Determinan Pernikahan Dini Pada Suku Jawa Di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013
DETERMINAN PERNIKAHAN DINI PADA SUKU JAWA DI DESA PEMATANG JOHAR
KECAMATAN LABUHAN DELI TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH:
101000332 RUPINA PURBA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
(3)
DETERMINAN PERNIKAHAN DINI PADA SUKU JAWA DI DESA PEMATANG JOHAR
KECAMATAN LABUHAN DELI TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM : 101000332 Rupina Purba
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan 2013
(4)
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : DETERMINAN PERNIKAHAN DINI PADA
SUKU JAWA DI DESA PEMATANG JOHAR KECAMATAN LABUHAN DELI TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Rupina Purba
Nomor Induk Mahasiswa : 101000332
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Tanggal Lulus : 25 Juli 2013
Disahkan oleh Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Tukiman MKM
NIP. 19611024 199003 1 003 NIP. 19590713198703 1 001 Drs. Eddy Syahrial, MS
Medan, Juli 2013
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dekan,
Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001
(5)
` ABSTRAK
Maraknya kasus pernikahan dini pada suku Jawa, Pernikahan dini pada umumnya terjadi pada masyarakat menengah ke bawah seperti masyarakat Buruh bangunan. Faktor penyebabnya dimana adanya keyakinan masyarakat tradisional di pedesaan untuk tidak menolak pinangan pertama kepada anak perempuan. Selain itu masih ada persepsi pernikahan usia 14 tahun hingga 18 tahun dianggap wajar. Masyarakat belum paham tentang akibat buruk yang ditimbulkan anak yang menikah dini. Baik dari segi kesehatan maupun dari psikologis.
Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian ini dengan menggunakan studi kualitatif, guna memperoleh bagaimana faktor-faktor pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar tahun 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indept interview) terhadap 7 (tujuh) informan yang terpilih, yang terdiri dari 4 (empat) informan pelaku pernikahan dini dan 3 (tiga) informan yang merupakan tokoh masyarakat.
Faktor –faktor pernikahan dini yang diungkapkan informan pelaku pernikahan dini dan tokoh masyarakat pada umumnya sama yakni dalam masyarakat Jawa, seorang anak gadis atau pemula yang sudah akil balik maka orang tua harus mempercepat anaknya untuk berumah tangga atau menikah. Selain itu didukung dengan status ekonomi yang rendah serta ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan.
Pemerintah diharapkan agar bertindak cepat dalam menanggulangi masalah pernikahan dini. Dan Petugas kesehatan perlu melakukan intervensi kepada masyarakat tentang pernikahan dini karena umumnya masyarakat menikah di usia muda yang banyak menimbulkan dampak baik dari segi mental, sosial dan kesehatan.
(6)
ABSTRACT
Rampant cases of early marriage in the Javanese, early marriage usually occurs in the lower middle income people like the building worker Factors also vary in which the traditional beliefs in rural communities to not reject the first proposal to girls. In addition there is the perception of marriage age of 14 years to 18 years is considered normal. Society has not understood about the evils caused early child marriage. Both in terms of psychological health as well.
This is what lies behind the researcher to conduct this research using a qualitative study, in order to obtain how the factors of early marriage in the Javanese in village of Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli in 2013.
The method used in this study are in-depth interviews (indept interview) to 7 (seven) informants were selected, consisting of 5 (five) principal informant early marriage and 2 (two) informant who is a public figure.
These factors are expressed early marriage marriage actors early informants and community leaders are generally the same in the society of Javanese, when in family there is a girl or a beginner who has grown beyond the parents should speed up their children to settle down or get married. Also supported by the low economic status and their inability to continue education to a higher level.
The government is expected to act quickly to tackle the problem by maximizing early marriage age of marriage. And health workers need to intervene to the public about early marriage because most people get married at a young age that a lot of impact in terms of mental, social, and health.
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rupina Purba
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl. Lahir : Sinar Gunung, 30 Oktober 1987 Status Perkawinan : Menikah
Anak ke : 2 (dua) dari 3 (tiga) orang bersaudara Alamat Rumah : Jl.Dwikora pasar 6 Sampali-Medan Email : [email protected]
Nama Ayah : P. Purba
Nama Ibu : Lena. Sinaga,Spd
Riwayat Pendidikan
1. SD GKPS Sinar Gunung : Tahun 1992-1999 2. SLTP Negeri 4 Percut Sei Tuan : Tahun 1999-2002 3. SMA Negeri 1 Sampali : Tahun 2002-2005 4. AKBID Darmo Medan : Tahun 2006-2009 5. FKM USU Medan : Tahun 2010 – 2013
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Pernikahan Dini Pada Suku Jawa Di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013”. Dalam penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan saran-saran yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan arahan dan meluangkan waktu tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, MKes, selaku Dosen Penguji I yang sangat membantu dalam memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.
(9)
5. Ibu Maya Fitria SKM,Mkes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.
6. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan Dosen PKIP Khususnya yaitu Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., Ibu Namora Lumongga Lubis, MSc, PhD., Ibu Dr Linda T Maas MPH, Ibu Lita Andayani SKM,MKes dan Ibu Syarifah serta pegawai di Departemen PKIP Bapak Warsito yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
7. Ibu drh. Hiswani, MKes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberi masukan, saran, dan dukungan selama penulis kuliah di FKM USU.
8. Buat Suami saya yang tercinta Jumpa Mulia Suranta Sitepu, terima kasih telah atas dukungan moril, doa, saran, dan nasehat, serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis
9. Teristimewa kepada orangtua penulis, Ayahanda yang sangat saya cintai P.Purba dan Ibunda Lena sinaga S,Pd, serta ke tiga saudara-saudaraku : Lenita Purba AmKeb. Sardiaman Sinaga dan adik paling kecil kami Bahagia Purba, terima kasih atas dukungan berupa doa, saran, nasehat, serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.
10.Seluruh sahabatku terkasih dan tersayang : Rini Andriani, Marlina, kak Sriana purba, Jenni ginting, Jesika, Harto Pratiwi,Kak Yustisia terima kasih atas dukungan berupa saran, doa, kerjasama dan masukan-masukan dari awal masuk perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.
(10)
11.Sahabat – sahabat perjuangan di PKIP : Kak Dina, Mimi, bang Hasbi, Intan, kak lasma, Kristi, kak Fina, kak Yeni yang telah banyak memberikan dorongan serta semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini
12.Buat teman seperjuangan di kelompok PBL tercinta selama berada di Secanggang Langkat khususnya Dusun X,Bang Nazaruddin, sulastri Pahpahan, Wati Sitohang, Mayan, Febri Serta teman seperjuangan kelompok LKP selama berada di Tuntungan, Kak Dina, Andre, Horas, Yosia yang memberikan pengalaman-pengalaman luar biasa selama menjalani kuliah lapangan.
13.Semua pihak yang telah membantu, baik bantuan
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Baik itu dalam penulisan kata, penyusunan kalimat dan juga tidak menutup kemungkinan dalam penyajian data. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini berguna bagi kita semua. Amin.
Medan, Juli 2013
(11)
DAFTAR MATRIKS
Halaman Matrik 4.1 Distribusi Penduduk Berdasrkan Kelompok Umur Di Desa
Pematang Johar Tahun 2013 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,………. 37 Matriks 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Di Desa Pematang
Johar Tahun 2013 ……… 38 Matriks 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama Di Desa Pematang
Johar Tahun 2013 ……….... 39 Matriks 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa
Pematang Johar Tahun 2013 ………..……...…. 39 Matriks 4.5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Desa
Pematang Johar Tahun 2013 ……….…………. 40 Matriks 4.6 Karakterisitik Informan ……….……… 41 Matriks 4.7 Matriks Pengetahuan Tentang Pernikahan Dini 42 Matriks 4.8 Matriks Pengetahuan Mengenai Usia Bagi Pria dan Wanita
Untuk Menikah ……….……. 44 Matriks 4.9 Matriks Pengetahuan Mengenai Undang Undang Pernikahan
………...……….……. 45
Matrik 4.10 Matriks Pengetahuan Mengenai Faktor Faktor Yang Menyebutkan Seseorang Menikah Dini …..…………..………. 47 Matriks 4.11 Matriks Pengetahuan Mengenai Akibat Pernikahan Dini …….. 49 Matriks 4.12 Matriks Faktor Media (Film/VCD Porno) Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan (Pelaku Pernikahan Dini) ……….……... 51 Matriks 4.13 Matriks Faktor Media (Film/VCD Porno) Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan (Tokoh Masyarakat) ………..…...…...
52 Matriks 4.14 Matrik Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Ideal Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Informan ………….………... 53 Matriks 4.15 Matriks Budaya Jawa Mengenai Umur Anak Yang Sudah Akil
(12)
Balig Yang Mempengaruhi Pernikahan Dini PAda Informan… 54 Matriks 4.16 Matriks Budaya Jawa Mengenai Penyebab Pernikahan Dini
Pada Anak ……….……. 56
Matriks 4.17
Matriks4.18
Matriks4.19
Matriks Aspek Budaya Jawa Terhadap Orang Yang Menginginkan Pernikahan Dini ……….………….……... Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Tradisi/Kebiasaan Menikah Dini……….. Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Nilai Anak Bagi Orangtua………...
57 59
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN……… ... i
ABSTRAK……… ... ii
ABSTRACT... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. ... iv
KATA PENGANTAR………. ... v
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR MATRIKS ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.3.1 Tujuan Umum ... 7
1.3.2 Tujuan Khusus ……… ... 8
1.4 Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Batasan perilaku ... 9
2.1.Determinan Perilaku ... 9
2.2.1 Faktor Predisposing(Predisposing Factors). ... 9
2.2.2 Praktek dan Tindakan(Practice) ... 12
2.3 Teori Lawrence Green . ... 13
2.4.Pernikahan Dini.. ... 14
2.4.1 Pengertian Pernikahan Dini. ... 14
2.4.2 Usia Dini……….. ... 14
2.4.3 Faktor-faktor yang memengaruhi pernikahan dini…… ... 16
2.5 Suku Jawa…. ... 20
2.6 Adat Pernikahan ... 21
2.7 Peranan Umur Dalam Pernikahan…. ... 21
2.7.1 Hubungan Umur dengan Keadaan Psikologis Dalam Pernikahan .. ... 22
2.7.2 Umur Ideal Dalam Pernikahan Dini.. ... 22
2.8 Peran Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi terhadap ... Terjadinya Pernikahan Dini... 24
2.9 Peran Media terhadap Terjadinya Pernikahan Dini ... 24
2.10 Peran Status Sosial Ekonomi terhadap Pernikahan Dini ... 25
(14)
2.12 Peran Lingkungan Masyarakat terhadap Pernikahan Dini ... 27
2.13 Dampak Pernikahan Dini ... 29
2.14 Kerangka Pikir Pelitian……… ... 33
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1 Jenis Penelitian ... 34
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 35
3.2.2 Waktu Penelitian ... 35
3.3 Informan Penelitian... 35
3.4.Metode Pengumpulan Data……… ... 35
3.4.1 Data Primer………… ... 35
3.4.2 Data sekunder……….. ... 35
3.5 Defenisi Istilah ... 35
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN.. ... 37
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .. ... 37
4.1.1 Letak Geografi di Desa Petang Johar... 37
4.1.2 Demografi…. .. ... 37
4.2 Gambar Informan.. ... 41
4.2.1 Karakteristik Informan ... 41
4.2.2 Matriks Pengetahuan Informan ... 42
1. Matriks Pengetahuan Informan tentang Pernikahan Dini ... 42
2. Matriks Pengetahuan Informan Mengenai Usa Bagi Pria dan Wanita ... Untuk Menikah ... 44
3. Matriks Pengetahuan Informan Mengenai Undang-Undang Pernikahan Dini.. ... ……… 4. ... Matriks Pengetahuan Informan Mengenai Faktor-faktor yang Menyebabkan Seseorang Menikah Dini ... 47
5. Matriks Pengetahuan Informan Mengenai Akibat Pernikahan Dini ... 49
6. Matriks Faktor Media (Film/VCD porno) Yang Memengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan .. 51
7. Matriks Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Ideal Yang Memengaruhi Pernikahan Dini Informan 53 8. Matriks Budaya Jawa Mengenai Umur Anak Yang Sudah Akil Baligh Yang Memengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan ... 54 9. Matriks Budaya Jawa Informan Mengenai Penyebab Pernikahan Dini Pada Informan ... 10. Matriks Aspek Budaya Jawa terhadap orang yang menginginkan pernikahan Dini
(15)
11. Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Tradisi/Kebiasaan Menikah Muda Yang
Memengaruhi Pernikahan Dini Informan ... 59
12. Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Nilai Anak Bagi Orang Tua informan ... ……. BAB V PEMBAHASAN………. ... 62
5.2 Karakteristik Informan.. ... 63
5.2 Pernikahan Dini ... 66
5.3 Usia Yang Tepat Bagi Pria Dan Wanita Untuk Menikah ... 67
5.4 Undang-Undang Pernikahan Dini ... 69
5.5 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Seseorang Menikah Dini ... 71
5.6 Dampak Pernikahan Dini ... 75
5.7.Faktor Media (Film/VCD porno) pada Masyarakat Jawa Yang Memengaruhi Pernikahan Dini 78 5.8 Pernikahan Ideal Pada Masyarakat Jawa ... 78
5.9 Aspek Budaya Jawa Dalam Umur Anak Yang Sudah Akil Baligh ... 80
5.10 Aspek Budaya Jawa terhadap orang yang menginginkan pernikahan Dini... ……... 5.11 Aspek Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Dini Dalam Keluarga sudah Menjadi Tradisi/Kebiasaan 84 5.12 Nilai anak Bagi orangtua 86 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………... 89
6.1 Kesimpulan………. ... 89
6.2 Saran……….. ... 90
DAFTTAR PUSTAKA LAMPIRAN :
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatam Masyarakat
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Selesai Melaksanakan Penelitian dari Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli
(16)
DAFTAR MATRIKS
Matrik 4.1 Distribusi Penduduk Berdasrkan Kelompok Umur Di Desa Pematang Johar Tahun 2013 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,………. 37 Matriks 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Di Desa Pematang
Johar Tahun 2013 ……… 38 Matriks 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama Di Desa Pematang
Johar Tahun 2013 ……….... 39 Matriks 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa
Pematang Johar Tahun 2013 ………..……...…. 39 Matriks 4.5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Desa
Pematang Johar Tahun 2013 ……….…………. 40 Matriks 4.6 Karakterisitik Informan ……….……… 41 Matriks 4.7 Matriks Pengetahuan Tentang Pernikahan Dini 42 Matriks 4.8 Matriks Pengetahuan Mengenai Usia Bagi Pria dan Wanita
Untuk Menikah ……….……. 44 Matriks 4.9 Matriks Pengetahuan Mengenai Undang Undang Pernikahan
………...……….……. 45
Matrik 4.10 Matriks Pengetahuan Mengenai Faktor Faktor Yang Menyebutkan Seseorang Menikah Dini …..…………..………. 47 Matriks 4.11 Matriks Pengetahuan Mengenai Akibat Pernikahan Dini …….. 49 Matriks 4.12 Matriks Faktor Media (Film/VCD Porno) Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan (Pelaku Pernikahan Dini) ……….……... 51 Matriks 4.13 Matriks Faktor Media (Film/VCD Porno) Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Pada Informan (Tokoh Masyarakat) ………..…...…...
52 Matriks 4.14 Matrik Budaya Jawa Mengenai Pernikahan Ideal Yang
Mempengaruhi Pernikahan Dini Informan ………….………... 53 Matriks 4.15 Matriks Budaya Jawa Mengenai Umur Anak Yang Sudah Akil
(17)
………... Matriks 4.16 Matriks Budaya Jawa Mengenai Penyebab Pernikahan Dini
Pada Anak ……….……. 56
Matriks 4.17
Matriks4.18
Matriks4.19
Matriks Aspek Budaya Jawa Terhadap Orang Yang Menginginkan Pernikahan Dini ……….………….……... Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Tradisi/Kebiasaan Menikah Dini……….. Matriks Aspek Budaya Jawa Mengenai Nilai Anak Bagi Orangtua………...
57 59
(18)
` ABSTRAK
Maraknya kasus pernikahan dini pada suku Jawa, Pernikahan dini pada umumnya terjadi pada masyarakat menengah ke bawah seperti masyarakat Buruh bangunan. Faktor penyebabnya dimana adanya keyakinan masyarakat tradisional di pedesaan untuk tidak menolak pinangan pertama kepada anak perempuan. Selain itu masih ada persepsi pernikahan usia 14 tahun hingga 18 tahun dianggap wajar. Masyarakat belum paham tentang akibat buruk yang ditimbulkan anak yang menikah dini. Baik dari segi kesehatan maupun dari psikologis.
Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengadakan penelitian ini dengan menggunakan studi kualitatif, guna memperoleh bagaimana faktor-faktor pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar tahun 2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (indept interview) terhadap 7 (tujuh) informan yang terpilih, yang terdiri dari 4 (empat) informan pelaku pernikahan dini dan 3 (tiga) informan yang merupakan tokoh masyarakat.
Faktor –faktor pernikahan dini yang diungkapkan informan pelaku pernikahan dini dan tokoh masyarakat pada umumnya sama yakni dalam masyarakat Jawa, seorang anak gadis atau pemula yang sudah akil balik maka orang tua harus mempercepat anaknya untuk berumah tangga atau menikah. Selain itu didukung dengan status ekonomi yang rendah serta ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan.
Pemerintah diharapkan agar bertindak cepat dalam menanggulangi masalah pernikahan dini. Dan Petugas kesehatan perlu melakukan intervensi kepada masyarakat tentang pernikahan dini karena umumnya masyarakat menikah di usia muda yang banyak menimbulkan dampak baik dari segi mental, sosial dan kesehatan.
(19)
ABSTRACT
Rampant cases of early marriage in the Javanese, early marriage usually occurs in the lower middle income people like the building worker Factors also vary in which the traditional beliefs in rural communities to not reject the first proposal to girls. In addition there is the perception of marriage age of 14 years to 18 years is considered normal. Society has not understood about the evils caused early child marriage. Both in terms of psychological health as well.
This is what lies behind the researcher to conduct this research using a qualitative study, in order to obtain how the factors of early marriage in the Javanese in village of Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli in 2013.
The method used in this study are in-depth interviews (indept interview) to 7 (seven) informants were selected, consisting of 5 (five) principal informant early marriage and 2 (two) informant who is a public figure.
These factors are expressed early marriage marriage actors early informants and community leaders are generally the same in the society of Javanese, when in family there is a girl or a beginner who has grown beyond the parents should speed up their children to settle down or get married. Also supported by the low economic status and their inability to continue education to a higher level.
The government is expected to act quickly to tackle the problem by maximizing early marriage age of marriage. And health workers need to intervene to the public about early marriage because most people get married at a young age that a lot of impact in terms of mental, social, and health.
(20)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Satu diantara tujuh manusia penduduk dunia yang berjumlah 6,75 miliar ini adalah remaja, dan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Negara-negara yang tidak mampu menyediakan peluang bagia anak dan remaja untuk hidup sehat dan tetap memperoleh pendidikan, di tangan merekalah masa depan sebuah negara, Akan gagal pula dalam produktivitas generasi mudanya sehingga tidak akan mampu bertahan dalam era globalisasi. Keputusan-keputusan para remaja menyangkut usia pernikahan, menyangkut kualitas anak yang akan di lahirkan dan lain-lain juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk di negara tersebut (BPS 2010).
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6% juta jiwa 26,27% diantaranya adalah remja, satu per lima dari jumlah penduduk adalah remaja (13-19 tahun) yang berpeluang berprilaku beresiko tanpa mewaspadai akibat jangka panjang dari perilaku tersebut. Sedangkan jumlah remaja yang berusia antara 10-24 tahun sangat besar yaitu kurang lebih 64 juta orang. Jumlah tersebut meliputi hampir 27,6% dari total jumlah penduduk Indoneseia (BPS 2010).
Menurut RISKESDAS 2010 Usia Perkawianan Pertama 10-14 Tahun jumlah kasus pernikahan dini sebanyak 4,8%. Di Jawa Barat 7,5% Kalimantan Tengah 9,0%, Kalimantan Timur 7,1 % Kalimantan Tengah, 7,0% Banten 6,5%, Sumatera Utara 1,4%. Pernikahan dini banyak terjadi di daerah pedesaan, pendidikan rendah,
(21)
status ekonomi termiskin, dan kelompok petani/nelayan/buruh. Semakin tinggi pendidikan persentase usia perkawinan pertama pada usia dini semakin kecil. Menandakan bahwa pendidikan dapat menunda usia perkawinan pertama pada usia dini (Riskesdas 2010).
Organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan anak, menyampaikan hasil temuannya mengenai pernikahan dini. Menurut lembaga kemanusiaan internasional atau Plan mencatat, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 15-16 tahun. Pernikahan anak lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki, sekitar 5% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 19 tahun. Selain itu didapatkan pula bahwa perempuan tiga kali lebih banyak menikah dini dibandingkan laki-laki (Sari, 2009).
Menurut kriteria Badan Pusat Statistik (BPS) pengertian perkawinan dini ialah jika wanita berumur 10-17 tahun yang berstatus kawin dan pernah kawin dengan umur pertamanya 15 tahun ke bawah. Berdasarkan Susenas 2010 yang dilakukan BPS, sebesar 1,59% perempuan berumur 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Persentase terbesar berada di wilayah Kalimantan Tengah (3,32%) dan persentase terkecil di Sumatra Barat (0,33%). Seperti yang telah diduga, persentase perempuan 10-17 tahun yang telah kawin dan pernah kawin di pedesaan jumlahnya lebih banyak lagi jika dibandingkan dengan perkotaan. Fenomena menikah dini di wilayah pedesaan pada 2010 mencapai 2,17%, sedangkan di perkotaan mencapai 0,98% (Sudibyo, 2012).
(22)
Meskipun pernikahan anak merupakan masalah dominan di negara berkembang wanita usia muda di pedesaan lebih banyak yang melakukan perkawinan pada usia, terdapat bukti bahwa kejadian ini juga masih berlangsung di negara maju yang orangtua menyetujui pernikahan anaknya berusia kurang dari 15 tahun.
Berdasarkan data dari Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) angka perkawinan usia dini atau kurang dari 18 tahun masih tinggi mencapai 690 ribu lebih kasus, atau sekitar 34% angka perkawinan usia dini pada tahun 2009. Yang muncul di permukaan hanya yang terekam oleh media saja, namun jumlah sebenarnya jauh lebih banyak lagi.
Menurut data laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tentang pencapaian target Tujuan Pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia tahun 2008, sebanyak 34,5% dari 2.049.000 perkawinan yang terjadi setiap tahun merupakan perkawinan usia dini. Pada tahun 2011 ini terjadi 696.660 kasus perkawinan usia dini, di Jawa Timur angkanya bahkan lebih tinggi dari angka rata-rata nasional, sampai 39%. Kasus perkawinan usia dini, juga tidak hanya terjadi pada masyarakat perdesaan tapi jugapada masyarakat wilayah perkotaan yang tingkat pendidikannya rata-rata lebih tinggi (Darwin, 2012).
Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun 2007, di beberapa daerah didapatkan bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan terdata dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Jumlah kasus pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19 tahun. Di Jawa Timur, 39,4% Kalimantan Selatan, 35,5% Jambi, 30,6% dan Jawa Barat, 36% angka kejadian
(23)
pernikahan dini. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama (Sari, 2009).
Menurut data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bappenas, lebih 30 persen pernikahan yang tercatat di Indonesia termasuk dalam kategori pernikahan dini. Salah satu akibatnya, sering terjadi perceraian Menurut laporan Badan Perencanaan Pembangunan Bappenas tahun 2008, dari 2 juta lebih pasangan yang melakukan pernikahan, angka pernikahan dini dibawah 16 tahun mencapai hampir 35% (Sari, 2009).
Dalam Era Globalisasi saat ini, menikah pada usia muda masih saja menarik dilakukan kaum muda. Fenomena menikah dini merupakan tren yang terulang dahulu lumrah. Tahun berganti, makin banyak menentang pernikahan dini, namun saat ini fenomena terulang kembali lagi kalau dulu orang tua ingin menikah karena berbagai alasan, kini banyak remaja yang bercita-cita menikah dini, mereka bukan saja remaja desa namun remaja remaja kota besar juga data tersebut bukan hanya dominasi remaja perkotaan dan kuliah saja, melainkan sudah merebak ke pedesaan dan anak-anak SMA dan SMP (Sarwono, 1994).
Perkawinan adalah ikatan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa (UU perkawinan No 1 Tahun 1974). Perkawianan usia muda menurut UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawianan diijinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun, namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang prilaku reproduksi wanita yang ditegaskan
(24)
dalam UU No 10 tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan keluarga berencana (Anonim 2010).
Menurut Nugroho (2007) perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kangker leher rahim. Pada usia remaja se-sel leher rahim belum matang, apabila terpapar Human Papiloma Virus (HPV) pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker. Pernikahan dini juga menyebabkan resiko kematian ibu dan anak, karena organ biologis pada perempuan dibawah usia 20 tahun belum siap secara penuh untuk lahir. Bayi yang dilahirkannya jika tidak meninggal, bayi lahir prematur dan cacat.
Menurut (Kolimann dalam Luthfiyati, 2008) menunjukan bahwa pernikahan dini di bawah 19 tahun banyak di tentukan karena perjodohan orang tua. Anak hampir tidak punya kewenangan dalam menentukan pasangannya. Hal ini dapat meningkatkan resiko kematian maternal, yang mencakup 4 terlalu yaitu terlalu muda untuk melahirkan terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak melahirkan anak. Umur ibu yang kurang dari 20 tahun meningkatkan resiko lahirnya bayi “Berat Bayi Lahir Rendah” (BBLR) dapat juga beresiko terkena kanker leher rahim, karena pada usia remaja, sel-sel rahim belum matang sehingga pertumbuhan sel akan menyimpang dan tumbuh menjadi kanker (Anonim, 2012).
Menurut Dadang (2005) banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan ketika memutuskan untuk menikah. Alasan perceraian tentu saja bukan hanya karena alasan pernikahan dini, melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya. Hal ini sama juga dikemukan oleh Suryadi bahwa pernikahana dini akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian.
(25)
Karena pada usia tersebut, ego remaja masih tinggi, penyebabnya karena faktor budaya, ekonomi, pendidikan dan agama. (Maemunah, 2008).
Penelitian (Imariar, 2010) membuktikan bahwa perkawinan pada usia dini memiliki relasi fungsi terhadap terjadinya perceraian. Masalah dalam keluarga baru, datang silih berganti seiring masa transisi yang begitu cepat. Penelitian (Hanum, 1997) telah menjadi penegas bahwa pernikahan dini bukanlah pilihan dari pasangan pengantin. Faktor pengkondisianlah yang menjadi saat menikahi perempuan di bawah umur (Maemunah, 2008).
Hasil penelitian (Mayassaroh, 2012) menunjukkan bahwa faktor – faktor yang menjadi frekuensi alasan remaja putri melakukan pernikahan dini adalah faktor pendidikan (13,5%), hamil sebelum menikah (24,3%), pemahaman agama (8,1%), ekonomi (37,8%), dan adat budaya (16,2%).
Dari hasil penelitian Helvita tahun 2009 dari dari 21 kecamatan di Kota Medan terdapat bahwa terdapat 309 kasus orang yang menikah pada umur kurang dari 18 tahun, 64 kasus remaja yang menikah usia dini di kelurahan Medan Belawan Kelurahan Bagan Deli khususnya suku Melayu. Berdasarkan data dari Kantor Urusan Agama dari 5 Desa yang ada di Labuhan Deli, desa Pematang Johar merupakan desa dengan kasus tertinggi pernikahan dini selama bulan april tahun 2012 terdapat 120 kasus pernikahan dini ditemukan, sedangakan suku Banten 33 remaja, Mandailing 20 remaja, Aceh 20 remaja, Padang 6 remaja, 44 remaja yang usia dini yang menikah khususnya pada suku Jawa yang merupakan dominan di Desa Pematang johar kecamatan Labuhan Deli.
(26)
Dahlan (2012) menyatakan bahwa sebenarnya pernikahan di usia muda atau yang biasa disebut pernikahan dini dijaman kemajuan teknologi ini merupakan setback (mundur) kejaman lampau. Seharusnya pernikahan dini pada saat ini dihindari mengingat dampak negatif dari pernikahan tersebut yang tidak sedikit. Budaya Jawa mentradisi bentuk perjodohan oleh orangtuanya. Biasanya mereka berpegang mitos umum bila anak telah lepas masa menstruasi di usia 12 tahun, maka sudah waktunya untuk menikah (Dahlan, 2012).
Seperti diungkapkan Suwandi, pegawai pencacat nikah di Tegaldowo Rembang Jawa Tengah, “ Adat orang Jawa kalau punya anak perempuan sudah ada yang ngelamar harus diterima, kalau tidak diterima bisa sampai lama tidak laku-laku,’’ suku Jawa juga menganut kalo sudah menikah baiknya mereka tinggal pisah dengan orang tuanya atau mandiri karena dia sudah punya tanggungan sendiri. Yaitu istrinya. Selain itu dalam prinsip masyarakat Jawa bahwa yang penting kawin dulu, masalah rezki nanti belakangan. Karena sudah ada yang mengatur (Yang Maha Kuasa) (Anonim, 2010).
Berdasarkan kondisi diatas maka peneliti merasa tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah apa determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
(27)
Untuk mengetahui determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Predisposing faktors yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan orang tua, pengetahuan dan budaya Jawa yang memengaruhi pernikahan dini.
2. Untuk mengetahui Enabling factors yaitu media yang memengaruhi pernikahan dini pada suku Jawa.
3. Untuk mengatahui Reinforcing factors yaitu orang tua dan lingkungan keluarga yang memengaruhi pernikahan dini pada suku Jawa.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan refrensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam upaya penyuluhan kesehatan dimasa yang akan datang
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pada instansi terkait ( KUA, DEPAG, DINKES, BkkbN) Sehingga dapat dilakukan program yang sesuai dalam Pencegahan dan mengatasi dampak – dampak pernikahan dini.
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batasan Perilaku
Dari segi biologis menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak langsung diamati oleh pihak luar.
2.2 Determinan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku sulit dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, internal maupun eksternal.
Beberapa teori mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (2010).
Green mencoba menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor luar perilaku (non behaviour cause).
(29)
a. Faktor presdiposing (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, ekonomi, tingkat pendidikan dan lain sebagainya.
b. Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan.
c. Faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain.
2.2.1 Faktor Presdiposing (Presdiposing Factors) a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan menurut kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa pengetahuan atau tahu merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavioral).
Pengetahuan yang tercakup di dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu, yakni:
a. Tahu (Know) sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
b. Mamahami (Conprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan benar secara objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
(30)
c. Aplikasi (Application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.
d. Analisis (Analiysis) dalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek kadalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
e. Sintesis (Synhtesis) adalah suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian–bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dalam arti telah mampu untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (Evoluation) bahwa seseorang tersebut telah mampu untuk melakukan justification atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
b. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005) menjelaskan sikap itu mempunyai tiga komponen, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yakni :
(31)
a. Menerima (Receiving) artinya bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.
b. Merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila di tanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (Valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).
d. Bertanggung jawab (Responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 2.2.2. Praktek dan Tindakan (Practice)
Semua sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (Overt Behavior) untuk terwujudnya sikap agar menjadi sesuatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan yang berupa fasilitas. Disamping itu ada faktor dukungan (support) dari pihak lain didalam praktek atau tindakan terdapat tingkatan-tingkatan yaitu :
a. Persepsi (Perseption) yaitu mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin (Guided Response) dapat melakukan sesuatu sesuaian dengan tindakan baru.
c. Mekanisme (Mechanisme) apabila seseorang itu telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan suatu kebiasaan.
(32)
d. Adaptasi (Adaptation) suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.3 Teori Lawrence Green
Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas makluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing, ssehingga yang dimaksud dengan prilaku manusia itu sendiri mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktiviatas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dari pihak luar (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Lawrence Green (1980) dalam (Notoatmodjo, 2005) perilaku ditentukan tiga faktor utama yaitu :
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadi perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan disamping itu kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dimasyarakat setempat juga menjadi mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
(33)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana atau prasara yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Pengetahuan dan sikap belum menjamin terjadinya perilaku, maka masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut.
c. Faktor penguat (Reinforcing Factors)
Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dalam masyarakat toma (tokoh masyarakat) merupakan faktor penguat (Reinforcing) bagi yang terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Disamping tokoh masyarakat, peraturan, undang–undang, surat-surat keputusan dari para pejabat pemerintah pusat dan daerah, merupakan faktor penguat perilaku.
2.4 Pernikahan Dini
2.4.1 Pengertian pernikahan dini
Secara umum pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan untuk mengikut dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga (Lutfiyati, 2008).
Menurut Sarwono (1983) dalam Lutfiyanti (2008) mengartikan pernikahan dini sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dan seseorang wanita yang masih remaja dengan tujuan membentuk keluarga.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita, yang umur keduanya masih dibawah minimum yang diatur oleh undang-undang (Rohma, 2009).
(34)
2.4.2 Usia Dini
Usia dini merujuk pada usia remaja, WHO memakai batasan umur 10-20 tahun sebagai usia dini. Sedangkan pada undang-undang perlindungan anak (UU PA) bab 1 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan usia dini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, batasan tersebut diatas jalan menegaskan bahwa anak usia dini adalah bagian dari usia remaja. Dari segi program pelayanan, defenisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-19 tahun belum menikah. Sementara itu menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BkkbN) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya terutama fisiknya yang telah mencapai kematangan, dengan batasan usia berada pada usia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 1999).
Pendapat Konopka dan Ingersoll dan Hurlock (1999) mengatakan bahwa scara umum masa remaja dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Masa remaja awal ( Early Adolesence )
Terjadi pada kurun waktu usia 10-12 tahun. Ciri pada masa ini adalah, remaja lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.
(35)
Terjadi pada kurun usia 13-15 tahun. Ciri pada masa ini adalah remaja mencari identitas diri, timbul keinginan untuk kencan, mempunyai rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan untuk berfikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks.
c. Masa Remaja Akhir ( Late Adolesence)
Yaitu remaja usia 15-19 tahun. Ciri masa ini ditandai dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, mampu berfikir abstrak.
Pada remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Remaja diberi kesempatan untuk mempertanggung jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya diri, dan mampu bertanggung jawab ini yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati diri positif pada remaja. Kelak remaja akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai sesorang yang baru, sebagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya ( Lily, 2002 ).
2.4.3 Faktor – faktor yang memengaruhi Pernikahan Dini
Faktor-faktor yang memengaruhi penyebab berlangsungnya pernikahan dini dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam yakni :
(36)
Yang bermaksud dalam faktor individu disini meliputi bidang yang amat luas. Beberapa diantaranya ialah :
a. Faktor perkembangan fisik, mental dan sosial yang dialami seseorang makin cepat makin perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula berlangsungnya pernikahan, sehingga mendorong terjadinya pernikahan dini.
b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong cepat berlangsungnya pernikahan dini.
c. Sikap dan hubungan dengan orang tua, pernikahan dini dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan menentang dari remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan dengan orang tua juga menentukan terjadinya pernikahan dini. Dalam kehidupan sehari-hari sering di temukan pernikahan dini karena remaja ingin melepaskan diri dari pengaruh atau lingkungan orang tua.
d. Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang berlangsung dalam usia yang muda sekali, yang antara lain disebabkan karena remaja tersebut menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.
2. Faktor Keluarga
Faktor yang termasuk dalam faktor keluarga disinilah peranan orang tua dalam menemukan pernikahan anak-anak mereka. Secara umum peranan tersebut, dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni :
a. Sosial Ekonomi Keluarga
Sebagai akibat dari beban ekonomi yang dialami, maka para orang tua mempunyai keinginan untuk menikahkan anak gadis yang dimilikinya. Dengan
(37)
pernikahan tersebut akan diperoleh dua keuntungan. Pertama tanggung jawab terhadap anak gadisnya tidak lagi berada di tangan keluarga tersebut, melainkan di tangan suami dan keluarga suami. Kedua berlangsungnya pernikahan, akan diperoleh tambahan tenaga kerja, yakni menantu yang dengan sukarela selalu bersedia membantu keluarga istri.
b. Tingkat Pendidikan Keluarga
Tingkat pendidikan keluarga juga memengaruhi terjadinya pernikahan dini, makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering di temukan pernikahan dini. Peranan tingkat pendidikan disini berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga, yang dalam banyak hal masih bersifat sederhana sekali.
c. Kepercayaan dan Adat Istiadat yang Berlaku Dalam Keluarga
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan terjadinya pernikahan dini. Sering ditemukan para orang tua yang menikahkan anak mereka dalam usia yang muda sekali, antara lain kerena keinginan untuk. Meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga dan untuk menjaga garis keturunan keluarga.
a. Kemampuan yang Dimiliki Keluarga dalam Menghadapi Permasalah Para Remaja
Apabila sesuatu keluarga memiliki alternatif lain dalam menghadapi atau mengatasi masalah remaja, misalnya anak gadisnya terperosok ke dalam perbuatan maksiat adalah lebih baik dinikahkan saja, atau sebagai jalan keluar untuk
(38)
mengahadapi rasa malu atau rasa bersalah karena anaknya tidak perawan lagi atau telah hamil di luar nikah.
3. Faktor Lingkungan Masyarakat
Berbagai faktor yang terdapat dalam lingkungan masyarakat juga berperan besar dalam pernikahan dini. Secara umum berbagai faktor tersebut dapat atas beberapa macam yakni :
a. Adat Istiadat
Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis yang telah dewasa belum berkeluarga dipandang merupakan merupakan aib keluarga. Untuk mencegah aib tersebut, para orang tua berupaya secepat mungkin menikahkan anak gadis yang dimilikinya, yang pada akhirnya mendorong terjadinya pernikahan dini.
b. Pandangan dan Kepercayaan
Banyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan yang salah, misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya anggapan bahwa status janda lebih baik dari pada perawan tua, adanya anggapan bahwa kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan. Kedalam pandangan dan kepercayaan ini, termasuk pula interpretasi yang salah terhadap ajaran agama. Sebagian besar masyarakat dan juga beberapa pemuka agama menganggap aqil balik apabila telah mendapatkan haid pertama, padahal aqil balik tersebut apabila anak gadis telah melampui masa remaja.
(39)
Sering pula pernikahan dini karena beberapa pemuka masyarakat tentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki yakni mempergunakan kedudukannya untuk menikah lagi.
d. Tingkat Pendidikan Masyarakat
Pernikahan dini dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Suatu masyarakat yang tingkat pendidikannya amat rendah, cenderung menikahkan anaknya dalam usia yang masih muda.
e. Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat
Tingkat sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan juga memengaruhi terjadinya penikahan dini. Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih pernikahan sebagai jalan keluar untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut.
f. Tingkat Kesehatan Pendudukan
Jika di suatu daerah tingkat kesehatannya belum memuaskan yang dapat dilihat dengan masih tingginya angka kematian, maka sering ditemukan pernikahan dini. g. Perubahan Nilai
Pada daerah perkotaan, sebagai akibat dari pengaruh modernisasi telah terjadi perubahan nilai berupa makin longgarnya hubungan antara pria dan wanita. Hubungan yang longgar ini dapat menjadi penyebab terjadinya hubungan kelamin di luar pernikahan, yang pada akhirnya karena pengaruh karena keluarga ataupun masyarakat sekitarnya, yang antara lain untuk mencegah rasa malu atau menutup aib keluarga mendorong terjadinya pernikahan dini.
(40)
Peraturan perundang–undangan dalam pernikahan dini cukup besar, apabila peraturan perundang-undangan tersebut masih membenarkan pernikahan dini, maka akan banyak ditemukan pernikahan dini tersebut, termasuk pula kesadaran aparat pelaksanaannya yang apabila tidak patuh terhadap ketentuan yang ada dapat saja mendorong makin tingginya peristiwa pernikahan dini (Azwar, 1987).
2.5 Suku Jawa
Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, pada budaya Jawa, pandangan geetz pada budaya Jawa trikotomi yaitu abangan santri prinyayi pada masyarakat Jawa, suku Jawa pada dasarnya sama, dari leluhur dulu hingga sekarang, pada masyarakat Jawa ada sebagian memiliki sifat pasrah, menerima saja keadaan. Seperti pada pertanian suku Jawa pada dasarnya memiliki lahan pertanian yang cukup luas dan mereka mendapatkan warisan masing-masing tetapi karena sifat pasrah tadi, mereka hanya menerima tanpa berusaha bagai mana supaya lahan pertanian tersebut semakian lama semakin luas dan oleh karena mereka tidak mau berusaha lahan pertanian tersebut semakin lama semakin sedikit dan bahkan semakin banyak sanak saudara dan lahan pertanian pun tidak milik mereka melainkan menyewa karena semakin sedikit lahan tetapi orangnya semakin banyak. Dan karena sifat pasrah inilah pada masyarakat suku Jawa banyak yang menikah dini karena tidak mau mencoba sesuatu dan pasrah pada keadaan (geetz, 1960) pada masyarakat suku Jawa mengangap istri adalah konco wingking (teman di belakang) yang artinya derajat kaum lelaki lebih tinggi dari pada derajat kaum perempuan, tugas perempuan
(41)
hanyalah melayani kebutuhan dan keinginan suami saja. Sehingga ada pepatah perempuan hanya di kasur di dapur dan di sumur dan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Mengakarnya tradisi pernikahan dini ini terkait dengan masih adanya kepercayaan kuat tentang mitos anak perempuan. Seperti diungkapkan Suwandi, ‘’Adat orang Jawa kalau punya anak perempuan sudah ada yang ngelamar harus diterima, kalau tidak diterima bisa sampai lama tidak laku-laku’’(Thomas, 1996).
2.6 Adat Pernikahan
Adat pernikahan masyarakat Jawa dari dulu sudah ada dari leluhur, Pemahaman masyarakat Jawa berdasarkan garis keturunan serata memakai hukum kekerabatan parental. Pernikahan bagi masyarakat Jawa bukanlah hanya sekedar kebutuhan biologi manusia. (Koentjaraningrat, 1990 ).
2.7 Peranan Umur Dalam Pernikahan
Umur merupakan salah satu hal yang memiliki peran besar dalam pernikahan, sebagaimana yang disampaikan (Walgito, 2002) mengenai beberapa kaitan umur pasangan dalam keluarga yang terbentuk sebagai akibat dari pernikahan, yaitu.
2.7.1 Hubungan umur dengan keadaan psikologis dalam pernikahan
Umur memiliki kaitan dengan kaitan psikologis seseorang, semakin bertambah umur seseorang diharapkan akan lebih matang aspek psikologisnya. Anak wanita umur 16 tahun, belum dapat dikatakan dewasa secara psikologis. Demikian pula pada pria umur 19 tahun, belum dapat dikatakan bahwa mereka sudah masak secara psikologis. Pernikahan pada umur yang masih muda akan banyak mengundang masalah yang tidak diharapkan, karena segi psikologisnya belum matang. Tidak
(42)
jarang pasangan yang mengalami keruntuhan dalam rumah tangganya karena usia masih terlalu muda. Berhubungan dengan hal tersebut dalam pernikahan kemasakan atau kematangan psikologis perlu mendapatkan pertimbangan yang mendalam. Kawin cerai biasanya terjadi pada pasangan yang umumnya pada waktu kawin relatif masih sangat muda.
2.7.2 Umur yang ideal dalam pernikahan
Tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan umur yang paling baik dalam melangsungkan pernikahan, namun untuk menentukan umur yang ideal dalam pernikahan dapat dikemukakan beberapa hal sebagai bahan pertimbanagan, yaitu : a. Kematangan Fisiologis atau Kejasmanian
Keadaan kejasmanian yang cukup matang dan sehat diperlukan dalam melakukan tugas sebagai akibat pernikahan. Wanita umur 16 tahun dan pria yang berumur 19 tahun telah mencapai kematangan.
b. Kematangan Psikologis
Banyak hal yang timbul dalam pernikahan yang membutuhkan pemecahan masalahnya dari segi kematangan psikologisya. Adanya kebijaksanaan dalam keluarga menuntut kematangan psikologis dan segi-segi atau masalah-masalah yang lain. Menurut Walgito (1984), dalam pernikahan dituntut adanya kematangan emosi agar seseorang dapat menjalankan pernikahan dengan baik. Beberapa tanda kematangan emosi menurut adalah mempunyai tanggung jawab, memiliki toleransi
(43)
yang baik, dan dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya kematangan ini pada umumnya dapat dicapai setelah umur 21 tahun. c. Kematangan Sosial, Khususnya Sosial–Ekonomi
Kematangan sosial, khususnya sosial-ekonomi diperlukan dalam pernikahan karena hal ini merupakan penyangga dalam memutar roda keluarga akibat pernikahan. Umur yang masih muda, pada umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial-psikologi, padahal kalau seseorang telah memasuki pernikahan, maka keluarga tersebut harus dapat berdiri sendiri untuk kelangsungan keluarga bergantung itu, tidak bergantung kepada pihak lain termasuk orang lain.
d. Tinjauan Masa Depan atau Jangka ke Depan
Umumnya keluarga menghendaki adanya keturunan, yang dapat melangsungkan keturunan keluarga, disamping itu umur manusia terbatas, pada suatu waktu akan mengalami kematian. Sejauh mungkin diusahakan bila orang tua telah lanjut usia, anak- anaknya telah dapat berdiri sendiri, tidak lagi menjadi beban orang tuanya, oleh karena itu pandangan kedepan perlu dipertimbangkan dalam pernikahan.
e. Perbedaan Antara Perkembangan Pria dan Wanita
Perkembangan antara pria dan wanita tidaklah sama, artinya kematangan pada wanita tidak akan sama jatuhnya dengan pria, seorang wanita yang umumnya sama dengan seorang pria, tidak berarti kematangan segi psikologisnya juga sama. Sesuai dengan segi perkembangan, pada umumnya wanita lebih dahulu mencapai kematangan dari pada pria.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut dan mengingat bahwa peranan suami dalam memberikan pengarahan lebih menonjol pada umur yang sebaiknya
(44)
untuk melangsungkan pernikahan pada wanita umur 23-24 tahun, sedangkan untuk pria umur 26-27 tahun, pada rentan umur tersebut pada umumnya telah mencapai kematangan kejasmanian, psikologis, dan dalam keadaaan normal pria umur sekitar 26-27 tahun telah mempunyai sumber penghasilan untuk menghidupi keluarga sebagai akibat pernikahan tersebut (Walgito, 2002).
2.8 Peranan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi terhadap terjadinya pernikahan dini
Nugroho 2007, menyatakan bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi merupakan pengetahuan yang menyangkut cara seseorang bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab serta tahu apa yang dilakukannya dan akibat bagi dirinya, pasangannya dan masyarakat sehingga daspat membahagiakan dirinya juga dapat memenuhi kehidupan seksualnya terjadinya.
2.9 Peran media terhadap terjadinya pernikahan dini
Paparan media massa, baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) dinilai banyak menguyuhkan serta dan mendormeteri porno dan pornoaksi secara langsung dan tidak langsung dapat memberikan kesan yang mendalam dan gambaran psikoseksual yang salah, serta dapat mendorong timbulnya libido seksual remaja, bahkan meteri pornografi dan pornoaksi dijadikan refrensi oleh remaja untuk melakukan seksual pranikah.
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang diperoleh remaja dari media massa belum digunakan untuk pedoman prilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab. Justru paparan informasi seksualitas dari media massa (baik cetak
(45)
maupun elektronik) yang cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi dapat menjadi refrensi yang tidak mendidik bagi remaja. Remaja pada periode pingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang akan dilihat atau didengarnya dari media massa tersebut. Apalagi VCD-VCD atau bacaan-bacaan porno kini banyak dijual bebas dan seseorang akan sangat mudah mendapatkanya. Selain itu, maraknya warung-warung internet semakin memudahkan mengakses gambar-gambar porno. Hal-hal inilah yang semakin memicu timbulnya berbagai aktivitas seksual yang pada akhirnya berlanjut kedalam hubungan seksual (Dianawati, 2006).
Pengaruh eksternal, khususnya film VCD porno perlu mendapat perhatian dewasa ini, kaset VCD porno sudah menjadi barang biasa dan mudah didapatkan keberadaan VCD porno yang banyak beredar dipasaran belum mendapatkan perhatian tersediri oleh aparat yang berwenang. Belum ada tindakan proaktif secara konsisten dan berkelanjutan untuk merazia keberadaan VCD porno itu. Upaya razia segala bentuk pornografi, baik yang berupa bahan bacaan maupun VCD porno yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, belum berhasil ditegakkan secara konsisten dan berkesinambungan.
2.10 Peran status sosial ekonomi terhadap terjadinya pernikahan dini
Tingkat sosial ekonomi masyarakat secara keseluruhan memengaruhi terjadinya pernikahan dini. Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering memilih pernikahan sebagai jalan keluarnya untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut. Apalagi mengingat mayoritas penduduk indonesia tinggal di perdesaan dan dalam kelas ekonomi menengah kebawah, terlihat adanya rentang kesenjangan yang cukup besar berkenaan dengan pandangan tentang usia layak nikah
(46)
bagi remaja diantara dua teritori sosial ekonomi, selain itu para orang tua mempercepat pernikahan anaknya untuk melepaskan beban ekonomi, apalagi rata-rata satu keluarga memiliki banyak anak (keluarga besar) sehingga tidak heran jika masih ada orang tua sudah saling menjodohkan anak-anaknya sejak masih balita (Sofian, 2008).
2.11 Peran lingkungan keluarga terhadap terjadinya pernikahan dini
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Masa remaja merupakan pengembangan identitas diri, ingin mengetahui bagaimana orang lain menilainya dan mencoba menyesuaikan diri dengan harapan orang lain (Hurlock 1999).
Proses sosialisasi sangat dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga. Sikap otoriter, mau menang sendiri, selalu mengatur, semua perintah harus diikuti tanda perhatian pendapat dan kemauan anak akan berpengaruh pada perkembangan kepribadiaan remaja, ia akan berkembang menjadi penakut, tidak memiiki rasa percaya diri, merasa tidak berharga, sehigga proses sosialisasi menjadi terganggu. Sikap orang tua ‘’permisif’’(serba boleh tidak pernah melarang selalu menuruti kehendak anak, selalu memanjakan) akan menumbuhkan sikap ketergantungan kesulitan dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di luar keluarga.
Sikap orang tua yang berambisi dan selalu menuntut anaknya, akan berakibat anak cenderung mengalami frustasi, takut gagal dan tidak merasa berharga. Orang tua yang demokratis akan mengakui keberadaan anak sebagai individu dan makhluk sosial serta mau mendengarkan dan menghargai pendapat anak. Kondisi ini akan
(47)
menimbulkan keseimbangan antara perkembangan individu dan sosial, sehingga anak akan memperoleh suatu kondisi mental yang sehat (Santrock, 2003).
Hubungan orang tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadiaan anak sebaliknya, orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap. Misalnya karena penceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat memengaruhi perkembangan jiwa anak (Hurlock, 1999).
Seperti yang dinyatakan oleh Dadang (1995) kasih sayang orang tua kepada anak dapat menghilangkan kesedihan dan rasa takut anak, dapat menyenangkan anak, bapak menyenangkan anak, pada saat ia sakit hati. Sehubungan dengan peran penting pihak orang tua dalam proses pembelajaran reproduksi, seseorang yang melakukan pernikahan dini menyatakan bahwa dirinya memiliki hubungan yang cukup harmonis dengan orangtuanya di rumah, Namun ia mengaku tidak pernah membicarakan masalah reproduksi masalah seksualitas secara khusus dengan orangtuanya. Menurutnya orangtua tidak pernah membicarakan masalah seksual karena masalah ini dianggap tabu, pihak orangtua menganggap bahwa remaja akan mengetahui masalah seksual dengan sendirinya apabila sudah dewasa.
2.12 Peran lingkungan masyarakat terhadap terjadinya pernikahan dini Dalam era globalisasi dunia menjadi sempit, budaya lokal dan budaya nasional akan tembus oleh budaya universal, dengan demikian akan terjadi pengeseran nilai kehidupan, kemajuan ilmu. Pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap pesatnya informasi. Segala sesuatu yang terjadi dimuka bumi
(48)
dengan sekejab diketahui oleh seluruh penghuni bumi. Di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru, lebih banyak mengharapkan nilai spiritual menjadi pegangan remaja, Namun kenyataan memang berbeda membuktikan yang diajarkan berbeda dengan yang dilihat di luar rumah atau di luar sekolah. Remaja menjadi bingung, mana yang harus dilakukan. Situasi akan menimbulkan konflik nilai yang dapat berakibat terjadinya penyimpangan perilaku, seperti yang terlihat di masyarakat, misalnya waria, pergaulan bebas, mabuk, dan homoseksualitas (Luthfiyati, 2008).
Sebenarnya remaja sadar akan pentingnya kebudayaan sebagai tolak ukur terhadap tingkah laku sendiri. Kebudayaan memberikan pedoman arah, persetujuan, pengingkaran, dukungan, kasih sayang dan perasaan aman kepada remaja. Akan tetapi mereka juga punya inginan untuk mandiri. Inilah yang menyebabkan remaja membuat tolak ukur mereka sendiri, yang berbeda dari tolak ukur orang dewasa mereka membuat kebudayaan sendiri yang berbeda dari kebudayaan masyarakat umumnya. Kebudayaan yang menyimpang inilah yang dikenal sebagai kebudayaan anak muda (Youth Culture) nilai yang dominan dalam budaya anak muda adalah keunggulan dalam olah raga, senang hura-hura senang pesta, tidak dianggap pengecut, dan sebagainya (Azwar, 2001).
Adanya perilaku seksual yang salah satu adanya pernikahan dini di masyarakat dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya pernikahan dini pada remaja. Remaja dapat terjerumus melakukan perilaku seksual yang salah oleh karena melihat lingkungan sekitarnya sehingga mereka menjadi ingin tahu, ingin coba-coba atau dapat kerena bujukan, paksaan orang-orang disekitarnya baik sebaya maupun tidak. Sehingga mendorong mereka untuk belajar mengenai perilaku seks
(49)
yang salah dianggap mereka benar ataupun hal tersebut memang sudah umum terjadi di masyarakat sekitarnya.
Jika dilingkungan masyarakat terdapat kasus pernikahan dini bukan tidak mungkin hal ini menyebabkan remaja lainnya terdorong untuk melakukannya juga baik karena ingin coba-coba, alasan sudah cinta, alasan seks pranikah atau kehamilan. Selain itu keluarga orang tua juga dapat mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut oleh karena melihat fenomena tersebut dimasyarakat. Bukan tidak mungkin pernikahan dini yang terjadi di masyarakat juga dapat menyebabkan hal ini menjadi budaya pada akhirnya sepertinya yang terjadi di desa-desa.
Hal lainnya yang berhubungan dengan pengetahuan adalah jika masyarakat sekitar remaja mempunyai pengetahuan mengenai remaja, seksualitas dan kesehatan reproduksi yang kurang atau salah, hal ini dapat menyebabkan perilaku seks yang salah bagi remaja. Kurangnya pengetahuan mengenai remaja, seksualitas dan kesehatan reproduksi pada masyarakat akibat masih dianggap tabu tentang hal tersebut untuk dibicarakan juga dpat menyebabkan terjadinya pernikahan dini di masyarakat pada awal akhirnya kembali lagi menimbulkan berbagai akibat seperti diatas yang mendorong remaja melakukan pernikahan dini (Depkes, 2005).
2.13 Dampak pernikahan dini
Adapun dampak pernikahan dini begitu banyak. Ada yang berdampak bagi kesehatan, adapun yang berdampak bagi psikis dan kehidupan keluarga remaja
(50)
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker
Leher rahim ada dua lapisan epitel, epitel skuamosa san epiter kolumner, pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada usia muda. Epitel koluner akan berubah menjadi epitel skuamosa. Perubahannya disebut metaplasia, kalau ada HPV menempel, perubahan penyimpangan menjadi diplasia yang merupakan awal dari kangker. Pada usia lebih tua, di atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil (Lutfiyati, 2008).
2. Kesehatan Maternal dan Bayi
Kehamilan remaja memiliki dampak signifikan pada kesehatan anak dan meternal. Anak yag lahir dari ibu remaja cenderung untuk memiliki berat badan lahir rendah, cedera saat lahir, dan dihubungkan dengan komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas. Peningkatan resiko kematian bayi pada ibu remaja juga dihubungkan dengan imaturitas kehamilan dan pengalaman minimal.
Penelitian menunjukkan kehamilan remaja kurang dari 20 tahun beresiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada berusia 20-35 tahun (Azwar, 2001).
Dari segi fisik dan biologis remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan, selain itu remaja banyak menderita enemi selagi hamil dan melahirkan, mengalami masa reproduksi lebih panjang, sehingga memungkinkan banyak peluang besar untuk melahirkan dan mempunyai anak, oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya
(51)
dilakukan pada usia 20-30 tahun. Idealnya menikah itu pada saat dewasa awal yaitu sekira 20 sebelum 30 tahun untuk wanitanya, sementara untuk pria 25 tahun. Karena secara biologis dan psikis sudah matang untuk memiliki keturunan, artinya resiko melahirkan anak cacat atau meninggal tidak besar (Maemunah, 2008).
3. Neoritis Depresi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi yang tertutup akan membuat pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizopremia atau dalam bahasa awam yang dikenal dengan sebutan orang gila, sedang depresi berat pada pribadi terbuka sejak masih kecil si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada saat situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi dari pada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang baru menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak berubah 100%. Kalau berdua tanpa anak masih bisa enjoy apalagi. Kalau kedua keluarganya berasal dari keluarga yang cukup mampu keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang harus diambil berdasarkan emosi atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka dalam bertindak.
(52)
Meski tak terjadi merried by incident (MBA) atau menikah karena kecelakaan kehidupan pernikahan akan berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut juga tidak boleh dilepas begitu saja.
4. Konflik yang Berujung Perceraian
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan dini sering berujung perceraian.
Pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta berdampak buruk bila dilakukan oleh remaja, kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Pada usia 20-24 tahun dalam psikologi dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke remaja yang lebih stabil. Maka jika pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya seperti remaja setelah menikah dan mempunyai anak, sebagai seorang istri harus melayani suami dan suami tidak bisa kemana-mana karena harus bekerja untuk belajar bertanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian dan pisah rumah (Luthfiyati, 2008).
(53)
2.14 Kerangka Pikir Penelitian Teori L. Green
Presdisposisi factors:
- Umur - Pendidikan
- Pendapatan orang tua - Pengetahuan
- Budaya Jawa Nilai anak
Enabling factors ;
- Media Pernikahan Dini
Reinforcing factors :
- Orang tua
(54)
Skema diatas menunjukkan bahwa presdispossing factors meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan orang tua, pengetahuan, budaya Jawa, dan enabling factors meliputi media serta reinforcing factors meliputi orang tua, lingkungan keluarga merupakan determinan yang memengaruhi pernikahan dini.
(55)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasikan data deskriptif berupa tulisan dan lisan dari orang-orang yang akan diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moeloeng, 1990). Penelitian ini menggunakan metode wawacara mendalam (indepth interview) determinan pernikahan dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan deli.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013. Berdasarkan pertimbangan :
1. Berdasarkan informasi yang diperoleh di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013 belum pernah dilakukan penelitian tentang Determinan Pernikahan Dini pada suku Jawa di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013.
2. Remaja di Desa Pematang Johar merupakan remaja yang rentan terkena masalah pernikahan dini. Didukung oleh banyaknya orang tua yang menikahkan anaknya pada usia dini.
3.2.2 Waktu Penelitian
(56)
3.3. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah pelaku pernikahan dini dan tokoh masyarakat yang berdomisili di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli. Informan pertama adalah pelaku pernikahan dini, diperoleh dengan cara menggunakan key informan, seterusnya dilakukan teknik snowball untuk menentukan informan berikutnya. informan dipilih dengan metode kecukupan dan kesesuaian.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yang terdiri dari 4 pelaku pernikahan dini 3 perempuan,1 laki-laki dan 3 orang Tokoh masyarakat 2 orang perempuan, 1 orang laki-laki.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dengan cara wawancara mendalam (Indepth Interview) terhadap informasi berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Dalam wawancara peneliti menggunakan alat perekam. Wawasan dilakukan di Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli. 3.4.2 Data Sekunder
Data diperoleh dari Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli. 3.5. Defenisi Istilah
1. Umur adalah lamanya usia hidup informan yang dihitung sejak dilahirkan sampai pada saat wawancara.
2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang telah ditempuh informan..
(57)
4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui para orang tua informan remaja tentang determinan pernikahan dini.
5. Budaya Jawa adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang jawa dan diwariskan dari generasi ke generasi.
6. Nilai anak adalah harga yang dimiliki anak terhadap orang tua
7. Media adalah alat informasi yang dipakai informan untuk mengetahui informasi. 8. Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ibu dan bapak informan.
9. Lingkungan keluarga adalah lingkungan terkecil dari kesatuan masyarakat dari informan.
3.6 Metode Pengolah dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan. Penganalisaan data dilakukan dengan analisa kualitatif berdasarkan data-data yang telah diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan dan kemudian dibandingkan dengan teori dan kepustakaan maupun asumsi yang ada.
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli
Desa Pematang Johar merupakan salah satu desa di Kecamatan Labuhan Deli. Desa Pematang Johar memiliki 15 dusun :
Secara geografis, batas wilayah Desa Pematang Johar adalah sebagai berikut: - Sebelah utara berbatasan dengan Medan Utara
- Sebelah timur berbatasan dengan Percut Sei Tuan - Sebelah selatan berbatasan dengan Percut Sei Tuan - Sebelah barat berbatasan dengan Medan Labuhan 4.1.2 Demografi
Jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 13.121 jiwa.
Matriks 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok umur Di Desa Pematang Tahun 2013
Golongan Umur (Tahun)
Jumlah Persentase
( % )
0-1 264 2,01
2-5 915 6,97
6-7 598 4,55
8-15 2.731 20,81
16-22 1.685 12,84
23-59 6.369 48,54
>60 559 4,26
Jumlah 13.121 100,00
Sumber : Profil Data diolah Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013
(59)
Dari matriks 4.1 diatas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Desa Pematang Johar pada tahun 2013 berjumlah 13.121 orang, yang mana penduduk terbesar berada pada usia 23-59 tahun berjumlah 6.363 orang ( 48,54%) jumlah penduduk kedua terbesar berada pada usia 8-15 tahun berjumlah 2.731 orang (20,81%) dan jumlah penduduk terkecil berada pada usia 0-1 tahun berjumlah 264 orang (2,01%).
Matriks 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis Di Desa Pematang Johar Tahun 2013
Etnis Jumlah Persentase
(%)
Melayu 792 6,0
Jawa 5.859 44,65
Batak 1.532 11,67
Banjar 820 6,2
Banten 4.118 31,38
Jumlah 13.121 100,00
Sumber : Profil Data diolah Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013
Dari matriks 4.2 diatas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Pematang Johar terbesar adalah suku Jawa berjumlah 5.859 orang (44,65%), sementara itu etnis Banten 4.118 orang (31,38%), dan jumlah penduduk terkecil adalah etnis Melayu dengan jumlah 792 orang (6,0%).
Matriks 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama Di Desa Pematang Johar Tahun 2013
Agama Jumlah Persentase
(%)
Islam 11.121 82,75
Protestan 1.284 9,78
Katolik 779 5,3
Budha 9 0,06
Jumlah 13.121 100,00
(60)
Dari matriks 4.3 diatas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Pematang Johar terbesar adalah penduduk beragama Islam berjumlah 11.121 orang (82,75%), dan penduduk beragama Kristen Protestan berjumlah 1.284 orang (9,78%), sementara itu penduduk beragama budha berjumlah 9 orang (0,06%) yang mana merupakan jumlah penduduk terkecil di desa pematang johar.
Matriks 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa Pematang Johar Tahun 2013
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
(%)
Tidak Tamat SD 882 6,72
SD 5.624 47,28
SLTP 2.596 19,78
SLTA 3.090 23,55
Diploma 217 1,65
Sarjana 128 0,97
S2 4 0,03
Jumlah 13.121 100,00
Sumber : Profil Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013
Dari matriks 4.4 diatas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Pematang Johar terbesar adalah Sekolah Dasar berjumlah 6.204 orang (47,59%), dan penduduk SLTA adalah penduduk terbesar kedua berjumlah 3.090 orang (23,55%) sementara itu jumlah terkecil adalah penduduk tamatan S2 berjumlah 4 orang (0,03%).
(61)
Matriks 4.5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Desa Pematang Johar Tahun 2013
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
(%)
Karyawan/swasta 627 4,77
PNS 105 0,80
BUMN 19 0,14
TNI / POLRI 22 0,16
Pedagang 198 15,09
Buruh 5.393 41,10
Petani 3.499 26,67
Pensiunan 34 0,25
Nelayan 17 0,13
Lain-lain 2.752 24,44
Jumlah 13.121 100,00
Sumber : Profil Desa Pematang Johar Kecamatan Labuhan Deli Tahun 2013
Dari matriks 4.5 diatas dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan penduduk di Desa Pematang Johar terbesar adalah sebagai Buruh berjumlah 5.393 orang (41,10%), dan terbesar kedua adalah penduduk yang bekerja sebagai Petani berjumlah 3.499 orang (26,67%), sementara itu penduduk yang bekerja sebagai Nelayan adalah penduduk yang jumlahnya paling sedikit berjumlah 17 orang (0,13%) dari total seluruhnya.
(62)
4.2 Gambaran Informan 4.2.1 Karakteristik Informan
Dari hasil pengumpulan data primer terhadap 7 informan diperoleh karakteristik informan sebagai berikut.
Matriks 4.6 Karakteristik Informan Informan Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin (P/L)
Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Orang tua
1 15 P SD IRT 700.000
2 18 L SMP Buruh 1.500.000
3 15 P SD IRT 750.000
4 17 P SD IRT 800.000
5 50 P SMA Wiraswasta 2.000.000
6 55 L S1 PNS 3.000.000
7 65 L SMA Wiraswata 2.000.000
Matriks 4.6 diatas memperlihatkan bahwa informan berjumlah 7 (tujuh) orang. Terdiri dari 3 informan laki-laki dan 4 informan perempuan. 4 pelaku pernikahan dini, 1 laki-laki, 3 perempuan 3 Tokoh masyarakat, 2 laki-laki, 1 perempuan. Ketujuh informan memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda yaitu 1 informan berpendidikan S1, 1 informan berpendidikan SMA, 1 informan berpendidikan SMP, 3 informan berpendidikan SD, 1 informan tidak tamat SD Dari 7 informan, 3 informan tidak bekerja yaitu sebagai Ibu Rumah Tangga, 1 informan sebagai Buruh, dan 2 informan bekerja sebagai Wiraswasta,dan 1 informan bekarja sebagai PNS. Pendapatan informan bervariasi mulai dari Rp.750.000 sampai dengan
(63)
Rp.3.000.000 per bulan. Umur informan juga bervariasi mulai dari usia 15 tahun sampai dengan 65 tahun.
Wawancara secara keseluruhan dilakukan di rumah informan. Dari pengamatan yang dilakukan, umumnya informan laki-laki lebih bersifat kurang terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Sementara informan perempuan lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan yang diajukan peneliti walaupun ada sedikit perasaan ragu-ragu.
4.2.2 Matriks Pengetahuan Informan
1. Matriks Pengetahun Informan Tentang Pernikahan Dini
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan mengenai pernikahan dini dan menggali darimana informasi ini diperoleh, hal ini dituangkan dalam matriks berikut.
Matriks 4.7 Matriks Pengetahuan Tentang Pernikahan Dini Informan Jawaban
1 Pernikahan dini menurut Yani…ya kayak mana ya…kayak yang di sinetron itulah kawin muda,masih belasan tahun dah kawin dan blom tamat sekolah…kayak awak ni lah…ya…klo taunya dari sinetron itu tadilah…yang pernikahan dini itu…biasa ja awak rasa…ya…paling marah ma laki awak klo ga pergi kerja..
2 Entah Anto…ga tau , pokoknya masih muda dah kawin gitulah masih muda,,,masih belasan tahun udah kawin…taunya dari sinetron…mamak awak juga ada bilang…klo aq…sering juga awak brantam ma laki awak…ga...mau pergi kerja…dia…kayak mana awak makan…
3 Emm kalo Nur…apa ya…nikah sebelum 20 lah…taunya aku…pas dikantor KUA kemarin dengarnya …pas aku nikah kemaren…tu pun aku baru tau…karena dibilangnya…kayak mana ya…klo aku…susah memang …tapi namany dah suka sama suka…
4 Enggak tau juga Tuti…apa ya…menikah muda lah…masih kecil dah kawin…umurnya..belasan tahun lah…kayak 16…he…he…kayak awak juga…dengar dari sinetron…klo aq biasa aja…bagus-bagus aja ma laki ku…marah-marah sikit biasalah…namanya suka ma suka…
(1)
PEDOMAN WAWANCARA
A. KARAKTERISTIK INFORMAN
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin : 4. Pendidikan : 5. Pekerjaan : 6. Pendapatan Orang Tua:
B. PERTANYAAN Pengetahuan
1. Bagaimana pendapat anda tentang pernikahan dini dan apa pernikahan dini? Probing :
Darimana anda mengetahui hal tersebut?
Kenapa anda berpendapat demikian?
2. Menurut anda berapa usia bagi pria dan wanita untuk menikah? Probing :
Dari siapa anda memperoleh informasi tersebut?
Kenapa berpendapat demikian?
3. Menurut anda bagaimana gaya pacaran anak muda zaman sekarang?
Mengapa anda berpendapat demikian?
(2)
4 Pernahkah anda mendengar undang-undang pernikahan? Probing :
Jika mengetahui, berapa?
Bagaimana penikahan dini pada kesehatan?dapat anda?
Bagaimana pendapat anda terhadap Undang-Undang pernikahan membolehkan laki-laki umur 19 tahun dan perempuan 16 tahun untuk menikah?
Kenapa demikian?
5. Menurut anda apa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang menikah dini? Probing:
Faktor ekonomi keluarga
Faktor pendidikan
Faktor budaya
6 Menurut anda apa akibat dari pernikahan dini? Probing :
Mengapa berpendapat demikian?
Dan apa akibat pernikahan dini pada kesehatan?
Darimana anda memperoleh informasi tersebut?
(3)
Media cetak dan elektronik (TV, VCD/DVD, Majalah)
C. Pelaku pernikahan dini
1. Media (TV, VCD/DVD, Majalah) apa yang anda punya? Probing :
Pernahkah anda menonton film ataupun VCD porno?
Berapa kali frekuensinya?
Apa yang mendorong anda melakukan hal-hal tersebut?
Apakah ada media lain yang mendorong anda untuk menikah dini?
D. Tokoh masyarakat Pengetahuan
1.Menurut ada apa itu pernikahan dini? Probing :
Kenapa anda berpendapat demikian?
2. Bagaimana pendapat anda tentang pernikahan dini? Probing :
Mengapa demikian pendapat anda?
(4)
3.Menurut anda berapa umur ideal menikah?
Mengapa demikian pendapat anda?
Darimana anda berpendapat demikian?
4.Menurut anda media (TV, VCD/DVD, Majalah) Seperti apakah yang mendorong seseorang menikah dini?
Probing :
Mengapa berpendapat demikian?
5.Bagaimana menurut anda tentang media (TV, VCD/DVD, Majalah) porno? Probing :
Mengapa berpendapat demikian?
Apa yang anda lakukan?
6. Menurut anda bagaimana pendapat anda gaya pacaran anak muda sekarang?
Mengapa anda berpendapat seperti itu?
Budaya
1. Bagaimana pernikahan yang ideal menurut masyarakat? Probing :
Mengapa demikian?
2. Menurut anda umur berapakah anak yang sudah akil balik Probing :
Apa alasan anda berpendapat demikian?
Apakah anak yang sudah akil balik untuk menikah?
(5)
Jika tidak mengapa? 3. Kenapa anda menikah dini?
Probing :
Apa pendapat anda?
4. Siapa yang menginginkan pernikahan anda? Probing :
Apa pendapat anda?
Apa pendapat orang tua anda saat anda ingin menikah?
Bagaimana menurut anda?
5. Apakah menikah muda dalam keluarga sudah menjadi tradisi/kebiasaan? Probing :
Jika iya kebiasaan/tradisi seperti apa?
Bagaimana menurut anda dengan tradisi tersebut?
6. Menurut anda apakah ada hubungan menikah dini dengan kebudayaan Jawa?
Mengapa anda berpendapat demikian?
7. Menurut anda apakah nilai anak bagi orang tuanya? Probing :
Darimana anda mengetahui hal tersebut?
(6)