Pada persoalan ekonomi, tingginya pernikahan dini berada pada daerah-daerah miskin. Hal ini berhubungan dengan beban orang tua yang tidak sanggup lagi
membiayai keberlangsungan hidup keluarga. Maka sebagai solusi singkat untuk mengakhiri masalah tersebut, dinikahkanlah anak-anak mereka yang sudah dianggap
dewasa. Dianawati, 2006. Hasil penelitian Mayassaroh, 2012 menunjukkan bahwa faktor – faktor yang
menjadi frekuensi alasan remaja putri melakukan pernikahan dini adalah faktor pendidikan, hamil sebelum menikah pemahaman agama ekonomi dan adat budaya.
Universitas Sumatera Utara
97
Dilihat dari corak pergaulan remaja saat ini telah banyak menyimpang dari norma-norma yang ada, terutama norma agama. Pernikahan dianggap sebagai sebuah
solusi atas apa yang seringkali ditimbulkannya. Zina misalkan, sehingga tanpa disadari pernikahan hanya dijadikan sebagai justifikasi aktivitas seksual mereka. Hal
ini berkaitan dengan kondisi seksualitas pada remaja. Terkadang ambisi menjadi sebuah alasan suatu pernikahan. Namun, tidak
jarang ambisi menjadi salah satu faktor adanya pernikahan dini. Keinginan mereka untuk segera merasakan kehidupan berumah tangga membuat mereka mengambil
keputusan yang terkadang tanpa dibarengi dengan pertimbangan-pertimbangan yang bijak Fatawie, 2008.
Informan lain mengatakan :
“Namanya udah biasa kak kawin muda…suka sama suka ya udah…daripada terjadi sesuatu…kayak awak dah kecelakaan duluan…lagipula udah biasa
disini kak…umur-umur belasan udah bisa kawin…klo umur 20 dah tua lah itu…mana ada lagi kawannya kak…perawan tua udah…klo sekolah jarang
disini…tamat SD pun udah itu kak…biaya yang mau lanjut pun ga ada kak”.
Dari hasil ungkapan informan diatas jelas dengan apa yang disampaikan Walgito 2002, bahwa faktor yang selama ini identik dengan pernikahan dini tidak
jarang ketika orang mendengar tentang pernikahan dini, asumsi pertama yang muncul MBA adalah penyebabnya. Dan memang fenomena yang seringkali kita dapati, hamil
diluar nikah kerap jadi alasan remaja zaman sekarang melakukan pernikahan dini. Banyak generasi yang gagal membangun hidupnya hanya dikarenakan kesalahan
mereka dalam memilih apa yang seharusnya mereka lakukan.
Universitas Sumatera Utara
98
Dari pernyataan-pernyataan diatas jelas bahwa faktor-faktor pernikahan dini terjadi karena faktor budaya yang merupakan faktor dominan pada masyarakat Jawa,
karena masih adanya anggapan “perawan tua” tidak hanya faktor budaya, tetapi ekonomi, pendidikan, juga merupakan faktor-faktor pernikahan dini pada mayarakat
Jawa. Bisa dilihat dari rendahnya ekonomi dan pendidikan informan yang menjadi dasar pertimbangan masyarakat untuk menikah dini.
5.6 Dampak Pernikahan Dini