BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemasan merupakan salah satu carametode untuk memberikan perlindungan pada bahan pangan baik dalam bentuk bungkusan maupun menempatkan produk ke
dalam suatu wadah. Hal ini dimaksudkan agar produk dapat terhindar dari pencemaran senyawa kimia dan mikroba, kerusakan akibat fisik gesekan, getaran dan benturan,
oksigen, uap air dan gangguan binatang seperti serangga, sehingga mutu dan keamanan produk tetap terjaga serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang lebih
lama. Agar berfungsi dengan benar idealnya pengemas harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya seperti tidak beracun, dapat melindungi bahan pangan dari
kontaminasi biologi, mikroorganisme dan debuEfriza, 2009. Perkembangan ilmu pengetahuan telah meningkatkan kesadaran manusia untuk hidup sehat. Kemasan
yang dibuat diarahkan tidak mencemari lingkungan dan berasal dari bahan yang dapat diperbaharui dengan biaya yang rendah Bourtoom, 2007.
Salah satu jenis kemasan pangan adalah kemasan edible. Ditinjau dari fungsi pengemasan, kemasan edibel film dapat melindungi bahan pangan dari penyimpangan
mutu serta dapat memperbaiki kekurangan dari pengemasan sintetis yaitu bersifat biodegradable
.
Edible film adalah lapisan tipis terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan coating atau diletakkan diantara
komponen makanan film yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer masa misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya dan zat terlarut, dan atau sebagai
carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk mempermudah penanganan makanan. Komponen penyusun edible film terdiri dari capuran hidrokoloid dan lipid.
Krochta, 1997. Komponen tambahan terdiri dari plasticizer, zat anti mikroba, antioksidan, flavor dan pigmen
Efriza, 2009
.
Edible film dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang memiliki komposisi pati yang cukup tinggi. Pati banyak digunakan pada industri pangan sebagai
Universitas Sumatera Utara
boidegradable film karena ekonomis, dapat diperbaharui dan memberikan karakteristik fisik yang baik Bourtoom, 2007. Umbi-umbian, serealia dan biji
polong-polongan merupakan bahan baku sebagai sumber pati yang paling penting. Umbi-umbian yang sering dijadikan sumber pati antara lain ubi jalar, kentang dan ubi
kayu. Kandungan pati yang terdapat bada ubi kayu mencapai 90. Cui, 2005. Menurut biro pusat statistik 2009, produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada
tahun 2008 mencapai 20.834.241 ton. Produksi pati yang tinggi, penanaman yang mudah dan mudah di dapatkan di Indonesia menjadikan ubi kayu sangat potensial di
jadikan sebagai bahan dasar edible film. Pembuatan edible film dari pati tapioka memiliki karakteristik yang cukup
baik walaupun laju transmisi terhadap uap air cukup tinggi. Ini dikarenakan bahan baku yang digunakan termasuk kelompok hidrokoloid yang bersifat higroskopis.
Selain itu sifat organoleptiknya skor berkisar 5,9 – 6,4 dengan rata-rata 6,2 masih dapat diterima Harris, 2001.
Dalam kemasan edible film dapat ditambahkan bahan baku seperti antimikroba. Kemasan antimikroba adalah sistem kemasan yang mampu
mengendalikan, mengurangi, menghambat, atau memperlambat pertumbuhan mikroorganisme patogen dan mengurangi kontaminasi permukaan makanan.
Penggunaan ekstrak tumbuh-tumbuhan diharapkan dapat mengembangkan penggunaan kemasan antimikroba. Beberapa usaha telah dibuat mengembangkan
sistem kemasan yang aktif di mana bahan antimikroba di inkorporasikan ke dalam bahan polimer dan dilapisi pada permukaan makanan Maizura, 2008.
Menurut Muslikhati 1995 bahwa minyak atsiri dati tanaman attarasa [Litsea cubebaLour. Pers.] terutama daunnya sangat aktif terhadap Candida albicans,
Cryptococcus albidus, Fusarium dimerum, dan Mycrosporum gypseum dengan diameter hambatan lebih dari 20 cm. Seluruh bagian tanaman attarasa atau krangean
jawa mengandung minyak. Di pulau Jawa ada dua jenis minyak yang dihasilkan dari daun attarasa. Minyak yang diproduksi di Jawa Barat disebut minyak trawas
sedangkan yang di Jawa Tengah disebut minyak krangean. Minyak krangean menyembuhkan penyakit jantung dan bersifat anticendawan Alternaria, Aspergilus
niger, Candida albicans, Fussarium spp dan Helminthosporium spp. Sebab minyak krangean mengandung alkaloida seperti o-metiloblongin, oblongin, xanthoplanin dan
magnocararineu www.trubus-online.co.id.
Universitas Sumatera Utara
Bahan pangan yang berasal dari hewan merupakan sumber utama bakteri penyebab infeksi dan intoksikasi. Mikroorganisme yang terdapat pada hewan hidup
dapat terbawa ke dalam bahan pangan seperti ikan atau daging dan mungkin bertahan selama proses pengolahan. Daging dan ikan biasanya diawetkan dengan cara
pendinginan karena mikroba yang sering tumbuh tergolong dalam mikroba psikrofilik mempunyai suhu optimum pertumbuhan 5-15
C, suhu minimum 0 C, suhu
maksimum 20 C. Salah satu penanganan aseptik untuk menjaga agar mikroorganisme
perusak tidak mencemari bahan makanan yaitu dengan pengepakan kemasan bahan makanan karena kontaminasi dan kebusukan ikan biasanya berasal dari
mikroorganisme pada permukaannya yang kemudian akan masuk kebagian dalam daging Fardiaz, 1993.
Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk membuat edible film antimikroba dari pati tapioka yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun attarasa
[Litsea CubebaLour. Pers.] dan menguji aktivitas antimikroba dari edible film tersebut serta menguji efektifitas penggunaannya sebagai pengemas ikan gurami
dalam hal menghambat pertumbuhan bakteri.
1.2. Permasalahan