Analisis Komponen Kimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus (Pinus Merkusii Jungh.Et Devries) Dari Kabupaten Samosir

(1)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUNPINUS

(Pinus merkusii Jungh.et deVries)DARI

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

MAWAR SIRINGO-RINGO

120822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUNPINUS

(Pinus merkusii Jungh. et deVries)DARI

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

MAWAR SIRINGO-RINGO

120822027

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul :ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN PINUS (Pinus merkusii Jungh.et deVries) DARI KABUPATEN SAMOSIR

Kategori : SKRIPSI

Nama : MAWAR SIRINGO-RINGO Nomor Induk Mahasiswa : 120822027

Program : SARJANA (S1) EKSTENSI KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Juni 2014 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Mimpin Ginting, M.S Dr. Juliati br Tarigan, S.Si, M.Si NIP : 195510131986011001 NIP: 197205031999032001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst. MS NIP: 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KOMPONEN KIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI DAUN PINUS (Pinus merkusii Jungh.

etdeVries)DARI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

MAWAR SIRINGO-RINGO 120822027


(5)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai rencana dan kehendakNya. Banyak hal sebagai pembelajaran dan pembentukan diri dalam setiap waktu penulis rasakan sehingga semakin melihat dan merasakan kebaikan dan kebesaranNya. Dalam pelaksanaan penelitian ini hingga penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari banyak mendapat bantuan, dukungan maupun motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr.Sutarman, MSc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr.Rumondang Bulan Nst., MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu, M.Sc sebagai Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU

3. Bapak Dr.Darwin Yunus Nst., MS sebagai Ketua Bidang Kimia Ekstensi FMIPA USU.

4. Ibu Dr.Juliati TariganS.Si, M.Si sebagai pembimbing I dan Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS sebagai pembimbing II dengan sabar telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat selesai.

5. Bapak Prof.Dr.Jamaran Kaban,M.Sc selaku Ketua Bidang Kimia Organik FMIPA USU.

6. Kepala Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan Bapak Dr.Mimpin Ginting,MS beserta Dosen dan Staff Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU. 7. Seluruh Dosen Departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan waktunya

untuk memberi bimbingan selama penulis mengikuti kuliah di Departemen Kimia FMIPA USU

8. Pihak-pihak yang tidak disebutkan namun dengan tulus membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua saya (B.Siringo-ringo dan L.Sitanggang), yang telah memberi seluruh dukungan sarana dan prasarana dan semangat bahkan dengan setia terus membantu penulis dalam doa dan kepada abang Derfin S. danadik-adik (Rehentiara S., Yanfitri S.), serta teman-teman (Yulia, Martina, Reka, Adel, Maria, Siska, Mawar). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan Ilmu Pengetahuan Alam demi pengembangan Bangsa dan Negara.


(6)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun pinus dihidrodestilasi selama 5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,1531 % (b/b). Hasil analisis menggunakan GC-MS menunjukkan 23 puncak yang dapat diidentifikasi sebanyak 20 senyawa memilki 5 komponen utama yaitu senyawa Limonen (22,72%), α-Pinen (17,53%), β -Kariofilen (16,76%), β-Ocimene (14,68%), dan Germakren-d (11,24%). Aktivitas antibakteri di uji dengan metode diffuse agar pada konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dalam pelarut dimetil sulfoksida. Minyak atsiri pinus (Pinus merkusii

Jungh.et deVries) memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri Stapylococcus aureus pada 0,25% dan Pseudomonas aeruginosa pada 0,1%.


(7)

CHEMICAL ANALYSIS OF ESSENTIAL OIL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAlACTIVITY TEST OF PINUS LEAVES (Pinus

merkusiJungh.etdeVries) FROM KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRACT

Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii Jungh.et deVries) have been isolated by hydrodestilation method using Stahl. Pinus leaves have destilated for five hours roduced essential oil 0.1531% (w/w). The results of the analyse use GC-MS showed 23 peaks and can be identified 20 compounds and have five major compounds are

Limonene (22.72%), α-Pinene (17.53%), β-Caryophyllene (16.76%), β-Ocimene (14.68%), and Germacren-d (11.24%). Antibacterial activity of the test have been done using agar diffuse method the concentrations 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, and 1% in the solvent dimethyl sufoxside. Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii

Jungh.et deVries) have antibacterial activity to Staphylococcus aureusin concentration 0,25 % and Pseudomonas aeruginosa in concentration 0,1%.


(8)

DAFTAR ISI Halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Lampiran BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Permasalahan 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Pembatasan Masalah 1.5.Manfaat Penelitian 1.6.Lokasi Penelitian 1.7.Metodologi Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Pinus (Pinus merkusiiJungh.et deVries) 2.1.1. Manfaat Pinus

2.1.2. Minyak Atsiri Pinus 2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri 2.3. Komposisi Minyak Atsiri

2.3.1. BiosintesaMinyakAtsiri

2.3.2. Cara Isolasi Minyak Atisiri Pinus 2.3.3. Penggunaan Minyak Atsiri Pinus 2.4. Senyawa Terpen

2.5. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) 2.5.1. Kromatografi Gas

2.5.1.1. Cara KerjaKromatografi Gas 2.5.1.2. Instrumentasi Kromatografi Gas

2.5.2. Spektrometri Massa

2.5.2.1. Instrumentasi Spektrometer Massa 2.5.2.2. Penentuan Rumus Molekul

2.5.2.3. Pengenalan Puncak Ion Molekul

2.5.2.4. Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalamSpektra

2.6. Bakteri

2.6.1. Bakteri Gram Negatif

2.6.1.1. Pseudomonas aeruginosa


(9)

2.6.1. Staphylococcus aureus

2.7. Antibakteri

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Alat 3.2. Bahan

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus denganMetode Hidrodestilasi

3.3.2. UjiSifatAntibakteriMinyakAtsiriPinus

3.3.2.1. PembuatanMedia Nutrient Agar (NA) dan SubkulturBakteri

3.3.2.2. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ( MHA)

3.3.2.3. PembuatanMedia Natrium Broth (NB) dan SubkulturBakteri

3.3.2.4. PembuatanSuspensiBakteri

3.3.3. UjiSifatAntibakteriMinyakAtsiriDaunPinus

3.4. PengenceranMinyakAtsiri 3.5. BaganPenelitian

3.5.1. IsolasiMinyakAtsiriDaunPinusDenganAlat Stahl 3.5.2.UjiAktivitasAntibakteri

3.5.2.1.Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) Miring dan StokKulturBakteri

3.5.2.2. Pembuatan Mueller Hinton Agat (MHA) 3.5.2.3. Penyiapan InokulumBakteri

3.5.2.4. UjiAktivitasAntibakteri

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi MinyakAtsiri dari Daun Pinus (Pinusmerkusii)

4.1.2. Hasil Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Pinus denganGC-MS

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri 4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi MinyakAtsiri Pinus ( Pinusmerkusii )

4.2.2. AnalisisMinyakAtsiriDaunPinus dengan Metode GC-MS

4.2.3. AktivitasAntibakteri

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1. Tanaman Pinusmerkusii Gambar 2.2.BiosintesaTerpenoid

Gambar 2.3. Perubahan Senyawa monoterpen

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena Gambar 2.5.StrukturKomposisiMinyak Terpentin Pinus Gambar 2.6. Skematis KromatograsiKromatografi Gas Gambar 2.7. Skematis Spektrometer Massa

Gambar 2.8. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2.9.BakteriStaphylococcus aureus

Gambar 4.1.KromatogramMinyakAtsiri Daun Pinus

Gambar 4.2. Spektrum MS Senyawa Limonen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.3.PolaFragmentasiSenyawaLimonen

Gambar 4.4. Spektrum MS Senyawa α-Pinen dariMinyakAtsiri DaunPinus

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi Senyawa α-Pinen

Gambar 4.6. Spektrum MS Senyawa β-Kariofilen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.7. Pola Fragmentasi Senyawa β-Kariofilen

Gambar 4.8.Spektrum MS Senyawa β-Ocimene dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.9. Pola Fragmentasi β-Ocimene

Gambar 4.10. Spektrum MS Senyawa Germakren-d dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Gambar 4.11.Pola FragmentasiSenyawa Germakren-d Gambar 4.12. Foto Hasil Uji Antibakteri


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1.Sumber-SumberMinyakAtsiri Tabel 2.2.KlasifikasiTerpen

Tabel 3.1. Kondisi AlatGC-MS Yang Digunakan untuk Analisis Minyak Atsiri Pinus

Tabel4.1. HasilIsolasiMinyakAtsiriDaunPinus Melalui Hidrodestilasi Tabel4.2.HasilAnalisisGC-MS MinyakAtsiriDaun Pinus

Tabel4.3. Hasil Uji Antibakteri oleh Minyak Atsiri Daun Pinus denganMetodeDifusi Agar


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1: Gambar Spektrum MS Limonen dari Minyak Daun Pinus yang diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Lampiran 2: Gambar Spektrum MS α-Pinen dari Minyak Daun Pinus yang diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Lampiran 3: Gambar Spektrum MS dari β-Kariofilen Minyak Daun Pinus yang diperoleh MenggunakanAlat Stahl

Lampiran 4: Gambar Spektrum MS β-Ocimene dariMinyakDaun Pinus yangdiperolehMenggunakanAlat Stahl Lampiran 5: Gambar Spektrum MS Kalaren dariMinyakDaun

Pinus yang diperolehMenggunakanAlat Stahl Lampiran 6: Hasil Identifikasi Pinus

Lampiran 7: Gambar Pohon Pinus

Lampiran 8: Seperangkat Alat Destilasi Stahl Lampiran 9: Gambar Minyak Atsiri Daun Pinus


(13)

ABSTRAK

Minyak atsiri daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) telah diisolasi dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl. Daun pinus dihidrodestilasi selama 5 jam menghasilkan minyak atsiri sebesar 0,1531 % (b/b). Hasil analisis menggunakan GC-MS menunjukkan 23 puncak yang dapat diidentifikasi sebanyak 20 senyawa memilki 5 komponen utama yaitu senyawa Limonen (22,72%), α-Pinen (17,53%), β -Kariofilen (16,76%), β-Ocimene (14,68%), dan Germakren-d (11,24%). Aktivitas antibakteri di uji dengan metode diffuse agar pada konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75% dan 1% dalam pelarut dimetil sulfoksida. Minyak atsiri pinus (Pinus merkusii

Jungh.et deVries) memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri Stapylococcus aureus pada 0,25% dan Pseudomonas aeruginosa pada 0,1%.


(14)

CHEMICAL ANALYSIS OF ESSENTIAL OIL COMPONENTS AND ANTIBACTERIAlACTIVITY TEST OF PINUS LEAVES (Pinus

merkusiJungh.etdeVries) FROM KABUPATEN SAMOSIR

ABSTRACT

Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii Jungh.et deVries) have been isolated by hydrodestilation method using Stahl. Pinus leaves have destilated for five hours roduced essential oil 0.1531% (w/w). The results of the analyse use GC-MS showed 23 peaks and can be identified 20 compounds and have five major compounds are

Limonene (22.72%), α-Pinene (17.53%), β-Caryophyllene (16.76%), β-Ocimene (14.68%), and Germacren-d (11.24%). Antibacterial activity of the test have been done using agar diffuse method the concentrations 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, and 1% in the solvent dimethyl sufoxside. Essential oil of pinus leaves (Pinus merkusii

Jungh.et deVries) have antibacterial activity to Staphylococcus aureusin concentration 0,25 % and Pseudomonas aeruginosa in concentration 0,1%.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan pinus merupakan hutan yang luas di Indonesia. Pohon pinus, famili Pinaciae

yang dibudidayakan di Indonesia sebagian besar adalah jenis Pinus merkusii Jungh. et deVries yang tumbuh asli di Indonesia dan tumbuh di daerah Aceh, Sumatera Utara, dan pulau Jawa (Sastrohamidjojo, 2004). Manfaat pinus antara lain bagian batangnya dapat disadap untuk mengambil getahnya, kayunya dapat digunakan untuk bahan konstruksi, korek api, pulp, dan kertas serat panjang (Dahlian dan Hartoyo, 1997). Adapun deskripsi pinus adalah daunya dalam berkas dua dan berbentuk jarum, kulit berwarna abu-abu, tinggi kisaran 20-40 m dan diameter 30-60 cm (Steenis dan Van 2003). Pada umumnya pohon pinus bila disadap batang pohonya akan mengandung minyak terpentin merupakan golongan minyak atsiri hidrokarbon yang dapat menghasilkan 70-80%, komponen utama α- pinen dan sisanya β-pinen, Δ-karen, δ -longifolen (Sastrohamidjojo, 2004).

Minyak atsiri merupakan senyawa yang dapat memberikan aroma yang karakteristik pada tumbuhan. Minyak atsiri dapat dimanfaatkan sebagai antiseptik/anti bakteri, anti jamur, perangsang selera makan, karminatif, deodoran, ekspektoran, insektisida dan antiseptik/ antibakteri(Yuliani, 2012). Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemar, minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun dalam penyimpanan yang lama minyak atsiri dapat teroksidasi dan membentuk resin serta warnanya berubah menjadi lebih tua / gelap (Gunawan dan Muyani, 2004).

Penelitian sebelumnya, yakni Senjaya dan Surakusumah, 1999 telah meneliti tentang potensi ekstrak daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) yang mengandung senyawa pinen dan tanin mampu sebagai bioherbisida penghambat perkecambahan Echinochloa colonum dan Amaranthus viridis. Sutya, 2006 meneliti tentang lama penyimpanan terhadap rendemen minyak atsiri daun pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries) dari Banjarbaru menghasilkan rendemen 0,5564 % yakni kadar sineol 16% daun disimpan 0-3 hari dan 14% daun disimpan 15-18 hari. Hasil


(16)

analisis GC-MS daun pinus diperoleh monoterpen 34,49 %, seskuiterpen 62,48 %, dan lain-lain 3,03 % dan menunjukkan kemampuan daya hambat minimum pertumbuhan

S.aureus pada konsentrasi 0,25%, tetapi sampai dengan kadar 12,5% minyak atsiri pinus tidak menunjukkan daya antibakteri terhadap E.coli (Erindyah, 2003).

Produksi daun pinus menghasilkan sekitar 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati

et all., 2002) salah satunya adalah daerah Kabupaten Samosir yang merupakan penghasil pohon pinus. Selama ini daun pinus yang diperoleh pada saat penebangan pohon pinus hanya dianggap sebagai limbah yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Oleh karena itu peneliti tertarik menggunakan sampel daun pinus segar sebagai sumber minyak atsiri. Sampel yang digunakan merupakan daun pinus yang tumbuh kira-kira 2 tahun dengan tinggi kisaran 4 meter. Daun pinus yang digunakan dalam keadaan segar untuk menghindari terjadinya penguapan minyak atsiri dari daun pinus tersebut. Metode yang digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah dengan Hidrodestilasi dan untuk menentukan komponen minyak atsiri dianalisis dengan GC-MS selanjutnya diuji sifat antibakteri dengan metode difusi agar terhadap bakteri gram positif dan gram negatif yaitu Staphylococcus aureus sebagai gram positifbiasanya terdapat pada jerawat dan Pseudomonas aeruginosa sebagaigram negatifterdapat pada luka dibagian kulit.

1.2. Permasalahan

1. Komponen kimia minyak atsiri apa sajakah yang terkandung pada daun pinus (Pinus merkussi Jungh. Et deVries) dari Desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir yang dianalisis secara GC-MS ?

2. Bagaimanakah aktifitas antibakteri minyak atsiri daun Pinus terhadap

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang diuji dengan metode difusi agar ?


(17)

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan komponen minyak atsiri yang terkandung di dalam daun pinus segarsecara GC-MS

2. Untuk menguji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun pinusterhadap

Staphylococus aureus dan Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode difusi agar

1.4.Pembatasan Masalah

1. Penentuan komponen minyak atsiri daun pinus segar dari desa Sijambur Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir yang tumbuh selama 2 tahun

yang telah diisolasi dengan alat Stahl dan dianalisis dengan GC-MS

2. Minyak atsiri daun pinus diuji sifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode difusi agar

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aktivitas antibakteri minyak atsiri daun pinus terhadap Staphylococus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Dengan demikian daun pinus dapat dimanfaatkan sebagai penghasil minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai antibakteri sehingga lebih bermanfaat dan tidak lagi sebagai limbah.

1.6. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA -USU Medan. Uji antibakteri dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU, analisis GC-MS dilakukan di Laboratorium FMIPA-UGM Yogyakarta.


(18)

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen laboratorium. Dimana minyak atsiri daun pinus diperoleh dengan metode Hidrodestilasi menggunakan alat Sthal. Minyak atsiri yang diperoleh dipisahkan dari lapisan airnya kemudian ditambahkan Na2SO4

anhidrous bertujuan untuk menyerap kandungan airnya, yang masih terikat kemudian didekantasi. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis dengan metode GC-MS untuk mengetahui komponen kimianya, serta dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa menggunakan metode difusi agar.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Pinus (Pinus merkusii Jungh. et deVries)

Pinus merkusii Jungh. et deVries merupakan satu-satunya jenis pinus yang tumbuh di Indonesia salah satunya tumbuh di Sumatera Utara dan sebaran alaminya sampai di Asia Tenggara antara lain Laos, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan diFlipina.Pinus merkusii Jungh.et deVries termasuk suku Pinacea nama daerah Pinus (Jawa), tusam (Sumatera) (Siregar, 2005). Pohon pinus tersebut pertama kali ditemukan di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan Sumatera Utara seorang ahli botani dari Jerman oleh Dr.F.R.Junghuhn pada tahun 1841.Tumbuhan ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan yang khusus (Harahap, 2000).

Deskripsi botani pinus pada umumya batang berkayu, bulat, keras, bercabang horizontal, kulit retak-retak seperti saluran dan berwarna cokelat, daunya majemuk dan bentuk jarum (Agusta,2000) memiliki buah dengan perisai ujung berbentuk jajaran genjang, akhirnya merenggang, (Steenis and Van, 2003) tinggi kisaran 20-40 m dan diameter 30-60 cm (Hidayat dan Hansen, 2001).


(20)

Sistematika klasifikasi tanaman pinus adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Class : Pinopsida Ordo : Pinales Famili : Pinaceae Genus : Pinus

Spesies : Pinus merkusii Jungh. et deVries Nama lokal : Pinus

Pinus merkusii dapat tumbuh di tanah kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu, dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1.700 m diatas permukaan laut.Di hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan diameter 170 cm (Harahap dan Izudin, 2002).

2.1.1. Manfaat Pinus

Pinus merkusii Jungh.et deVries atau sering disebut dengan tusam salah satunya jenis pohon industri yang mempunyai produk tinggi dan merupakan prioritas jenis tanaman untuk reboisasi dapat menghasilkan daun 12,56-16,65 ton/hektar (Komarayati et all2002). Pinus termasuk dalam jenis pohon serba guna yang terus-menerus dikembangkan dan diperluas masa penanamanya masa mendatang untuk penghasil kayu produksi, getah dan konservasi lahan (Dahlian dan Hartoyo,1997). Kayunya dapat dimanfaatkan menjadi bahan konstruksi, korek api, pulp, kertas serat panjang.

Bagian batangnya dapat disadap untuk mengambil getahnya dan diproses lebih lanjut dengan penyulingan menghasilkan gondorukem sebagai komponen utama dan terpentin sebagai hasil samping. Gondorukem telah banyak diperdagangkan untuk keperluan dalam negeri dan ekspor (Sastrohamidjojo, 2004) yang dapat digunakan sebagai bahan membuat sabun, resin dan cat ( Dahlian dan Hartoyo, 1997) sementara terpentin yang dihasilkan berupa bagian minyak atsiri yang dapat digunakan dalam bidang farmasi ataupun industri, bidang farmasi minyak terpentin dari pinus memiliki

komponen utama α-pinen yang bersifat sebagai anti jamur, antiseptik/antibakteri, serta potensi untuk mengurut otot dan persendian yang mengalami depresi (Sutiya,2006).


(21)

Berdasarkan penelitian Erindyah, 2003, daun pinus juga sudah terbukti mempunyai efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

2.1.2. Minyak Atsiri Pinus

Minyak terpentin yang diperoleh dari tanaman-tanaman bermarga pinus famili

Pinaceae yang terbagi dalam 80-90 jenis (spesies) (Gunawan dkk,2004) yang sering disebut dengan spirits of turpentine berupa cairan yang mudah menguap, berasal dari penyulingan getah pinus.Minyak terpentin secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang dihasilkan dari getah pinus dan yang dihasilkan dari kayu pohon pinus. Secara umum minyak terpentin dapat diperoleh dengan 4 cara yaitu:

1. Destilasi getah pinus yang diperoleh dengan menyadap pohon pinus yang masih hidup (terpentin dari getah).

2. Ekstraksi dari potong-potongan/irisan ujung batang pohon pinus yang tua, dilanjutkan dengan destilasi (terpentin kayu hasil destilasi uap dan ekstraksi) 3. Destilasi destruksi, yaitu destilasi terhadap potongan kayu pinus yang berumur

tua (terpentin hasil destilasi destruksi)

4. Proses sulfat, yaitu permasalahan bubur kayu pinus yang masih berumur muda (terpentin kayu hasil proses sulfat) (Sastrohamidjojo,2004).

Berdasarkan data lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH) Bogor melalui proses penyulingan, minyak terpentin Pinus merkusii Jungh.et deVries dapat menghasilkan 70-85% terpentin komponen utama menghasilkan α-pinen, dan sisanya terdiri dari β-pinen, Δ-karen dan δ-longifolen (Silitonga, 1976). Terpentin ini berupa cairan tidak berwarna dengan bau khas dan rasa menggigit, dapat larut dalam alkohol, eter, kloroform dan asam asetat glasial.Terpentin bersifat opstis aktif dengan pemutaran bidang polarisasi bervariasi, tergantung dari spesies pohon yang menghasilkanya jika di udara terbuka terpentin cenderung teroksidasi membentuk komplek resin yang berwarna lebih gelap (Gunawan dkk, 2004).

2.2. Sumber-sumber Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain Pinaceae, Labiatae, Compsitae, Lauranceae, Myrataceae, Rutaceae, Piperaceae, Zingeberaceae,


(22)

Umbelliferae, Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar, dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Sumber-sumber Minyak Atsiri (Agusta, 2000) Tumbuhan Bagian Kandungan Nama

Minyak (%komposisi) Senyawa

Acorus calamus rimpang β-Asaron

Kalamenena Kalamol

α-Asarona

Allium sativa umbi Dialil disulfide

Dialil trisulfida Metil alil trisulfida Metil alil disulfide

Avocado` daun Metil kanivol

gratissima

Citrus limon kulit buah segar 0,1-3 Limonen, β-Pinen,

γ-Terpinen, Sitral

Elettaria buah 3-7 α-Terpinil, Asetat

cardamomun Linalool, Sineol

Zingiber rimpang kering 1,5-3 Zingiberena

officinale β- Seskuifelandrena

β- Felandrena

β- Bisabolone

Myristica fragrans biji 5-16 Sabinena, α-Pinena

β-pinena, Terpinena, Miristisin, Elemisin

Eugenia aromatic bunga 15-20 Eugenol, Eugenial

β-Kariofilena, Asetat


(23)

2.3. Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur Hidrogen (H) dan Karbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isoprene), sesquiterpen (3 unit isoprene), dan diterpen (4 unit isoprene) dan politerpen, serta paraffin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Komponen kimia golongan hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak.Sebagai contoh minyak terpentin yang mengandung monoterpen disebut pinene dan minyak jeruk mengandung 90% limonene.

2. Oxygenated hydrocarbon

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrokarbon (H), dan Oksigen (O).Persenyawaan yang termasuk dalam golongan ini adalah senyawa alkohol, aldehid, keton, oksida, ester, dan eter.Ikatan atom karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh. Persenyawaan yang mengandung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen. Komponen lainya terdiri dari persenyawaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton, coumarin dan turunan furan misalnya quinonen.

Golongan persenyawaan oxygenated hydrocarbon merupakan persenyawaan menyebabkan bau wangi dalam minyak atsiri, sedangkan golongan hidrokarbon berpengaruh kecil terhadap nilai wangi minyak atsiri. Persenyawaan oxygenated hydrocarbon mempunyai nilai larutan yang tinggi dalam alkohol encer (kecuali beberapa senyawa golongan aldehid), serta lebih tahan dan stabil terhadap proses oksidasi dan resinifikasi. Sebaliknya golongan persenyawaan hidrokorban lebih mudah mengalami proses oksidasi dan resinifikasi di bawah pengaruh cahaya dan udara atau pada kondisi penyimpanan yang kurang baik, sehingga dapat merusak bau dan menurunkan nilai kelarutan minyak dalam alkohol (Ketaren, 1985).


(24)

2.3.1. Biosintesa Minyak Atsiri

Berdasarkan proses biosintesisnya atau pembentukan komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan, minyak atsiri dapat dibedakan menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam sikimat melalui jalur fenil propanoid (Agusta, 2000). Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melalui kondensasi jenis Claisen menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan koenzim A melakukan kondensasi sejenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya ialah fosforilasi, eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan IPP (Isopentenil Pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP (Dimetilalil Pirofosfat) oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isoprene aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen.

Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi –reaksi sekunder ini lazimnya adalah hidrolisa, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya.Berikut ini adalah gambar biosintesa terpenoid dapat dilihat pada gambar 2.2.


(25)

CH3 C O

SCoA+ CH3 C O

SCoA CH3 C O

CH2 C O

SCoA

Asetil Koenzim A Asetosetil koenzim A

CH3 C O

SCoA

H3C C

OH

CH2 C SCoA

O

CH2 C SCoA

O

CH3 CCH2

CH2 OH

CH2 OH

C O OH CH 3 C OPP CH2 CH2

CH2 OPP

C O -OPP -CO2 Asam mevalonat H . O Fosforilasi

CH3 C CH CH2 OPP

CH3

CH3 C H

C CH2 OPP

CH2 H


(26)

OPP H

OPP

DMAPP

IPP

+

OPP Monoterpen

H

OPP

OPP Seskuiterpen Geranil pirofosfat

Farnesil pirofosfat

OPP

H

2X Triterpen

OPP Diterpen

2x

tetraterpen Geranil-geranil pirofosfat

Gambar 2.2. Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986)

Untuk menjelaskan hal diatas dapat diambil beberapa contoh monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol, dan linalool dari satu menjadi yang lain berlangsung sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini contoh perubahan senyawa monoterpen dapat dilihat pada gambar 2.3.


(27)

CH2OH

Geraniol (trans)

OH

-H2o

Mirsen

CHO

Sitronelal

H , O

Linalool

CH2OH

Nerol (cis)

O

CHO

Sitral

Gambar 2.3. Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad, 1986).

Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farsenil pirofosfat dan trans-farsenil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farsenil pirofosfat ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geraniol dan nerol.Perubahan farsenil pirofosfat menjadi sekuiterpen dapat dilihat pada gambar 2.4.


(28)

OH

Farnesol

OPP Trans-Farnesil pirofosfat

CH2 +

+

OPP

cis-Farnesil pirofosfat

CH2

+

+

-H+

-H+

Humulen

Bisabolen

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena (Achmad, 1987)

2.3.2. Cara isolasi Minyak Atsiri

Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah uap menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah menguap yang disebut destilasi uap.Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan (Guenther, 1987). Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam industri minyak atsiri, yaitu:

1. Penyulingan dengan air (hydrodistillation)

Pada sistim penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling langsung kontak dengan air mendidih. Keuntungan dari penggunaan sistim ini adalah digunakan untuk menyuling bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungan yang mudah membetuk gumpalan jika kena panas.Prosesnya cukup sederhana, sistim penyulingan ini memiliki keuntungan dapat mengesktraksi minyak dari bahan yang berbentuk


(29)

bubur.Kelemahanya adalah penyulingan minyak ini tidak sempurna (Sastrohamidjojo, 2004).

2. Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation)

Pada sistim penyulingan ini, bahan yang diletakkan di atas piring yang berupa ayakan yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air dalam ketel penyulingan.Keuntungan sistim penyulingan ini adalah karena uap berenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100 0C.

3. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)

Sistem yang menggunakan uap panas yang terdapat dalam boiler yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan.Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Sistim penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstraksi minyak dari biji-bijian, akar dan kayu- kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi dan baik digunakan terhadap bahan yang mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan air (Ketaren, 1985).

2.3.3. Penggunaan Minyak Atsiri

Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatil untuk pengobatan, kosmetik serta wewangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak jaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan- bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapatpada kulit, dapat diabsorpsi ke dalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan (dapat mengalami bidegradasi dan merupakan bagian dari kesetimbangan ekosistem selama ribuan tahun) (Rojat, dkk, 1996).

Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis (Lawrence dan Reynold, 1992). Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam industri, misalnya industri parfum, kosmetik, “essence”, industri farmasi dan “flavoring agent”. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyak nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak


(30)

atsiri yang berasal dari rempah rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).

Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan denga merangsang sistem saraf sekresi, sehingga akan meningkatkan sekresi getah labung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan dan lambung menjadi basah. Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedatif dan simultan untuk obat sakit perut.Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).

2.4. Senyawa Terpen

Senyawa terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya.Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpen dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder.Terpen dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga beberapa hewan laut.Di samping sebagai metabolit sekunder,terpen merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi mahluk hidup.Sebagai contoh, senyawa- senyawa terpenoid adalah skualena, suatu triterpen, juga karoten dan retinol. Nama “ terpen” (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine).

Terpen dan terpenoid menyusun banyak minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan.Kandungan minyak atsiri mempengaruhi penggunaan produk rempah-rempah, baik sebagai bumbu, sebagai wewangian, serta sebagai bahan pengobatan, kesehatan, dan penyerta upacara-upacara ritual. Nama-nama umum senyawa golongan ini sering kali diambil dari nama minyak atsiri yang mengandungnya. Lebih jauh lagi, nama minyak itu sendiri diambil dari nama (nama latin) tumbuhan yang menjadi sumbernya ketika pertama kali diidentifikasi. Sebagai missal adalah citral, diambil dari minyak yang diambil dari jeruk (citrus). Contoh lain adalah eugenol, diambil dari minyak yang dihasilkan oleh cengkeh (Eugenia aromatica). Modifikasi terpen disebut


(31)

terpenoid, berarti serupa dengan terpena adalah senyawa dengan struktur serupa tetapi tidak dapat dinyatakan dengan rumus dasar.Kedua golongan ini menyusun banyak minyak atsiri.Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.

Tabel 2.2. Klasifikasi Terpen (Koensoemardiyah, 2010)

Nama Rumus Sumber

Monoterpen C10H16 Minyak atsiri

Seskuiterpen C15H24 Minyak atsiri

Diterpen C20H32 Resin pinus

Triterpen C30H48 Saponin, Damar

Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten

Politerpen (C5H8)n Karet alam

Beberapa contoh struktur monoterpen bisiklik yang dikandung oleh minyak terpentin dari Pinus merkusii(gambar 2.5) ( Sastrohamidjojo, 2004).

α-pinen

CH3

∆-karen

CH2

β-pinen

Gambar 2.5.Struktur Komposisi Minyak Terpentin Pinus

2.5. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) merupakan alat yang gabungan antara Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa. Instrumen alat ini adalah gabungan dari GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan simultan untuk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran.


(32)

2.5.1. Kromatografi Gas

Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel yang mudah menguap, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing molekul komponen telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta,2000). Tekanan uap atsiri memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas (Sinambela, 2012). Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan semakin lama.Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat (waktu resistensi) yang khas pada kondisi yang tepat.Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom (Gritter, 1985).

Gambar 2.6. Skemaδtis Kromatografi Gas

2.5.1.1. Cara Kerja Kromatografi Gas

Sampel diinjeksikan melalui suatu sampel injection port yang temperaturnya dapat diatur, senyawa-senyawa dalam sampel akan menguap dan akan dibawa oleh gas-gas pengemban menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh fase diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen tersebut. Komponen-komponen tersebut terelusi sesuai dengan urut-urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi menuju ke detektor.Detektor sederetan sinyal yang timbul akibat perubahan konsentrasi dan perbedaan laju elusi. Pada alat pencatat


(33)

sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efesiensi pemisahan yang tinggi.Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisis relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi.Fase gas dibandingkan fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut.Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Khopkar, 2003).

2.5.1.2. Instrumentasi Kromatografi Gas

1. Regulator tekanan: Tekanan diatur pada 1-4 atmosfer, sedangkan aliran diatur 1000 liter gas per menit. Katub pengatur aliran diatur oleh pengatup berbentuk jarum terletak bagian bawah penunjuk aliran.Sebelum kolom, gas pengemban dialirkan dulu pada suatu silinder berisi molekular CEV untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.Gas pembawa He, N2, Ar, umumnya digunakan, tetapi untuk

detektor konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitas termalnya yang tinggi.

2. Sistem injeksi sampel: Sampel diinjeksikan dengan suatu makro sirinye melalui suatu septum karte silikon ke dalam kotak logam yang panas. Kotak logam tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik. Banyaknya sampel berkisar antara 0,5-10 µm. 3. Kolom kromatografi: Terbuat dari tabung yang dibuat berbentuk spiral terbuka.

Baja tahan karat digunakan untuk tabung kolom kromatografi bila bekerja pada temperatur tinggi.Diameter kolom bervariasi dari 1/16-3/16.Panjang umumnya adalah dua meter.

4. Penunjang stasioner: Struktur dan sifat permukaan memegang peranan penting. Struktur berperan pada efesiensi kolom, sedangkan sifat permukaan menentukan tingkat pemisahan. Permukaan penunjang akan terselimuti oleh fase cair stasioner berupa lapisan film tipis. Penunjang yang sering digunakan adalah tanahdiatomaeus.


(34)

5. Fase stasioner: Salah satu keunggulan kromatografi gas cair terletak pada variasi fase cair untuk partisi yang dapat tersedia dalam jumlah tidak terbatas. Temperatur maksimum yang dapat diperlakukan terhadap suatu kolom ditentukan oleh suatu penguapan stasioner.Banyaknya fase stasioner suatu kolom dinyatakan dengan persen berat.

6. Detektor: Peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan di dalam kolom serta mengubah kepekaanya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal tergantung pada laju aliran masa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas penunjang.

7. Pencatat sinyal: Akurasi suatu kromatogram pada suatu daerah pembacaan ditentukan oleh pemilihan pencatat sinyal (Kopkhar,2003).

2.5.2. Spektrometri Massa

Spektrometri massa berdasarkan asas-asas yang berlainan. Dalam sebuah spektrometer, suatu sampel dalam keadaan gas dibom elektron yang berenergi cukup untuk mengalahkan potensi ionisasi pertama senyawa ini.Tabrakan antara sebuah molekul organik dan salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul itu dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan oleh pemboman elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain. Dalam sebuah spektrometer massa yang khas, fragmen bermuatan positif ini akan dideteksi. Spektrum massa ialah alur kelimpahan (abdundance, jumlah relatif fragmen bermuatan positif yang berlainan) versus angka banding massa/muatan (m/e) dari fragmen-fragmen itu (Fessenden, 1982).Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk:

1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya (Dachriyanus,2004).


(35)

Gambar 2.7. Skematis Spektrometer Massa

2.5.2.1. Instrumentasi Spektrometer Massa

Bagian-bagian utama suatu jenis spektrometer massa adalah tempat menginjeksikan sampel, ruang pengion, pengumpul ion, penguat sinyal dan pencatat. Sampel diuapkan dan didorong ke dalam ruang pengion.Kemudian molekul-molekul sampel terionisasi baik secara langsung ataupun tidak langsung oleh arus elektron sehingga ion-ion positif, dan molekul-molekul dipisahkan dalam bentuk-bentuk ion-ionya. Ion positif masuk ke dalam daerah penganalisis massa. Kemudian partikel yang bergerak cepat diberi medan magnit yang kuat, sehingga lintasanya menjadi lengkung. Jari-jari lengkung lintasan tergantung dari kecepatan dan kekuatan medan magnit. Ion-ion yang melewati celah akan diterima oleh elektron pengumpul. Arus ion yang dihasilkan diperkuat dan dicatat sebagai fungsi kuat medan atau potensial akselerasi (Khopkar, 2003).

1. Sistem penanganan sampel

Bagian ini terdiri dari suatu alat untuk memasukkan sampel, sebuah makrometer untuk mengetahui jumlah sampel yang dimasukkan.Sebuah alat pembocor molekul untuk mengatur sampel ke dalam kamar pengion dan sebuah sistem pompa.Apabila sampel berupa gas dapat dimasukkan dengan memindahkan dari bola gas ke dalam ukuran volume, kemudian ke kamar pengion.Sampel yang berupa cairan dimasukkan berbagai alat misalnya dengan minginjeksikan melalui karet silikon, atau dengan sebuah bola berisi sampel dan dapat dipompa keluar,


(36)

kemudian dipanaskan untuk menguapkan sampel ke dalam sistem masukan.Pemanasan sistem ini dilakukan terhadap cairan yang kurang mudah menguap atau terhadap padatan yang dilarutkan dalam suatu pelarut. Cara pemasukan sampel ke kamar pengion dilakukan terhadap senyawa yang sukar menguap dan tidak stabil terhadap panas ( Sudjadi, 1985).

2. Sumber ion

Disini molekul akan diubah menjadi ion dalam bentuk gas. Cara yang umum untuk menghasilkan ion-ion meliputi penembakan sampel dengan berkas elektron berenergi tinggi yang berasal dari suatu ion gun. Pada cara elektron inpact, tumbukan dengan elektron menyebabkab fragmentasi molekul-molekul yang membentuk sejumlah ion-ion positif dari berbagai massa. Pada carachemical ionization

memberikan fragmentasi lebih sederhana. Pada cara nyala, pembentukan ion dari sampel anorganik yang tidak mudah menguap dilakukan dengan cara nyala. Pada cara ionisasi medan dipakai anoda dan katoda untuk mendapat fragmentasinya (Khopkar, 2003).

3. Penganalisis massa

Ini adalah susunan alat-alat yang berguna untuk memisahkan ion-ion dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda-beda. Penganalisis massa harus dapat membedakan selisih massa yang kecil serta dapat menghasilkan arus ion yang tinggi (Khopkar, 2003).

4. Pengumpul ion

Terdiri dari suatu celah atau lebih dari silinder Faraday. Berkas ion membentuk tegak lurus pada plat pengumpul dan isyarat yang timbul diperkuat dengan pelipat ganda elektron (Sudjadi, 1985).

5. Pencatat

Spektrum massa biasanya dibuat dari massa rendah ke massa tinggi. Pencatat yang banyak digunakan mempunyai 3-6 galvanometer yang mencatat secara bersama-sama pada kertas fotografi.Galvanometer menyimpang jika ada ion menabrak lempeng pengumpul, bertukar sinar ultraviolet dapat menimbulkan berbagai puncak pada kertas pencatat yang peka terhadap sinar ultraviolet (Sudjadi, 1985).


(37)

2.5.2.2. Penentuan Rumus Molekul

Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan isotop dapat dilakukan jika puncak ion molekul termasuk cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100 molekul yang mengandung satu atom 12C, sekitar 1,08% molekul mengandung satu atom 13C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M+1 yang besarnya 1,08% kuat puncak molekul ion molekulnya; sedangkan atom-atom 2H yang akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak M+1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M+2 akan menjadi 4,4% puncak induk.

2.5.2.3. Pengenalan Puncak Ion Molekul

Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak molekul yaitu:

1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.

2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama-tama soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M-1 yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus adalah dengan mengurangi energi bebas elektron penembak mendekati puncak penampilan.

Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul.Ion-ion molekul paling mantap adalah dari sistem aromatik murni. Secara umum golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol: senyawa aromatik (alkena terkonjugasi), senyawa sinyal sulfida organik (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak nampak pada alkohol alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril, dan pada senyawa-senyawa bercabang. Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein, dkk, 1981).


(38)

2.5.2.4.Kaidah Umum untuk Mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam dampak elektron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia fisik:

1.Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan menurun jika derajat percabangan bertambah.

2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali ester lemak.

3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil; makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantabnya karbokasasi tersier dari pada sekunder yang lebih mantap dari pada primer.

4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatik (heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan pembentukanya. 5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan karbonium alil. 6. Cincin jenuh cenderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain

dari pada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir cincin.Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-Diels-Alder.

7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi pada ikatan berlokasi –β terhadap cincin mengahsilkan ion benzil talunan termantapkan atau ion tropilium.

8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron tak-ikatanya menciptakan kemantapanya talunan.

9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral matap yang kecil, misalnya karbon monoksida, olefin, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, ketena atau alkohol (Silverstein, 1981).

2.6. Bakteri

Bakteri (tunggal=bakterium) adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa diantaranya hanya memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer).Bakteri diklasifikasikan menjadi empat kelompok dasar tergantung pada bentuk sel:


(39)

1. Coccus (jamak cocci) bulat, contoh streptokokus, staphylococus, diplokokus

2. Bacillus (jamak bacilli) bentuk batang contoh Streptobacillus 3. Vibrio-pendek, batang lengkung, contoh vibrio

4. Spirilium (jamak spirilli) panjang berbentuk koil (benang melingkar), contoh spirili (Sherrington, 1992).

Dalam pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu: a) Mineral

Selain karbon dan nitrogen, sel- sel hidup memerlukan sejumlah mineral-mineral lainya untuk pertumbuhanya:

- Belerang (sulfur): seperti halnya dengan nitrogen, sulfur juga merupakan substansi sel. Sebagian besar sulfur sebagai H2S, tetapi kebanyakan dijumpai

dalam SO4 (sulfat).

- Fosfor-fosfat (PO4): diperlukan sebagai komponen-komponen asam nukleat dan

berupa ko-enzim.

- Aktivator enzim: sejumlah mineral diperlukan sebagai aktivator enzim seperti Mg, Fe, juga K dan Ca.

Bakteri yang memerlukan C dalam bentuk senyawa organik, karbohidrat, untuk pertumbuhanya disebut bakteri heterotroph (organotrof).Dalam golongan ini termasuk semua jenis bakteri yang phatogen bagi manusia. Dalam laboratorium biasanya dipakai glukosa sebagai sumber C, energi yang diperlukan diperoleh dari cahaya matahari atau oksidasi senyawa organik. Bakteri heterotroph fotosintetik memperoleh energi dari cahaya.Bakteri heterotrof kemosintek memperoleh energi dari oksidasi (Nasution, 2014).

b) Suhu

Mikroorganisme yang mempunyai suhu optimum diantara 0-20 0C disebut psikrofil, mikroorganisme yang tumbuh cepat pada suhu 20-50 0C disebut mesofil, sedangkan mikroorganisme yang tumbuh pada kisaran suhu 50-100 0C disebut termofil (Lay, 1996).

c) Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri aerob yang membutuhkan oksigen,bakteri anaerob dapat tumbuh bila tidak ada


(40)

oksigen, bakteri anaerob fakultatif yang dapat tumbuh dalam keadaan anaerob maupun aerob dan mikroaerofilik, bakteri yang dapat tumbuh dalam keadaan oksigen yang sedikit (Muslimin, 1996).

d) pH

Kebanyakan bakteri tumbuh pada pH mendekati netral (6,57-7,5). Bakteri terutama patogen, toleransinya terhadap asam lebih kecil bila dibandingkan dengan jamur dan khamir.

e) Tekanan osmosis

Mikroba memerlukan air untuk pertumbuhan (80-90%). Sewaktu sel mikroba membran sitoplasma yang disebut plasmolysis (Suryanto, 2006).Beberapa mikroba perusak pangan dan patogen digolongkan dalam, bakteri gram positif contoh

Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif contoh Pseudomonas aeruginosa.

Berdasarkan perbedaan respons terhadap prosedur pewarnaan gram (klasifikasi ini dilakukan oleh ahli histology Hans Christian Gram) dan struktur dinding sel, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi gram positif dan bakteri gram negatif.

2.6.1. Bakteri gram Negatif

- Mengandung “sedikit sekali” ikatan petidoglikan, kandungan lipid tinggi (11-22 %) dan tidak terdapat ikatan benang-benang teichoic acid dan teichoronic acid

- Pada umumnya berbentuk batang (basil), kecuali Bacillusanthrasis dan

Bacillussereus

- Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini tidak mampu berikatan dengan zat warna utama yaitu Gentian Violet dan luntur bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol - Dibawah mikroskop tampak berwarna merah, apabila diberi zat warna

safranin/fusin .

Komponen-komponen dinding sel bakteri gram negatif (yang terletak di luar lapisan peptidoglikan)

1. Lipoprotein

Berfungsi untuk menstabilkan membran luar dan merekatkanya ke lapisan peptidoglikan.


(41)

Adalah struktur berlapis ganda, lapisan sebelah dalamnya memiliki komposisi yang serupa dengan membran sitoplasma, sedangkan pada lapisan sebelah luar digantikan oleh fosfolipid.

2.6.1.1. Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan famili Pseudomonacea sp memiliki sel berupa batang lurus, kadang-kadang serupa dengan bola, bergerak dengan flagel yang terdapat pada ujung.Pseudomonas aeruginosa kadang-kadang kedapatan di dalam luka pada hewan atau manusia.Bakteri ini menyebabkan timbulnya nanah yang kebiruan. Beberapa spesies yang lain dapat menyebabkan penyakit pada tanaman (Irianto, 2007). Adapun klasifikasi Pseudomonas aeruginosasebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Divisio : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria Orde : Pseudomonadales Famili : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

Gambar 2.8. Bakteri Pseudomonas aeruginosa

Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang patogen dan merupakan penyebab utama infeksi nosokomial di Rumah sakit Amerika yang sangat berbahaya.


(42)

yangditemukan di dalam perut 5 persen pada manusia sehat. Di rumah sakit, angka ini meningkat menjadi 40 persen (Mckane and Kandel, 1996).

2.6.2. Bakteri Gram Positif

- Dinding sel mengandung peptidoglikan yang tebal, kandungan lipid rendah 1-4 % serta diikuti pula dengan adanya ikatan benang-benang teichoic acid dan

teichoronic acid, yang merupakan 50% dari berat kering dinding sel dan 10% dari berat kering keseluruhan sel.

- Pada umumnya berbentuk bulat (coccus)

- Pada pewarnaan Gram, bakteri jenis ini berikatan dengan warna utama (primary Strain) yaitu Gentian Violet dan tidak luntur (decolorized) bila dicelupkan ke dalam larutan alkohol.

- Dibawah mikroskop tampak berwarna ungu (Nasution, 2014)

2.6.2.1.Staphylococcus aureus

Bakteri gram positif yang mengasilkan pigmen kuning, bersifat aerob dan anaerob fakultatif hal ini membedakannya dari spesies lain. Staphylococcus aureus patogen terutama bagi manusia, hampir semua orang akan mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, beratnya mulai kerancunan makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Suhu optimum pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 35 0C- 37 0C suhu minimum 6,7 0C dan suhu maksimum 45,4 0C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0- 9,8 pH optimum 7,0-7,5.

Staphylococcus aureus sering juga terdapat pada pori-pori dari permukaan kulit, kelenjer keringat, dan saluran usus.Bakteri ini dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, oteomielitis, pneumonia, dan mastitis, pada manusia dan hewan (Nasution, 2014). Adapun klasifikasi Staphylococcus aureussebagai berikut:

Kingdom : Monera Divisio : Firmicuter Kelas : Bacilli Orde : Bacillales


(43)

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Gambar 2.9.Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus juga merupakan bakteri tidak bergerak, dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur.Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhanya. Apabila ditumbuhkan dengan media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering dinding selnya.Asam tekioat adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin (Rya and Ray, 2004).Staphylococcus mengandung polisakarida dan protein, bersifat antigen yang merupakan substansi penting di dalam struktur dinding sel (Nasution, 2014).


(44)

2.7. Antibakteri

Senyawa antibakteri merupakan senyawa yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme, senyawa ini dapat berasal dari bagian tanaman tumbuhan seperti daun, bunga, biji, buah, rimpang, batang dan umbi.Sebagian besar senyawa antibakteri yang berasal dari tanaman diketahui merupakan metabolit sekunder terutama dari golongan fenolik dan terpena dalam minyak atsiri.Beberapa senyawa yang bersifat antibakteri dari tanaman diantaranya adalah fitoeleksin, asam organik, minyak atsiri, fenolitik dan beberapa kelompok pigmen tanaman (Naufalin, 2005). Besar zona hambat antibakteri :

1. Diameter zona hambat < 8 mm = kurang sensitif 2. Diameter zona hambat 9-14 mm = sensitif

3. Diameter zona hambat 15-19 mm = sangat sensitif

4. Diameter zona hambat > 20 mm = luar biasa sensitif ( Ponce, at all, 2008).


(45)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Neraca analitis Mettler

Gelas ukur 50 mL Pyrex

Gelas ukur 15 mL Pyrex Gelas Beaker 50 mL Pyrex

Gelas Beaker 100 mL Pyrex Gelas Beaker 250 mL Pyrex Labu takar 5 mL Pyrex

Gelas Erlenmeyer 250 mL Pyrex Pipet mikro 1000 mL Pyrex

Kondensor Pyrex

Hotplate Fision

Labu destilasi 250 mL Duran

Oven Memmert

Alat GC SHIMADZU

Inkubator Fision

Cawan Petri diameter 9 cm pyrex Kertas cakram diameter 0,6 cm oxoid

Tabung reaksi Pyrex

Autoklaf Yamato SN 210

Split 1 mL Lemari pendingin

Termometer Hockey stick Pengaduk Kapas


(46)

Kain kasa Jangka sorong Aluminium foil Bunsen

Jarum ose Kertas Pipet tetes Panci

Benang woll Cutter Alat Stahl Spatula Botol akuades Statif dan klem Pinset

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Daun pinus segar ( Pinus merkusii)

Etanol p.a. (E. Merck) n-Heksana p.a. (E. Merck) Dimetil sulfoksida p.a. (E. Merck) Potassium Hydroxide (KOH) p.a. (E. Merck) Na2SO4 Anhidrous p.a. (E. Merck)

Alkohol 70 % Air suling

Nutrient Agar (NA)

Mueller Hinton Agar (MHA)

Nutrient Broth (NB)

Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa


(47)

Minyak

Larutan Mc Farland

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Metode Hidrodestilasi

Sebanyak 200 g daun pinus segar yang telah dipotong-potong kecil dimasukkan ke dalam labu destilasi 1000 mL, ditambahkan air suling 120 mL kemudian dirangkai alat stahl dan dipanaskan selama 5 jam pada suhu ± 110-120 0C. Minyak atsiri yang diperoleh dipisahkan kemudian ditambahkan dengan Na2SO4 anhidrous, didekantasi

dan diukur volume minyak atsiri yang diperoleh, dihitung persentasenya (dilakukan secara triplo). Minyak atsiri yang diperoleh disimpan di lemari pendingin pada suhu 40C untuk digunakan selanjutnya. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisis kandungan kimianya dengan GC-MS dapat dilihat pada tabel 3.1 dan sifat antibakteri diuji dengan metode difusi agar pada bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% dalam pelarut dimetil sulfoksida.

Tabel 3.1. Kondisi Alat GC-MS yang Digunakan untuk Analisis MinyakAtsiri Pinus

Nama alat Keterangan

GC-MS : QP2010S SHIMADZU Kolom : Agilent HP SMS Panjang : 30 meter

ID : 0,25 mm

Film : 0,25 um Gas pembawa : Helium Pengion : EI 70 Ev (GC-2010)


(48)

Injection Temp. : 310.00 0C Injection Mode : Split Flow Control Mode : Pressure Pressure : 13.7 kPa Total Flow : 60.0 mL/min Column Flow : 0.50 Ml/MIN Linier Velocity : 25.9 cm/sec Spilit ratio : 113.0 (GC Program)

(GCMS-QP2010)

Ion source Temp : 250.00 0C Interface Temp : 305.00 0C Solvent Cut Time : 2.80 min (MS table)

Start time : 3.00 min End time : 7.00 min ACQ Mode : Scan

3.3.2. Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus

3.3.2.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) dan Subkultur Bakteri

Sebanyak 5,6 gram media NA dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, dilarutkan dengan 200 ml air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit. Hasil yang diperoleh sebanyak 3 mL dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi dan dibiarkan memadat dalam posisi miring dengan sudut ± 30-450. Digoreskan bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari isolate secara aseptik ke dalam masing-masing tabung reaksi. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 300 C.


(49)

3.3.2.2. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ( MHA)

Sebanyak 7,6 gram media MHA dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan 200 mL air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1210 C selama 15 menit.

3.3.2.3. Pembuatan Media Natrium Broth (NB) dan Subkultur Bakteri

Sebanyak 1,3 gram media NB dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian dilarutkan dengan 100 mL air suling yang diikuti dengan pemanasan dan pengadukan, lalu disterilkan di dalam autoclave pada 1210C selama 15 menit.

3.3.2.4. Pembuatan Suspensi Bakteri

Sebanyak 3 mL NB dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi kemudian ditambahkan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa yang sudah di subkultur dengan jarum ose steril ke masing-masing tabung reaksi, hingga kekeruhan NB sama dengan kekeruhan standar Mc Farland 108 .

3.3.3. Uji Sifat Antibakteri Minyak Atsiri Daun Pinus

Kedalam cawan petri berdiameter 9 cm dituangkan 10 mL MHA dan sebanyak 0,1 mL suspensi Staphylococcus aureus kemudian dihomogenkan dengan membentuk angka delapan dibiarkan hingga memadat. Diletakkan kertas cakram yang terlebih dahulu dibasahi oleh minyak atsiri daun Pinus merkusii 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, 1% ke dalam cawan petri diatas media dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 30 0C. Dilakukan perlakuan yang sama terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Kemudian diukur zona bening yang ada disekitar kertas cakram dengan menggunakan jangka sorong.


(50)

3.4. Pengenceran Minyak Atsiri  Persentase minyak atsiri 1%

Minyak atsiri sebanyak 0,05 mLdipipet dari botol vial kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 mLdan ditambahkan dimetil sulfoksida hingga garis tanda kemudian dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,75 %

Sebanyak 3,75 mL larutan minyak atsiri 1% dimasukkan kedalam labu takar 5 mLkemudian ditambahkandimetil sulfoksida hingga garis tanda dan dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,5%

Sebanyak 3,3 mL larutan minyak atsiri 0,75 % dimasukkan ke dalam labu takar 5 mLkemudian ditambahkan dimetil sulfoksida hingga garis tanda dan dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,25 %

Sebanyak 2,5 mL larutan minyak atsiri 0,5% dimasukkan ke dalam labu takar 5 mLkemudian ditambahkan dimetil sulfoksida dan dihomogenkan

 Persentase minyak atsiri 0,1%

Sebanyak 2 mL larutan minyak atsiri 0,25% dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL kemudian ditambahkan dimetil sulfoksida hingga garis tanda dan dihomogenkan


(51)

3.5. Bagan Penelitian

3.5.1. Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Alat Stahl

Dimasukkan ke dalam labu Stahl 1liter Ditambahkan air suling 120 mL Dirangkai alat Stahl

Dipanaskan hingga keluar uap air bersama minyak

Lapisan minyak Lapisan air Dimasukkan ke dalam botol vial

Ditambahkan Na2SO4 anhidrous

Didekantasi

Minyak atsiri residu

Analisa GC-MS

Uji Antibakteri 200 g daun pinussegar


(52)

3.5.2. Uji aktivitas antibakteri

3.5.2.1. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) Miring dan Stok Kultur Bakteri

3.5.2.2. Pembuatan Mueller Hinton Agar (MHA)

5,6 media NA

Dilarutkan dengan 200 mL air suling dalam erlenmeyer Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15

Media NA steril

Dituang kedalam tabung reaksi sebanyak 3 m

Dibiarkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk sudut 30°-45°

Diambil biakan bakteri Staphylococcus aureus dari strain utama dengan jarum ose steril lalu digoreskan

Stok kultur bakteri Staphylococcus aureus

7,6 g Mueller Hinton Agar

Dilarutkan dengan 200 mL aquadest dalam erlenmeyer Dipanasakan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit


(53)

3.5.2.3. Penyiapan Inokulum Bakteri

3.4.2.4. Uji Aktivitas Antibakteri

1,3 g media Nutrient Broth (NB)

Dilarutkan dengan 100 mL aquadest dalam Erlenmeyer Dipanaskan sambil diaduk hingga larut dan mendidih Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121° selama 15 menit

Media NB steril

Dimasukkan sebanyak 10 mL kedalam tabung reaksi Diambil koloni bakteri Staphylococcus aureus dari stok kultur bakteri dengan jarum ose steril

Disuspensikan kedalam media Nutrient Broth (NB)

Diinokulasi pada suhu 35°C selama 3 jam

Dibandingkan kekeruhannya dengan standar Mc farland Inokulum bakteri Staphylococcus aureus

0,1 ml inokulum bakteri

Dimasukkan kedalam cawan petri

Ditambahkan 15 mL MHA dengan suhu 45-50°C

Dihomogenkan sampai media dan bakteri tercampur rata Dibiarkan sampai media memadat

Dimasukkan kertas cakram yang telah direndam dengan minyak atsiri daun pinus kedalam cawan petri yang telah berisi bakteri

Diukur diameter zona bening disekitar cakram dengan jangka sorong


(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri dari Daun Pinus (Pinus merkusii)

Isolasi minyak atsiri dari daun pinus dilakukan dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat Stahl dari sampel segar seberat 200 gram, jumlah rata-rata minyak atsiri diperoleh sebanyak 0,36 mL dan kadar minyak atsiri daun pinus yang diperoleh adalah 0,1531 % (b/b) ditentukan secara triplo seperti ditunjukkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus Melalui Hidrodestilasi No Berat Sampel (gram) Minyak Atsiri (mL) Persentase % (b/b)

1 200 0,37 0,155 2 200 0,36 0,151

3 200 0,35 0,147

Rata-rata 200 0,36 0,1531

4.1.2. Hasil Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Daun Pinus dengan GC-MS

Minyak atsiri yang dihasilkan dari daun pinus segar secara hidrodestilasi menggunakan alat Stahl dianalisis dengan Gas Chromatography-Massa Spectroscopy (GC-MS). Hasil kromatogram analisis, dapat menunjukkan terdapatnya 23 puncak yang menunjukkan adanya 23 senyawa yang terkandung di dalam minyak atsiri tersebut (gambar 4.1). Jumlah senyawa yang teridentifikasi bila disesuaikan dengan data library Willey 229 dan NIST 12 sebanyak 20 senyawa (tabel 4.2).


(55)

Gambar 4.1 Kromatogram Minyak Atsiri Daun Pinus

Tabel 4.2. Hasil Analisis GC-MS Minyak Atsiri Daun Pinus

No. RT(menit) Massa Rumus Nama % Peak Molekul Molekul Senyawa Area 1 6.871 136 C10H16 α-Pinen 17.53

2 7.178 136 C10H16 Kampen 0.50

3 7.892 136 C10H16 Sabinen 0.24

4 8.055 136 C10H16 β-Pinen 2.04

5 8.437 136 C10H16 β-Mirsen 2.37

6 9.297 136 C10H16 β-Ocimene 14.68

7 9.373 134 C10H14 α-Terpinen 0.36

8 10.006 136 C10H16 Limonen 22.72

9 10.363 136 C10H16 Oktatrien 0.19

10 10.745 136 C10H16 γ-Terpinen 0.40

11 11.788 136 C10H16 α-Terpinolen 2.28

12 14.698 154 C10H17OH Terpineol 0.37

13 15.133 154 C10H17OH α-Terpineol 0.63

14 22.356 204 C15H24 β-Kariofilen 16.76

15 22.440 204 C15H24 Kalaren 0.33

16 23.137 204 C15H24 α-Humulen 4.04

17 23.975 204 C15H24 Germakren-d 11.24

18 24.260 204 C15H24 α-Murolen 0.50

19 24.639 204 C15H24 Naftalen 0.36

20 24.859 204 C15H24 Copaen 1.32

21 26.437 * * * 0.27 22 27.805 * * * 0.44 23 28.124 * * * 0.42


(56)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Minyak atsiri daun pinus diencerkan dengan dimetil sulfoksida (DMSO) dengan variasi konsentrasi 0,1 %; 0,25%; 0,5%; 0,75% dan 1% (v/v). Sifat antibakteri minyak atsiri daun pinus menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri gram positif yaitu Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif yaitu Pseudomonas aureginosa . Hasil pengujian sifat antibakteri minyak atsiri daun pinus terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode difusi agar ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Uji Antibakteri oleh Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Metode Difusi Agar

4.2. Pembahasan

4.2.1.Isolasi Minyak Atsiri Daun Pinus (Pinus merkusii)

Volume rata-rata minyak atsiri yang diperoleh dari daun pinus sebanyak 0,36 mL dari berat sampel 200 gram daun pinus segar. Berat jenis rata-rata minyak atsiri secara kuantitatif dari puncak masing-masing berat jenis komponen senyawa yang dominan

yakni: Limonen, α-Pinen, β-Kariofilen, β-Ocimene dan Germakren-d diperoleh sebesar 0,8507 g/cm3. Dengan demikian persentase minyak atsiri yang diperoleh adalah 0,1531 %(b/b) secara triplo dengan perhitungan perhitungan berikut:

% kadar minyak atsiri = berat minyak atsiri

berat daun pinus × 100% % kadar minyak atsiri = 0.3062 g

200 g × 100%

= 0,1531 %

Bakteri

Diameter Zona hambat yang terbentuk (mm)

Blanko (DMSO)

0,1% 0,25% 0,5% 0,75% 1%

Staphylococcus aureus - - 7,65 7,90 8,50 9,50


(57)

Minyak atsiri daun pinus yang diperoleh berwarna bening (jernih), berujud cairan tak berwarna dengan bau karakteristik seperti terpentin. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sastrohamidjojo, 2004) bahwa pinus mengandung minyak terpentin merupakan cairan tidak berwarna (bening), bau khas (keras). Kadar minyak atsiri yang diperoleh sebesar 0,1531 %. Bila dibandingkan dengan minyak atsiri daun pinus dari Banjarbaru sebesar 0,5564 % (Sutya, 2006) maka minyak atsiri daun pinus yang diperoleh sangat kecil. Rendemen minyak yang dihasilkan tergantung dari faktor letak geografis tempat tumbuhnya, kondisi dan suhu, cara isolasi memperoleh minyak atsiri tersebut (Guenther, 1990).

4.2.2. Analisis Minyak Atsiri Daun Pinus dengan Metode GC-MS

Analisis komponen senyawa minyak atsiri daun pinus dengan GC-MS menghasilkan 23 senyawa, terdapat 20 senyawa kimia sesuai dengan fragmentasi pada data library Wiley229 dan NIST12 merupakan senyawa monoterpen, seskuiterpen dan terpenoid. Berdasarkan analisis GC-MS komponen senyawa kimia minyak atsiri pinus yang paling tinggi persentasenya adalah Limonen (22.72%), α-Pinen (17.53%), β -Kariofilen (16,76%), sedangkan β-Ocimene (14,68%), dan Germakren-d (11.24%)

Berbeda dengan peneliti sebelumnya minyak atsiri daun pinus mengandung komponen terpen 34,49 % dan seskuiterpen 62,8 % dan lain-lain 3,03 % (Erindyah, 2003). Demikian juga minyak atsiri daun pinus menghasilkan kadar sineol 16 % daun pinus yang disimpan 0-3 hari dan 14 % untuk daun pinus yang disimpan 15-18 hari ( Sutya, 2006).Minyak atsiri yang disadap dari batang pinus dapat menghasilkan 70-85

% komponen utama α-pinen dan sisanya terdiri dari β-pinen, Δ-karen dan δ-longifelon (Sastrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri daun pinus yang diperoleh dari penelitian ini berbeda meskipun spesiesnya sama, merupakan tipe terpentin.

Perbedaan komposisi minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor geografis tempat tumbuhnya, perlakuan pasca panen, proses pengeringan, kondisi dan suhu (Hussain et all., 2008). Menurut Sastrohamidjojo, 2004 komposisi terpentin pada pohon pinus bervariasi tergantung pada jenis pohon penghasil, umur, musim sadap dan cara isolasi. Adapun spektrum dan fragmentasi komponen senyawa minyak atsiri daun pinus yang diperoleh sebagai berikut:


(58)

1.Senyawa Limonen

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16yang sebanyak 22,72

% dengan waktu retensi (Rt) 10.006, spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136. Dengan membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan spektra pada standar Willey229, senyawa tersebut adalah Limonendengan spektrum ditunjukkan pada gambar 4.2 selanjutnya secara teoritis kemungkinan pola fragmentasi seperti gambar 4.3.

Gambar 4.2 Spektrum MS Senyawa Limonen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Puncak ion molekul pada m/e=136 (M)+ menunjukkan MR dari pada salah satu isomer senyawa golongan monoterpen (C10H16) yaitu Limonen, diikuti puncak-puncak

fragmentasi m/e = 121(M-CH3)+, 68 (M-C4H5+) dengan puncak dasar pada m/e = 68


(59)

C CH2 CH3

H3C

C CH2 CH3

H3C

C CH2 CH3

+ e

- 2e

C10H16

C10H16 m/e = 136

- . CH 3

(15)

+

m/e = 121 (C9H13)+

CH3 CH2

m/e = 68 (C5H8)

+

.

BM=136

- . C4H5

(53)

+

.

Gambar 4.3. Pola Fragmentasi Senyawa Limonen

2. Senyawa α-Pinen

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C10H16 sebanyak 17,53 %

dengan waktu retensi (Rt) 6,87 spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136. Dengan membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan spektra pada standar Willey229, senyawa tersebut adalah α-pinen dengan spektrum ditunjukkan pada gambar 4.4 selanjutnya secara teoritis kemungkinan pola fragmentasi (gambar 4.5).


(60)

Gambar 4.4. Spektrum MS Senyawa α-Pinen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Puncak ion molekul pada m/e=136 (M+) menunjukkan MR dari pada salah satu isomer senyawa golongan monoterpen (C10H16) yaitu α-pinen, diikuti puncak-puncak

fragmentasi m/e = 121 (M-CH3)+, 93 (M-C2H4)+ dengan puncak dasar m/e = 93 yaitu


(61)

CH3

H3C

H3C

H3C

H3C

CH3

H3C

H3C + e

- 2 e

C10H16 C10H16

m/e = 136 - .CH

3 (15)

m/e = 121 (C9H13)+

+

- CH2=CH2 (28)

m/e = 93 (C7H9) +

+ +

.

BM=136

H3C

Gambar 4.5. Pola Fragmentasi Senyawa α-Pinen

3.Senyawa β-Kariofilen

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24 sebanyak 16,76 %

dengan waktu retensi (Rt) 22,356 spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204. Dengan membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan spektra pada standar Willey229, senyawa tersebut adalah β -Kariofilen dengan spektrum ditunjukkan pada gambar 4.6 selanjutnya secara teoritis kemungkinan pola fragmentasi (gambar 4.7).


(62)

Gambar 4.6. Spektrum MS senyawa β-Kariofilen dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Puncak ion molekul pada m/e=204 (M+) menunjukkan MR dari pada salah satu isomer senyawa golongan sesquiterpen (C15H24) yaitu β-Kariofilen , diikuti

puncak-puncak fragmentasi m/e = 189(M-CH3)+, 161(M-C2H4)+, 105(M-C4H8)+, 79(M-C2H2)+,


(63)

H3C

H3C

+ e

-2 e CH2

H3C

H3C

CH2

C13H12

m/e= 204

H3C

H3C CH2

CH3

- .CH3

(15)

m/e= 189 (C14H21)+

- CH2=CH2

(28) H3C

H3C

+ CH3

+ m/e=161 (C12H17)+

m/e = 105 (C8H9)+

- C4H8

(56)

- C2H2

(26) +

m/e = 79 (C6H7)+

m/e = 41 (C3H5)+

- . C3H2

(38)

+

.

C13H24

BM=204

CH2

+ H2C

H2C CH3

+

CH2

Gambar 4.7. Pola Fragmentasi Senyawa β-Kariofilen

4. Senyawa β-Ocimene

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24 sebanyak 14,68 %

dengan waktu retensi (Rt) 9,29 spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 136. Dengan membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan spektra pada standar Willey229, senyawa tersebut adalah β


(64)

-Ocimenedengan spektrum ditunjukkan padagambar 4.8 selanjutnya secara teoritis kemungkinan pola fragmentasi (gambar 4.9).

Gambar 4.8. Spektrum MS Senyawa β-Ocimene dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Puncak ion molekul pada m/e=136 (M+) menunjukkan MR dari pada salah satu isomer senyawa golongan monoterpen (C10H16) yaitu β-Ocimene, diikuti

puncak-puncak fragmentasi m/e = 121(M-CH3)+, 93(M-C2H4)+ dengan puncak dasar m/e = 93


(65)

H3C

CH2 CH3 CH3

+ e

- 2e H

3C

CH2 CH3 CH3

m/e = 136

- .CH3 (15)

CH2 CH3 CH3 +

m/e = 121 (C9H13)+

- CH2=CH2 (28)

C

CH3 CH2

+

m/e = 93 (C7H9)+

+

.

C10H16 BM=136

Gambar 4.9. Pola Fragmentasi Senyawa β-Ocimene

5. Senyawa Germakren-d

Spektrum ini merupakan senyawa dengan rumus molekul C15H24 sebanyak 11,24 %

dengan waktu retensi (Rt) 23,975 spektrum massa menunjukkan puncak ion molekul pada m/e 204. Dengan membandingkan spektra unknown dengan spektra massa yang diperoleh dengan spektra pada standar Willey229, senyawa tersebut adalah Germakren-d dengan spektrum ditunjukkan pada gambar 4.10 selanjutnya secara teoritis kemungkinan pola fragmentasi (gambar 4.11).


(66)

Gambar 4.10. Spektrum MS Senyawa Germakren-d dari Minyak Atsiri Daun Pinus

Puncak ion molekul pada m/e=204 (M+) menunjukkan MR dari pada salah satu isomer senyawa golongan sesquiterpen (C15H24) yaitu germakren-d, diikuti

puncak-puncak fragmentasi m/e = 161(M-C3H7)+, 133(M-C2H4)+ , 105(C2H4)+, 67(C3H2)+,


(67)

C15H24

BM=204

-2 e + e

+

+

+

+

CH2

H2C

+ C15H24

m/e= 204 - .C3H7

(43)

(C12H17)+

m/e=161

(C10H13)+

m/e= 133

(C8H9)+

m/e= 105

(C5H7)+

m/e= 57

(C3H5)+

m/e= 41

- C2H4

(28)

-C2H4

(28)

-C3H2

(38)

-C2H2

(26)


(68)

4.2.2. Aktivitas Antibakteri

Hasil uji antibakteri dari minyak atsiri daun pinus mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona bening (zona hambat) terhadap bakteri Staphylococcus aureus

sekitar kertas cakram setelah diberi beberapa variasi konsentrasi minyak atsiri daun pinus yaitu konsentrasi 0,1% tidak menunjukkan zona halo atau zona bening sedangkan pada konsentrasi 0,25% sudah menunjukkan aktivitas dengan zona hambat t 7,65 mm kurang sensitif, konsentasi 0,5% zona hambat 7,90 mm kurang sensitif, konsentrasi 0,75% zona hambat 8,50 mm kurang sensitif dan konsentrasi 1% zona hambat 9,50 mm sensitif. Sedangkan zona hambat minyak atsiri terhadap

Pseudomonas aeruginosa yaitu pada konsentrasi 0,1% zona hambat 7,50 mm kurang sensitif, konsentrasi 0,25% zona hambat 8,40 mm kurang sensitif, konsentrasi 0,5% zona hambat 9,01 mm sensitif, konsentrasi 0,75% zona hambat 11,02 mm sensitif, konsentrasi 1% zona hambat 12,50 mm sensitif. Hal ini sesuai dengan menurut (Seydim dan Sarikus, 2006) yang menyatakan bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri yang digunakan maka zona hambat yang terbentuk juga semakin besar.

Minyak atsiri daun pinus dengan konsentrasi 0,1% tidak memberikan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus akan tetapi sudah memberi aktivitas antibakteri kurang sensitif pada Pseudomonas aeruginosa (gambar 4.12).

Hal ini juga dinyatakan sesuai dengan literatur

diameter zona hambat < 8mm = kurang sensitif diameter zona hambat 9-14 mm = sensitif

diameter zona hambat 15-19 mm = sangat sensitif

diameter zona hambat >20 mm = luar biasa sensitif ( Ponce, at all, 2008). Komponen kimia minyak atsiri daun pinus mampu menghambat pertumbuhan bakteriStaphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Menurut Conner (1993) senyawa terpenoid dapat menghambat aktivitas bakteri antara lain borneol, sineol, terpineol. Menurut Naufalin, 2005 sebagian besar senyawa antibakteri berasal dari tanaman terpen dalam minyak atsiri. Sehinga aktivitas antibakteri pada penelitian ini kemungkinan berasal dari minyak atsiri golongan terpen dan golongan terpenoid yang terkandung dalam minyak atsiridaun pinus. Senyawa antibakteri ini mampu merusak


(69)

lapisan penyusun membran biologis pada dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif sehingga bakteri tidak dapat beraktivitas sempurna.

a) Foto Antibakteri Staphylococcus aureus

b) Foto Uji Antibakteri Pseudomonas aeruginosa


(70)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil analisis GC-MS, diperoleh sebanyak 23 puncak dan 20 senyawa yang diidentifikasiyang terdiri dari senyawa monoterpen, seskuiterpen dan terpenoid. Senyawa yang memiliki 5 komponen utama ditunjukkan dengan puncak kromaogram yang lebih tinggi yakni: Limonen (22.72 %), α-pinen (17,53 %), β -Kariofilen (16.76 %), β-Ocimene (14.68 %), Germakren-d (11.24 %).

2. Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun pinus ( Pinus merkusiiJungh. et deVries) terhadap Staphylococcus aureus, konsentrasi minyak atsiri 0,25 % memiliki zona hambat 7,65 mm kurang sensitif dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosakonsentrasi minyak atsiri 0,1 % zona hambat 7,50 mm kurang sensitif.

5.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode isolasi yang lain, untuk menghasilkan rendemen minyak atsiri lebih banyak.

2.Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai sifat fisik dan uji aktivitas antioksidan minyak atsiri dari daun pinus tersebut.


(1)

Lampiran 3: Gambar Spektrum MS Senyawa β-Kariofilen dari Minyak Atsiri Daun Pinus yang Diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Keterangan : A. Sampel B. Standart Library A


(2)

Lampiran 4: Gambar Spektrum MS senyawa β-Ocimene dari Minyak Atsiri Daun Pinus yang Diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Keterangan : A. Sampel

B. Standart Library A


(3)

Lampiran 5: Gambar Spektrum MS Senyawa Germakren-d dari Minyak Atsiri Daun Pinus yang diperoleh Menggunakan Alat Stahl

Keterangan : A. Sampel

B. Standart Library A


(4)

(5)

(6)

Lampiran 8: Seperangkat Alat Destilasi Stahl