karena hubungan jarak jauh, biaya perjalanan ketika saling mengunjungi dan biaya-biaya kebutuhan kedua rumah yang ditempati masing-masing
pasangan. c.
Kurangnya kehadiran pasangan, terhambatnya kontak nonverbal mempengaruhi keintiman dalam hubungan pernikahan jarak jauh.
d. Munculnya kecemasan dan kekhawatiran pada pasangan termasuk
ketakutan untuk hidup terpisah, perceraian dan perselingkuhan Farrris, 1978. Kekhawatiran ini umumnya muncul pada pasangan yang lebih
muda, namun pada pasangan yang lebih tua lebih banyak mengalami pengalaman takut akan hidup terpisah dan sedikit cemas mengenai
perceraian dan perselingkuhan Gerstel Gross, 1984.
D. KEPUASAN PERNIKAHAN PADA PASANGAN COMMUTER MARRIAGE
Layaknya pasangan suami istri umumnya, pasangan commuter marriage juga mengharapkan kepuasan dalam pernikahan dan mempunyai penilaian
terhadap kepuasan pernikahan. Pasangan commuter marriage umumnya menganut peran gender yang lebih egalitarian dibandingkan yang tradisional dalam
pernikahan. Penelitian menunjukkan bahwa pasangan commuter marriage yang sukses dalam pernikahan adalah pasangan yang menganut peran gender yang
sedikit tradisional dan lebih egalitarian, mereka umumnya mempunyai pendidikan yang baik, dan terikat dalam rencana dan keputusan bersama dalam membuat
perpisahan Anderson Spruill, 1993; Fortysh Gramling, 1987 dalam Stafford,
Universitas Sumatera Utara
2005. Perilaku peran gender yang non-tradisional yang biasanya dianut oleh pasangan commuter marriage adalah suami maupun istri saling berbagi perhatian
terhadap keluarga dan rumah, suami dan istri sepakat bahwa tidak ada pekerjaan mana yang lebih penting dari pekerjaan lainnya.
Pasangan commuter marriage menyatakan bahwa perjalanan yang merupakan bagian dari pekerjaan dapat menciptakan stress tambahan untuk
pasangan mereka, khususnya dengan adanya kehadiran anak dalam keluarga Roehling Bultman, 2002. Kehadiran anak mengurangi peran egalitarian yang
biasanya dianut oleh pasangan commuter marriage Stafford, 2005. Peran non- tradisional ini tidak berlaku ketika salah satu pasangan melakukan perjalanan,
pasangan yang melakukan perjalanan biasanya akan menyerahkan peran mereka yang berhubungan dengan keluarga kepada pasangan lain yang tinggal di rumah.
Pasangan yang tidak tinggal bersama anak-anak dapat fokus pada karir, namun pasangan lain, biasanya istri yang tinggal dengan anak merasakan peran
sebagai orang tua tunggal. Roehling dan Bultman 2002 menambahkan bahwa istri biasanya mengurangi perjalanan yang berhubungan dengan karir jika adanya
kehadiran anak dalam keluarga. Kehadiran anak meningkatkan tanggung jawab dan pembagian kerja menurut gender di rumah sehingga membutuhkan peran
dengan waktu yang intensif dari orang tua. Hal ini dapat menyebabkan peran yang berlebihan dan konflik peran Barnett Hyde, 2001 dalam Roehling Bultman,
2002 serta dapat mempengaruhi performansi di tempat kerja dan di rumah pada pasangan yang tinggal di rumah Roehling Bultman, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Gerstel dan Gross dalam Scoot, 2002 yang menyatakan bahwa usia pernikahan, kehadiran anak, dan durasi perpisahan dan pertemuan kembali karena
pekerjaan memberikan pengaruh yang besar dalam pengalaman menghadapi perpisahan pada pasangan commuter marriage. Penelitian yang dilakukan oleh
Gerstel dan Gross menunjukan bahwa pasangan yang baru menikah tanpa menjelaskan usia pernikahan yang dimaksud, pasangan dengan anak-anak dan
pasangan yang mengunjungi kurang dari dua kali dalam sebulan mengalami kesulitan menangani perpisahan mereka. Semakin lama usia suatu pernikahan,
semakin besar kemampuan pasangan untuk menghadapi masalah yang muncul ketika pasangan tidak tinggal bersama Gerstel dan Gross, 1981, 1982, 1984;
Gross, 1980, 1981 dalam Scott, 2002. Pasangan commuter marriage yang lebih muda dengan anak yang masih
muda dan pengalaman akan perpisahan yang tidak banyak merupakan pasangan yang paling rapuh, namun kebanyakan pasangan yang lebih tua dan mempunyai
banyak pengalaman akan perpisahan dengan pasangan, dapat mencoba untuk beradaptasi terhadap perjalanan dinas karena pekerjaan dan bahkan merasakan
periode yang berturut-turut antara perpisahan dan reuni kembali sebagai suatu hal yang sangat menarik Espino et al., 2002; Morrice et al., 1985 dalam Gustafson,
2006. Jadwal pekerjaan yang lebih fleksibel dan sumber penghasilan yang lebih besar membuat pasangan commuter marriage merasakan kesulitan yang lebih
sedikit Anderson, 1992 dalam Stafford, 2005. Pasangan yang merasakan kesulitan dan tetap mencoba untuk melakukan dinas pekerjaan, semakin merasa
Universitas Sumatera Utara
tidak puas dengan pola hidup seperti itu Groves Horm-Wingered, 1991 dalam Stafford 2005.
E. PARADIGMA PENELITIAN