cubeba Lour. Pers.]. Film yang terbentuk diukur ketebalannya dan di uji sifat antibakterinya dengan metode difusi agar. Pengamatan terhadap pengaruh
pengemasan ikan gurami menggunakan film pati tapioka yang diinkorporasi minyak atsiri daun attarasa dalam hal menghambat pertumbuhan bakteri dilakukan melalui
penghitungan jumlah koloni bakteri dengan metode Standart Plate Count SPC.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik, laboratorium Polimer dan laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Edible Film
Kemasan digunakan untuk memperpanjang usia penyimpanan pangan, melindungi secara mekanis dan dari kontaminasi secara kimia dan biologi. Namun
dalam memenuhi kebutuhan konsumen telah dikembangkan suatu kemasan aktif yang selain melindungi produk, kemasan juga berinteraksi dengan produk yang dikemas
memberikan manfaat tambahan bila dibandingkan dengan kemasan konvensional. Kemasan yang telah dikembangkan sebagian besar diproduksi dengan plastik
konvensional dengan bahan dasar minyak bumi. Sebagai alternatif digunakan kemasan biodegradable film yang diperoleh dari bahan yang dapat di daur ulang seperti edible
film Attarian, 2006. Komponen penyusun kemasan edibel terdiri atas 2 bagian. Komponen utama
yang terdiri dari hidrokoloid, lipid dan komposit. Komponen tambahan terdiri dari plasticizer, zat anti mikroba, antioksidan, flavor dan pigmen. Kemasan edibel ada 2
jenis yaitu 1. Kemasan edibel yang berasal dari bahan alami usus ayam, usus sapi dll.
Kemasan edibel dapat digunakan pada produk pangan seperti produk daging, kacang dan olahannya, buah-buahan dan sayuran, produk confectionary serta
pada produk heterogen. 2. Kemasan edibel yang diformulasi dan dibuat yaitu edibe film, edible coating
dan mikroenkapsulasi. Efriza, 2009.
Universitas Sumatera Utara
- Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan coating atau diletakkan
diantara komponen makanan film yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut,
dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan. Edible film sangat potensial digunakan
sebagai pembungkus dan pelapis produk-produk pangan, industri, farmasi maupun hasil-hasil pertanian
- Edible Coating adalah lapisan tipis dari bahan yang dapat dimakan, yang diaplikasikan pada makanan dengan cara pencelupan, pembusaan, penyemprotan
dan penetesan agar terbentuk barrier yang selektif terhadap transmisi gas, uap air dan bahan terlarut serta memberi perlindungan mekanis. Edible coating banyak
digunakan untuk pelapis produk daging beku, kamasan semi basah, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan obat-obatan terutama untuk pelapis
kapsul. Krochta, 1997. - Mikroenkapsulasi merupakan teknik untuk melindungi ”flavor” dengan gelatin
atau gum arab yang dapat dianggap sebagai salah satu teknik pengemasan
dengan bahan pengemas edibel Efriza, 2009.
Komponen hidrokolid yang biasa digunakan untuk membuat edible film antara lain karbohidrat pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya
dan protein gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung dan glutein gandum. Sedangkan lipid yang biasa digunakan adalah lilin, gliserol dan asam lemak Krochta,
1997. Perhatian terhadap edible film dan edible coating sebagai biopolimer semakin
meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dimana film ini mampu melindungi bahan makanan tanpa menimbulkan suatu pengaruh negatif terhadap lingkungan. Dalam
pembuatan edible film, diperlukan dispersi atau pelarutan makromolekul kedalam suatu pelarut seperti air, alkohol atau asam organik untuk mendapatkan suatu larutan
pembentuk film yang dapat diaplikasikan secara langsung ke produk. Penguapan pelarut akan membentuk suatu lapisan pada permukaan produk.
Universitas Sumatera Utara
Proses pembentukan biofilm dari pati tapioka adalah berdasarkan pembentukan gelatin pati pada temperatur tinggi. Setelah membentuk gelatin, rantai
amilosa cenderung untuk tertutup bersama rantai di tengah ikatan hidrogen. Pada proses pengeringan, terjadi penghilangan molekul air yang terikat, menjadikan gelatin
membentuk film yang stabil. Ketika granul mulai mengembang akibat pemanasan terjadi suatu peningkatan yang besar dalam viskositas larutan Careda, 2000.
Untuk memproduksi edible film dengan daya kerja yang baik, suatu plastisizer seperti gliserol sering digunakan. Penambahan gliserol yang didispersikan membuat
film lebih mudah di cetak, karena gliserol digunakan sebagai plastisizer. Dari hasil analisis yang telah dilakukan dimana permukaaan spesimen pati dengan gliserol
sebagai pemlastis menunjukkan permukaan yang lebih halus dan sedikit gumpalan. Hal ini disebabkan gliserol selain sebagai pemlastis juga membantu kelarutan pati
lebih homogenitas dimana ini dapat disebabkan karena terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus OH pati dengan gugus OH dari gliserol yang selanjutnya interaksi
hidrogen ini dapat meningkatkan sifat mekanik Yusmarlela, 2009. Suhu gelatinisasi terjadi pada rentang suhu 55,12
C mulai transisi samapi 74,17 C transisi berakhir
dengan puncak pada suhu 64,96 C. Bertambahnya jumlah gliserol dalam campuran
pati-air mengurangi nilai tegangan dan perpanjangan. Rendahnya kandungan gliserol juga mengakibatkan kuat tarik semakin berkurang Larotonda, 2004.
Dalam pembuatan larutan film, suhu pemanasan dan waktu pemanasan mempengaruhi kuat tarik dan elongasi. Kuat tarik dari film pati meningkat ketika suhu
pemanasan larutan film ditingkatkan dari 80-95 C. Hal ini mungkin karena suhu
pemanasan yang lebih tinggi dari larutan film yang menyebabkan jumlah dan atau penempatan yang lebih baik dari rantai amilosa dan amilopektin dan dan ikatan yang
terbentuk dalam interaksi yang lebih besar antara polimer pati. Kuat tarik cendrung meningkat ketika waktu pemanasan di tingkatkan dari 5-15 menit. Perpanjangan
elongasi E juga dipengaruhi suhu dan waktu pemanasan larutan film dimana nilai E meningkat dari 12,74-57,94 Bourtoom, 2007. Dari hasil analisa FT-IR bahan
campuran pati dan gliserol menunjukkan adanya gugus fungsi C-H, CO dan OH. Hal ini berarti film pati yang dihasilkan merupakan proses blending secara fisika karena
tidak ditemukannya gugus fungsi baru sehingga film pati memiliki sifat seperti
Universitas Sumatera Utara
komponen-komponen penyusunnya. Dengan dimilikinya gugus fungsi demikian maka film pati dapat terdegradasi Yusmarlela, 2009.
2.2 Edible Film Antimikroba