Gambaran Umum Responden 2 Analisa Data

“Iya,, kayak sekarang aja, dia selalu ingatin, ajarin si adek ngaji, ya baca Qur`an gitu kan...eee yang kakak liat si, dia kan masi setahun setengah, tapi kakak sholat dia da ikutan sholat, gitu, kalo kakak pas sujud kan, dia juga ikut sujud, di samping gitu kan, trus dia bilang abam da, abam, Allahhu Akbar gitu kan? Kakak rasa si iya si, namanya orang nikah tuh kalo dalam Islam kan pengen keluarganya tuh keluarga sakinah, yang mawadha, warahmah... ya mudah-mudahan dapat sorga la dunia akhirat.” R1W1k. 454-471hal. 11 “Sholat sendiri, sendirian trus kadang malam-malam sering sholat tahajud? Ya, minta doa supaya dia sehat ga dikasi ini, ga ada apa-apa la di sana. ” R1W3k. 129-133hal. 33 “Kayak kakak, kalo mau pergi-pergi ya pergi aja, kalo sekarang kan harus izin suami gitu kan mau ke sini tanya dulu, izin dulu gitu. Ato mau ngapain ingat anak, ingat suami gitu kan? Ya gitulah mungkin ada apa ya istilahnya, kayak kita tetap bebas tapi satu kaki tetap terikat. Ada yang ngikat lah gitu.” R1W1k. 481-491hal. 11 “Ee kalo dalam agama kami kalo sholat berjamaah itu pahalanya berapa kali lipat kalo kita sholat sendirian, dan itu jadinya makin dekat aja gitu sama dia, habis sholat biasanya doanya doa bareng, minta keluarga kita gitu.” R1W3k. 118-125hal. 33 “Jadi apa ya? Rasanya ee, didalam sini ya penuh pasrah aja la, maksudnya dekat pun kalo kita jaga kalo ada sesuatu terjadi pasti terjadi. Jadi walaupun dia jauh di sana ya pasrah aja la sama yang di atas gitu.” R1W3k. 136-143hal. 34 “Lebih ikhlas, pasrah, sabar, tawakal.” R1W3k. 145-146hal. 34

2. Gambaran Umum Responden 2

Nama : Marissa bukan nama sebenarnya Usia : 37 tahun Urutan kelahiran : 2 dari 8 bersaudara Masa Pacaran : 7 tahun Usia menikah : 27 tahun Universitas Sumatera Utara Jumlah anak : 1 orang Suku : Tionghwa Pendidikan : S-1 Pekerjaan : Pegawai Swasta Lama Commuter marriage : 5 tahun Responden bernama Marissa bukan nama sebenarnya berusia 37 tahun. Ia berasal dari keluarga keturunan Tionghwa yang tinggal di Nias. Keluarganya termasuk keluarga yang cukup besar dengan anggota keluarga sebanyak 10 orang. Marissa adalah anak ke dua dari delapan bersaudara, sehingga merupakan tanggung jawabnya untuk menjaga dan turut membiayai kebutuhan adik-adiknya. Ia tinggal di Medan sejak memasuki Sekolah Menengah Atas dan tinggal sendirian dengan menyewa tempat tinggal di Medan. Marissa mengakui bahwa dirinya memang merupakan orang yang mandiri sejak tinggal sendirian. Marissa dan pasangannya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan, namun ia mengakui tidak mengenal pasangannya di tempat kuliah karena jadwal kuliah yang berbeda. Ia mengenal pasangannya dari salah seorang teman kuliah. Pasangannya berkenalan ketika datang bertamu dengan temannya ke tempat kos Marissa, selanjutnya pasangannya merasa tertarik dan akhirnya ia dan pasangannya pun mulai berpacaran. Ia mulai mencari pekerjaan sejak memasuki perkuliahan, namun dia merasa gaji yang diperoleh dari bekerja tidak terlalu banyak tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Medan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi membiayai biaya hidupnya. Pasangannya sendiri Universitas Sumatera Utara membantu orang tua dengan menjaga toko milik keluarga sehingga setelah tamat kuliah baru mempunyai kesempatan untuk memulai karir. Marissa dan pasangannya menamatkan kuliah pada tahun yang sama. Ia yang telah menamatkan kuliah dan mempunyai waktu yang lebih banyak dibandingkan waktu kuliah langsung mencari pekerjaan baru. Pengalaman dan pendidikan yang ia peroleh membuatnya mampu memperoleh pekerjaan dengan gaji yang sesuai dengan keinginannya. pasangannya sendiri bekerja sebagai manager sebuah restauran, namun Marissa merasa pekerjaan pasangannya itu berat dan hanya memperoleh penghasilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan berat itu. Ia dan pasangannya tidak langsung menikah setelah menamatkan kuliah karena Ia merasa jika setelah tamat kuliah langsung menikah, maka dirinya tidak bisa lagi bekerja untuk keluarganya sendiri. Marissa pada saat itu menyadari bahwa dirinya masih harus menyekolahkan adik-adiknya sehingga dirinya lebih memilih untuk bekerja. Pada saat itu, ia mengambil dua pekerjaan sekaligus, pekerjaan pertama sebagai akuntan di salah satu perusahaan di Tanjung Morawa, pekerjaan kedua dilakukan ketika malam hari dengan membawa pekerjaan dari perusahan lain untuk dikerjakan di rumah. Pada saat itu Marissa masih ingin bekerja karena ia harus membiayai kebutuhan keluarganya, selain itu juga disebabkan masih ada abang pasangannya yang belum menikah, sehingga mereka harus menunggu untuk menikah setelah pernikahan abang pasangannya. Enam tahun sudah ia dan pasangannya berpacaran, akhirnya pasangannya menyatakan akan melamarnya tahun depan. Universitas Sumatera Utara Marissa saat itu juga tidak memaksa harus kapan menikah, namun ia mempunyai rencana, jika sampai usia 27 tahun masih belum menikah, ia berencana untuk bekerja di Jakarta. Rencananya memang tidak pernah ia katakan pada pasangannya karena hal itu hanya merupakan target pribadinya. Tahun ke tujuh mereka berpacaran, akhirnya orang tua pasangannya datang melamar Marissa. Ia merasa selama 7 tahun berpacaran, hubungannya dengan pasangannya lancar-lancar saja, bahkan ia merasa telah mengenal sifat pasangannya. Marissa dan pasangannya akhirnya menikah pada bulan Januari 1999. Mereka tinggal di rumah yang saat ini ditempatinya bersama dengan anaknya. Rumah itu merupakan pemberian orangtua pasangannya. Pasangannya tetap bekerja sebagai manager restauran sementara dia pindah tempat kerja karena adanya kebijakan dari perusahaan tempat Marissa bekerja yang tidak menerima wanita yang telah menikah untuk bekerja di sana. Selain itu ia juga merasa setelah menikah agak repot jika masih harus bekerja di tempat yang jauh dari tempat tinggal dan keluarganya. Marissa memperoleh pekerjaan sebagai akuntan di salah satu perusahaan di perusahaan di Medan dan di tempat inilah ia bekerja sampai sekarang. Marissa yang telah bekerja lama dan mempunyai pengalaman bekerja yang banyak tentunya memperoleh gaji yang cukup besar. Ia merasa tidak terganggu jika penghasilan pasangannya lebih sedikit dibandingkan penghasilannya, karena kebutuhannya dan pasangannya tetap dapat terpenuhi. Hubungannya dengan pasangannya di awal pernikahan dirasa seperti pasangan suami istri pada umumnya. Marissa dan pasangannya tinggal di rumah yang berbeda dengan mertuanya, meskipun begitu, ia mengaku bahwa ibu Universitas Sumatera Utara mertuanya sangat banyak membantunya dalam mengurus rumah tangga. Ia merasa cocok dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya tidak banyak menuntut. Ibu mertuanya juga beberapa kali membawanya beribadah ke vihara, namun Marissa mengaku tidak begitu memahami makna ibadah itu sendiri. Tahun pertama setelah menikah, Marissa langsung hamil dan tepatnya pada tanggal 1 Juli 2000 mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang dinamakan Madeline bukan nama sebenarnya. Pernikahannya dengan pasangannya semakin bahagia dengan kehadiran seorang anak. Ia tidak merasa lelah jika harus bekerja sambil menjaga anak mereka karena ia merasa seorang ibu memang mempunyai kewajiban untuk melakukan hal itu. Marissa dan pasanganya banyak menghabiskan waktu senggang dengan berkumpul bersama anaknya dan mengajaknya jalan-jalan atau nonton TV bersama-sama di rumah. Marissa merasa pasangannya bukan suami yang mengharuskan istrinya untuk benar-benar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ia mengaku pasangannya tidak memaksanya untuk memasak kalau ia merasa kelelahan karena pekerjannya. Marissa mengaku ia dan pasangannya sama-sama egois dan kadang- kadang sempat beradu mulut, namun Marissa berusaha agar tidak sampai bertengkar hebat. Ia akan mengalah jika dalam situasi yang tidak jelas siapa yang benar maupun yang salah dan ketika ia melihat bahwa suatu masalah dapat mengakibatkan pertengkaran hebat, tetapi Marissa merasa pasangannya akan mengalah jika memang pasangannya yang salah. Marissa merasa ketika tinggal bersama pasangannnya, mereka kebanyakan membicarakan masalah keuangan, Universitas Sumatera Utara masalah pekerjaan dan pengeluaran. Pasangannya semakin tidak merasa puas dengan pekerjaannya sebagai manager restauran, selain karena pekerjaannya yang berat karena tidak adanya pembagian kerja yang jelas, juga karena penghasilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang banyak. Penghasilan Marissa dan pasangannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tanpa bisa menabung dalam jumlah yang banyak. Marissa sendiri tidak pernah mempermasalahkan penghasilan pasangannya karena ia sendiri merasa penghasilan dirinya dapat menutupi kebutuhan rumah tangganya, namun pasangannya mempunyai pikiran berbeda. Pasangannya berpikir bahwa anak mereka semakin hari akan semakin bertambah usianya dan semakin membutuhkan biaya yang besar di kemudian hari. Pasangannya sendiri berkenalan dengan seorang pengusaha restauran di tempat kerja pasangannya, karena merasa pasangan Marissa merupakan orang yang jujur dan bekerja keras, akhirnya pengusaha tersebut menawarkan pekerjaan untuk pasangannya. Marissa dan pasangannya bersama-sama mendiskusikan kesempatan ini. Pasangannya berencana untuk menerima tawaran tersebut karena merasa dengan cara inilah dirinya dapat memperoleh uang dalam jumlah yang banyak yang selanjutnya digunakan untuk memulai usaha sendiri. Marrisa akhirnya pun setuju dengan rencana pasangannya. Pasangan Marissa awalnya hanya berencana untuk bekerja selama setahun di Amerika Serikat, namun karena keadaan ekonomi yang tidak menentu membuat ia dan pasangannya menjadi was-was untuk memulai suatu usaha baru dengan modal yang pas-pasan. Pasangannya pun berencana untuk memperpanjang kontrak kerja dan sampailah pada tahun ke lima pasangannya bekerja di Amerika Universitas Sumatera Utara Serikat tanpa sekalipun pulang ke Medan untuk berkumpul dengan keluarga. Marissa dan pasangannya merasa dengan pulang ke Medan hanya akan membuang biaya untuk tiket pesawat yang mahal, sehingga ia dan pasangannya tidak pernah bertemu selama 5 tahun. a. Masa Commuter Marriage Marissa merasa sangat sedih ketika pertama kali pasangannya tidak tinggal bersamanya, namun ia tidak ingin terus menerus bersedih karena ia harus berpikir untuk masa depan, dan berpikir bahwa pasangannya pergi untuk keluarga juga. Marissa merasa dirinya seharusnya berterima kasih mempunyai pasangan yang masih memikirkan kesejahterahan keluarga. “Ya.. otomatis pasti sedih la ya, namanya juga ditinggal kan gitu. Tuh kan wajar aja si, tapi ya kalo berpikir ke masa depannya, untuk masa depan, kalo di feedback lagi, ya w setuju aja.” R2W1k. 7-13hal. 42 “Perasaan sedih iya, tapi karena gua berpikir untuk masa depan gua juga ga terus-terusan sedih gitu ga. Lagian kan suami gua pergi jauh demi keluarga, bukan demi orang lain, jadi bagi gua ga apa-apa si. Malah gua berterima kasi sama suami gua daripada dia ga mo tau sama sekali.” R2W1k. 162-171hal. 45 Ia setiap hari berkomunikasi dengan menggunakan telepon dan menggunakan internet, biasanya Marissa akan menceritakan mengenai anak dan pekerjaannya dan pasangannya. Ia tidak menceritakan masalah-masalah keluarga atau masalah lain yang dapat membebani pasangannya misalnya mengenai rumah, barang-barang apa yang rusak dan perlu diperbaiki. “Telfon lo, kadang lewat internet chatting, di internet kan bisa call juga, lewat telfon juga lo.” R2W1k. 260-263hal. 47 Universitas Sumatera Utara “Oo ya Cuma cerita tentang pekerjaan dia disana, pokoknya cerita tentang hal umum aja, saya ga ceritain masalah keluarga yang ada di sini. Karena dia juga ga bisa buat apa-apa.” R2W1k. 267-273hal. 47 “Ya karna gini ya, dia di sana kan kerja, kita ceritain masalah keluarga kita ke dia, kalo ga sampai berat sekali saya ga cerita ke dia karena hanya menaruh beban ya, jadi selama saya bisa selesaikan sendiri ya saya selesaikan sendiri. Lebih sering saya sharing ke dia itu mengenai anak aja. ” R2W1k. 275-285hal. 48 Marissa lebih banyak menceritakan mengenai anak mereka dan meminta pendapat pasangannya mengenai les tambahan yang diminta oleh anak mereka. Pasangannya lebih banyak menyerahkan keputusan mengenai anak mereka kepada Marissa, karena pasangannya merasa Marissa-lah yang lebih memahami anak mereka. Ia tetap memberitahu pasangannya mengenai anak mereka karena merasa pasangannya juga berhak menentukan masa depan anak mereka. “tapi kalo mengenai anak, dia mau les, mau sekolah apa, itu dibicarakan, misalnya anaknya mau ditambahin les lagi, menurut kamu gimana? Ya kalo dia si ya terserah kamu aja katanya, ya kebanyakan terserah ke saya juga, karena saya yang lebih tau kan? Ya dia bilang ya kamu lebih tau, jadi kamu yang mutusin sendiri.” R2W1k. 292-303hal. 48 “Cuma kan saya bilang karena anak juga anak kita sama-sama, ya daripada nanti pada akhirnya nanti bermasalah, ya bagusan saya kasi tau lu mau diapain, sebaiknya lu tau, anak ini mau diapain, sekolahnya bagaimana, jadwalnya bagaimana, jadi dia tau perkembangan anaknya gimana itu dia tau.” R2W1k. 303-313hal. 48 Ia mengaku lebih menyukai komunikasi langsung yaitu ketika pasangannya masih tinggal bersamanya. Marissa dan pasangan bisanya Universitas Sumatera Utara menceritakan masalah-masalah mereka dan kebanyakan membicarakan mengenai biaya-biaya hidup, penghasilan dan masa depan keluarga mereka. “Berkomunikasi ya biasa aja lo, kalo ada masalah ya diceritain.” R2W1k. 233-235hal. 47 “Eemm, ya biaya-biaya hidup kita, penghasilan kita kedepannya mau gimana, kebanyakan si mengenai hal itu aja, masa depan anak gimana.seandainya kalo kondisi tetap begini itu gimana, kebanyakan si setiap topik mengenai itu aja.” R2W1k. 238-246hal. 47 Ia merasa komunikasi langsung lebih efektif dibandingkan komunikasi tidak langsung karena ia dan pasangannya dapat langsung membicarakan masalah mereka dan dapat menyelesaikannya pada saat itu juga. Marissa juga mengatakan bahwa komunikasi tidak langsung kadang-kadang dapat menimbulkan masalah misalnya dapat menyebabkan miskomunikasi karena ia dan pasangannya hanya bisa mendengar suara tanpa bisa melihat ekspresi masing-masing pihak. “Bagi saya si puas, ga ada masalah karena semuanya lancar. Cuma kan kalo berkomunikasi bisa menyelesaikan masalah tanpa harus ngotot-ngotot gitu.” R2W1k. 251-256hal. 47 “Ya gua rasa lebih bagus lo ya kan? Bisa ketemu langsung, bisa ngomong langsung masalahnya, jadi mungkin walaupun masalah itu muncul tapi bisa diselesaikan seperti itu aja si.kalo menurut gua si gitu.” R2W3k. 13-20hal. 80 “Ya memang kadang agak bermasalah, jadinya kan kita hanya bisa cerita ke dia, tapi dia ga bisa buat apa-apa” R2W1k, 317-320hal. 49 “Cuma lewat telfon, ya kadang kan dari ngomong ya kita kan bisa salah paham juga, kita kan ga bisa liat ekspresi ya kan, mungkin kita lagi kesel, kita ngomong agak kuat, padahal kita ga kesel sama dia, kadang dari sana kita bisa salah pengertian gitu juga, mungkin masalahnya di situ aja si.” R2W1k. 321-331hal. 49 Universitas Sumatera Utara Marissa berusaha untuk menggunakan waktu komunikasi mereka yang terbatas sebaik mungkin sehingga ia tidak ingin saling bertengkar jika sedang berbicara lewat telepon. Ia mengatakan dirinya berusaha untuk tidak memaksakan kehendak dan saling pengertian terhadap pasangan, namun kadang-kadang merasa kesal ketika pasangannya tidak bisa mendengarkan keluh kesah yang dirasakan Marissa pada saat dibutuhkan karena adanya perbedaan waktu regional. “Tapi ya kalo sejauh ini berusaha untuk tidak terlalu memaksakan aja, kalo gitu si ga lo,karena kan jaraknya jauh, kalo kita terlalu memaksakan kehendak, dijalani ato ga kita juga ga tau, jadi ya ikutin aja, easy going aja, soalnya kalo terlalu dipaksain tuh mau gimana, lu di sana, gua di sini yang ada malahan ribut. Jadi saling pengertian aja.” R2W1k. 331-343hal. 49 “Ee kadang aja mungkin ya, kalo gua lagi kesel memang kondisi gua memang uda lagi kesel, trus pas telfon w minta sharing, dia lagi sibuk, jam kita kan beda, mungkin dia lagi sibuk jadi dia bilang, aaa, gua lagi sibuk sekarang ntar gua telfon u balek,kalo gua da ga sibuk. Kadang gua bisa bete lo di situ. Tapi gua ga pernah ribut sama dia, gimana si, gua lagi butuh teman, dia bilang nanti. Nanti lagi da lewat ya uda ga apa-apa. Soalnya kan emosi kita uda lewat” R2W1k. 349-364hal. 49 Waktu senggang Marissa ketika tidak bekerja dihabiskan dengan mengantar jemput anaknya, membersihkan rumah dan berkomunikasi dengan pasangannya dengan menggunakan internet maupun telepon. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak mempunyai waktu untuk diri sendiri karena di sela-sela waktu luangnya respoden mengantar jemput anak dan di sela-sela antar jemput tersebut ia gunakan untuk berkomunikasi dengan pasangannya. “Kalo hari libur gitu, Cuma jadi supir anak lo, ngantar jemput les, ke vihara, bersi-bersi rumah, gitu aja lo.” R2W1k. 372-375hal. 50 Universitas Sumatera Utara “Ga, ga ada, karna waktu gua untuk kegiatan lain uda ga bisa, uda terlalu mepet, jadwal juga dari pagi ngantar, hanya selang beberapa jam gua harus jemput lagi. Dan setelah selesai semuanya gua harus ngantar les lagi. Beberapa jam habis ngantar les gua mo online sama suami gitu kan, di sela dia les, saya online sama suami, uda bebrapa jam saya jemput dia balik, uda habis lagi waktu saya, uda satu hari, jadi sama sekali uda ga ada waktu lagi untuk pribadi, uda ga bisa saya oh saya hari ini pengen sama teman ke mall, uda ga bisa.” R2W1k. 378-396hal. 50 Ia kadang-kadang merasa lelah dan bosan dalam menjalankan aktivitas di waktu senggangnya karena aktivitas yang berulang-ulang dan hanya bisa dilakukannya seorang diri tanpa bantuan orang lain. Marissa berusaha melakukan segala tugas-tugasnya sendirian tanpa bantua orang lain. Ia berusaha melakukan tugasnya sendirian, namun ada beberapa hal yang tidak bisa dikerjakannya seperti memperbaiki barang-barang yang rusak. Marissa akan berusaha memperbaiki sendiri sampai benar-benar tidak bisa dilakukan sendiri barulah meminta tolong orang lain untuk memperbaikinya. “Ya kadang capek si, capek, kadang-kadang bosan, tiap hari kayak gitu aja, tapi harus gua jalanin juga, kalo ga ada gua mo sapa lagi, di rumah ga ada sapa-sapa lagi, lagian saya di sini juga ga ada sapa-sapa lagi.” R2W1k. 399-405hal. 50 “Gua kerjain sendiri. Ya selama gua bisa ya gua kerjain sendiri, seperti ada lemari rusak, ya perbaiki sendiri, sampe gua ga bisa ya gua baru minta tolong ke orang. Itu pun gua minta tolong kolo orangnya mau, kalo ga mau gua pun ga perna maksa, kecuali lampu kayak gini la, gini rusak, gua ga sanggup gua minta tolong ma orang, kalo lampu kayak gitu gua bisa, gua ganti sendiri. Gua ga pernah mau nyusahin orang.” R2W1k. 418-431hal. 51 Marissa mengatakan lebih menikmati menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya karena tanpa kehadiran pasangannya membuat dirinya harus bertanggung jawab pada semua hal yang biasanya dilakukan oleh pasangannya. Ia dan pasangannya biasanya menghabiskan waktu senggang Universitas Sumatera Utara dengan berjalan-jalan ke mall atau berlibur keluar kota ataupun menghabiskan waktu bersama-sama dengan tinggal di rumah, menonton TV dan melakukan kegiatan seperti pasangan suami istri pada umumnya. “Ya pasti menyenangkan la ya, namanya satu keluarga bareng suami, sama anak-anak pigi jalan-jalan, w rasa itu hal yang gimana ya paling menyenangkan dan membahagiakan kalo gua rasa. Senang banget gua dan memang selama suami gua ada si kami rukun-rukun aja ya, seperti setiap libur itu kami pergi keluar gitu, meski kadang ga pergi kalo dirumah pun kami bisa bermain sama anak gitu.” R2W1k. 451-465hal. 51 “Kebanyakan si ke mall, jalan-jalan, kalo libur ya keluar kota, benar-benar menikmati liburan la, soalnya kan gua hanya bertanggung jawab, kalo gua pulang kerja, gua ngurusin anak, hanya itu kan, kalo kerja-kerja lain kan ada suami, jadi lebih enak lo, kalo suami ada gua lebih senang, ga kerja keras kek sekarang lo, banting tulang dari cowo sampe cewe gua borong kerjanya, itu aja si.” R2W1k. 434-447hal. 51 “Kegiatannya? Bareng suami? Ya di rumah aja, ga ngapain-ngapain, nonton di rumah, hanya itu ajalah, ga ada kegiatan yang terlalu istimewa juga ga. Biasa-biasa aja, pada umumnyala suami istri rutinitasnya gimana, ya kayak-kayak gitu la.” R2W3k. 25-33hal. 80 Beberapa hal yang tidak bisa dilakukan Marissa tanpa kehadiran pasangannya adalah seperti tidak bisa mengendarai mobil keluar kota, sehingga ia dan anaknya sangat jarang keluar kota. Marissa mengatakan memang dirinya dan anaknya pernah diajak oleh temannya untuk berwisata keluar kota bersama keluarga temannya, namun Marissa merasa tidak nyaman karena temannya dapat berkumpul dengan keluarganya sedangkan dia tanpa pasangannya. Ia merasa tidak keberatan jika tidak bisa berwisata keluar kota, tapi kadang-kadang merasa sedih dengan anaknya yang masih kecil sering menanyakan kenapa dirinya tidak pernah diajak keluar kota. Universitas Sumatera Utara “Paling keluar kota lo, kan gua ga berani nyetir sendiri, hahah,itu aja.” R2W1k. 529-531hal. 53 “Ya kalo dapat tumpangan ya gua itu, tapi ya terasa ga nyaman lo gitu kan. Mereka kan satu keluarga, jadi saya merasa kok saya jadi ganggu, jadi ya ga nyaman lo, dulu si saya ikut beberapa kali tapi kalo sekarang diajak, gua kurang mau gitu, karena gua ga merasa nyaman, orang lain bareng keluarga, gua merasa gua aneh sendiri.” R2W1k. 534-545hal. 53 “Sebenarnya ga keluar kota juga ga masalah si, Cuma yang sering ribut itu si kecil, orang lain kalo libur bisa jalan-jalan ke luar kota kok gua tetap di rumah aja, itu aja si, ya w dengerinnya juga agak kasian juga si.” R2W3k. 60-67hal. 81 Hal lain yang tidak bisa dilakukannya tanpa pasangannya adalah ketika ada barang-barang di rumah yang rusak seperti barang elektronik. Marissa harus mengumpulkan barang-barang yang rusak lalu menyuruh orang yang bersedia membantu memperbaiki barang-barang yang rusak tersebut. Barang-barang rusak kadang-kadang membuatnya merasa jengkel tapi reponden harus merelakan keadaan seperti itu. “Ya itu satu, yang lain, terutama ini ya. Alat-alat rumah kalo rusak w ga bisa perbaiki, sehingga w harus suruh orang, kalo suruh orang pun harus dikumpul dalam jumlah banyak baru bisa, kalo dikit-dikit ga ada yang mau, nah itu aja lo yang ga bisa w lakukan, pokoknya yang sulit-sulit la barang-barang di rumah yang rusak itu kendalanya di situ, terutama yang listrik, itu kendalanya besar sekali. Antena juga gitu, antena tv, ya relain lo kalo nonton tv agak burem-burem, karena ga tau gimana perbaikinya.” R2W3k. 40-57hal. 81 “Kalo mengenai alat-alat rumah yang ga bisa diperbaiki, kadang-kadang w merasa jengkel juga. Uda rusak ga bisa diperbaiki ya jengkel juga. Ya gitu la, kadang suka ngeluh juga ama suami, ni barang-barang uda pada rusak, suru orang perbaiki tapi ga ada yang mau gitu kan, jadi harus minta tolong ama orang itupun harus dia punya waktu , ada yang mau.” R2W3k. 87-79hal. 81 Universitas Sumatera Utara Marissa merasa dirinya menjadi individu yang lebih baik dalam beragama sejak tidak tinggal bersama pasangannya. Ia dulunya memang mempunyai agama, namun ia merasa dirinya melakukan ritual keagamaan tanpa memahami dan mendalami maknanya. Marissa mengaku dulunya beberapa kali ke vihara saat diajak ibu mertua, namun setelah ibu mertuanya meninggal, dirinya tidak pernah lagi ke vihara. Marissa yang dirinya kurang memahami makna dari ibadah yang dilakukannya menjadi merasa dirinya tidak menyadari dan tidak mengoreksi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik. “Emm, rutinitas ya sembahyang gini aja si, gua ga tau omongnya, waktu suami ada di rumah, gua Cuma sembayang, pokoknya Ti Gong, De Zhu Gong gitu aja la yang gua tau, sama sembayang yang di Irian Barat. Gua ga pernah ke vihara.” R2W2k. 4-12hal. 62 “Waktu mertua cewe masi idup gua pernah sembayang ke vihara. Waktu mama mertua gua uda meninggal, gua ga pernah ke vihara lagi. Tapi jalani aja gitu, adat-istiadat orang Chinese gitu aja lo. Ga ada spesialnya si.” R2W2k. 22-37hal. 62 Ia masih melakukan rutinitas keagamaan tanpa memahami maknanya di awal perpisahannya dengan pasangannya. Marissa merasa dirinya memang belum banyak berubah, namun dirinya menjadi selalu berusaha untuk memahami dan mengerti bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. “Ya pertama kali si juga gitu, rutinitas. Tapi terakhir-terakhir setelah gua ada sering, memang ga sering-sering kali sih, tapi ada ke vihara gitu kan dan gua mulai mengerti dan mulai tau, apalagi di TV kan ada film DAAI itu kan, gua nonton, dari situ gua mulai tau, jadi orang itu harus gimana. Ya memang ga bisa merubah si, tapi ya tetap berusaha, maksudnya bisa tau, kita harusnya gimana terhadap keluarga kita, terhadap sekeliling terhadap orang lain.” R2W2k. 40-56hal. 63 “Mungkin di situlah perubahannya, gua jadi merasa mungkin mengarah ke arah yang lebih baik.” Universitas Sumatera Utara R2W2k. 57-60hal. 63 Marissa merasa dirinya lebih yakin dan percaya pada agama yang dianut dan merasakan beberapa perubahan dalam dirinya seperti, dirinya berusaha untuk aktif menjalankan agama. Ia juga merasa senang ketika melihat anaknya juga suka memperlajari agama dan beribadah ke sekolah minggu sehingga ia merasa tidak berat mengajarkan agama kepada anaknya. “Kayaknya sekarang lebih yakin la gitu. Kalo sekarang u nanya ama gua, u yakin sama agama Buddha? Gua yakin banget, gua uda mantap di agama Buddha. Kalo dulu ditanya lu agama apa? Gua agama Buddha tapi Cuma KTP doang. Na sekarang gua memang blom disahkan jadi agama Buddha tapi gua berusaha mempelajari dan mengerti, tapi gua ga pernah lepas bahwasanya ah gua Buddha kan uda di KTP jadi gua ga usa aktif, gua sekarang berusaha untuk bisa, meskipun ga sering-sering tapi gua berusaha untuk bisa, setidaknya untuk mempraktekkannya.” R2W2k. 73-92hal. 63 “Kayaknya jadi lebih bagus la, anak gua juga e lebih bagus, ee lebih tau, setiap minggu ke sekolah minggu, bergaul dengan umat Buddhis, dia tau dia harus bagaimana. Uda mengerti juga, dan dia suka, dia suka kalo ke vihara, bagi gua kalo anak uda suka, jadi gua juga uda ga punya beban.” R2W2k. 96-105hal. 64 Kepercayaannya terhadap agama membuat dirinya untuk tidak berpikiran negatif mengenai pasangannya. Ia merasa dengan mempelajari agama memberikan ketenangan dan ikhlas menyerahkan hidup dirinya dan pasangannya ke dalam tangan Tuhan. “Jadi apa ja, jadi pikiran gua aja, makanya lama-lama gua dari situ gua berusaha mendalami agama, sering setidaknya berusaha membaca Parrita yang bisa memberikan ketenangan, dan gua jadi ga negative thinking, gua berusaha mengikuti ajaran agama Buddha, berpikir yang positif makanya hasilnya akan positif, kalo setiap hari berpikir suami gua kayak gini. Mungkin suatu hari suami gua memang jadi kayak gini.” R2W2k. 173-187hal. 65 Universitas Sumatera Utara “Tuhan yang menentukan la itu. Gua Cuma berusaha positif aja” R2W2k. 201-204hal 66 Marissa yang tidak tinggal bersama pasangannya kadang-kadang merasakan beberapa masalah dari pernikahan jarak jauh ini. Ia kadang-kadang merasakan kepercayaan kepada pasangannya yang semakin berkurang karena pengaruh dari perkataan dan pendapat orang lain mengenai pernikahan jarak jauh, namun meskipun begitu, ia tidak pernah menceritakan masalah itu kepada pasangannya karena hanya dapat membuat pasangannya tersinggung dan memicu pertengkaran. “Kadang-kadang bisa terjadi krisis kepercayaan juga ya. Agak-agak lama gitu ya. Sebenarnya kita karna tinggalnya jauh gitu kan orang di sekeliling bilang, aduh tinggalnya segini jauh nanti begini-begini, nanti disana juga begini-begini.” R2W2k. 110-118hal. 64 “Ga la, kalo itu ngundang pertengkaran aja itu. Kan itu kan pikiran jelek kita sendiri, kalo kita bilang kan berarti kita mencurigai dia. Dia akan tersinggung, jadi gua ga pernah mau omongin.” R2W3k. 93-99hal. 82 “Ya waktu orang bilang itu kita ada pengaruh juga.” R2W2k. 129-131hal. 64 “Iya di pikiran aja, pas orang lain bilang... ya betul juga ya, gimana kalo kejadian kayak gitu, kadang mempertanyakan pada diri sendiri, ga pernah gua omongin ke suami, pertama dia pasti marah ya kan? Kita kan ga percaya sama dia, gua juga seandainya dibalikin sama gua dengan pertanyaan seperti itu gua juga marah ya kan.” R2W2k. 160-171hal. 65 Marissa memang tidak menceritakan masalah tersebut kepada pasangannya, namun ia memikirkan masalah itu sendirian. Ia akhirnya merasa stres dan lelah terus memikirkan hal itu, sehinga akhirnya memutuskan untuk percaya saja pada pasangan. Marissa menyikapi masalah ini dengan tidak Universitas Sumatera Utara memikirkannya lagi dan berusaha mencari kesibukan lain. Ia berusaha berpikir positif dengan berpikir bahwa pasangannya pergi untuk keluarga juga. “Tapi lama-lama gua pikir, kalo gua pikirin terus, yang ada lama-lama gua ribut. Gua stress, ya uda la gua percaya aja, gua berusaha percaya dia aja.” R2W2k. 133-138hal. 65 “Ga gua pikirin. Yang penting gua cari kesibukan lain. Ga pernah gua ambil berat masalah-masalah kayak gitu. Gua ga mo jadiin beban dalam pikiran gua, stress jadinya. Karna gua pikir masi banyak yang harus gua kerjakan. Kalo dipikir aja tuh ga ada penyelesaiannya.” R2W2k. 147-155hal. 65 “Pokoknya u pergi, gua sekarang tau prinsipnya, u pergi ya u tetap suami gua juga si, setidaknya u pulang u masi tau kalo u masi punya keluarga, sejauh ini ya dia penghasilannya dia tetap kirim pulang.” R2W2k. 121-128hal. 64 Setiap masalah yang ada padanya selalu ia selesaikan sendiri. Marissa sangat jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain, kecuali ia merasa masalahnya tidak terlalu berat dan aman untuk diceritakan. Ia kadang-kadang merasa agak berat karena dirinya tidak tahu harus menceritakan kepada siapa dan ia hanya bisa menunggu sampai amarahnya mereda lalu melupakan masalahnya sendiri. “Ga ada, gua simpan ampe lama kan, trus gua rasa masalah gua bisa gua ceritain, ya gua ceritain lo ke kantor, itu si masalah yang ringan lo, tapi kalo masalahnya yang lebih pribadi ya uda gua simpan aja sendiri, ga pernah gua ceritain ke orang, terutama ke keluarga, ga pernah gua ceritain. Bagaimana hubungan gua ama suami gua, bagaimana hubungan gua sama mertua gua, ga pernah gua ceritain. Ya kecuali yang uda tau ya baru gua ceritain, itupun sebatas yang gua rasa bisa diceritain aja.” R2W3k. 155-172hal. 83 “Ya agak berat si, tapi e terakhir pokoknya masalahnya selesai la, ga tau gimana lagi. Em gimana ngomongnya ya, susah juga ngomongnya, pokoknya agak-agak berat la gitu aja, karna harus diselesaikan sendiri, juga ga pande mo ngomong ma sapa.” R2W3k. 143-152hal. 83 Universitas Sumatera Utara “Iya. Ee gimana ya. Lama-lama gua juga lupa, gua orangnya jengkelnya juga bentar aja, paling gua jengkel pun untuk saat itu, paling lama pun satu minggu uda lewat itu uda ga lagi. Gua pun uda lupa, apalagi kalo gua ketemu pas mungkin pas w ketemu teman w bisa enjoy gitu kan, tapi habis itu gua ingat lagi. Paling lama 3 hari gua da lupa semua, kecuali gua betul- betul dimarahin atau agak-agak sedih mungkin bisa satu minggu, paling ya dua hari misalnya orang yang marahin gua, misalnya suami gua, habis 2 hari dia uda baik-baik ma gua ya uda gua lupain, gua uda lupa. Gua ga nyimpannya lama-lama.” R2W3k. 120-139hal. 82 Krisis kepercayan memang menjadi masalah bagi Marissa secara pribadi. Ia mengaku pernah memikirkan kebutuhan pasangannya yang tidak tinggal bersamanya, namun ia mengaku tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu pasangannya. Marissa mengatakan tidak bertanya dan tidak ingin tahu mengenai bagaimana pasangannya memenuhi kebutuhan seksual ketika tidak tinggal bersama karena ia tidak ingin stress dan sedih. Marissa hanya bisa menasehati pasangannya untuk menjaga diri baik-baik meskipun ia merasa sangat wajar jika akhirnya pasangannya mencari wanita lain untuk melepas kebutuhan tersebut asalkan pasangannya tidak berencana menikahi wanita tersebut. “Gua ada pikirkan? Ada si, tapi mau gimana? Tapi kalo dibilang cewe mungkin masi bisa tahan, tapi kalo cowo gua juga ga tau. Terserah dia la mau gimana lagi. Mau gua pikirin gua juga ga bisa bantu dia, cara dia nyelesainya gimana gua juga ga tau dan gua juga ga perna nanya.” R2W2k. 755-764hal. 78 “Gua juga ga tau, pokoknya gua prinsipnya gini, saat ini suami gua ga ada di sini jadi gua berharap dia ga buat yang aneh-aneh, tapi gua juga ga mau terlalu memaksa, karna laki-laki lebih fokus ke sana gitu, jadi gua juga ga mo nanya terlalu banyak, gua juga ga mau tau. Gua ga mau tau u ngapain di sana, jadi kalo kita tau, kita jadi stress aja, jadi gua anggap gua ga tau.” R2W3k. 510-522hal. 91 “Ya paling gua sering bilang, ya u tau-tau diri aja la sendiri di sana gimana dan secara jujur kalo misalnya dia ada mencari orang untuk melepas nafsunya, gua juga ga akan marahin dia, kecuali sampai dia berencana Universitas Sumatera Utara untuk menikahi orang itu, kalo untuk numpang lewat gitu gua ga keberatan, selama dia ga ada sama gua ya.” R2W3k. 528-539hal. 91 Marissa memang mengatakan bahwa dapat menerima jika pasangannya berbuat curang, namun dirinya tidak pernah mengatakan kepada pasangannya bahwa dirinya setuju jika pasangannya berbuat demikian. Marissa hanya berusaha untuk menerima keadaan ini meskipun ia sebenarnya tidak rela. Pasangannya pernah mengatakan bahwa dirinya setia padanya tapi Marissa tidak tahu apakah hal itu benar ato tidak. “Kalo dia tinggal di sana secara jujur gua ga perna larang dia, tapi ga pernah ngomong sama dia juga, kalo ngomong sama dia kan berarti gua acc, tapi dalam hati gua kalo pun dia memang benar sama orang lain di saat jarak di sini jauh, gua juga ga protes,” R2W3k. 540-549hal. 91 “Berusaha menerima aja, ya kalo membayangkan dan memikirkannya agak-agak ga rela ya, ya gimana lagi, kalo gua bilang u ga boleh gini-gini, dia bilang iya, tapi dia di luar tetap melalukan ya sama aja, perasaan ga rela itu pasti ada, perasaan egois, karna gua juga dalam tanda kutip, u ada ato ga, gua ga mo permasalahkan dalam catatan jangan sampai u bilang ada orang ketiga, gitu aja. Yang penting u pulang u tetap cari gua ya uda gitu aja.” R2W3k. 565-579hal. 92 “Susah juga guabilangnya, karna gua juga ga pernah nanya. Apa dia pernah ato ga, gua ga tau, meskipun kadang-kadang dia pernah bilang seakan-akan dia ga, dia perna ngomong-ngomong gitu, tapi itu benar ato ga, gua juga ga tau. Ya uda la ga apa-apa lah. Yang penting u pulang, u suami gua, ya uda gitu aja.” R2W3k. 552-562hal. 92 Ia merasa sedih karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual pasangannya ketika pasangannya tidak tinggal bersamanya. Marissa sendiri kadang-kadang merasa sedih pada diri sendiri karena tidak bisa melakukan Universitas Sumatera Utara aktivitas seksual seperti pasangan suami istri yang telah menikah, ia bahkan merasa kurang normal. “Yang sedihnya di saat dia butuh tapi kita ga bisa dampingi, dan ga bisa memenuhi apa yang dia mau” R2W2k. 770-773hal. 78 “Agak sedih juga si, harusnya kan kita uda menikah, uda berkeluarga, untuk saat ini kok perasaannya agak-agak lain daripada yang lain lo, terus terang perasaan gua kayak kurang normal aja gitu.” R2W2k. 735-741hal. 78 Marissa berpikir bahwa seorang wanita jarang mengingat kebutuhan seksualnya kalau wanita itu mempunyai banyak kesibukan, sehingga ia berusaha mencari kesibukan untuk diri sendiri supaya tidak memikirkan masalah seksualnya. Ia kadang-kadang merasa senang dapat istirahat dengan baik tanpa diganggu pasangannya karena aktivitasnya saat itu yang cukup padat sehingga membantu dirinya untuk tidak memikirkan kebutuhan seksualnya. “Em karna gua sibuk, gua pun jarang memikirkannya, meskipun kadang- kadang masih bisa terpikirkan juga. Ya kalo terpikir harus sekian lama gua nunggu ya sedih lo. Sedih banget pun, tapi kadang karna gua uda terlalu sibuk pulang setiap hari pun kalo uda di tempat tidur pun kayaknya uda sangat nyaman gua langsung tidur.” R2W3k. 462-473hal. 90 “Kadang gua senang juga kayak gitu ga ada suami gua jadi gua mo puas- puas tidur juga bisa, itu aja lo. Ya ada plus minusnya la, saat kita butuh dia ga ada, saat kita capek ga ada yang gangguin, gua sangat bersyukur lo gua bisa mo gimana.” R2W3k. 473-481hal. 90 “Tapi gua rasa kalo untuk perempuan pada umunya, gua si ga, itu sebenarnya aktivitas seks itu kita teringat kalo kita kurang kerjaan. Duduk melamun, nah itu pun bisa teringat.” R2W3k. 484-490hal. 90 Universitas Sumatera Utara “Dan gua pun uda terlalu sibuk layani anak gua segala macam jadi gua jadi ga sempat ingatnya lagi, karna gua tiap hari da capek sampe tempat tidur gua pun uda tidur” R2W3k. 490-495hal. 90 Marissa dan pasangannya saat ini dikaruniai seorang anak perempuan. Pasangannya merencanakan untuk menambah satu orang anak lagi, tapi Marissa merasa dirinya tidak muda lagi untuk melahirkan seorang anak. Ia tidak menolak ataupun menerima keinginan pasanganya, namun ia ingin melihat kondisi diri dan keluarganya nanti. “Kalo gua si ga ada rencana, tapi suami gua si maunya kalo bisa tambah satu lagi. Kalo gua si liat aja nanti gimana. Kondisi gua nantinya la, karna umur gua juga uda ga muda.” R2W2k. 745-750hal. 78 Marissa tidak merasakan adanya masalah dalam mengurus anaknya, karena ia merasa anaknya merupakan anak yang baik. Ia juga mengatakan bahwa anaknya merupakan anak kesayangan pasangannya, bahkan pasangannya lebih menuruti permintaan anaknya dibandingkan permintaan Marissa sendiri. Ia merasa anak mereka menjadi perekat hubungannya dengan pasangannya dan merasa bahwa setelah mempunyai anak, dirinya dan pasangannya menjadi lebih bisa bekerja sama dalam menjalani kehidupan keluarga. “Eemmm... yang menjadi masalah? Kayaknya ga ada, jadi gua ga tau.. hahaha. Kayaknya ga ada si. Ya makanya anak gua ya nurut, pengertian, jadi gua ga tau masalahnya di mana.” R2W1k. 787-795hal. 59 “Malahan gua rasa, ada dia, kami lebih deket lagi. Karna bagi papinya dia adalah segala-galanya. Anak kesayangan, walaupun dia jauh, tapi dia sayang banget. Segala permintaannya, segala omongannya lebih mempan daripada omongan gua... nah itu dia, dia sayang banget. Jadi memang waktu belum punya anak kami ga pernah ribut si. Cuma ya setelah punya anak, kami jadi bisa lebih bekerja sama. Lebih merasa kita harus menjalani dan menjaga agar keluarga ini jadi lebih baik.itu aja.” Universitas Sumatera Utara R2W1k. 878-894hal. 61 Marissa saat ini mengambil semua peran dalam hal pengasuhan anak, baik dalam mengurus kebutuhan, peraturan sampai segala macam les untuk anak mereka. Kewajiban pasangannya dalam mengurus anak diberikan kepada Marissa karena pasangannya merasa Marissa-lah yang memahami anak mereka karena selama ini anak tinggal dengannya, meskipun begitu, pasangannya tetap menasehati anak mereka ketika anak mulai tidak patuh kepada Marissa. “Ya untuk saat ini semuanya gua yang ambil la, mana ada lagi. Haha, ga ada pembagian peran lagi, karna anaknya masi kecil papinya uda pergi kerja kan, jadi ya sejauh ini ya gua yang urus semua, dari segala macam peraturan dari segala macam les, semua gua yang atur semua la, ya papinya bilang pokoknya u yang atur la, u yang tau la.” R2W1k. 644-655hal. 56 “Cuma kadang lewat telfon dia da kasi tau juga, u kan sama mami di rumah, jadi u harus ikut omongan mami, gitu aja. Kadang lewat telfon ada si dikasi tau ataupun kadang dia uda mulai malas belajar, kalo sama gua kan mungkin da terlalu sering bersama , jadi dia agak membal juga ngomongnya gitu, jadi papinya bilang sama dia, u harus rajin belajar,gini- gini. Ya katanya, nanti dia jalani.” R2W1k. 663-675hal. 56 Marissa merasa anaknya tidak pernah rewel meminta untuk dibelikan barang apapun, namun anaknya akan meminta berbagai macam les untuk dirinya sendiri. Marissa mengizinkan anaknya untuk mengambil berbagai les yang diinginkan anaknya tetapi juga akan memberhentikan les tersebut jika suatu saat anaknya stress atau kelelahan. Aktivitas anak responden yang padat membuat kesempatan pasangannya untuk berkomunikasi dengan anak semakin lebih kecil. “Sekarang si kan kalo chatting kalo dia punya waktu dia bisa, sekarang bukan dia yang ga mau ngomong sama anaknya. Anaknya yang ga punya waktu ngomong sama bapaknya ya kan.” R2W1k. 504-511hal. 53 Universitas Sumatera Utara “Jadi dia kalo ngomong ama anak paling seminggu sekali. Itu pun kalo anaknya yang ada waktu. Karna kan pas dia telfon anaknya masi di vihara, nanti agak sorean dikit telfon anaknya uda mo ke les, jadi ngomongnya 15 menit, kadang ya 5 menit, ya gitu la.” R2W1k. 516-525hal. 53 “Jadi dia ga perna minta, dia Cuma nanya, mami gua pengen ini, boleh ga? Trus w bilang ga boleh, kita bukan orang kaya ga bisa beli itu. Ya uda lo mami ga apa-apa. Dia ga pernah minta yang sampai merengek-rengek itu. Ga pernah, makanya gua bilang dia anak yang baik. Anakyang paling baik dia, gua ga tau kalo anak gua yang berikutnya bisa kayak dia ga.” R2W1k. 628-639hal. 55 “Dia yang minta sendiri. Gua ga pernah maksa dia les, gua Cuma mengharuskan dia les Inggris sama Mandarin. Yang lainnya gua ga pernah maksa, malahan dia minta les di hari sabtu di hari minggu gua yang keberatan. Gua bilang u kapan di rumahnya, ga apa-apa lah katanya.” R2W1k. 587-596hal. 55 “. Ya gua bilang si kalo mo les ya les lo, tapi kalo u stress, u berhenti aja lo. Tapi sejauh ini dia enjoy aja.” R2W1k. 600-603hal. 55 Ia tidak merasa berat meskipun hanya dirinya sendiri yang bisa menjaga anaknya karena ia merasa hal itu merupakan kewajiban dirinya sebagai ibu. Marissa juga merasa seorang ibu lebih cocok dan mampu mengurus anak lebih baik daripada seorang ayah. “Gua si ga capek banget, karna gua merasa itu memang kewajiban gua, suami bisa merawat anak berapa lama? Ya kan? Ya sama aja, dia di sini juga pergi kerja, sampe malam, kayaknya suami gua hanya sekedar melihat gitu aja, jadi ya untuk tanggung jawab anak ke gua si ga masalah. Ga ada bebannya sama sekali. Karna gua merasa itu kewajiban gua.” R2W1k. 863-874hal. 60 “Kalo soal anak ga beban si sama gua ya, karna gua merasa gimanapun seorang mama lebih cocok jaga anak daripada seorang papa, ya kan, walaupun mungkin gua ga termasuk mama yang terlalu sabar, tapi mungkin lebih baik daripada bapak yang jaga anak.” R2W3k. 229-238hal. 85 Universitas Sumatera Utara “Pada kenyataanya sekarang, kebanyakan kan bapak yang, gimana ya, memang suami istri di rumah, suaminya jaga anak, tapi itu Cuma figuran aja, sebenarnya jaga anak juga ga, kebanyakan mamanya yang urus jadi kalo soal anak sama gua ga ada masalah.” R2W3k. 238-247hal. 85 Marissa biasanya tidak meminta bantuan dari keluarga pasangannya karena pasangannya tidak mempunyai saudara perempuan dan hanya mempunyai satu adik laki-laki yang sudah berkeluarga dan tinggal bersama ayah mertuanya, ia biasanya meminta bantuan pada saudaranya meskipun adiknya tinggal di luar kota. Marissa merasa saudara-saudaranya sangat peduli dan sayang dengan anaknya. “Gua cuma bisa minta tolong dari keluarga gua, ga mungkin gua minta tolong sama keluarga suami gua. Karna keluarga gua ga ada yang perempuan, semuanya laki-laki, jadi sapa yang mau nolongin gua.” R2W1k. 822-829hal. 60 “Kakak ipar sapa yang mau coba? Orang punya keluarga masing-masing. Kalo kita harapin ipar susah kan? Suami gua ga punya adik atau kakak perempuan, semuanya laki-laki.” R2W1k. 831-836hal. 60 “Gua telfon adik gua, untuk datang ke Medan buat jaga dia.” R2W1k. 816-819hal. 59 Marissa merasa hubungannya dengan keluarga pasangannya tidaklah begitu dekat tapi masih bisa berhubungan dengan baik. Ia tidak mau mencampuri urusan keluarga pasangannya, tapi meksipun begitu ia tetap memperhatikan dan menjaga ayah mertuanya ketika sedang sakit. “Emm dengan keluarga pasangan ya lancar-lancar aja si, tapi kalo dekat sekali juga ga, kalo mo ngomong kayak gua ama keluarga gua sendiri si ga bisa, Cuma sebatas relationship la hubungan keluarga kayak gitu.” R2W2k. 453-460hal. 71 Universitas Sumatera Utara “Gua ga perna mau ribut, ga mo cari masalah ama orang, ga pernah la. Gua ga mo tau urusan keluarga suami gua itu mau gimana. Ga tau, pokoknya ya papanya sakit gua datang, waktunya kira-kira brapa lama gua harus pergi, gua pergi.” R2W2k. 478-486hal. 72 “Kadang bapaknya sakit, malah gua yang harus ke sana bantuin lagi.” R2W1k. 853-855hal. 60 Hubungan Marissa dengan teman-teman sekolahnya sudah tidak begitu lancar karena kurangnya waktu untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Ia juga tidak terlalu dekat dengan teman kantor karena selain teman-teman kantor yang jauh lebih muda darinya, kebanyakan teman kantornya juga masih belum berkeluarga, selain itu juga dikarenakan teman-teman Marissa merasa Marissa lebih loyal dalam berbelanja, sehingga teman-teman kantornya tidak bisa mengikuti pola berbelanjanya. “Uda ga ada semua si, agak-agak lama sekali baru ada, karna waktu gua juga ga ada untuk bertemu dengan mereka, jadi waktu mau telfon, gua juga sibuk.” R2W2k. 494-499hal. 72 “Teman kantor gua tuh ga banyak, da itu mungkin gini ya, yang sebaya gua tuh ga ada, banyakan tuh yang dibawah gua. Jadi ga mungkin gua samperin orang itu, kadang-kadang aja gitu. Ga ada yang sebaya gua, semuanya masih 20an, yang mendekat 30 ada, tapi pun ga gt apalah, soalnya mungkin gua kan lebih suka belanja, suka jajan, mungkin keluarkan uang gua.jadi kalo gua ajak kemana-mana pun mereka uda takut sendiri.” R2W3k. 179-193hal. 84 Ia kadang-kadang bahkan harus menolak ajakan teman yang bersyarat tidak bisa membawa anak karena menurutnya, bukannya tidak menghargai, namun karena keadaannya saat ini tidak memungkinkan baginya untuk tidak Universitas Sumatera Utara membawa anak. Marissa hanya akan menerima ajakan teman dalam keadaan yang penting dan akan menitipkan anaknya pada teman lain. “Gua relain, karna kalo ajakan teman, bukan berarti gua ga menghargai ya, soalnya memang keadaan w seperti itu. Gua terima aja, sory la gua ga bisa kalo ga bawa anak, dan kalo memang ada keperluan yang sangat mendesak, gua titip lo sama teman yang lain dan gua pergi, dan kalo pergi untuk bermain untuk enjoy aja gua lebih sering ga pergi.kecuali gua bisa bawa anak gua.” R2W3k. 263-276hal. 85 Marissa merasa baik-baik saja ketika berinteraksi dengan teman-teman tanpa kehadiran pasangan karena beberapa teman yang masih belum berkeluarga, namun ia kadang-kadang merasa kesepian ketika berinteraksi dengan teman- teman bersama keluarga teman. Ia juga merasa tidak ada pengaruh dengan ketidakhadiran pasangannya dalam hal penerimaan keluarga terhadap dirinya, bahkan ayah mertuanya lebih memberikan perhatian kepadanya dan anaknya daripada sebelum pasangannya bekerja di luar negeri. “Ya ga merasa kekurangan si, karna teman gua juga belum punya keluarga. Haha jadi ga terasa, blom married. Ya kalo yang uda married kadang bisa si, tapi gua ga gitu sensitif la, gua uda gimana ya, uda commit la pas pertama suami gua mau berangkat, gua ga mo cengeng banget dengan masalah kayak gini.” R2W2k. 512-522hal. 73 “Keluarga pihak suami gitu?ga, justru malahan gua rasa... ga si malahan gua rasa kadang-kadang mereka terutama mertua gua ya agak kasi-kasi perhatian, dulu waktu ada suami dia agak cuek gitu, masa bodo, mau jungkir balik juga terserah, sekarang mungkin karna suami gua ga ada, jadi dia kasi nasehat gua harus baik-baik jagain dia.” R2W2k. 538-549hal. 73 Marissa diterima dalam keluarganya sendiri karena ia merasa orang tuanya merupakan orang yang realistis dan mendukung tujuan dari perpisahan sementara Universitas Sumatera Utara dengan pasangannya. Ayahnya memberikan kebebasan penuh kepadanya untuk menentukan jalan hidup keluarga dan dirinya. “Karna keluarga gua orangnya juga easygoing semuanya. Papa gua ya uda, kami kan satu keluarga mungkin pemikirannya lebih realistis ya, kalo memang harus ee kehidupannya kalo tujuannya untuk mencari masa depan ya okay aja. Papa gua juga ga pernah menentang kalo suami gua kerjanya harus gitu jauh, ga pernah, marah gitu ga pernah, papa gua orangnya easy going banget. Terserah kalian mau gimana yang muda, pokoknya keluarga kalian baik-baik aja.” R2W2k. 556-572hal. 74 Keuangan keluarganya saat ini dirasa baik dan ia juga merasa lebih tenang karena ia dan pasangannya telah berhasil mengumpulkan modal untuk usaha dan simpanan untuk masa depan, meskipun kadang-kadang juga memikirkan tentang keberhasilan usaha yang akan dirilis mereka. “Emm saat ini termasuk baik la ya. Setidaknya uda punya modal jadi ya uda lah cukuplah, ga kekurangan si, kalo mau dihambur-hamburkan mau brapa juga ga cukup. Pokoknya kalo modal sedikit banyak untuk usaha kecil-kecillan uda punya, jadi gua juga uda agak tenang lo.” R2W2k. 238-247hal. 67 “Memang kadang kepikiran juga si, usaha belom di mulai, ga tau ke depannya gimana.” R2W2k. 248-256hal. 67 Penghasilan Marissa biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan penghasilan pasangannya disimpan untuk modal usaha. Pasangannya menyerahkan urusan keuangan kepadanya, namun ia tetap memberitahukan pasangannya jika ingin menggunakan uang mereka dalam jumlah yang besar dan yang tidak umum. Ia mengelola pengeluaran sehari-hari namun untuk memberi beberapa barang yang lebih mahal, biasanya merupakan saran dan izin dari pasangannya. Marissa juga tidak kewalahan mengurus Universitas Sumatera Utara pengeluaran anak mereka karena anaknya tidak pernah meminta untuk dibelikan apa-apa namun untuk beberapa berbagai jenis les membuatnya lebih banyak menghabiskan banyak biaya untuk pendidikan anaknya. “tapi kalo sekarang penghasilan gua buat biaya rumah tangga, penghasilan suami gua simpan buat eee bisnis lo, usaha.” R2W3k. 650-654hal. 76 “Kalo saat ini semuanya diserahin ke gua sih.” R2W2k. 263-264hal. 67 “Ee kalo untuk biaya sehari-hari ga, tapi kalo untuk beli yang mahal ya tapi kebanyak yang mahal gua ga pernah mau beli, kebanyakan suami yang maksa suru beli, u harus beli ini ini, gini-gini. Jadi yang mahal-mahal atas izin suami juga sih, mungkin pas orangtua gua lagi sakit, gua butuh duit, gua bilang dulu.” R2W2k. 267-277hal. 67 “Setidaknya uang yang gua pake dan dalam jumlah besar dan tidak umum itu gua kasi tau gitu.” R2W2k. 279-282hal. 68 “Dia ga pernah ribut mau beli ini beli itu. Yang ada gua belikan dia ambil gua belikan dia ambil, kayak gitu aja. Ga pernah protes apa yang gua beli, mau murah mau mahal dia ga pernah pilih yang mahal waktu kita suru dia milih.” R2W2k. 393-400hal. 70 “Ya dia ngerti tapi kalo soal les dia ga mau tau. Dia ga pernah nanya mami uangnya ada ga. Ga mau tau. Mami gua mau les ini. Orang les sempoa dia pengen, orang les menggambar dia pengen, pengen piano uda gua stop, gua bilang lu pengen kantong gua uda ga sanggup, kan gua rasa piano ga gitu.” R2W2k. 402-411hal. 70 Marissa mengakui dirinya dan pasangannya sama-sama merupakan orang yang keras kepala dan egois, ia bahkan merasa tidak ada perbaikan dari masing- masing pihak mengenai hal ini. Ia berusaha untuk tidak bertengkar di telepon karena merasa harus memanfaatkan waktu bicara yang singkat itu dengan sebaik- baiknya. Universitas Sumatera Utara “Sama-sama keras kepala, jadi ya kalo uda berdebat gitu mungkin kadang gua harus gini, dia harus gitu, na itu lah itu aja yang jadi masalah, sama- sama keras kepala.” R2W2k. 582-587hal. 74 “Ada dong, gua merasa justru ga ada perbaikan karna jaraknya jauh. Tapi kadang mungkin kebanyakan saling mengalah juga ya, tapi ga tau nanti kalo uda bareng lagi, gua ga tau lo. Karna jarak jauh aja ditelfon blom berantem aja gua juga uda capek. Jadi biasanya kalo gua dua kesel ya gua matiin, uda kesel juga matiin, apa yang mau gua mau di perdebatkan, jadi kebanyakan mengalah.” R2W2k. 590-603hal. 74 “Kan aneh, ga ketemu, sementara ngomong di telfon ee, hanya punya waktu beberapa jam untuk ribut di telfon kayaknya sia-sia kan? Itu aja si.” R2W2k. 214-219hal. 66 Sifat keras kepala Marissa dan pasangannya kadang-kadang dapat memicu pertengkaran. Ia merasa dirinya lebih banyak mengalah jika ia merasa situasi tersebut dapat memicu pertengkaran. “Adu mulut lo adu mulut, diam-diaman gitu abis itu uda baik lo.” R2W2k. 606-608hal. 75 Marissa tidak suka bertengkar dengan pasangannya karena Marissa sendiri merupakan orang yang suka berbagi dengan pasangannya dan merasa tidak enak kalau ia lagi menceritakan masalah tapi pasangannya tidak mendengarkan karena sedang marahan. “Ya gua mengalah aja lo, gua rasa situasinya uda buruk,ini bakalan perang kalo gua lanjutin ya gua mundur. Walaupun kesal ya gua mundur dan gua berusaha memulai la komunikasi yang baik.” R2W3k. 301-308hal. 86 “Ya kalo dalam situasi yang ga jelas sapa benar salah, kebanyakan w yang ngalah, tapi kalo dalam situasi yang jelas-jelas dia yang salah, dia ga pernah ngotot lagi, dia diam aja.” R2W3k. 311-317hal. 86 Universitas Sumatera Utara “Ya iyalah, gua orangnya ga suka didiamin gua risih kalo uda ketemu diam-diam aja, sedangkan kan gua orangnya suka ngomong, banyak kali yang pengen gua ceritain kan tapi ga bisa, uda cerita tapi ga ditanggapi kan ga enak juga ya lama-lama kalo gua uda baikan lo.” R2W3k. 346-355hal. 87 Marissa dan pasangannya memang sama-sama keras kepala, namun ia merasakan bahwa pasangannya adalah orang yang perhatian dan memberikan kebebasan kepadanya ketika tidak tinggal bersama. “Perhatianya walaupun sekarang jauh, gua rasa perhatianya tetap sama.” R2W3k. 292-294hal. 86 “Dia mau juga si dengerinya, makanya dia juga tau masalah gua di kantor tuh seperti apa, dan dia suka dengerin gini-gini, dia orangnya juga suka ngomong kok, cerewet juga tuh.” R2W3k. 358-362hal. 87 “Ga, dia kalo sama gua ga pernah menuntut banyak. Pokoknya lu mau ngapain lu yang urus. Semuanya lu yang ngurus, dia ga pernah mau maksa gua, lu harus gini, lu ga boleh gini, ga pernah. Gua bilang gua mau sama teman ke mana ya, dia bilang ya uda pergi aja lo. Jadi kalo dia kasi kepercayaan ma gua, gua kenapa ga bisa percaya sama dia.” R2W2k. 222-234hal. 67 Ia mengaku mempunyai peran yang sama sebelum dan sesudah menikah karena pasangannya tidak mengharuskan Marissa melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu rumah tangga pada umumnya. Marissa hanya bertanggung jawab menjaga anak mereka sambil bekerja dan pasangannya bertanggung jawab dalam mencari nafkah. “Kalo sekarang penghasilan gua buat biaya rumah tangga, penghasilan suami gua simpan buat eee bisnis lo, usaha.” R2W2k. 650-654hal. 76 “Gimana baginya, apa yang mo dibagi, hahah. Pembagiannya ma dia cari duit lo kalo gua ya jaga anak dan cari duit tambahan di luar lo.” R2W3k. 366-370hal. 88 Universitas Sumatera Utara Marissa dan pasangannya sama-sama menanggung peran keluarga yang sama, tanpa ada pembagian tugas ketika tinggal bersama, sehingga ketika tidak tinggal bersama ia merasa agak berat dengan peran yang dijalaninya. Marissa juga mengatakan bahwa sebenarnya pasangannya bukan suami yang mengharuskan istri untuk mengurus suami seperti pasangan suami istri pada umumnya, pasangannya tidak mengharuskan Marissa untuk masak di rumah jika Marissa merasa lelah karena bekerja. “Kalo peran di keluarga itu sama-sama si, ga ada pembagian o ini tugas u. Ini tugas gua gitu, pokoknya sapa yang merasa dia bisa lakukan ya dilakukan aja, sapa yang sanggup ya lakukan aja, tidak saling berebut juga tidak saling menolak gitu lo, pokoknya sapa yang bisa sapa yang tangani gitu lo.” R2W2k. 687-697hal. 77 “Ee untuk saat ini si ya, gua si merasa peran gua agak berat.” R2W2k. 701-702hal. 77 “Gimana ya, gua sebenarnyakan peran gua sebelum dan sesudah menikah tuh sama aja, gua juga ga pernah melayani suami gua sediain pakaiannya ininya itu, paling ya nyediain makanan mereka aja, pelayanan yang married betul-betul istri ngurus suami tuh ga ada.” R2W3k. 391-400hal. 88 “Waktu baru married gua ga pernah masak, dia makan di rumah mamanya, atao paling makan berdua di luar, setelah punya anak pun gitu. Suami gua ga pernah maksain jadi istri harus bisa masak seperti itu si ga. Justru dia bilang ngapain masak lagi kalo uda capek, paling kita makan di luar aja. Jadi kalo suami gua ga ngeribet la ga repot, oh gua punya istri harus bisa masak, harus makan di rumah gitu ga. Dia malah sering bilang, orang ga ada di rumah , ngapain masak lagi, bikin jorok rumah lagi.” R2W3k. 414-432hal. 89

3. Gambaran Umum Responden 3