Deskripsi Data PEMBAHASAN 1. Gambaran Kepuasan Pernikahan Responden 1

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami aspek kepuasan pernikahan maka data akan dijabarkan, dianalisa, dan diinterpretasi per-subjek. Interpretasi akan dijabarkan dengan menggunakan aspek-aspek yang terdapat dalam pedoman wawancara.

A. Deskripsi Data

Penulis melakukan wawancara terhadap 3 orang responden yang dan melakukan wawancara masing-masing sebanyak 3 kali dengan perincian sebagai berikut: 1. Responden I a. Tanggal Wawancara Proses wawancara dilakukan di kantor dan di rumah responden sebanyak tiga kali, dengan rincian sebagai berikut: a. Hari Senin, 23 Februari 2009; Pukul 12.00 – 13.00 WIB. b. Hari Senin, 2 Maret 2009; Pukul 12.45 – 13.05 WIB. c. Hari Minggu, 19 April 2009; Pukul 13.00 – 13.30 WIB. 2. Responden II a. Tanggal Wawancara Proses wawancara dilakukan di rumah responden sebanyak tiga kali, dengan rincian sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Hari Sabtu, 21 Maret 2009; Pukul 11.00 – 11.25 WIB. b. Hari Kamis, 9 April 2009; Pukul 11.00 – 11.25 WIB. c. Hari Jumat, 8 Mei 2009; Pukul 19.30 – 20.10 WIB. 3. Responden III a. Tanggal Wawancara Proses wawancara dilakukan di rumah responden sebanyak tiga kali, dengan rincian sebagai berikut: a. Hari Kamis, 23 April 2009; Pukul 18.00 – 18.30 WIB. b. Hari Senin, 27 April 2009; Pukul 18.30 – 17.00 WIB. c. Hari Kamis, 14Mei 2009; Pukul 19.30 – 19.50 WIB.

B. Analisa Data

1. Gambaran Umum Responden 1

Nama : Putri bukan nama sebenarnya Usia : 27 tahun Urutan kelahiran : 1 dari 3 Masa Pacaran : - tidak melewati masa pacaran Usia menikah : 24 tahun Jumlah anak : 1 orang Suku : Batak Jawa Pendidikan : S-1 Pekerjaan : Pegawai Negeri Lama Commuter marriage : 2,5 tahun Universitas Sumatera Utara Putri bukan nama sebenarnya berusia 27 tahun, ia adalah anak sulung dari 3 bersaudara dari keluarga berdarah Batak dan Jawa. Putri menamatkan pendidikannya S1-nya dengan mengambil jurusan Komunikasi di Univeritas Sumatera Utara dan saat ini Putri bekerja sebagai Pegawai Negeri di Kantor BAPPEDA wilayah Stabat. Putri berusia 24 tahun ketika menikah dengan suaminya. Putri dan pasangannya tidak menjalani masa pacaran, tetapi ia mengaku memang sudah lama mengenal pasangannya sebelum menikah. Putri dan pasangannya adalah tetangga dan merupakan teman sekolah ketika SMP sampai dengan SMA. Saat itu Putri yang baru putus dengan pacar lamanya bertemu kembali dengan pasangannya yang saat itu baru selesai menamatkan pendidikannya. Putri dan pasangannya bertemu kembali dan pada saat itulah mereka merasakan adanya saling ketertarikan antara satu sama lain. Pasangan responden menanyakan dengan serius kepada Putri untuk menikah dengannya. Putri dan pasangannya membahas masalah yang mungkin akan mereka hadapi kelak setelah menikah, karena pada saat itu, pasangannya memang sudah bekerja di luar kota sebagai PNS dan tidak memungkinkan untuk pindah ke Medan dalam waktu dekat. Putri merasa sudah mengenal pasangannya dan dengan beberapa nilai plus yang dimiliki pasangannya seperti telah menamatkan pendidikannya, telah mempunyai pekerjaan yang mapan dan Putri sendiri sudah lama mengenal pasangannya, maka akhirnya ia pun menerima lamaran pasangannya itu. Universitas Sumatera Utara Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan Mei tahun 2006 keluarga pasangannya datang melamar Putri. Orang tua Putri yang juga telah mengenal baik keluarga pasangannya pun merestui pernikahan Putri dan pasangannya dan akhirnya pada bulan November 2006 Putri dan pasangannya menikah. Hari kedua setelah Putri dan pasangannya menikah, mereka menghabiskan bulan madu di Meulaboh, tempat pasangannya bekerja dan menghabiskan waktu bersama-sama selama 2 bulan. Setelah dua bulan menikah, Putri langsung dikarunia dengan seorang calon bayi dalam kandungannya. Mengandung anak pertama setelah menikah memang merupakan keinginan Putri, pasangannya dan keluarga, namun pada saat itu pula ia harus kembali ke Binjai karena harus melanjutkan pekerjaannya. Ia menangis ketika diantar pasangannya ke terminal bus. Bus pun hendak berangkat, sambil menangis, Putri mengucapkan salam perpisahan kepada pasangannya. Ia merasa manisnya masa bulan madu yang terlalu cepat berlalu dan mereka harus dipisahkan oleh jarak yang jauh. Ia berusaha menguatkan diri karena pada saat itu dirinya tidak lagi sendirian. Putri merasa meskipun calon bayinya belum ada, namun dirinya bisa merasakan bahwa ada orang lain yang bersamanya. Dirinya tidak lagi sendirian, pada waktu inilah ia bertekat untuk menjaga diri dan calon bayinya dengan baik dengan tidak terus bersedih. 2. Masa Commuter Marriage Putri dan calon bayinya terus melanjutkan hidup tanpa kehadiran pasangannya. Ia tinggal bersama orang tuanya di hari kerja dan di akhir pekan Universitas Sumatera Utara Putri pindah ke rumah mertuanya yang hanya berjarak beberapa rumah dari rumah orang tuanya. Seluruh keluarga bahagia dengan kehamilan Putri dan turut menjaganya. Ia merasa sangat berat melewati masa-masa kehamilannya tanpa kehadiran pasangannya. Kadang-kadang Putri juga merasa cemburu melihat wanita hamil lain yang sangat dijaga dan disayang suami wanita tersebut sedangkan tidak bisa bermanja-manja dengan pasangannya, karena alasan itulah, ia mengaku tidak ingin hamil lagi kalau pasangannya belum tinggal bersamanya meskipun sebenarnya pasangannya sebenarnya merencanakan untuk menambah jumlah keluarga ketika anak mereka berusia 2 tahun. Putri biasanya akan menghubungi pasangannya dengan menggunakan telepon ketika merasa cemburu dan membutuhkan kehadiran pasanganya. “Ee berat sih, berat kali kan. Apalagi kalau tiba-tiba sakit kan” R1W1k. 187-189hal. 5 “Iya, cemburu, liat orang lain disayang gitu kan, dimanja, diiniin diituin, sementara kita mo manja ama sapa gitu kan. Paling telfon jadinya. Telfon dia: bang gini- gini gini... ya yang sabar katanya.” R1W1k. 211-217hal. 5 “Cuma ga mo lagi hamil ga ada suami.” R1W1k. 205-206hal. 5 “Kalo untuk anak pertama memang begitu nikah kami pengen punya momongan, Cuma kalo untuk yang ke dua kakak maunya setelah dia pindah, karna hamil dan melahirkan sendiri sangat tidak enak, jadi ga mau lagi.” R1W3k. 442-429 hal. 40 “Dia si pengennya si adek nanti umur 2 taun itu kan hamil lagi, jadi nanti kalo dia umur 3 tahun dia punya dedek gitu kan. Tapi kakak bilang sebelum ayahnya pulang kakak ga mau. Ya uda katanya ga apa-apa.” R1W3k. 431-437hal. 40 Universitas Sumatera Utara Ketidakhadiran pasangan di sisinya kadang-kadang juga bisa menimbulkan rasa cemburu ketika melihat pasangan suami istri lain ataupun keluarga lain berkumpul bersama ketika dirnya berinteraksi dengan teman maupun keluarga. Keluarga dan teman-temannya sebenarnya juga sudah mengetahui keadaannya yang tidak tinggal bersama pasangannya, namun Putri yang sendirian saat itu kadang-kadang merasakan kesedihan dan kecemburuan karena harus sendiri. “Kalo misalnya kita ketemunya sendiri-sendiri si ga ada masalah, kadang- kadang liat orang lain bawa pasangan gitu kan, berpasang-pasangan baru muncul di sini. Aku sendirian gitu kan, ga enak kali gitu. Orang bisa sama suaminya canda-candaan, apalagi kalo ada acara di kantor, masing-masing bawa suami kita sendiri. sedih juga.” R1W3k. 244-255hal. 36 “Kalo kebetulan teman dan keluarga uda tau aja keadaannya kayak gitu kan, jadi kayaknya ga pernah ada masalah juga gitu.” R1W3k. 259-263hal. 36 Orang tua dan mertua Putri selalu berada di sampingnya ketika dia sedang sakit maupun sedang bersedih karena ketidakhadiran pasangannya. Orang tua dan mertuanya selalu menasehatinya untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Adik ipar Putri sendiri merupakan seorang bidan, sehingga adik iparnya yang selalu memeriksa kehamilan pertama Putri itu. “Ee... mertua kakak kan dekat, ee mertua, mamak gitu kan. Emang selalu dibilang, jangan sedih, jangan nangis, nanti anaknya jadi cengeng dia bilang. Dari awal uda tau suaminya jauh jangan ini itu, kalo pengen minta apa-apa, minta sama kami aja. Jangan minta sama suami.” R1W1k. 189-198hal. 5 “Alhamdullilah si, kebetulan adik ipar kakak bidan. Jadi sering dikontrol ama dia, jadi alhamdullilah juga si, ga ada masalah selama kehamilan juga.” R1W1k. 199-204hal. 5 Universitas Sumatera Utara Hubungan keluarga Putri dengan keluarga pasangannya sangat dekat, selain karena telah bertetangga dalam waktu yang lama, ibu dan ibu mertuanya juga mempunyai hubungan selayaknya kakak adik. Mertuanya telah menganggap Putri seperti anak sendiri yang menggantikan pasangannya ketika pasangannya tidak tinggal bersama orang tua pasangannya. Mertuanya juga turut menjaga Putri dengan menginap di rumah orang tua Putri selama 40 hari ketika Putri sehabis melahirkan anak. “Ee sebenarnya da kayak kakak adek si mertua kakak sama mamak kakak. Kayak mereka sudah ga saling sungkan gitu.” R1W2k. 230-233hal. 22 “Kalo bisa dibilang mertua kakak itu karna anaknya ga ada di sini, jadi kakaklah pengganti anaknya.” R1W2k. 60-63hal. 18 “Malahan waktu kakak melahirkan, mertua kakak empat puluh malam nginap di rumah.” R1W1k. 234-237hal. 22 Putri merasa ibu mertuanya sangat mengerti keadaan dirinya yang harus bekerja dan menjaga keluarga karena ibu mertuanya juga merupakan wanita bekerja, selain itu Putri juga merasa selama ini dirinya tidak pernah terlibat masalah dengan mertuanya. Hubungan baik antara dirinya dengan mertuanya tetap tidak menutup kemungkinan untuk membuat Putri merasa sungkan kepada mertuanya, ia merasa agak takut untuk memarahi anaknya di depan mertuanya karena ia merasa biasanya nenek itu lebih sayang kepada cucu daripada anak sendiri, berbeda dengan ibunya yang meskipun setiap hari menjaga anaknya ketika dia sedang bekerja, namun ibunya mengajarkan untuk mendidik anak Universitas Sumatera Utara sesuai kemauan Putri dan ibunya tidak pernah membela anak Putri ketika dirinya sedang mendidik anak. “Dia orangnya si maksudnya karna dia juga kerja kan. Mertua kakak dua- duanya kerja juga, Cuma yang satu sudah pensiun, yang perempuan masih kerja. Dia ngerti gitu perempuan kerja itu gimana gitu kan... pulang kerja harus momong anak lagi gitukan. Selama ini kayaknya ga ada masalah juga si sama mertua yang sampe ada yang kadang-kadang kan ada yang ga cocokan gitu misalnya... kalo kakak sama mertua Alhamdullilah ga ada masalah.” R1W2k. 65-79hal. 18 “Eee.. perasaan di sini kan ga mungkin sama, kayak kita di rumah sendiri gitu kan, pasti ada kecanggungan-kecanggungan, pasti canggung lah. Cuma kalo di rumah mertua kan kayaknya ga bisa gitu. Mau marahin anak aja kan kita takut... ya kan. Karna cucunya baru dua. Biasanya nenek itu lebih sayang sama cucu daripada sama anak sendiri ya kan.” R1W2k. 141-146 dan 148-155hal. 20 “Eee. gini mamak kakak selalu bilang, “anak anak kakak gitu kan, anak- anakmu, yang harus mendidik itu kau” kan, kalo kakak pun marahin Putra, nenek pun ga pernah bela.” R1W2k. 254-260hal. 22 Putri sendiri tidak mau terlalu memanjakan anak semata wayangnya itu. Ia memperbolehkan anaknya melakukan apapun namun tetap memantau dan menjaga anaknya dari hal-hal yang membahayakan. Ia kadang-kadang merasa berat ketika harus menjaga anaknya seorang diri tanpa kehadiran pasangan karena dia harus menjalankan peran ganda, sebagai ibu dan sebagai ayah sekaligus, namun Putri merasa tidak lelah menjalankan peran tersebut dan tetap ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. “Malah kakak biar-biarkan dia gitu ya. Kalo jatuh ya ga langsung ditangkap yang apa gitu kan.” R1W2k. 281-284hal. 23 “Iya dijaga, semua ga boleh, kalo sama kakak nga, semua boleh.” R1W2k. 300-302hal. 23 Universitas Sumatera Utara “Dia tetap di pantau gitu kan, diliatin. Barat kata kalo terlalu berbahaya kali juga kita ga kasi la gitu kan.” R1W2k. 305-308hal. 23 “Ya terasa berat juga, tapi yang namanya anak sendiri kita ya pokoknya tetap pengen kasi yang terbaik ajalah untuk anak kita walaupun ga ada suami di samping kita.” R1W3k. 283-366hal. 37 “Ya sekarang ya double-double, ya ibu, ya ayah, ya teman gitu kan.” R1W3k. 364-366hal. 39 “Sebetulnya malah.... eee kalo orang bilang capek kerja di kantor, pulang capeknya ilang... ee.. seharusnya yang ditanya itu sama abang malahan...” R1W2k. 178-183hal. 21 Putri kadang-kadang memang bisa merasa seperti orang tua tunggal, namun ia juga selalu meminta pendapat pasangannya mengenai anak mereka. Pasangannya memberikan kebebasan kepada Putri untuk mengambil keputusan mengenai anak mereka karena diri Putri-lah yang langsung menghadapi anak mereka. Membuat keputusan mengenai anak apalagi ketika anak sakit merupakan hal yang menjadi masalah bagi Putri ketika tinggal sendirian tanpa pasangan. Ia juga merasa kekurangan dukungan dari pasangan dan bahkan merasa pihak keluarga menyalahkan dirinya ketika anak responden sakit. Putri akhirnya meminta pasangannya untuk pulang dan membantu menyelesaikan masalah anak mereka yang sakit parah. “Ya kayaknya kalo masi jauh gini ya ditangan kakak semuanya, paling ya kadang-kadang ya bertukar pikiran juga, dia sekarang kayak gini, kira-kira gimana ya bang, via telfon kan, Cuma karna keadaannya jauh gini ya dia serahinnya ke kakak la, keputusan ada di tangan kakak kan, karna kakak yang hadapin langsung.” R1W3k. 267-278hal. 36 Universitas Sumatera Utara “Ee yang paling terasa itu sebetulnya waktu si adek sakit itu. Ee...masalah anak gitu kan, karna dia ga ada di dekat kita, sedangkan kita semuanya sendirian gitu. Keputusan harus kita buat sendiri. si adek mo diapain, mo di iniin gitu kan.” R1W1k. 495-503hal. 11 “Ee. Itu asli gitu kan.. sementara semua orang yang nyalahin kita, kirainnya kita ga bisa jaga dia, ga bisa ini, gitu kan, suami ga ada di samping, mertua ikut-ikutan memvonis gitu kan. Di situ emang benar- benar itu la.sampe ga tau harus gimana mau apa. Terakhir kakak suru dia pulang, itu dipaksa, mo ga mau harus pulang, karena si adek tuh da lemes...” R1W1k. 506-518hal. 12 Pasangannya menunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya hanya dengan pesan-pesan kepada responden melalui telepon. Putri dan pasangannya saling berkomunikasi menggunakan telepon meskipun kadang- kadang mereka juga saling mengirim email. Anaknya pun kadang-kadang ikut mendengarkan suara pasangannya, hal ini dilakukan Putri supaya anak mereka mengenali ayahnya dan tidak takut kalau nanti ayahnya pulang. Ia merasa anak semata wayangnya itu menjadi perekat hubungannya dan pasangannya, meskipun ia mengaku ada bertengkar kecil-kecilan tapi jarang sekali sampai bertengkar hebat. “meskipun dia ga ada...Kayaknya si iya, malah mungkin ya sisi tanggung jawabnya cuma bisa lewat kata-kata ga bisa lewat perbuatan kalo dia pulang gitu kan. Cuma di selalu bilang”jangan lupa beli vitaminya, ee buahnya, sayurnya. Putra itu makannya ini ini gitukan. Bang beliin ini ya bang mainan untuk ini gitu kan. Ya uda kalo memang untuk menambah kemampuan dia ya ga apa-apa beliin aja gitu. Kalo kakak rasa si gitu bentuk tanggung jawabnya paling lewat perhatian, kata-kata.” R1W2k. 361-378hal. 24 Universitas Sumatera Utara “Iya, dari bayi, didengerin gitu kalo ayahnya telfon, di speaker-in kan, yah.Dia pun ini sama ayahnya, tanda gitu kan, ga apa-apa, ga takut ama ayahnya.” R1W1k. 271-376hal. 7 “Ya kayak si adek juga kan, jarang jumpa ayahnya tapi kalo jumpa ayahnya tuh tanda, jadi ga merasa ga kenal, ga merasa apa gitu. Ya mungkin karena tiap hari ditelfon kan ama ayahnya, jadi dia uda tanda.” R1W1k. 262-269hal. 6 “Malah apa ya? Malah ada anak, kalo kakak bilang kalo bertengkar pun ada yang mendamaikan, kayak gitu. Jadinya masalah itu jadinya ga berlarut-larut karna ada dia gitu.” R1W3k. 292-298hal. 37 Masalah yang sering dihadapi Putri dan pasangannya yang kadang-kadang memicu pertengkaran adalah ketika Putri tidak memberitahukan pasangannya bahwa anak mereka sedang sakit. Ia tidak memberitahukan pasangannya karena tidak ingin pasangannya merasa cemas, namun karena selalu menyela pembicaraan untuk melihat keadaan anak, akhirnya pasangannya marah dan Putri pun akhirnya memberitahukan pasangannya mengenai keadaan anak mereka. Ia merasa alasan pasangannya marah karena mungkin merasa bertanggung jawab tapi tidak bisa berbuat apa-apa. “Biasanya kalo anak sakit malahan, seringnya berantem kan. kadang kalo si adek sakit kakak jarang kasi tau dia, karna ntar dia jadi pikiran di sana kan, toh dia juga ga bisa pulang gitu kan, jadi kan nanti suka itu kan... kalo dia telfon, iya bentar ya, iya bentar ya... gtu kan, dia jadinya marah, nah ntar baru terakhir bilang si adek sakit. Trus katanya kenapa ga bilang... gitu.” R1W1k. 329-341hal. 8 “Dinomor duakan kan... kali ya.bukan dinomorduakan lah, mungkin karena merasa bertanggung jawab tapi ga bisa apa-apa.” R1W1k. 349-353hal. 8 Universitas Sumatera Utara Masalah selain masalah anak yang kadang-kadang juga memicu pertengkaran adalah ketika Putri yang kadang-kadang tidak mau mendengarkan nasehat pasangannya untuk sarapan, ataupun ketika Putri yang suka bercanda menggoda-goda pasangannya tentang hubungan pasangannya dengan mantan pacar pasangannya yang saat ini bekerja di tempat yang sama dengan Putri. Ia sebenarnya hanya cemburu yang tidak beralasan yang akhirnya menimbulkan kemarahan pasangannya. “Kayaknya ya gitu-gitu aja. Karna memang pun kadang masalahnya misalnya dia nyuruh sarapan, kakak ga mo sarapan gitu kan, ntar dia marah.” R1W1k. 625-629hal. 14 “Padahal mereka ga ada hubungan gitu kan, memang ga ada ini. Cuma kakak memang suka goda-godainnya, ga ditelfon? Abang suka marah- marah kalo digituin... “ adek ini, ngapain kayak gitu-gitu...” katanya... ga apa-apa, ditelfon aja la, orang mantan kok mantan. Nah dia pasti marah kalo uda digituin.” R1W1k. 587-597hal. 13 Pasangannya satu sampai dua bulan sekali pulang ke rumah keluarga, namun Putri merasa komunikasi dengan pasangannya tetap berjalan dengan lancar meskipun dirinya dan pasangan jarang bertemu. Putri dan pasangannya saling berkomunikasi setiap hari dan setiap saat, bahkan saling menelepon berkali-kali pada hari libur ketika mereka tidak bekerja. Cara komunikasi yang secara kualitas dan kuantitas baik ini kadang-kadang membuat Putri merasa masih seperti pacaran serta membuat dirinya dan pasangan tidak pernah saling curiga satu sama lain. Ia dan pasangan biasanya membicarakan mengenai apa yang sedang dilakukan masing-masing pihak ketika mereka tidak tinggal bersama. Universitas Sumatera Utara “Ya via telfon, Cuma kakak rasa memang ga pernah ada hambatan si, karna ya itu tadi, kalo berantam ya pasti la ya kan? Cuma alhamdullilah ga pernah pula ga pernah ada curiga-curiga dia di sana gimana... dia pun ga kayaknya ga pernah curiga kakak di sini gimana gitu kan, ya lancar-lancar aja...” R1W1.k. 222-232hal. 6 “Ya, sesekali kirim-kiriman surat via email, mungkin supaya terasa seperti pacaran aja.” R1W1k. 235-236hal. 6 “Tapi pun rasanya masi pacaran ampe sekarang. Karna jauh-jauhan kan. Jadi kayak pacaran aja.” R1W1k. 240-243hal. 6 “Eem iya, biasanya pagi bangun tidur, nanti siang malam sebelum tidur.” R1W1k. 245-247hal. 6 “Iya kalo hari libur malah berkali-kali.” R1W1k. 250-251hal. 6 “Iya, kan apa yang kakak kerjakan di sini, dek kakak cerita, dia pun misalnya mo tugas ke lapangan ato ee sore misalnya di jalan ama sapa gitu kan, dia cerita.” R1W1k. 284-289hal 7 Ia mengaku lebih menyukai berbicara langsung dengan pasangannya ketika pasangannya tinggal bersamanya, hal ini disebabkan karena ia bisa melihat ekspresi wajah pasangannya ketika berbicara. Putri merasa komunikasi tidak langsung kadang-kadang dapat menimbulkan masalah seperti menggunakan telepon kadang-kadang dapat menimbulkan masalah salah paham dalam berkomunikasi, misalnya ketika Putri berpikir ini tapi pasangannya berpikir itu, namun biasanya pasangannya yang mengalah jika terjadi kesalahpahaman dalam komunikasi. “Ya pasti kalo via telfon ya kalo dibilang cukup ya ga si sebetulnya kan. Pengennya kayak orang lain juga si ada deket sama-sama kita.” R1W3k. 27-31hal. 31 “Ya beda aja la via telfon. Istilahnya kan ini kita bisa liat ekspresi wajahnya kalo via telfon kan Cuma bisa dengar suaranya apa gitu.” Universitas Sumatera Utara R1W3k. 36-48hal. 31 Putri merasa pasangannya adalah orang yang tidak memendam rasa marah, sehingga ketika terjadi pertengkaran kecil dan ia merasa pasangannya marah, ternyata beberapa saat kemudian pasangannya sudah tidak marah lagi dan kembali seperti semula. Mereka sama-sama berkomitmen untuk menyelesaikan masalah bersama-sama tanpa membawa masalah ke pihak lain. Putri mengatakan selama ini selalu ada dari dirinya maupun pasangannya yang duluan mengalah, namun kebanyakan pasangannya yang lebih dulu mengajak baikan. Ia merasa pasangannya merupakan orang yang tidak egois, dewasa dan tidak berlarut-larut dalam kemarahan. “suka ntah selisih pendapat gitu kan... nanti uda dia matiin kan telfonnya, kakak pikir dia masi marah gitu kan, nanti tiba-tiba di SMS lagi :” uda makan yang?” lho uda ga marah lagi. Dia orangnya ga lama memendam amarah gitu nga ya... udah ya udah... sejam lagi ya uda kayak biasa lagi. Orangnya si kayak gitu.” R1W1k. 609-620hal. 14 “Kayaknya ya gitu-gitu aja. Karna memang pun kadang masalahnya misalnya dia nyuruh sarapan, kakak ga mo sarapan gitu kan, ntar dia marah, nanti tiba-tiba ya uda baik lagi sendiri. gitu, kayak gitu si.” R1W1k. 624-631hal. 14 “Biasanya ya kalo kami ada masalah itu ntah kenapa, selama ini pasti ada salah satu dari kami yang ngalah, pasti ada salah satu yang ajak baikan duluan gitu kan, si abang kayaknya orangnya tipe-tipe orang yang ga egoisan, mungkin karena suda dewasa kali ya, tapi usia kami pun beda setaun lebih aja, tapi dia kalo kami berantam gitu kan, satu jam kemudian dia bisa sms uda makan yang? Ya udalah kita pun uda disms gitu kan uda baikan lagi gitu kan.” R1W3k. 306-311hal. 34 “Dia tuh orangnya ga suka kalo kita misalnya jalan-jalan ke Petisah tapi ga tau apa yang mau di beli gitu. Mo beli ini gitu, sampe sana habis beli trus pulang. Tapi kalo kita perempuan kan ga bisa gitu. Jadi kadang- kadang kalo mo ke Medan, ngakunya ga ke Petisah tapi ke rumah sakit Universitas Sumatera Utara jenguk orang sakit, hahahah. Trus habis dari rumah sakit trus ke Petisah. Hahahha. Harus gini la, pintar-pintar, kan namanya kita tau dia orangnya gimana, pokoknya pande-pande kita la apanya, yang penting kita ga boong pigi ke sini tapi ga gitu.” R1W3k. 314-331hal. 38 Putri merasa pasangannya memang tidak pernah memaksa maupun melarang apa yang ingin dilakukan Putri, namun ia merasa dirinya tetap harus meminta izin pasanganya sebelum melakukan apa-apa. Perbedaan sifat antara Putri dan pasanganya kadang-kadang memang menghasilkan pertengkaran, namun meskipun begitu ia tetap menerima kekurangan dan kelebihan pasanganya serta merasa puas dengan cara penyelesaian masalah yang dilakukan dirinya dan pasangannya. “Karna si abang menanggap kalo perlakukan kakak masih biasa-biasa aja masih standard, dia tuh ga pernah marah. Ga pernah “jangan gini, jangan gitu.” Gitu.” R1W2k. 511-516hal. 28 “Iya... maksudnya pokoknya yang dia nilai apapun yang kakak lakukan harus izin sama dia. Kan dia tuh orangnya seperti itu. Misalnya mo pergi ke Medan. Kakak tuh tetap harus bilang.” R1W2k. 519-525hal. 28 “Kadang ya berantam juga, Cuma ya mungkin dia bawaanya kayak gitu gtu kan, pande-pande kita jawabnya. Kadang ya uda gitu kan, ya kayak gitu tadi caranya kalo memang pengen banget pergi ya bilang aja menjenguk orang sakit bis itu pergi. Kadang merasa bersalah juga si tapi kan pokoknya uda kasi tau aja mau ke Medan.” R1W3k. 336-347hal. 38 “Dia orangnya... kalo kakak bilang sih eee... kemauan kakak sama dia itu untuk menerima kekurangan masing-masing aja gitu. Kesel si sebenarnya kadang-kadang.” R1W2k. 552-558hal. 29 “Kadang kesel juga cuma Kadang-kadang kakak mikirnya ya udalah itulah suamiku, gitu kan. Jadi ya dinikmati aja yang seperti itu. Ada kekurangan kan ada juga kelebihan,ya uda.” Universitas Sumatera Utara R1W2k. 562-568hal. 29 “Sejauh ini si cukup memuaskan la penyelesaian masalahnya, ga ada yang, blom ada yang sampe bertengkar hebat tak termaafkan gitu.” R1W3k. 192-197hal. 35 Putri dan pasangannya saat itu bekerja sebagai pegawai negeri, ia bekerja sebagai staf di salah satu departemen pemerintahan di Kabupaten Langkat dan pasangannya bekerja di departemen Peternakan di Meulaboh. Ia merasa keadaan ekonomi keluarganya saat ini cukup stabil dan mapan karena baik responden dan pasangannya sudah mempunyai tabungan pribadi dan tabungan bersama. Mereka juga mulai menginvestasikan penghasilan mereka untuk asuransi pendidikan anak mereka dan asuransi Investasi. “Dua tahun kakak menikah Alhamdullilah kami sama-sama punya tabungan, tabungan bersama ada, tabungan pribadi masing-masing ada kan. Jadi kan kalo kakak pikir ekonomi kakak, bisa dikatakan cukup stabil la, mapan juga bisa dibilang, cukup mapan la. Si adek uda punya asuransi sendiri.” R1W1k. 679-689hal. 15 “Asuransi pendidikan, kakak kemaren juga masuk asuransi investasi... jadi kalo secara ekonomi tidak ada masalah si.” R1W1k. 691-694hal. 16 “Iya, untuk si adek uda gitu. Istilah kata kalo kakak si mikirnya dari SD sampe SMA kayaknya ga perlu banyak dana ya, yang perlu itu untuk kuliah nanti.” R1W1k. 698-703hal. 16 Ia dan pasangannya menyadari adanya pengeluaran tambahan karena pernikahan jarak jauh yang mereka jalani saat ini, yaitu dengan tinggal di dua rumah yang berbeda berarti mereka harus membayar dua biaya rumah tangga. “Karena dua jadi kan, biaya rumah tangganya jadi dua kan, kakak di sini juga, dia di sana juga ada.” R1W1k. 154-156hal. 4 Universitas Sumatera Utara “Iya, dia nyewa rumah, masak juga kan, makannya, listrik, air, semuanya kali dua biaya rumah tangganya.” R1W1k. 159-162hal. 4 Putri mengakui pasangannya mempunyai penghasilan yang lebh besar karena pasangannya mempunyai waktu kerja yang lebih banyak. Pasangannya berpikir daripada di rumah sendirian, lebih baik kalau dirinya bekerja di lapangan dan dari sanalah pasangannya mendapat penghasilan tambahan. Putri juga merasa pasangannya juga merupakan orang yang hemat karena pasangannya tidak merokok dan biaya-biaya pergaulan dengan teman-teman yang sedikit. “Kebetulan kalo kakak bilangnya si orangnya ga mo diam, jadi biasanya kalo dipanggil ke kantor kalo kerja gitukan dia mau, kadang-kadang kan kalo dari pagi itu dapat ini tambahan, apalagi kalo ke lapangan, itu kan biasanya ada uang masuknya ada uang tambahan, suntik sapi.” R1W2k 22-31k. 17 “Iya, karna ngapain juga dia di rumah, istri dan anak juga ga ada, pulang ke rumah juga suntuk dia kan, jadi ke sana kemari gitu. Kadang bantuin temannya apa gitu.” R1W2k. 34-39hal. 17 “Kebetulan banyak juga biaya yang ga dikikis, kayak dia tuh ga merokok, ee ga istilah kata biaya pergaulannya ga tinggi gitu.” R1W2k. 16-20hal. 17 Pengeluaran Putri di rumah juga hampir sama dengan pasangannya di sana, hanya berupa biaya rumah tangga dan biaya hidup sehari-hari. Putri biasanya menggunakan penghasilan sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Tabungan bersama Putri dan pasangannya digunakan untuk keperluan mendadak seperti itu untuk investasi tapi Putri biasanya memberitahukan dan meminta persetujuan pasangannya terlebih dahulu sebelum menggunakan uang untuk pengeluaran yang lebih besar. Universitas Sumatera Utara “Kami punya, kakak punya rekening sendiri, si abang juga punya, trus ada satu rekening yang dia transfer misalnya uang bulanan apa gitu, walaupun kadang-kadang gaji dia ga penuh dia transfer kan, karna dia kan juga butuh biaya di sana gitu kan? Jadi ya uda gitu, kadang-kadang yang dia transfer itu ga kakak ambil, kayak untuk keperluan bulanan pake gaji sendiri, itu biar jadi tabungan aja, misalnya nanti ada keperluan mendadak baru diambil gitu.” R1W3k. 202-218hal. 35 “Iya, tanya dulu, mau beli apapun pengeluaran bulanan pun biasanya kakak tulis jadi kita auditnya jelas.” R1W3k. 236-239hal. 36 Jarak yang jauh antara Binjai ke Meulaboh membuat Putri dan pasangannya tidak bisa melakukan hubungan seksual seperti pasangan suami istri pada umumnya. Ia mengatakan bahwa masalah ini sudah menjadi resiko dari pernikahan jarak jauh dan hal ini telah dibicarakan sebelum dia dan pasangannya menikah. Putri hanya bisa memberitahukan pasangannya melalui telepon jika dirinya membutuhkan pasangannya. Meskipun hubungan seksual tidak bisa dilakukan seperti pasangan suami istri pada umumnya, namun hal ini justru membuat Putri merasa seperti pasangan pengantin baru. “Dari awal nikah kan memang sudah sama-sama tau resikonya gimana, kalo memang bener-bener itu biasanya lewat telfon aja. Lewat telfon ngomong...Iya, lagi gini gitu kan, oo iya sama di sini juga gitu-gitu la.” R1W3k. 411-418hal. 40 “Biasanya ya malah makin ini, karna uda lama ga ketemu kan.jadi ya malah serasa pengantin baru terus.” R1W3k. 401-404hal. 39 Ia juga menyadari kebutuhan seksual pasangannya ketika dirinya dan pasangannya tidak tinggal bersama namun ia tetap percaya kepada pasangannya dan juga percaya bahwa pasangannya mempunyai cara menyalurkan kebutuhan seksualnya dengan cara yang positif. Putri juga merasa sedih dan kasihan kepada Universitas Sumatera Utara pasangannya karena tidak bisa membantu pasangannya ketika pasangannya membutuhkannya untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya, dia hanya bisa mencoba membuat pasangannya sabar menunggu sampai mereka tinggal bersama kembali. “Ya kadang suka kakak tanya juga kan, e jadi gimana bang kalo lagi itu?Cuma kan itu tadi kan ada penyaluran yang lain kan, laki-laki kan kayak bisa mastrusbasi gitu kan. Kadang-kadang kan namanya juga ini kan, kadang-kadang kebutuhan laki-laki kan lebih besar dari kebutuhan perempuan.” R1W3k. 443- 452hal. 40 “Kita ga bisa... ya sedih, ya kasihan juga tapi ya mo gimana, dia pun juga ngerti resikonya apa kan, ya paling kita Cuma bisa bilangin nanti kalo sudah pulang ya bang, paling ya bilang gitu aja.” R1W3k 456-462hal. 41 Ia yang tinggal sendiri tanpa pasangan biasanya menghabiskan waktu dengan bekerja dari hari Senin samapi hari Jumat, namun pada hari libur seperti hari Sabtu dan Minggu biasanya ia habiskan dengan membersihkan rumah, menyuci pakaian, mengunjungi rumah mertua atau membawa anak pergi bermain. Berbeda dengan aktivitas yang dilakukan ketika pasangan tinggal bersamanya. Putri dan pasangannya biasanya berekreasi bersama anak dan bersama-sama membersihkan rumah sambil bermain dengan anak, bahkan Putri kadang-kadang meminta cuti ketika pasangannya sedang tinggal bersamanya. “Di rumah bersih-bersih rumah, nyuci, ya gitu.. paling ya maenlah sama adek, kadang maen ke rumah mertua. Rumah mertua kakak jaraknya paling satu rumah dari rumah kakak. Kadang bawa si adek maen ke binjai ke mana gitu.” R1W1k. 359-367hal. 9 “Iya, suami kadang pergi gitu kan, jalan-jalan ntah kemana gitu. Kakak kan suka nanam-nanam bunga, dia suka bersih-bersih, nanti dia ngoret- ngoret rumput gitu kan, kakak nanti ngapain bunga, si adek maen batu. Lempar-lempar batu, kayak gitu la.” Universitas Sumatera Utara R1W1k. 371-380hal. 9 “Karna biasanya kalo dia pulang, misalnya kalo seminggu, banyak juga libur izin dari kantor.” R1W1k. 382-385hal. 9 Putri mengaku ketika tinggal sendiri segala hal dilakukannya sendirian, meskipun ia merasa dirinya merupakan orang yang mandiri, namun ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukannya tanpa pasangannya seperti memperbaiki barang- barang yang rusak dan membersihkan pekarangan yang biasanya dilakukan oleh pasangannya. Ketidakmampuannya dalam memperbaiki barang-barang yang rusak kadang-kadang membuat dirinya merasa sedih dan marah. “Ya... kayak mana bilang nya ya, kalo ada dia biasanya dia ikut bantu- bantu, kalo ga ada dia ya dikerjain sendiri semuanya gitu kan, mau ga mau gitukan” R1W3k. 57-63hal. 32 “Misalnya tebas-tebas rumput, bersiin depan gitukan, misalnya apa ya? Kadang-kadang karna uda terlalu mandiri itu ya, jadi manjat-manjat sendiri ganti bola lampu pun uda sendiri. Mungkin kalo ada alat-alat yang rusak, kayak lampu, itu ga bisa dikerjain lagi kan, da ga ngerti.” R1W3k. 94-104hal. 33 “Sedih ya, palak ya gemes, tapi mo gimana? Terakhir ya panggila aja orang yang bisa diupahkan kan.” R1W3k. 108-111hal. 33 Putri jelas lebih menikmati menghabiskan waktu senggangnya bersama pasangannya, karena ia dan pasangannya dapat bersama-sama melihat perkembangan dan sama-sama mendidik anak mereka. Pasangannya biasanya juga menggantikannya menjaga anak mereka dan membantu mengerjakan beberapa pekerjaan rumah ketika mereka tinggal bersama. Putri merasa sedih Universitas Sumatera Utara ketika melakukan aktivitas di waktu senggang tanpa kehadiran pasangan karena baginya, pasangannya dapat dijadikan teman, abang dan suami. “Senang la, kan sama-sama bisa liat dia bisa ini bisa itu. Ya kan?Kalo dia ga ada Cuma bisa kasi taunya lewat telfon gitu, dia uda bisa ini bang, kalo ini kan bisa sama-sama liat, sama-sama ngajarin kan gitu.” R1W3k. 77-84hal. 32 “Ya sedih juga si, hehe, ya kan, karna jauh gitu kan, konsekuensi...” R1W3k. 67-69hal. 32 “Karna sama dia kalo sama-sama, gimana ya... dia tuh bisa jadi teman, abang, suami semuanya gitu, ya enak aja kalo ada dia, emmm...Bisa ada kawan berbagi la istilahnya.” R1W1k. 415-420hal. 10 “Ee kalo abang pulang tuh kakak bebas tugas. Mulai dari mandikan, hahaha, misalnya mandi, buat susu waktu malam kalo adek pup buang air gitu kan, sama ayahnya semua. Iya bebas tugas. Si adek pun kayaknya karna dia ayahnya pulang gitukan. Kalo bobo sama ayah : “Ayah aja, nda.” , Ayah aja? “Ayah aja ayunnya”dah yang ayun pun ayah, yang buat susu ayah, semuanya ayah,bobo sama ayah.” R1W2k. 391-401hal. 25 Pasangannya mempunyai latar belakang agama yang kuat, sehingga Putri merasa ada kemajuan dalam beribadah setelah menikah. Pasangannya selalu mengingatkan Putri untuk sholat, bahkan juga mengingatkannya untuk mengajari anak mereka mengaji dan membaca Qurán. Putri pun merasa dirinya menjadi lebih bertanggung jawab kepada keluarga. Putri setiap harinya tetap melakukan sholat mendoakan keluarga dan pasangannya supaya selalu diberkati oleh Tuhan. Ia dan pasangannya akan beribadah sholat berjamaan ketika tinggal bersama. Putri merasa dirinya menjadi lebih pasrah dan menyerahkan segalanya kepada Tuhan serta merasa lebih ikhlas, sabar dan tawakal. “Iya, kebetulan kuat juga agamanya si abang ni...” R1W1k. 441-442hal. 10 Universitas Sumatera Utara “Iya,, kayak sekarang aja, dia selalu ingatin, ajarin si adek ngaji, ya baca Qur`an gitu kan...eee yang kakak liat si, dia kan masi setahun setengah, tapi kakak sholat dia da ikutan sholat, gitu, kalo kakak pas sujud kan, dia juga ikut sujud, di samping gitu kan, trus dia bilang abam da, abam, Allahhu Akbar gitu kan? Kakak rasa si iya si, namanya orang nikah tuh kalo dalam Islam kan pengen keluarganya tuh keluarga sakinah, yang mawadha, warahmah... ya mudah-mudahan dapat sorga la dunia akhirat.” R1W1k. 454-471hal. 11 “Sholat sendiri, sendirian trus kadang malam-malam sering sholat tahajud? Ya, minta doa supaya dia sehat ga dikasi ini, ga ada apa-apa la di sana. ” R1W3k. 129-133hal. 33 “Kayak kakak, kalo mau pergi-pergi ya pergi aja, kalo sekarang kan harus izin suami gitu kan mau ke sini tanya dulu, izin dulu gitu. Ato mau ngapain ingat anak, ingat suami gitu kan? Ya gitulah mungkin ada apa ya istilahnya, kayak kita tetap bebas tapi satu kaki tetap terikat. Ada yang ngikat lah gitu.” R1W1k. 481-491hal. 11 “Ee kalo dalam agama kami kalo sholat berjamaah itu pahalanya berapa kali lipat kalo kita sholat sendirian, dan itu jadinya makin dekat aja gitu sama dia, habis sholat biasanya doanya doa bareng, minta keluarga kita gitu.” R1W3k. 118-125hal. 33 “Jadi apa ya? Rasanya ee, didalam sini ya penuh pasrah aja la, maksudnya dekat pun kalo kita jaga kalo ada sesuatu terjadi pasti terjadi. Jadi walaupun dia jauh di sana ya pasrah aja la sama yang di atas gitu.” R1W3k. 136-143hal. 34 “Lebih ikhlas, pasrah, sabar, tawakal.” R1W3k. 145-146hal. 34

2. Gambaran Umum Responden 2

Nama : Marissa bukan nama sebenarnya Usia : 37 tahun Urutan kelahiran : 2 dari 8 bersaudara Masa Pacaran : 7 tahun Usia menikah : 27 tahun Universitas Sumatera Utara Jumlah anak : 1 orang Suku : Tionghwa Pendidikan : S-1 Pekerjaan : Pegawai Swasta Lama Commuter marriage : 5 tahun Responden bernama Marissa bukan nama sebenarnya berusia 37 tahun. Ia berasal dari keluarga keturunan Tionghwa yang tinggal di Nias. Keluarganya termasuk keluarga yang cukup besar dengan anggota keluarga sebanyak 10 orang. Marissa adalah anak ke dua dari delapan bersaudara, sehingga merupakan tanggung jawabnya untuk menjaga dan turut membiayai kebutuhan adik-adiknya. Ia tinggal di Medan sejak memasuki Sekolah Menengah Atas dan tinggal sendirian dengan menyewa tempat tinggal di Medan. Marissa mengakui bahwa dirinya memang merupakan orang yang mandiri sejak tinggal sendirian. Marissa dan pasangannya kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan, namun ia mengakui tidak mengenal pasangannya di tempat kuliah karena jadwal kuliah yang berbeda. Ia mengenal pasangannya dari salah seorang teman kuliah. Pasangannya berkenalan ketika datang bertamu dengan temannya ke tempat kos Marissa, selanjutnya pasangannya merasa tertarik dan akhirnya ia dan pasangannya pun mulai berpacaran. Ia mulai mencari pekerjaan sejak memasuki perkuliahan, namun dia merasa gaji yang diperoleh dari bekerja tidak terlalu banyak tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Medan, sehingga orang tuanya tidak perlu lagi membiayai biaya hidupnya. Pasangannya sendiri Universitas Sumatera Utara membantu orang tua dengan menjaga toko milik keluarga sehingga setelah tamat kuliah baru mempunyai kesempatan untuk memulai karir. Marissa dan pasangannya menamatkan kuliah pada tahun yang sama. Ia yang telah menamatkan kuliah dan mempunyai waktu yang lebih banyak dibandingkan waktu kuliah langsung mencari pekerjaan baru. Pengalaman dan pendidikan yang ia peroleh membuatnya mampu memperoleh pekerjaan dengan gaji yang sesuai dengan keinginannya. pasangannya sendiri bekerja sebagai manager sebuah restauran, namun Marissa merasa pekerjaan pasangannya itu berat dan hanya memperoleh penghasilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan berat itu. Ia dan pasangannya tidak langsung menikah setelah menamatkan kuliah karena Ia merasa jika setelah tamat kuliah langsung menikah, maka dirinya tidak bisa lagi bekerja untuk keluarganya sendiri. Marissa pada saat itu menyadari bahwa dirinya masih harus menyekolahkan adik-adiknya sehingga dirinya lebih memilih untuk bekerja. Pada saat itu, ia mengambil dua pekerjaan sekaligus, pekerjaan pertama sebagai akuntan di salah satu perusahaan di Tanjung Morawa, pekerjaan kedua dilakukan ketika malam hari dengan membawa pekerjaan dari perusahan lain untuk dikerjakan di rumah. Pada saat itu Marissa masih ingin bekerja karena ia harus membiayai kebutuhan keluarganya, selain itu juga disebabkan masih ada abang pasangannya yang belum menikah, sehingga mereka harus menunggu untuk menikah setelah pernikahan abang pasangannya. Enam tahun sudah ia dan pasangannya berpacaran, akhirnya pasangannya menyatakan akan melamarnya tahun depan. Universitas Sumatera Utara Marissa saat itu juga tidak memaksa harus kapan menikah, namun ia mempunyai rencana, jika sampai usia 27 tahun masih belum menikah, ia berencana untuk bekerja di Jakarta. Rencananya memang tidak pernah ia katakan pada pasangannya karena hal itu hanya merupakan target pribadinya. Tahun ke tujuh mereka berpacaran, akhirnya orang tua pasangannya datang melamar Marissa. Ia merasa selama 7 tahun berpacaran, hubungannya dengan pasangannya lancar-lancar saja, bahkan ia merasa telah mengenal sifat pasangannya. Marissa dan pasangannya akhirnya menikah pada bulan Januari 1999. Mereka tinggal di rumah yang saat ini ditempatinya bersama dengan anaknya. Rumah itu merupakan pemberian orangtua pasangannya. Pasangannya tetap bekerja sebagai manager restauran sementara dia pindah tempat kerja karena adanya kebijakan dari perusahaan tempat Marissa bekerja yang tidak menerima wanita yang telah menikah untuk bekerja di sana. Selain itu ia juga merasa setelah menikah agak repot jika masih harus bekerja di tempat yang jauh dari tempat tinggal dan keluarganya. Marissa memperoleh pekerjaan sebagai akuntan di salah satu perusahaan di perusahaan di Medan dan di tempat inilah ia bekerja sampai sekarang. Marissa yang telah bekerja lama dan mempunyai pengalaman bekerja yang banyak tentunya memperoleh gaji yang cukup besar. Ia merasa tidak terganggu jika penghasilan pasangannya lebih sedikit dibandingkan penghasilannya, karena kebutuhannya dan pasangannya tetap dapat terpenuhi. Hubungannya dengan pasangannya di awal pernikahan dirasa seperti pasangan suami istri pada umumnya. Marissa dan pasangannya tinggal di rumah yang berbeda dengan mertuanya, meskipun begitu, ia mengaku bahwa ibu Universitas Sumatera Utara mertuanya sangat banyak membantunya dalam mengurus rumah tangga. Ia merasa cocok dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya tidak banyak menuntut. Ibu mertuanya juga beberapa kali membawanya beribadah ke vihara, namun Marissa mengaku tidak begitu memahami makna ibadah itu sendiri. Tahun pertama setelah menikah, Marissa langsung hamil dan tepatnya pada tanggal 1 Juli 2000 mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang dinamakan Madeline bukan nama sebenarnya. Pernikahannya dengan pasangannya semakin bahagia dengan kehadiran seorang anak. Ia tidak merasa lelah jika harus bekerja sambil menjaga anak mereka karena ia merasa seorang ibu memang mempunyai kewajiban untuk melakukan hal itu. Marissa dan pasanganya banyak menghabiskan waktu senggang dengan berkumpul bersama anaknya dan mengajaknya jalan-jalan atau nonton TV bersama-sama di rumah. Marissa merasa pasangannya bukan suami yang mengharuskan istrinya untuk benar-benar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ia mengaku pasangannya tidak memaksanya untuk memasak kalau ia merasa kelelahan karena pekerjannya. Marissa mengaku ia dan pasangannya sama-sama egois dan kadang- kadang sempat beradu mulut, namun Marissa berusaha agar tidak sampai bertengkar hebat. Ia akan mengalah jika dalam situasi yang tidak jelas siapa yang benar maupun yang salah dan ketika ia melihat bahwa suatu masalah dapat mengakibatkan pertengkaran hebat, tetapi Marissa merasa pasangannya akan mengalah jika memang pasangannya yang salah. Marissa merasa ketika tinggal bersama pasangannnya, mereka kebanyakan membicarakan masalah keuangan, Universitas Sumatera Utara masalah pekerjaan dan pengeluaran. Pasangannya semakin tidak merasa puas dengan pekerjaannya sebagai manager restauran, selain karena pekerjaannya yang berat karena tidak adanya pembagian kerja yang jelas, juga karena penghasilan yang tidak sesuai dengan pekerjaan yang banyak. Penghasilan Marissa dan pasangannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari tanpa bisa menabung dalam jumlah yang banyak. Marissa sendiri tidak pernah mempermasalahkan penghasilan pasangannya karena ia sendiri merasa penghasilan dirinya dapat menutupi kebutuhan rumah tangganya, namun pasangannya mempunyai pikiran berbeda. Pasangannya berpikir bahwa anak mereka semakin hari akan semakin bertambah usianya dan semakin membutuhkan biaya yang besar di kemudian hari. Pasangannya sendiri berkenalan dengan seorang pengusaha restauran di tempat kerja pasangannya, karena merasa pasangan Marissa merupakan orang yang jujur dan bekerja keras, akhirnya pengusaha tersebut menawarkan pekerjaan untuk pasangannya. Marissa dan pasangannya bersama-sama mendiskusikan kesempatan ini. Pasangannya berencana untuk menerima tawaran tersebut karena merasa dengan cara inilah dirinya dapat memperoleh uang dalam jumlah yang banyak yang selanjutnya digunakan untuk memulai usaha sendiri. Marrisa akhirnya pun setuju dengan rencana pasangannya. Pasangan Marissa awalnya hanya berencana untuk bekerja selama setahun di Amerika Serikat, namun karena keadaan ekonomi yang tidak menentu membuat ia dan pasangannya menjadi was-was untuk memulai suatu usaha baru dengan modal yang pas-pasan. Pasangannya pun berencana untuk memperpanjang kontrak kerja dan sampailah pada tahun ke lima pasangannya bekerja di Amerika Universitas Sumatera Utara Serikat tanpa sekalipun pulang ke Medan untuk berkumpul dengan keluarga. Marissa dan pasangannya merasa dengan pulang ke Medan hanya akan membuang biaya untuk tiket pesawat yang mahal, sehingga ia dan pasangannya tidak pernah bertemu selama 5 tahun. a. Masa Commuter Marriage Marissa merasa sangat sedih ketika pertama kali pasangannya tidak tinggal bersamanya, namun ia tidak ingin terus menerus bersedih karena ia harus berpikir untuk masa depan, dan berpikir bahwa pasangannya pergi untuk keluarga juga. Marissa merasa dirinya seharusnya berterima kasih mempunyai pasangan yang masih memikirkan kesejahterahan keluarga. “Ya.. otomatis pasti sedih la ya, namanya juga ditinggal kan gitu. Tuh kan wajar aja si, tapi ya kalo berpikir ke masa depannya, untuk masa depan, kalo di feedback lagi, ya w setuju aja.” R2W1k. 7-13hal. 42 “Perasaan sedih iya, tapi karena gua berpikir untuk masa depan gua juga ga terus-terusan sedih gitu ga. Lagian kan suami gua pergi jauh demi keluarga, bukan demi orang lain, jadi bagi gua ga apa-apa si. Malah gua berterima kasi sama suami gua daripada dia ga mo tau sama sekali.” R2W1k. 162-171hal. 45 Ia setiap hari berkomunikasi dengan menggunakan telepon dan menggunakan internet, biasanya Marissa akan menceritakan mengenai anak dan pekerjaannya dan pasangannya. Ia tidak menceritakan masalah-masalah keluarga atau masalah lain yang dapat membebani pasangannya misalnya mengenai rumah, barang-barang apa yang rusak dan perlu diperbaiki. “Telfon lo, kadang lewat internet chatting, di internet kan bisa call juga, lewat telfon juga lo.” R2W1k. 260-263hal. 47 Universitas Sumatera Utara “Oo ya Cuma cerita tentang pekerjaan dia disana, pokoknya cerita tentang hal umum aja, saya ga ceritain masalah keluarga yang ada di sini. Karena dia juga ga bisa buat apa-apa.” R2W1k. 267-273hal. 47 “Ya karna gini ya, dia di sana kan kerja, kita ceritain masalah keluarga kita ke dia, kalo ga sampai berat sekali saya ga cerita ke dia karena hanya menaruh beban ya, jadi selama saya bisa selesaikan sendiri ya saya selesaikan sendiri. Lebih sering saya sharing ke dia itu mengenai anak aja. ” R2W1k. 275-285hal. 48 Marissa lebih banyak menceritakan mengenai anak mereka dan meminta pendapat pasangannya mengenai les tambahan yang diminta oleh anak mereka. Pasangannya lebih banyak menyerahkan keputusan mengenai anak mereka kepada Marissa, karena pasangannya merasa Marissa-lah yang lebih memahami anak mereka. Ia tetap memberitahu pasangannya mengenai anak mereka karena merasa pasangannya juga berhak menentukan masa depan anak mereka. “tapi kalo mengenai anak, dia mau les, mau sekolah apa, itu dibicarakan, misalnya anaknya mau ditambahin les lagi, menurut kamu gimana? Ya kalo dia si ya terserah kamu aja katanya, ya kebanyakan terserah ke saya juga, karena saya yang lebih tau kan? Ya dia bilang ya kamu lebih tau, jadi kamu yang mutusin sendiri.” R2W1k. 292-303hal. 48 “Cuma kan saya bilang karena anak juga anak kita sama-sama, ya daripada nanti pada akhirnya nanti bermasalah, ya bagusan saya kasi tau lu mau diapain, sebaiknya lu tau, anak ini mau diapain, sekolahnya bagaimana, jadwalnya bagaimana, jadi dia tau perkembangan anaknya gimana itu dia tau.” R2W1k. 303-313hal. 48 Ia mengaku lebih menyukai komunikasi langsung yaitu ketika pasangannya masih tinggal bersamanya. Marissa dan pasangan bisanya Universitas Sumatera Utara menceritakan masalah-masalah mereka dan kebanyakan membicarakan mengenai biaya-biaya hidup, penghasilan dan masa depan keluarga mereka. “Berkomunikasi ya biasa aja lo, kalo ada masalah ya diceritain.” R2W1k. 233-235hal. 47 “Eemm, ya biaya-biaya hidup kita, penghasilan kita kedepannya mau gimana, kebanyakan si mengenai hal itu aja, masa depan anak gimana.seandainya kalo kondisi tetap begini itu gimana, kebanyakan si setiap topik mengenai itu aja.” R2W1k. 238-246hal. 47 Ia merasa komunikasi langsung lebih efektif dibandingkan komunikasi tidak langsung karena ia dan pasangannya dapat langsung membicarakan masalah mereka dan dapat menyelesaikannya pada saat itu juga. Marissa juga mengatakan bahwa komunikasi tidak langsung kadang-kadang dapat menimbulkan masalah misalnya dapat menyebabkan miskomunikasi karena ia dan pasangannya hanya bisa mendengar suara tanpa bisa melihat ekspresi masing-masing pihak. “Bagi saya si puas, ga ada masalah karena semuanya lancar. Cuma kan kalo berkomunikasi bisa menyelesaikan masalah tanpa harus ngotot-ngotot gitu.” R2W1k. 251-256hal. 47 “Ya gua rasa lebih bagus lo ya kan? Bisa ketemu langsung, bisa ngomong langsung masalahnya, jadi mungkin walaupun masalah itu muncul tapi bisa diselesaikan seperti itu aja si.kalo menurut gua si gitu.” R2W3k. 13-20hal. 80 “Ya memang kadang agak bermasalah, jadinya kan kita hanya bisa cerita ke dia, tapi dia ga bisa buat apa-apa” R2W1k, 317-320hal. 49 “Cuma lewat telfon, ya kadang kan dari ngomong ya kita kan bisa salah paham juga, kita kan ga bisa liat ekspresi ya kan, mungkin kita lagi kesel, kita ngomong agak kuat, padahal kita ga kesel sama dia, kadang dari sana kita bisa salah pengertian gitu juga, mungkin masalahnya di situ aja si.” R2W1k. 321-331hal. 49 Universitas Sumatera Utara Marissa berusaha untuk menggunakan waktu komunikasi mereka yang terbatas sebaik mungkin sehingga ia tidak ingin saling bertengkar jika sedang berbicara lewat telepon. Ia mengatakan dirinya berusaha untuk tidak memaksakan kehendak dan saling pengertian terhadap pasangan, namun kadang-kadang merasa kesal ketika pasangannya tidak bisa mendengarkan keluh kesah yang dirasakan Marissa pada saat dibutuhkan karena adanya perbedaan waktu regional. “Tapi ya kalo sejauh ini berusaha untuk tidak terlalu memaksakan aja, kalo gitu si ga lo,karena kan jaraknya jauh, kalo kita terlalu memaksakan kehendak, dijalani ato ga kita juga ga tau, jadi ya ikutin aja, easy going aja, soalnya kalo terlalu dipaksain tuh mau gimana, lu di sana, gua di sini yang ada malahan ribut. Jadi saling pengertian aja.” R2W1k. 331-343hal. 49 “Ee kadang aja mungkin ya, kalo gua lagi kesel memang kondisi gua memang uda lagi kesel, trus pas telfon w minta sharing, dia lagi sibuk, jam kita kan beda, mungkin dia lagi sibuk jadi dia bilang, aaa, gua lagi sibuk sekarang ntar gua telfon u balek,kalo gua da ga sibuk. Kadang gua bisa bete lo di situ. Tapi gua ga pernah ribut sama dia, gimana si, gua lagi butuh teman, dia bilang nanti. Nanti lagi da lewat ya uda ga apa-apa. Soalnya kan emosi kita uda lewat” R2W1k. 349-364hal. 49 Waktu senggang Marissa ketika tidak bekerja dihabiskan dengan mengantar jemput anaknya, membersihkan rumah dan berkomunikasi dengan pasangannya dengan menggunakan internet maupun telepon. Ia menyatakan bahwa dirinya tidak mempunyai waktu untuk diri sendiri karena di sela-sela waktu luangnya respoden mengantar jemput anak dan di sela-sela antar jemput tersebut ia gunakan untuk berkomunikasi dengan pasangannya. “Kalo hari libur gitu, Cuma jadi supir anak lo, ngantar jemput les, ke vihara, bersi-bersi rumah, gitu aja lo.” R2W1k. 372-375hal. 50 Universitas Sumatera Utara “Ga, ga ada, karna waktu gua untuk kegiatan lain uda ga bisa, uda terlalu mepet, jadwal juga dari pagi ngantar, hanya selang beberapa jam gua harus jemput lagi. Dan setelah selesai semuanya gua harus ngantar les lagi. Beberapa jam habis ngantar les gua mo online sama suami gitu kan, di sela dia les, saya online sama suami, uda bebrapa jam saya jemput dia balik, uda habis lagi waktu saya, uda satu hari, jadi sama sekali uda ga ada waktu lagi untuk pribadi, uda ga bisa saya oh saya hari ini pengen sama teman ke mall, uda ga bisa.” R2W1k. 378-396hal. 50 Ia kadang-kadang merasa lelah dan bosan dalam menjalankan aktivitas di waktu senggangnya karena aktivitas yang berulang-ulang dan hanya bisa dilakukannya seorang diri tanpa bantuan orang lain. Marissa berusaha melakukan segala tugas-tugasnya sendirian tanpa bantua orang lain. Ia berusaha melakukan tugasnya sendirian, namun ada beberapa hal yang tidak bisa dikerjakannya seperti memperbaiki barang-barang yang rusak. Marissa akan berusaha memperbaiki sendiri sampai benar-benar tidak bisa dilakukan sendiri barulah meminta tolong orang lain untuk memperbaikinya. “Ya kadang capek si, capek, kadang-kadang bosan, tiap hari kayak gitu aja, tapi harus gua jalanin juga, kalo ga ada gua mo sapa lagi, di rumah ga ada sapa-sapa lagi, lagian saya di sini juga ga ada sapa-sapa lagi.” R2W1k. 399-405hal. 50 “Gua kerjain sendiri. Ya selama gua bisa ya gua kerjain sendiri, seperti ada lemari rusak, ya perbaiki sendiri, sampe gua ga bisa ya gua baru minta tolong ke orang. Itu pun gua minta tolong kolo orangnya mau, kalo ga mau gua pun ga perna maksa, kecuali lampu kayak gini la, gini rusak, gua ga sanggup gua minta tolong ma orang, kalo lampu kayak gitu gua bisa, gua ganti sendiri. Gua ga pernah mau nyusahin orang.” R2W1k. 418-431hal. 51 Marissa mengatakan lebih menikmati menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya karena tanpa kehadiran pasangannya membuat dirinya harus bertanggung jawab pada semua hal yang biasanya dilakukan oleh pasangannya. Ia dan pasangannya biasanya menghabiskan waktu senggang Universitas Sumatera Utara dengan berjalan-jalan ke mall atau berlibur keluar kota ataupun menghabiskan waktu bersama-sama dengan tinggal di rumah, menonton TV dan melakukan kegiatan seperti pasangan suami istri pada umumnya. “Ya pasti menyenangkan la ya, namanya satu keluarga bareng suami, sama anak-anak pigi jalan-jalan, w rasa itu hal yang gimana ya paling menyenangkan dan membahagiakan kalo gua rasa. Senang banget gua dan memang selama suami gua ada si kami rukun-rukun aja ya, seperti setiap libur itu kami pergi keluar gitu, meski kadang ga pergi kalo dirumah pun kami bisa bermain sama anak gitu.” R2W1k. 451-465hal. 51 “Kebanyakan si ke mall, jalan-jalan, kalo libur ya keluar kota, benar-benar menikmati liburan la, soalnya kan gua hanya bertanggung jawab, kalo gua pulang kerja, gua ngurusin anak, hanya itu kan, kalo kerja-kerja lain kan ada suami, jadi lebih enak lo, kalo suami ada gua lebih senang, ga kerja keras kek sekarang lo, banting tulang dari cowo sampe cewe gua borong kerjanya, itu aja si.” R2W1k. 434-447hal. 51 “Kegiatannya? Bareng suami? Ya di rumah aja, ga ngapain-ngapain, nonton di rumah, hanya itu ajalah, ga ada kegiatan yang terlalu istimewa juga ga. Biasa-biasa aja, pada umumnyala suami istri rutinitasnya gimana, ya kayak-kayak gitu la.” R2W3k. 25-33hal. 80 Beberapa hal yang tidak bisa dilakukan Marissa tanpa kehadiran pasangannya adalah seperti tidak bisa mengendarai mobil keluar kota, sehingga ia dan anaknya sangat jarang keluar kota. Marissa mengatakan memang dirinya dan anaknya pernah diajak oleh temannya untuk berwisata keluar kota bersama keluarga temannya, namun Marissa merasa tidak nyaman karena temannya dapat berkumpul dengan keluarganya sedangkan dia tanpa pasangannya. Ia merasa tidak keberatan jika tidak bisa berwisata keluar kota, tapi kadang-kadang merasa sedih dengan anaknya yang masih kecil sering menanyakan kenapa dirinya tidak pernah diajak keluar kota. Universitas Sumatera Utara “Paling keluar kota lo, kan gua ga berani nyetir sendiri, hahah,itu aja.” R2W1k. 529-531hal. 53 “Ya kalo dapat tumpangan ya gua itu, tapi ya terasa ga nyaman lo gitu kan. Mereka kan satu keluarga, jadi saya merasa kok saya jadi ganggu, jadi ya ga nyaman lo, dulu si saya ikut beberapa kali tapi kalo sekarang diajak, gua kurang mau gitu, karena gua ga merasa nyaman, orang lain bareng keluarga, gua merasa gua aneh sendiri.” R2W1k. 534-545hal. 53 “Sebenarnya ga keluar kota juga ga masalah si, Cuma yang sering ribut itu si kecil, orang lain kalo libur bisa jalan-jalan ke luar kota kok gua tetap di rumah aja, itu aja si, ya w dengerinnya juga agak kasian juga si.” R2W3k. 60-67hal. 81 Hal lain yang tidak bisa dilakukannya tanpa pasangannya adalah ketika ada barang-barang di rumah yang rusak seperti barang elektronik. Marissa harus mengumpulkan barang-barang yang rusak lalu menyuruh orang yang bersedia membantu memperbaiki barang-barang yang rusak tersebut. Barang-barang rusak kadang-kadang membuatnya merasa jengkel tapi reponden harus merelakan keadaan seperti itu. “Ya itu satu, yang lain, terutama ini ya. Alat-alat rumah kalo rusak w ga bisa perbaiki, sehingga w harus suruh orang, kalo suruh orang pun harus dikumpul dalam jumlah banyak baru bisa, kalo dikit-dikit ga ada yang mau, nah itu aja lo yang ga bisa w lakukan, pokoknya yang sulit-sulit la barang-barang di rumah yang rusak itu kendalanya di situ, terutama yang listrik, itu kendalanya besar sekali. Antena juga gitu, antena tv, ya relain lo kalo nonton tv agak burem-burem, karena ga tau gimana perbaikinya.” R2W3k. 40-57hal. 81 “Kalo mengenai alat-alat rumah yang ga bisa diperbaiki, kadang-kadang w merasa jengkel juga. Uda rusak ga bisa diperbaiki ya jengkel juga. Ya gitu la, kadang suka ngeluh juga ama suami, ni barang-barang uda pada rusak, suru orang perbaiki tapi ga ada yang mau gitu kan, jadi harus minta tolong ama orang itupun harus dia punya waktu , ada yang mau.” R2W3k. 87-79hal. 81 Universitas Sumatera Utara Marissa merasa dirinya menjadi individu yang lebih baik dalam beragama sejak tidak tinggal bersama pasangannya. Ia dulunya memang mempunyai agama, namun ia merasa dirinya melakukan ritual keagamaan tanpa memahami dan mendalami maknanya. Marissa mengaku dulunya beberapa kali ke vihara saat diajak ibu mertua, namun setelah ibu mertuanya meninggal, dirinya tidak pernah lagi ke vihara. Marissa yang dirinya kurang memahami makna dari ibadah yang dilakukannya menjadi merasa dirinya tidak menyadari dan tidak mengoreksi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik. “Emm, rutinitas ya sembahyang gini aja si, gua ga tau omongnya, waktu suami ada di rumah, gua Cuma sembayang, pokoknya Ti Gong, De Zhu Gong gitu aja la yang gua tau, sama sembayang yang di Irian Barat. Gua ga pernah ke vihara.” R2W2k. 4-12hal. 62 “Waktu mertua cewe masi idup gua pernah sembayang ke vihara. Waktu mama mertua gua uda meninggal, gua ga pernah ke vihara lagi. Tapi jalani aja gitu, adat-istiadat orang Chinese gitu aja lo. Ga ada spesialnya si.” R2W2k. 22-37hal. 62 Ia masih melakukan rutinitas keagamaan tanpa memahami maknanya di awal perpisahannya dengan pasangannya. Marissa merasa dirinya memang belum banyak berubah, namun dirinya menjadi selalu berusaha untuk memahami dan mengerti bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. “Ya pertama kali si juga gitu, rutinitas. Tapi terakhir-terakhir setelah gua ada sering, memang ga sering-sering kali sih, tapi ada ke vihara gitu kan dan gua mulai mengerti dan mulai tau, apalagi di TV kan ada film DAAI itu kan, gua nonton, dari situ gua mulai tau, jadi orang itu harus gimana. Ya memang ga bisa merubah si, tapi ya tetap berusaha, maksudnya bisa tau, kita harusnya gimana terhadap keluarga kita, terhadap sekeliling terhadap orang lain.” R2W2k. 40-56hal. 63 “Mungkin di situlah perubahannya, gua jadi merasa mungkin mengarah ke arah yang lebih baik.” Universitas Sumatera Utara R2W2k. 57-60hal. 63 Marissa merasa dirinya lebih yakin dan percaya pada agama yang dianut dan merasakan beberapa perubahan dalam dirinya seperti, dirinya berusaha untuk aktif menjalankan agama. Ia juga merasa senang ketika melihat anaknya juga suka memperlajari agama dan beribadah ke sekolah minggu sehingga ia merasa tidak berat mengajarkan agama kepada anaknya. “Kayaknya sekarang lebih yakin la gitu. Kalo sekarang u nanya ama gua, u yakin sama agama Buddha? Gua yakin banget, gua uda mantap di agama Buddha. Kalo dulu ditanya lu agama apa? Gua agama Buddha tapi Cuma KTP doang. Na sekarang gua memang blom disahkan jadi agama Buddha tapi gua berusaha mempelajari dan mengerti, tapi gua ga pernah lepas bahwasanya ah gua Buddha kan uda di KTP jadi gua ga usa aktif, gua sekarang berusaha untuk bisa, meskipun ga sering-sering tapi gua berusaha untuk bisa, setidaknya untuk mempraktekkannya.” R2W2k. 73-92hal. 63 “Kayaknya jadi lebih bagus la, anak gua juga e lebih bagus, ee lebih tau, setiap minggu ke sekolah minggu, bergaul dengan umat Buddhis, dia tau dia harus bagaimana. Uda mengerti juga, dan dia suka, dia suka kalo ke vihara, bagi gua kalo anak uda suka, jadi gua juga uda ga punya beban.” R2W2k. 96-105hal. 64 Kepercayaannya terhadap agama membuat dirinya untuk tidak berpikiran negatif mengenai pasangannya. Ia merasa dengan mempelajari agama memberikan ketenangan dan ikhlas menyerahkan hidup dirinya dan pasangannya ke dalam tangan Tuhan. “Jadi apa ja, jadi pikiran gua aja, makanya lama-lama gua dari situ gua berusaha mendalami agama, sering setidaknya berusaha membaca Parrita yang bisa memberikan ketenangan, dan gua jadi ga negative thinking, gua berusaha mengikuti ajaran agama Buddha, berpikir yang positif makanya hasilnya akan positif, kalo setiap hari berpikir suami gua kayak gini. Mungkin suatu hari suami gua memang jadi kayak gini.” R2W2k. 173-187hal. 65 Universitas Sumatera Utara “Tuhan yang menentukan la itu. Gua Cuma berusaha positif aja” R2W2k. 201-204hal 66 Marissa yang tidak tinggal bersama pasangannya kadang-kadang merasakan beberapa masalah dari pernikahan jarak jauh ini. Ia kadang-kadang merasakan kepercayaan kepada pasangannya yang semakin berkurang karena pengaruh dari perkataan dan pendapat orang lain mengenai pernikahan jarak jauh, namun meskipun begitu, ia tidak pernah menceritakan masalah itu kepada pasangannya karena hanya dapat membuat pasangannya tersinggung dan memicu pertengkaran. “Kadang-kadang bisa terjadi krisis kepercayaan juga ya. Agak-agak lama gitu ya. Sebenarnya kita karna tinggalnya jauh gitu kan orang di sekeliling bilang, aduh tinggalnya segini jauh nanti begini-begini, nanti disana juga begini-begini.” R2W2k. 110-118hal. 64 “Ga la, kalo itu ngundang pertengkaran aja itu. Kan itu kan pikiran jelek kita sendiri, kalo kita bilang kan berarti kita mencurigai dia. Dia akan tersinggung, jadi gua ga pernah mau omongin.” R2W3k. 93-99hal. 82 “Ya waktu orang bilang itu kita ada pengaruh juga.” R2W2k. 129-131hal. 64 “Iya di pikiran aja, pas orang lain bilang... ya betul juga ya, gimana kalo kejadian kayak gitu, kadang mempertanyakan pada diri sendiri, ga pernah gua omongin ke suami, pertama dia pasti marah ya kan? Kita kan ga percaya sama dia, gua juga seandainya dibalikin sama gua dengan pertanyaan seperti itu gua juga marah ya kan.” R2W2k. 160-171hal. 65 Marissa memang tidak menceritakan masalah tersebut kepada pasangannya, namun ia memikirkan masalah itu sendirian. Ia akhirnya merasa stres dan lelah terus memikirkan hal itu, sehinga akhirnya memutuskan untuk percaya saja pada pasangan. Marissa menyikapi masalah ini dengan tidak Universitas Sumatera Utara memikirkannya lagi dan berusaha mencari kesibukan lain. Ia berusaha berpikir positif dengan berpikir bahwa pasangannya pergi untuk keluarga juga. “Tapi lama-lama gua pikir, kalo gua pikirin terus, yang ada lama-lama gua ribut. Gua stress, ya uda la gua percaya aja, gua berusaha percaya dia aja.” R2W2k. 133-138hal. 65 “Ga gua pikirin. Yang penting gua cari kesibukan lain. Ga pernah gua ambil berat masalah-masalah kayak gitu. Gua ga mo jadiin beban dalam pikiran gua, stress jadinya. Karna gua pikir masi banyak yang harus gua kerjakan. Kalo dipikir aja tuh ga ada penyelesaiannya.” R2W2k. 147-155hal. 65 “Pokoknya u pergi, gua sekarang tau prinsipnya, u pergi ya u tetap suami gua juga si, setidaknya u pulang u masi tau kalo u masi punya keluarga, sejauh ini ya dia penghasilannya dia tetap kirim pulang.” R2W2k. 121-128hal. 64 Setiap masalah yang ada padanya selalu ia selesaikan sendiri. Marissa sangat jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain, kecuali ia merasa masalahnya tidak terlalu berat dan aman untuk diceritakan. Ia kadang-kadang merasa agak berat karena dirinya tidak tahu harus menceritakan kepada siapa dan ia hanya bisa menunggu sampai amarahnya mereda lalu melupakan masalahnya sendiri. “Ga ada, gua simpan ampe lama kan, trus gua rasa masalah gua bisa gua ceritain, ya gua ceritain lo ke kantor, itu si masalah yang ringan lo, tapi kalo masalahnya yang lebih pribadi ya uda gua simpan aja sendiri, ga pernah gua ceritain ke orang, terutama ke keluarga, ga pernah gua ceritain. Bagaimana hubungan gua ama suami gua, bagaimana hubungan gua sama mertua gua, ga pernah gua ceritain. Ya kecuali yang uda tau ya baru gua ceritain, itupun sebatas yang gua rasa bisa diceritain aja.” R2W3k. 155-172hal. 83 “Ya agak berat si, tapi e terakhir pokoknya masalahnya selesai la, ga tau gimana lagi. Em gimana ngomongnya ya, susah juga ngomongnya, pokoknya agak-agak berat la gitu aja, karna harus diselesaikan sendiri, juga ga pande mo ngomong ma sapa.” R2W3k. 143-152hal. 83 Universitas Sumatera Utara “Iya. Ee gimana ya. Lama-lama gua juga lupa, gua orangnya jengkelnya juga bentar aja, paling gua jengkel pun untuk saat itu, paling lama pun satu minggu uda lewat itu uda ga lagi. Gua pun uda lupa, apalagi kalo gua ketemu pas mungkin pas w ketemu teman w bisa enjoy gitu kan, tapi habis itu gua ingat lagi. Paling lama 3 hari gua da lupa semua, kecuali gua betul- betul dimarahin atau agak-agak sedih mungkin bisa satu minggu, paling ya dua hari misalnya orang yang marahin gua, misalnya suami gua, habis 2 hari dia uda baik-baik ma gua ya uda gua lupain, gua uda lupa. Gua ga nyimpannya lama-lama.” R2W3k. 120-139hal. 82 Krisis kepercayan memang menjadi masalah bagi Marissa secara pribadi. Ia mengaku pernah memikirkan kebutuhan pasangannya yang tidak tinggal bersamanya, namun ia mengaku tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu pasangannya. Marissa mengatakan tidak bertanya dan tidak ingin tahu mengenai bagaimana pasangannya memenuhi kebutuhan seksual ketika tidak tinggal bersama karena ia tidak ingin stress dan sedih. Marissa hanya bisa menasehati pasangannya untuk menjaga diri baik-baik meskipun ia merasa sangat wajar jika akhirnya pasangannya mencari wanita lain untuk melepas kebutuhan tersebut asalkan pasangannya tidak berencana menikahi wanita tersebut. “Gua ada pikirkan? Ada si, tapi mau gimana? Tapi kalo dibilang cewe mungkin masi bisa tahan, tapi kalo cowo gua juga ga tau. Terserah dia la mau gimana lagi. Mau gua pikirin gua juga ga bisa bantu dia, cara dia nyelesainya gimana gua juga ga tau dan gua juga ga perna nanya.” R2W2k. 755-764hal. 78 “Gua juga ga tau, pokoknya gua prinsipnya gini, saat ini suami gua ga ada di sini jadi gua berharap dia ga buat yang aneh-aneh, tapi gua juga ga mau terlalu memaksa, karna laki-laki lebih fokus ke sana gitu, jadi gua juga ga mo nanya terlalu banyak, gua juga ga mau tau. Gua ga mau tau u ngapain di sana, jadi kalo kita tau, kita jadi stress aja, jadi gua anggap gua ga tau.” R2W3k. 510-522hal. 91 “Ya paling gua sering bilang, ya u tau-tau diri aja la sendiri di sana gimana dan secara jujur kalo misalnya dia ada mencari orang untuk melepas nafsunya, gua juga ga akan marahin dia, kecuali sampai dia berencana Universitas Sumatera Utara untuk menikahi orang itu, kalo untuk numpang lewat gitu gua ga keberatan, selama dia ga ada sama gua ya.” R2W3k. 528-539hal. 91 Marissa memang mengatakan bahwa dapat menerima jika pasangannya berbuat curang, namun dirinya tidak pernah mengatakan kepada pasangannya bahwa dirinya setuju jika pasangannya berbuat demikian. Marissa hanya berusaha untuk menerima keadaan ini meskipun ia sebenarnya tidak rela. Pasangannya pernah mengatakan bahwa dirinya setia padanya tapi Marissa tidak tahu apakah hal itu benar ato tidak. “Kalo dia tinggal di sana secara jujur gua ga perna larang dia, tapi ga pernah ngomong sama dia juga, kalo ngomong sama dia kan berarti gua acc, tapi dalam hati gua kalo pun dia memang benar sama orang lain di saat jarak di sini jauh, gua juga ga protes,” R2W3k. 540-549hal. 91 “Berusaha menerima aja, ya kalo membayangkan dan memikirkannya agak-agak ga rela ya, ya gimana lagi, kalo gua bilang u ga boleh gini-gini, dia bilang iya, tapi dia di luar tetap melalukan ya sama aja, perasaan ga rela itu pasti ada, perasaan egois, karna gua juga dalam tanda kutip, u ada ato ga, gua ga mo permasalahkan dalam catatan jangan sampai u bilang ada orang ketiga, gitu aja. Yang penting u pulang u tetap cari gua ya uda gitu aja.” R2W3k. 565-579hal. 92 “Susah juga guabilangnya, karna gua juga ga pernah nanya. Apa dia pernah ato ga, gua ga tau, meskipun kadang-kadang dia pernah bilang seakan-akan dia ga, dia perna ngomong-ngomong gitu, tapi itu benar ato ga, gua juga ga tau. Ya uda la ga apa-apa lah. Yang penting u pulang, u suami gua, ya uda gitu aja.” R2W3k. 552-562hal. 92 Ia merasa sedih karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual pasangannya ketika pasangannya tidak tinggal bersamanya. Marissa sendiri kadang-kadang merasa sedih pada diri sendiri karena tidak bisa melakukan Universitas Sumatera Utara aktivitas seksual seperti pasangan suami istri yang telah menikah, ia bahkan merasa kurang normal. “Yang sedihnya di saat dia butuh tapi kita ga bisa dampingi, dan ga bisa memenuhi apa yang dia mau” R2W2k. 770-773hal. 78 “Agak sedih juga si, harusnya kan kita uda menikah, uda berkeluarga, untuk saat ini kok perasaannya agak-agak lain daripada yang lain lo, terus terang perasaan gua kayak kurang normal aja gitu.” R2W2k. 735-741hal. 78 Marissa berpikir bahwa seorang wanita jarang mengingat kebutuhan seksualnya kalau wanita itu mempunyai banyak kesibukan, sehingga ia berusaha mencari kesibukan untuk diri sendiri supaya tidak memikirkan masalah seksualnya. Ia kadang-kadang merasa senang dapat istirahat dengan baik tanpa diganggu pasangannya karena aktivitasnya saat itu yang cukup padat sehingga membantu dirinya untuk tidak memikirkan kebutuhan seksualnya. “Em karna gua sibuk, gua pun jarang memikirkannya, meskipun kadang- kadang masih bisa terpikirkan juga. Ya kalo terpikir harus sekian lama gua nunggu ya sedih lo. Sedih banget pun, tapi kadang karna gua uda terlalu sibuk pulang setiap hari pun kalo uda di tempat tidur pun kayaknya uda sangat nyaman gua langsung tidur.” R2W3k. 462-473hal. 90 “Kadang gua senang juga kayak gitu ga ada suami gua jadi gua mo puas- puas tidur juga bisa, itu aja lo. Ya ada plus minusnya la, saat kita butuh dia ga ada, saat kita capek ga ada yang gangguin, gua sangat bersyukur lo gua bisa mo gimana.” R2W3k. 473-481hal. 90 “Tapi gua rasa kalo untuk perempuan pada umunya, gua si ga, itu sebenarnya aktivitas seks itu kita teringat kalo kita kurang kerjaan. Duduk melamun, nah itu pun bisa teringat.” R2W3k. 484-490hal. 90 Universitas Sumatera Utara “Dan gua pun uda terlalu sibuk layani anak gua segala macam jadi gua jadi ga sempat ingatnya lagi, karna gua tiap hari da capek sampe tempat tidur gua pun uda tidur” R2W3k. 490-495hal. 90 Marissa dan pasangannya saat ini dikaruniai seorang anak perempuan. Pasangannya merencanakan untuk menambah satu orang anak lagi, tapi Marissa merasa dirinya tidak muda lagi untuk melahirkan seorang anak. Ia tidak menolak ataupun menerima keinginan pasanganya, namun ia ingin melihat kondisi diri dan keluarganya nanti. “Kalo gua si ga ada rencana, tapi suami gua si maunya kalo bisa tambah satu lagi. Kalo gua si liat aja nanti gimana. Kondisi gua nantinya la, karna umur gua juga uda ga muda.” R2W2k. 745-750hal. 78 Marissa tidak merasakan adanya masalah dalam mengurus anaknya, karena ia merasa anaknya merupakan anak yang baik. Ia juga mengatakan bahwa anaknya merupakan anak kesayangan pasangannya, bahkan pasangannya lebih menuruti permintaan anaknya dibandingkan permintaan Marissa sendiri. Ia merasa anak mereka menjadi perekat hubungannya dengan pasangannya dan merasa bahwa setelah mempunyai anak, dirinya dan pasangannya menjadi lebih bisa bekerja sama dalam menjalani kehidupan keluarga. “Eemmm... yang menjadi masalah? Kayaknya ga ada, jadi gua ga tau.. hahaha. Kayaknya ga ada si. Ya makanya anak gua ya nurut, pengertian, jadi gua ga tau masalahnya di mana.” R2W1k. 787-795hal. 59 “Malahan gua rasa, ada dia, kami lebih deket lagi. Karna bagi papinya dia adalah segala-galanya. Anak kesayangan, walaupun dia jauh, tapi dia sayang banget. Segala permintaannya, segala omongannya lebih mempan daripada omongan gua... nah itu dia, dia sayang banget. Jadi memang waktu belum punya anak kami ga pernah ribut si. Cuma ya setelah punya anak, kami jadi bisa lebih bekerja sama. Lebih merasa kita harus menjalani dan menjaga agar keluarga ini jadi lebih baik.itu aja.” Universitas Sumatera Utara R2W1k. 878-894hal. 61 Marissa saat ini mengambil semua peran dalam hal pengasuhan anak, baik dalam mengurus kebutuhan, peraturan sampai segala macam les untuk anak mereka. Kewajiban pasangannya dalam mengurus anak diberikan kepada Marissa karena pasangannya merasa Marissa-lah yang memahami anak mereka karena selama ini anak tinggal dengannya, meskipun begitu, pasangannya tetap menasehati anak mereka ketika anak mulai tidak patuh kepada Marissa. “Ya untuk saat ini semuanya gua yang ambil la, mana ada lagi. Haha, ga ada pembagian peran lagi, karna anaknya masi kecil papinya uda pergi kerja kan, jadi ya sejauh ini ya gua yang urus semua, dari segala macam peraturan dari segala macam les, semua gua yang atur semua la, ya papinya bilang pokoknya u yang atur la, u yang tau la.” R2W1k. 644-655hal. 56 “Cuma kadang lewat telfon dia da kasi tau juga, u kan sama mami di rumah, jadi u harus ikut omongan mami, gitu aja. Kadang lewat telfon ada si dikasi tau ataupun kadang dia uda mulai malas belajar, kalo sama gua kan mungkin da terlalu sering bersama , jadi dia agak membal juga ngomongnya gitu, jadi papinya bilang sama dia, u harus rajin belajar,gini- gini. Ya katanya, nanti dia jalani.” R2W1k. 663-675hal. 56 Marissa merasa anaknya tidak pernah rewel meminta untuk dibelikan barang apapun, namun anaknya akan meminta berbagai macam les untuk dirinya sendiri. Marissa mengizinkan anaknya untuk mengambil berbagai les yang diinginkan anaknya tetapi juga akan memberhentikan les tersebut jika suatu saat anaknya stress atau kelelahan. Aktivitas anak responden yang padat membuat kesempatan pasangannya untuk berkomunikasi dengan anak semakin lebih kecil. “Sekarang si kan kalo chatting kalo dia punya waktu dia bisa, sekarang bukan dia yang ga mau ngomong sama anaknya. Anaknya yang ga punya waktu ngomong sama bapaknya ya kan.” R2W1k. 504-511hal. 53 Universitas Sumatera Utara “Jadi dia kalo ngomong ama anak paling seminggu sekali. Itu pun kalo anaknya yang ada waktu. Karna kan pas dia telfon anaknya masi di vihara, nanti agak sorean dikit telfon anaknya uda mo ke les, jadi ngomongnya 15 menit, kadang ya 5 menit, ya gitu la.” R2W1k. 516-525hal. 53 “Jadi dia ga perna minta, dia Cuma nanya, mami gua pengen ini, boleh ga? Trus w bilang ga boleh, kita bukan orang kaya ga bisa beli itu. Ya uda lo mami ga apa-apa. Dia ga pernah minta yang sampai merengek-rengek itu. Ga pernah, makanya gua bilang dia anak yang baik. Anakyang paling baik dia, gua ga tau kalo anak gua yang berikutnya bisa kayak dia ga.” R2W1k. 628-639hal. 55 “Dia yang minta sendiri. Gua ga pernah maksa dia les, gua Cuma mengharuskan dia les Inggris sama Mandarin. Yang lainnya gua ga pernah maksa, malahan dia minta les di hari sabtu di hari minggu gua yang keberatan. Gua bilang u kapan di rumahnya, ga apa-apa lah katanya.” R2W1k. 587-596hal. 55 “. Ya gua bilang si kalo mo les ya les lo, tapi kalo u stress, u berhenti aja lo. Tapi sejauh ini dia enjoy aja.” R2W1k. 600-603hal. 55 Ia tidak merasa berat meskipun hanya dirinya sendiri yang bisa menjaga anaknya karena ia merasa hal itu merupakan kewajiban dirinya sebagai ibu. Marissa juga merasa seorang ibu lebih cocok dan mampu mengurus anak lebih baik daripada seorang ayah. “Gua si ga capek banget, karna gua merasa itu memang kewajiban gua, suami bisa merawat anak berapa lama? Ya kan? Ya sama aja, dia di sini juga pergi kerja, sampe malam, kayaknya suami gua hanya sekedar melihat gitu aja, jadi ya untuk tanggung jawab anak ke gua si ga masalah. Ga ada bebannya sama sekali. Karna gua merasa itu kewajiban gua.” R2W1k. 863-874hal. 60 “Kalo soal anak ga beban si sama gua ya, karna gua merasa gimanapun seorang mama lebih cocok jaga anak daripada seorang papa, ya kan, walaupun mungkin gua ga termasuk mama yang terlalu sabar, tapi mungkin lebih baik daripada bapak yang jaga anak.” R2W3k. 229-238hal. 85 Universitas Sumatera Utara “Pada kenyataanya sekarang, kebanyakan kan bapak yang, gimana ya, memang suami istri di rumah, suaminya jaga anak, tapi itu Cuma figuran aja, sebenarnya jaga anak juga ga, kebanyakan mamanya yang urus jadi kalo soal anak sama gua ga ada masalah.” R2W3k. 238-247hal. 85 Marissa biasanya tidak meminta bantuan dari keluarga pasangannya karena pasangannya tidak mempunyai saudara perempuan dan hanya mempunyai satu adik laki-laki yang sudah berkeluarga dan tinggal bersama ayah mertuanya, ia biasanya meminta bantuan pada saudaranya meskipun adiknya tinggal di luar kota. Marissa merasa saudara-saudaranya sangat peduli dan sayang dengan anaknya. “Gua cuma bisa minta tolong dari keluarga gua, ga mungkin gua minta tolong sama keluarga suami gua. Karna keluarga gua ga ada yang perempuan, semuanya laki-laki, jadi sapa yang mau nolongin gua.” R2W1k. 822-829hal. 60 “Kakak ipar sapa yang mau coba? Orang punya keluarga masing-masing. Kalo kita harapin ipar susah kan? Suami gua ga punya adik atau kakak perempuan, semuanya laki-laki.” R2W1k. 831-836hal. 60 “Gua telfon adik gua, untuk datang ke Medan buat jaga dia.” R2W1k. 816-819hal. 59 Marissa merasa hubungannya dengan keluarga pasangannya tidaklah begitu dekat tapi masih bisa berhubungan dengan baik. Ia tidak mau mencampuri urusan keluarga pasangannya, tapi meksipun begitu ia tetap memperhatikan dan menjaga ayah mertuanya ketika sedang sakit. “Emm dengan keluarga pasangan ya lancar-lancar aja si, tapi kalo dekat sekali juga ga, kalo mo ngomong kayak gua ama keluarga gua sendiri si ga bisa, Cuma sebatas relationship la hubungan keluarga kayak gitu.” R2W2k. 453-460hal. 71 Universitas Sumatera Utara “Gua ga perna mau ribut, ga mo cari masalah ama orang, ga pernah la. Gua ga mo tau urusan keluarga suami gua itu mau gimana. Ga tau, pokoknya ya papanya sakit gua datang, waktunya kira-kira brapa lama gua harus pergi, gua pergi.” R2W2k. 478-486hal. 72 “Kadang bapaknya sakit, malah gua yang harus ke sana bantuin lagi.” R2W1k. 853-855hal. 60 Hubungan Marissa dengan teman-teman sekolahnya sudah tidak begitu lancar karena kurangnya waktu untuk berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Ia juga tidak terlalu dekat dengan teman kantor karena selain teman-teman kantor yang jauh lebih muda darinya, kebanyakan teman kantornya juga masih belum berkeluarga, selain itu juga dikarenakan teman-teman Marissa merasa Marissa lebih loyal dalam berbelanja, sehingga teman-teman kantornya tidak bisa mengikuti pola berbelanjanya. “Uda ga ada semua si, agak-agak lama sekali baru ada, karna waktu gua juga ga ada untuk bertemu dengan mereka, jadi waktu mau telfon, gua juga sibuk.” R2W2k. 494-499hal. 72 “Teman kantor gua tuh ga banyak, da itu mungkin gini ya, yang sebaya gua tuh ga ada, banyakan tuh yang dibawah gua. Jadi ga mungkin gua samperin orang itu, kadang-kadang aja gitu. Ga ada yang sebaya gua, semuanya masih 20an, yang mendekat 30 ada, tapi pun ga gt apalah, soalnya mungkin gua kan lebih suka belanja, suka jajan, mungkin keluarkan uang gua.jadi kalo gua ajak kemana-mana pun mereka uda takut sendiri.” R2W3k. 179-193hal. 84 Ia kadang-kadang bahkan harus menolak ajakan teman yang bersyarat tidak bisa membawa anak karena menurutnya, bukannya tidak menghargai, namun karena keadaannya saat ini tidak memungkinkan baginya untuk tidak Universitas Sumatera Utara membawa anak. Marissa hanya akan menerima ajakan teman dalam keadaan yang penting dan akan menitipkan anaknya pada teman lain. “Gua relain, karna kalo ajakan teman, bukan berarti gua ga menghargai ya, soalnya memang keadaan w seperti itu. Gua terima aja, sory la gua ga bisa kalo ga bawa anak, dan kalo memang ada keperluan yang sangat mendesak, gua titip lo sama teman yang lain dan gua pergi, dan kalo pergi untuk bermain untuk enjoy aja gua lebih sering ga pergi.kecuali gua bisa bawa anak gua.” R2W3k. 263-276hal. 85 Marissa merasa baik-baik saja ketika berinteraksi dengan teman-teman tanpa kehadiran pasangan karena beberapa teman yang masih belum berkeluarga, namun ia kadang-kadang merasa kesepian ketika berinteraksi dengan teman- teman bersama keluarga teman. Ia juga merasa tidak ada pengaruh dengan ketidakhadiran pasangannya dalam hal penerimaan keluarga terhadap dirinya, bahkan ayah mertuanya lebih memberikan perhatian kepadanya dan anaknya daripada sebelum pasangannya bekerja di luar negeri. “Ya ga merasa kekurangan si, karna teman gua juga belum punya keluarga. Haha jadi ga terasa, blom married. Ya kalo yang uda married kadang bisa si, tapi gua ga gitu sensitif la, gua uda gimana ya, uda commit la pas pertama suami gua mau berangkat, gua ga mo cengeng banget dengan masalah kayak gini.” R2W2k. 512-522hal. 73 “Keluarga pihak suami gitu?ga, justru malahan gua rasa... ga si malahan gua rasa kadang-kadang mereka terutama mertua gua ya agak kasi-kasi perhatian, dulu waktu ada suami dia agak cuek gitu, masa bodo, mau jungkir balik juga terserah, sekarang mungkin karna suami gua ga ada, jadi dia kasi nasehat gua harus baik-baik jagain dia.” R2W2k. 538-549hal. 73 Marissa diterima dalam keluarganya sendiri karena ia merasa orang tuanya merupakan orang yang realistis dan mendukung tujuan dari perpisahan sementara Universitas Sumatera Utara dengan pasangannya. Ayahnya memberikan kebebasan penuh kepadanya untuk menentukan jalan hidup keluarga dan dirinya. “Karna keluarga gua orangnya juga easygoing semuanya. Papa gua ya uda, kami kan satu keluarga mungkin pemikirannya lebih realistis ya, kalo memang harus ee kehidupannya kalo tujuannya untuk mencari masa depan ya okay aja. Papa gua juga ga pernah menentang kalo suami gua kerjanya harus gitu jauh, ga pernah, marah gitu ga pernah, papa gua orangnya easy going banget. Terserah kalian mau gimana yang muda, pokoknya keluarga kalian baik-baik aja.” R2W2k. 556-572hal. 74 Keuangan keluarganya saat ini dirasa baik dan ia juga merasa lebih tenang karena ia dan pasangannya telah berhasil mengumpulkan modal untuk usaha dan simpanan untuk masa depan, meskipun kadang-kadang juga memikirkan tentang keberhasilan usaha yang akan dirilis mereka. “Emm saat ini termasuk baik la ya. Setidaknya uda punya modal jadi ya uda lah cukuplah, ga kekurangan si, kalo mau dihambur-hamburkan mau brapa juga ga cukup. Pokoknya kalo modal sedikit banyak untuk usaha kecil-kecillan uda punya, jadi gua juga uda agak tenang lo.” R2W2k. 238-247hal. 67 “Memang kadang kepikiran juga si, usaha belom di mulai, ga tau ke depannya gimana.” R2W2k. 248-256hal. 67 Penghasilan Marissa biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan penghasilan pasangannya disimpan untuk modal usaha. Pasangannya menyerahkan urusan keuangan kepadanya, namun ia tetap memberitahukan pasangannya jika ingin menggunakan uang mereka dalam jumlah yang besar dan yang tidak umum. Ia mengelola pengeluaran sehari-hari namun untuk memberi beberapa barang yang lebih mahal, biasanya merupakan saran dan izin dari pasangannya. Marissa juga tidak kewalahan mengurus Universitas Sumatera Utara pengeluaran anak mereka karena anaknya tidak pernah meminta untuk dibelikan apa-apa namun untuk beberapa berbagai jenis les membuatnya lebih banyak menghabiskan banyak biaya untuk pendidikan anaknya. “tapi kalo sekarang penghasilan gua buat biaya rumah tangga, penghasilan suami gua simpan buat eee bisnis lo, usaha.” R2W3k. 650-654hal. 76 “Kalo saat ini semuanya diserahin ke gua sih.” R2W2k. 263-264hal. 67 “Ee kalo untuk biaya sehari-hari ga, tapi kalo untuk beli yang mahal ya tapi kebanyak yang mahal gua ga pernah mau beli, kebanyakan suami yang maksa suru beli, u harus beli ini ini, gini-gini. Jadi yang mahal-mahal atas izin suami juga sih, mungkin pas orangtua gua lagi sakit, gua butuh duit, gua bilang dulu.” R2W2k. 267-277hal. 67 “Setidaknya uang yang gua pake dan dalam jumlah besar dan tidak umum itu gua kasi tau gitu.” R2W2k. 279-282hal. 68 “Dia ga pernah ribut mau beli ini beli itu. Yang ada gua belikan dia ambil gua belikan dia ambil, kayak gitu aja. Ga pernah protes apa yang gua beli, mau murah mau mahal dia ga pernah pilih yang mahal waktu kita suru dia milih.” R2W2k. 393-400hal. 70 “Ya dia ngerti tapi kalo soal les dia ga mau tau. Dia ga pernah nanya mami uangnya ada ga. Ga mau tau. Mami gua mau les ini. Orang les sempoa dia pengen, orang les menggambar dia pengen, pengen piano uda gua stop, gua bilang lu pengen kantong gua uda ga sanggup, kan gua rasa piano ga gitu.” R2W2k. 402-411hal. 70 Marissa mengakui dirinya dan pasangannya sama-sama merupakan orang yang keras kepala dan egois, ia bahkan merasa tidak ada perbaikan dari masing- masing pihak mengenai hal ini. Ia berusaha untuk tidak bertengkar di telepon karena merasa harus memanfaatkan waktu bicara yang singkat itu dengan sebaik- baiknya. Universitas Sumatera Utara “Sama-sama keras kepala, jadi ya kalo uda berdebat gitu mungkin kadang gua harus gini, dia harus gitu, na itu lah itu aja yang jadi masalah, sama- sama keras kepala.” R2W2k. 582-587hal. 74 “Ada dong, gua merasa justru ga ada perbaikan karna jaraknya jauh. Tapi kadang mungkin kebanyakan saling mengalah juga ya, tapi ga tau nanti kalo uda bareng lagi, gua ga tau lo. Karna jarak jauh aja ditelfon blom berantem aja gua juga uda capek. Jadi biasanya kalo gua dua kesel ya gua matiin, uda kesel juga matiin, apa yang mau gua mau di perdebatkan, jadi kebanyakan mengalah.” R2W2k. 590-603hal. 74 “Kan aneh, ga ketemu, sementara ngomong di telfon ee, hanya punya waktu beberapa jam untuk ribut di telfon kayaknya sia-sia kan? Itu aja si.” R2W2k. 214-219hal. 66 Sifat keras kepala Marissa dan pasangannya kadang-kadang dapat memicu pertengkaran. Ia merasa dirinya lebih banyak mengalah jika ia merasa situasi tersebut dapat memicu pertengkaran. “Adu mulut lo adu mulut, diam-diaman gitu abis itu uda baik lo.” R2W2k. 606-608hal. 75 Marissa tidak suka bertengkar dengan pasangannya karena Marissa sendiri merupakan orang yang suka berbagi dengan pasangannya dan merasa tidak enak kalau ia lagi menceritakan masalah tapi pasangannya tidak mendengarkan karena sedang marahan. “Ya gua mengalah aja lo, gua rasa situasinya uda buruk,ini bakalan perang kalo gua lanjutin ya gua mundur. Walaupun kesal ya gua mundur dan gua berusaha memulai la komunikasi yang baik.” R2W3k. 301-308hal. 86 “Ya kalo dalam situasi yang ga jelas sapa benar salah, kebanyakan w yang ngalah, tapi kalo dalam situasi yang jelas-jelas dia yang salah, dia ga pernah ngotot lagi, dia diam aja.” R2W3k. 311-317hal. 86 Universitas Sumatera Utara “Ya iyalah, gua orangnya ga suka didiamin gua risih kalo uda ketemu diam-diam aja, sedangkan kan gua orangnya suka ngomong, banyak kali yang pengen gua ceritain kan tapi ga bisa, uda cerita tapi ga ditanggapi kan ga enak juga ya lama-lama kalo gua uda baikan lo.” R2W3k. 346-355hal. 87 Marissa dan pasangannya memang sama-sama keras kepala, namun ia merasakan bahwa pasangannya adalah orang yang perhatian dan memberikan kebebasan kepadanya ketika tidak tinggal bersama. “Perhatianya walaupun sekarang jauh, gua rasa perhatianya tetap sama.” R2W3k. 292-294hal. 86 “Dia mau juga si dengerinya, makanya dia juga tau masalah gua di kantor tuh seperti apa, dan dia suka dengerin gini-gini, dia orangnya juga suka ngomong kok, cerewet juga tuh.” R2W3k. 358-362hal. 87 “Ga, dia kalo sama gua ga pernah menuntut banyak. Pokoknya lu mau ngapain lu yang urus. Semuanya lu yang ngurus, dia ga pernah mau maksa gua, lu harus gini, lu ga boleh gini, ga pernah. Gua bilang gua mau sama teman ke mana ya, dia bilang ya uda pergi aja lo. Jadi kalo dia kasi kepercayaan ma gua, gua kenapa ga bisa percaya sama dia.” R2W2k. 222-234hal. 67 Ia mengaku mempunyai peran yang sama sebelum dan sesudah menikah karena pasangannya tidak mengharuskan Marissa melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga yang dilakukan ibu rumah tangga pada umumnya. Marissa hanya bertanggung jawab menjaga anak mereka sambil bekerja dan pasangannya bertanggung jawab dalam mencari nafkah. “Kalo sekarang penghasilan gua buat biaya rumah tangga, penghasilan suami gua simpan buat eee bisnis lo, usaha.” R2W2k. 650-654hal. 76 “Gimana baginya, apa yang mo dibagi, hahah. Pembagiannya ma dia cari duit lo kalo gua ya jaga anak dan cari duit tambahan di luar lo.” R2W3k. 366-370hal. 88 Universitas Sumatera Utara Marissa dan pasangannya sama-sama menanggung peran keluarga yang sama, tanpa ada pembagian tugas ketika tinggal bersama, sehingga ketika tidak tinggal bersama ia merasa agak berat dengan peran yang dijalaninya. Marissa juga mengatakan bahwa sebenarnya pasangannya bukan suami yang mengharuskan istri untuk mengurus suami seperti pasangan suami istri pada umumnya, pasangannya tidak mengharuskan Marissa untuk masak di rumah jika Marissa merasa lelah karena bekerja. “Kalo peran di keluarga itu sama-sama si, ga ada pembagian o ini tugas u. Ini tugas gua gitu, pokoknya sapa yang merasa dia bisa lakukan ya dilakukan aja, sapa yang sanggup ya lakukan aja, tidak saling berebut juga tidak saling menolak gitu lo, pokoknya sapa yang bisa sapa yang tangani gitu lo.” R2W2k. 687-697hal. 77 “Ee untuk saat ini si ya, gua si merasa peran gua agak berat.” R2W2k. 701-702hal. 77 “Gimana ya, gua sebenarnyakan peran gua sebelum dan sesudah menikah tuh sama aja, gua juga ga pernah melayani suami gua sediain pakaiannya ininya itu, paling ya nyediain makanan mereka aja, pelayanan yang married betul-betul istri ngurus suami tuh ga ada.” R2W3k. 391-400hal. 88 “Waktu baru married gua ga pernah masak, dia makan di rumah mamanya, atao paling makan berdua di luar, setelah punya anak pun gitu. Suami gua ga pernah maksain jadi istri harus bisa masak seperti itu si ga. Justru dia bilang ngapain masak lagi kalo uda capek, paling kita makan di luar aja. Jadi kalo suami gua ga ngeribet la ga repot, oh gua punya istri harus bisa masak, harus makan di rumah gitu ga. Dia malah sering bilang, orang ga ada di rumah , ngapain masak lagi, bikin jorok rumah lagi.” R2W3k. 414-432hal. 89

3. Gambaran Umum Responden 3

Nama : Kristin bukan nama sebenarnya Usia : 36 tahun Universitas Sumatera Utara Urutan kelahiran : 2 dari 4 bersaudara Masa Pacaran : 2 tahun Usia menikah : 26 tahun Jumlah anak : 3 orang Suku : Batak Pendidikan : S-1 Pekerjaan : Pegawai Swasta Lama Commuter marriage : 1,5 tahun Responden bernama Kristin bukan nama sebenarnya berusia 36 tahun. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara pada keluarga keturuan Batak yang menetap di Medan. Kristin menamatkan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara pada tahun 1997 dan saat ini bekerja sebagai manager di sebuah perusahaan konveksi milik keluarga yang saat ini dikelolanya bersama adik-adiknya. Keluarganya merupakan keluarga yang taat beragama dan selalu mengikuti ibadah keagamaan di gereja. Kristin bertemu dengan keluarga pasangannya di gereja. Keluarga Kristin dan keluarga pasangannya merupakan jemaat gereja yang sama. Orang tua pasangannya dan orang tuanya pun sudah saling mengenal. Orang tua pasangannya sangat senang melihat Kristin, menurut mereka, Kristin itu pintar dan mempunyai pendidikan tinggi, perilakunya juga sangat baik. Orang tua pasangannya berencana untuk mengenalkan anak mereka kepada Kristin. Ia mengatakan bahwa pasangannya selalu menolak setiap wanita Universitas Sumatera Utara yang ingin dikenalkan orang tua pasangannya kepada pasangannya bahkan sebelum sempat melihat atau berkenalan dengan wanita tersebut, namun tidak tahu mengapa, saat orang tua pasangannya menceritakan tentang Kristin kepada anak mereka dan akhirnya tertarik untuk bertemu Kristin. Pasangannya saat itu bekerja di salah satu perkebunan yang ada di Tebing Tinggi. Pasangannya yang telah menamatkan pendidikan S-1 di Fakultas Pertanian USU mengatakan bahwa karena pekerjaan di kebun itulah yang membuat pasangannya susah mendapatkan wanita untuk dijadikan istri. Pasangannya menyadari pekerjaannya membuat dirinya harus mencari istri yang juga dapat memahami kondisi pekerjaan suami yang mana mengharuskan mengharuskan seorang istri yang juga betah tinggal di kebun dan dapat mengurus anak dan keluarga dengan baik. Kristin dan pasangannya merasa cocok satu sama lain. Ia dan pasangannya akhirnya pun berpacaran selama 2 tahun, namun mereka tidak bisa bertemu setiap hari karena pekerjaan pasangannya yang di kebun. Mereka hanya bisa bertemu setiap 2 minggu sekali di akhir pekan. Kristin mengatakan bahwa dia melihat pasangannya sebagai orang yang pendiam dan tidak pintar bergaul, tetapi dia merasa pasangannya adalah orang yang setia karena selama pacaran, pasangannya tidak pernah sekalipun membuat Kristin kecewa. Kristin dan pasangannya membahas masalah pernikahan mereka sebelum mereka menikah. Beberapa masalah seperti Kristin yang tidak bisa bekerja karena harus ikut pasangannya pindah ke perkebunan tempat pasangannya bekerja. Universitas Sumatera Utara Awalnya Kristin tidak begitu setuju jika tidak bekerja, namun pasangannya menjelaskan bahwa pasangannya menginginkan seorang istri sarjana yang pintar untuk dapat mendidik anak dan bijaksana dalam membuat keputusan untuk keluarga. Pasangannya juga mengatakan bahwa Kristin tidak perlu khawatir soal uang karena pasangannya akan menyerahkan segala penghasilannya untuk Kristin kelola. Keluarga Kristin dan pasangannya berencana untuk menikahkan mereka setelah Kristin menamatkan kuliah. Tepat pada tahun 1998 Kristin dan pasangannya menikah. Pasangannya menepati janjinya dengan menyerahkan seluruh tabungan dan penghasilannya kepada Kristin. Beberapa bulan setelah pernikahan pasangannya memuji Kristin yang cakap mengurusi keuangan keluarga, tidak boros dan dapat dipercayai sehingga pasangannya benar-benar mempercayakan masalah keuangan keluarga kepada Kristin. Tinggal di perkebunan awalnya membuat Kristin merasa kesulitan, namun beberapa 3 bulan kemudian, ia mulai terbiasa dengan kehidupan perkebunan. Ia mengatakan bahwa di kebun banyak para istri dari pekerja kebun yang menjadi temannya dan mereka juga sangat akrab. Ibu-ibu yang sudah lama tinggal di kebun membagi pengalaman kepada ibu-ibu yang baru datang untuk dapat beradaptasi dengan baik. Kristin mengatakan tidak kesulitan mengurus rumah karena selain rumah dan isinya telah disediakan oleh pihak perkebunan, juga terdapat kerani rumah tangga yang membantu memperbaiki barang-barang rumah tangga yang rusak, Universitas Sumatera Utara mempunyai kerani perkebunan yang mengurusi kebun serta membunya bibi yang membantunya membersihkan rumah. Ia merasa kehidupan pernikahannya di kebun cukup santai. Di akhir pekan, Kristin dan pasangannya biasanya sama-sama bermain tenis atau ke kota untuk berekreasi atau sekedar makan di luar. Kristin mengaku sangat menikmati dan menyukasi saat-saat seperti itu. Satu tahun pernikahannya dan pasangannya, akhirnya Kristin dikaruniai seorang putra yang diberi nama Koko bukan nama sebenarnya, satu tahun kemudian lahirlah putra kedua mereka yang bernama Adi bukan nama sebenarnya dan selang 4 tahun mereka dikaruniai seorang putra bernama Niko bukan nama sebenarnya. Anak-anaknya ikut berpindah kemanapun pasangannya ditempatkan dalam pekerjaan pasangannya, sehingga anak-anak mereka beberapa kali pindah sekolah. Satu setengah tahun yang lalu pasangannya akan ditempatkan di Aceh. Keadaan perkebunan di sana sangat terpencil dan dijaga ketat oleh pasukan militer. Kristin mengatakan juga kesulitan mencarikan sekolah yang baik di daerah perkebunan karena tidak memungkinkan bagi anak-anaknya untuk sekolah di luar kebun. Ia dan pasangannya akhirnya menyadari harus melakukan perpisahan untuk sementara waktu. Keluarga lain yang juga bekerja di kebun yang sama dengan pasangannya biasanya akan menempatkan keluarga mereka di Medan, karena di Medan merupakan pusat dari perkebunan tersebut di pulau Sumatera. Kristin awalnya tidak mampu memikirkan bagaimana cara teman- temannya yang melakukan perpisahan lebih dulu dibanding dirinya, namun Universitas Sumatera Utara teman-temannya mengatakan bahwa nanti Kristin juga akan mengalaminya dan akan terbiasa dengan hal itu. a. Masa Commuter Marriage. Kristin dan pasangannya sejak awal memang menerima bahwa suatu saat mereka juga akan melewati pernikahan jarak jauh, namun perpisahan mereka dilakukan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu karena pihak perkebunan yang melakukan perpindahan. Ia mengaku kewalahan di awal perpisahan, karena perpisahan yang tiba-tiba dan mereka belum melakukan persiapan apa-apa seperti mencari tempat tinggal baru di Medan, membeli barang-barang di rumah dan masalah sekolah anak-anak. Semua itu diurus Kristin sendirian karena pasangannya sudah harus berangkat ke Aceh. Ia dan pasangannya setiap harinya berkomunikasi dengan menggunakan telepon Kristin mengatakan bahwa dia selalu memberitahukan pasangannya mengenai apa yang dilakukan dia dan anak-anak serta menanyakan tentang kesehatan pasangannya dan barang-barang kebutuhan pasangannya yang kurang. Kritin biasanya mengirimkan barang-barang kebutuhan sehari-hari pasangannya karena daerah perkebunan tempat pasangannya bekerja yang cukup terpencil dan tidak menyediakan barang-barang kebutuhan dengan begitu lengkap. “Seperti melalui telfon, paling tidak bertelfon tiap hari itu pasti.” R3W1k. 52-54hal. 94 “Ya seperti itu juga la masalah tanya kesehatan, ya kan, trus anak-anak gini, lagi ujian ini pa,ya saya juga nanya gimana kerjaan di sana? Sehat, ya gitu juga, terkadang kita tanya apa-apa aja yang perlu lagi dikirim.” R3W1k. 67-74hal. 94 Universitas Sumatera Utara “Jadi kesimpulanya meskipun kami jauh, tapi komunikasi kami tetap dan kebutuhan dia kita tetap bisa pantau gitu.” R3W1k. 81-85hal. 94 Kristin mengatakan lebih menyukai komunikasi langsung karena berarti ia dapat berkumpul bersama dengan pasangannya dan anak-anaknya, selain itu juga karena pasangannya dapat menjadi tempat berbagi mengenai anak mereka. Kristin merasa dirinya tetap harus siap menerima keadaan ini dan melihat dari sisi positif supaya dirinya dapat lebih maju. Ia tetap menerima keadaan pernikahan jarak jauh meskipun bukan berarti ia senang karena bisa bebas ataupun sedih karena pasangannya tidak tinggal bersamanya. “Kita lebih suka kumpul sama-sama, bisa tiba-tiba pa liat dulu anakmu sana, apakan dulu dia, kita kan ga bisa gitu. Memang secara apanya kadang pada saat anak-anak ribut ato apa mungkin terkadang perasaan kita duh kalo ada bapaknya ada di sini gitu kan” R3W1k. 92-96 dan 100-104hal. 95 “Itupun kalo kita sudah dikondisikan dengan seperti ini kita pun harus bisa berpikir positif, tidak bisa apa ga ngelongsor kan, kita harus bisa dengan kondisi seperti ini kita harus bisa lebih sigap dibandingkan ketika kita bersama-sama.” R3W1k. 113-121hal. 95 “Ya itu la kita ga bisa mengambil kesimpulan satu item, sedih, senang, ga bisa kita bilang, di satu sisi kita bisa senang, di sisi lain kita bisa sedih, tapi ga sedih semua, tapi tidak senang semua, jadi tidak bisa kita simpulkan saya senang dengan kondisi ini, tidak bisa kita bilang begitu.” R3W1k. 124-134hal. 95 “Saya menerima, tapi kita ga bisa bilang ah aku senang berpisah gini, aku bisa bebas ato aku sedih kali gitu, ga, saya ga sedikitpun merasakan gitu. Dengan kondisi seperti ini ya mungkin ini bagiannya saya harus bisa benar-benar produktif dengan kondisi seperti ini gitu.” R3W1k. 136-145hal. 96 Universitas Sumatera Utara Waktu senggang Kristin ia habiskan dengan membersihkan rumah, mengantar-jemput anak serta menghabiskan waktu bersama teman-teman dengan berbelanja. Ia kadang-kadang menikmati aktivitas waktu senggangnya, namun kadang-kadang tetap bisa muncul keinginan untuk menghabiskan waktu bersama pasangannya. Kristin berusahan untuk tetap kuat dan berusaha membuat anak- anaknya tidak sedih dengan keadaan seperti itu. “Emm, ya itu tadi, ya kita bersi-bersi rumah, antar anak sekolah trus terkadang kita bantu-bantu si kakaknya baru sambil melihat usaha kita ya sambil senam ya gitu la, kadang kita pigi shoping ma kawan-kawan kan. Ya gitu la.” R2W1k. 160-167hal. 96 “Itu tadi la, makanya kita ga bisa bilang ga suka ato betul-betul suka, ada kalanya kita enjoy terbiasa kan, tapi pada saat kalanya kita liat orang pergi sama dengan ini ya kan, ish enak kali ya kalo bapaknya dekat, gitu, bisa rame-rame sama anak gitu.” R3W1k. 171-179hal. 96 “Kalo kita gimana ya, kalo kita juga down dengan keadaan kita itu ga akan membangun sedikitpun” R3W1k. 181-184hal. 97 “Maka dengan seperti itu saya ajak anak-anak saya rasa dia jarang jumpa bapak, ya saya bawa mereka jalan-jalan. Pulang nanti ga les, kita pigi ya nak ke timezone a gitu. Jadi mereka tetap merasakan tetap bisa ke timezone walaupun bapaknya ga disini.” R3W1k. 185-193hal. 97 “Kalo misalnya saya liat anak saya liat anak orang lain sama bapaknya, ya kita ajak anak kita, yuk nak kita makan di sana yuk, jadi saya berusaha membuat anak-anak ini tidak kecarian gitu.” R3W1k. 197-203hal. 97 Ia lebih menikmati dan menyukai waktu senggang yang dihabiskannya bersama pasangannya karena ada pasangannya yang membantu membereskan hal- Universitas Sumatera Utara hal yang kurang dikerjakannya. Ia dan pasangannya biasanya membawa anak- anak jalan-jalan ke mall, bahkan Kristin sengaja membuat acara makan bersama keluarga di luar rumah karena kebetulan pasangannya pulang hanya untuk 2 sampai 3 hari saja ataupun ketika anak-anaknya sekolah. Ia dan pasangannya biasanya nonton TV bersama atau menghadiri acara pesta keluarga. “Saya rasa lebih enjoy, kita lebih apa ya, lebih tenang, karna seperti itu la, karna kita bisa merasa kalo ada yang kurang, o, nanti dia kok yang apakan.” R3W1k. 240-245hal. 98 “Kalo sama anak-anak ya paling gitu la makan di luar, memang saya fokuskan kalo dia datang pun, ketepatan kalo dia datang tuh 2 atau 3 hari saya bikin makan di luar, jadi banyak ke plaza atau kemana-mana la memang, jadi hampir tidak ada la masak di rumah gitu. Karna dia juga dua hari tiga hari la gitu.” R3W3k. 8-18hal. 118 “Ya gitu nonton, baca sama-sama seperti gini, Cuma ya itu , waktunya singkat, ga pernah ini, paling cuti ya sebulan, paling ya untuk pesta ato ada apa gitu” R3W3k. 22-27hal. 118 Kristin dan keluarganya merupakan keluarga yang taat beragama, ia berusaha mendekatkan anak mereka dengan Tuhan dengan cara mengajari anak mereka berdoa, mengajak pasangannya untuk melakukan ibadah dan bersama- sama menyanyikan lagu rohani. Ia juga mengikuti beberapa kegiatan keagamaan bersama-sama penduduk di komplek rumahnya. “Yang bersama gitu ya, kami saat teduh bersama, saat teduh, di sini sampe sekarang pun saya saat teduh tiap pagi, jadi waktu sama pun gitu, walaupun tidak setiap hari. Kalo malam saya ajak anak doa.” R3W1k. 296-303hal. 99 “Kadang ada juga dengar lagu rohani dari hp, nyanyi sama-sama ya gitu. Sekarang pun kayak gitu, kalo pas saya pergi ke sana kami berdua nyanyi.” Universitas Sumatera Utara R3W1k. 354-355hal. 100 “Saya itu tadi saat teduh, trus ikut kegiatan kompleks ini, kebaktian. Ya gereja, setiap minggu gereja gitu la.” R3W1k. 361-364hal. 100 Ia merasa dirinya menjadi lebih dekat ke agama dan menjadi memandang suatu masalah secara positif ketika berjauhan dengan pasangannya. Ia merasa dengan membaca Firman dirinya menjadi lebih kuat dalam menghadapi masalah yang ada dan percaya bahwa pencobaan yang diberikan tidak akan melebih kemampuannya. “Ya itu tadi, saya semakin positif memandang.ya seperti itulah.” R3W1k. 312-314hal. 99 “Ya tapi saya percaya selalu kata orang kan, ibaratnya seperti kata firman kan pencobaan itu tidak akan melebihi kemampuan kamu. Kamu diberikan itu karna kamu mampu.nah jadi saya seperti itu. Ketika baca firman, di saat kamu lemah Tuhan ada, nah seperti itu. Saya larinya pasti ke sana” R3W1k. 324-335hal. 100 “Kalo dipikir-pikir, saya jadi lebih dekat kalo berjauhan, saya malah makin dikuatkan saat kami berjauhan. Ya. Terus terang aja gini, kadang kita menghadapi anak gini la ribut, gini gitu kadang kita ga sabaran kan kita bisa marah kan gitu ya. Pada saat apa dulu, bisa dibantuin, pa bilangin dulu orang itu gitu kan. Oh iya, di diamkannya, ayo jangan ribut. Sekarang kan kita ga bisa bilang gitu. Diam ato gimana, kadang stress bisa aja kita pukul. Habis itu kita menyesal. Jadi aku harus lebih kuat, harus lebih kuat supaya anak-anak ku ga kena marah. Orang ini uda kasian dia ga bisa jumpa bapaknya, kok aku jadi gitu. Saya akui saya jadi lebih dekat, gitu.” R3W1368-390hal. 101 Kristin merasa hal yang menjadi masalah dalam pernikahan jarak jauh adalah ketidak hadiran pasangannya di dalam menjalani kehidupannya. Ia merasa dirinya tidak bisa melampiaskan kekesalan atau tidak bisa sama-sama menikmati hal yang menyenangkan bersama pasangannya. Ia merasa suatu hal tidak akan Universitas Sumatera Utara menyenangkan lagi jika diceritakan, akan lebih menyenangkan jika pasangannya juga bisa merasakan apa yang dirasakannya. “Ya itu tadi la, kayak pada saat kita kesal kita ga bisa melampiaskan, tadi kok gitu, gini-gini. Biasanya gitu, kalo ada bapaknya kan bisa langsung. Ato kalo kita ceritakan tidak akan bisa seenak kalo waktu kita bertelfon. Pada saat jumpa persoalan itu uda tidak begitu menyenangkan lagi gitu.” R3W1k. 349-403hal. 101 “Karna kan itu tadi, ntah pada saat ada yang lucu ato ada anak-anak yang bikin lucu ato apa kan kita mo menceritakan pun ga akan seenak langsung. Pa tadi si adek la pa gini gini” R3W1k. 413-418hal. 102 Ia kadang-kadang puas dengan penyelesaian masalah yang dilakukkannya tapi kadang-kadang juga merasa tidak puas karena muncul hal lain yang menjadi masalah bagi Kristin seperti ketika ia tidak bisa menangani anak mereka sendirian. Ia tidak menyangka bahwa perkembangan anak sulungnya menjadi remaja begitu cepat sehingga kadang-kadang dia merasa kesulitan mendidik anaknya sendirian. “Gimana ya, terkadang ya memuaskan la. Kita rasa kita mendidik anak bisa, tapi ada juga kadang kalanya kita rasa dia begini tiba-tiba dia uda lain pikirannya.” R3W1k. 435-440hal. 101 “Apalagi anak yang besar kan, kita pikir dia uda patuh kali, rupanya dia uda mulai, kayaknya pikirannya ini ya. Liat-liat lawan jenis ato ntah kayak mana, dia uda ihh-ih –ih ama kawannya sekarang gitu. Kok kayak gitu, terkadang belom sampe pikiran saya sampe ke situ orang itu da gitu.” R3W1k. 440-449hal. 102 “Kemaren tuh pas antar kawannya pulang kerja-kerja kelompok kan pas antar temannya pulang trus, ih itu cewe itu, ato pun dari lagu-lagu itu dia uda ess, ess ternyata uda mulai ke arah sana ya.gitu. di situ la terkadang perlunya maunya ada bapaknya.” R3W1k. 450-458hal. 102 Universitas Sumatera Utara Ia tetap menerima keadaan dimana ia tidak bisa saling berbagi dengan pasangannya karena ia merasa memang sudah begitu keadaan mereka dengan berusaha tidak membahas masalahnya dan selain mereka juga masih banyak teman-teman mereka yang mengalami hal seperti itu. Ia berharap pasangannya dapat membantunya, tetapi ia tahu bahwa ia hanya bisa menyelesaikannya sendiran. Kristin juga selalu menasehati anak sulungnya untuk selalu berlaku sopan. “Ya gimana ya, ya itu tadi la, balek tadi, ya kita terima itu gitu.” R3W1k. 411-413hal. 102 “Ya menyikapinya gimana ya, ya memang uda kayak gitu la jalanya. Gitu aja saya. Jadi kalo makin kita bahas pun jadi sedih juga ya.” R3W1k. 418-423hal. 102 “Di situ la terkadang perlunya maunya ada bapaknya, tapi kita Cuma bisa menyelesaikan sendiri.” R3W1k. 456-459hal. 102 “Bang,blom boleh gitu ya, ato gimana.” R3W1k. 460-461hal. 102 Kristin merasa keadaan ekonomi keluarganya saat ini memuaskan meskipun ia mengatakan bahwa sebagai manusia pasti ada keinginan lain lagi. Kristin mengatakan bahwa pasangannya menginginkan dirinya yang mengurus keuangan keluarga. Penghasilan pasangannya dan penghasilan tambahan pasangannya biasanya akan dimasukkan ke dalam bank dan selanjutnya Kristin dan pasangannya sama-sama menentukan uang mereka akan diinvestasikan kemana. “Mengelola... kalo saya dengan om, saya lebih dominan untuk masalah investasi karna gini dek. Sebelum menikah pun dia uda bilang.” R3W1k. 503-507hal. 104 Universitas Sumatera Utara “Jadi segala investasi kami seperti gaji, ketepatan kami tahunan juga ada bonus berupa kancin la, dan menurut saya lumayan besar gitu, jadi kalo dia pas gajian, trus masuk ke rekening, kita mo apa ini gitu? Baru saya liat, ntah investasi ke tanah, ada apa pa di sana gini-gini.” R3W1k. 572-582hal. 105 Kristin mengatakan bahwa dirinya mendominasi dalam mengurus keuangan keluarga, kemana pun mereka pergi, tetap Kristin yang membayar, namun meskipun begitu bukan berarti pasangannya tidak mempunyai uang sama sekali. “Jadi kan waktu kami sama dulu juga gitu kita pergi ke mana pun saya yang bayar, memang saya bendaharanya la gitu. Kemana kita, mo ke mana kita ma? Ke sana yuk kita beli makan di sana.” R3W1k. 592-598hal. 106 “Jadi om tidak ada mendominasi sedikitpun uang. Tapi dia tetap punya uang dan saya juga ga mau kayak sebagian orang kalo dia uda kuasai uang si suami udah ga bisa lagi ditatar ato gimana. Jadi untuk investasi gitu-gitu saya la yang dominan untuk apa.” R3W1k. 601-609hal. 106 Kristin mengatakan ketika pasangannya berada di rumah, frekuensi aktivitas seksual mereka lebih sering dibandingkan ketika berpisah. Ia dan pasangannya sama-sama menyakini bahwa kepuasan seksual bukan hanya dari sisi kuantitas, tetapi dari sisi kualitas juga. “Selama sama? Ya frekuensinya bagus, frekuensinya lebih sering dibandingkan dengan ga sama kan gitu?” R3W2k. 343-347hal. 114 “Tapi ya kembali lagi ke sisi lainya, terkadang tidak hanya dalam sisi kuantitas, kualitas juga pada saat kita sebulan kita jumpa semingu kita campur beberapa kali dengan seperti itu kalo kualitasnya lebih apa kayaknya ya sama aja gitu.” R3W2k. 359-367hal. 114 Universitas Sumatera Utara Kadang-kadang Kristin dapat membayangkan betapa menyenangkanya jika dapat menonton bersama pasangannya sambil berpelukan.Ia merasa tidak sama enaknya ketika bersama pasangannya tetapi ia berusaha membuat hari- harinya menyenangkan tanpa pasangan. “Pada saat kita is kalo ada la bapaknya sekarang, bisa la kita nonton apa peluk-pelukan, na seperti itu, ga munafik kita bilangnya.” R3W2k. 355-359hal. 114 “Tapi memang apapun ceritanya memang itu tadi balik lagi ke persoalan itu tadi, tidak akan sama enaknya dengan itu tadi antara bersama-sama dan berjauhan itu tidak akan sama, itu ga usa munafik kita. Tapi dengan seperti itu pun kita bisa bikin sama baiknya dengan ketika kita masi sama? Ya gitu aja lah.” R3W2k. 368-378hal. 115 Ia mengatakan saat ini ia dan pasangannya tidak berencana untuk menambah anak lagi. Kelahiran ketiga anaknya itu memang sudah direncanakan dirinya dan pasangannya, ia menambahkan bahwa setelah melahirkan anak ke dua, ia dan pasangannya merencanakan untuk anak yang ketika agak dijauhkan usia mereka sehingga antara anak kedua dan ketiga mempunyai beda usia 4 tahun. “Ya kita ketepatan gitu, ini tiga kayaknya ga ada lagi planing untuk nambah.” R3W2k. 381-383hal. 115 “Ya seperti itu ya waktu yang pertama kan langsung, yang kedua, ya kalo dia uda setaun jalan, baru, kita bilang mumpung sekali apa ya dibiarkan aja. Planing ya tetap ada, satu dua habis itu uda dulu, jarangkan dulu, makanya hampir 4 taun bedanya gitu.” R3W2k. 383-392hal. 115 Kristin juga mengatakan bahwa dasar dari suatu pernikahan adalah karena adanya saling percaya, karena kepercayaannya itulah maka sampai sekarang ia Universitas Sumatera Utara percaya bahwa pasangannya setia padanya. Ia menambahkan sejak awal mengenal pasangannya, ia melihat bahwa pasangannya adalah orang yang sulit bergaul dengan orang lain dan tidak playboy. Kristin selalu menyerahkan diri dan pernikahannya kepada Tuhan, dia meminta supaya dirinya dan pasangannya diberikan kekuatan untuk menghadapi masalah ini. “Bagi saya dasar pernikahan itu karna adanya saling percaya, kita jaga pun dia terus seperti ini” R3W2k. 396-399hal. 115 “Kalo dia uda punya minat ataupun sudah punya bakat, sudah punya keinginan, pasti akan terjadi. Terbukti dia tidak seperti ni.” R3W2k. 399-403hal. 115 “Jadi kalo saya sampe saat ini betul-betul percaya 100 la gitu ya kalo dia ga apa-apa. Karna saya liat dia orangnya ya apa, berkawan juga apa pun, pacaran juga ga pernah gitu. Ga ini kali la, kita bilang dalam kategori orang yang sulit bergaul la gitu. Bukan playboy ato gimana itu ga” R3W2k. 403-413hal. 115 “Ya itu tadi la kita, satu itu kita berdoa la berilah Tuhan, kalo memang Kau berikan jalan seperti ini, Kau berilah kekuatan, ya kita pun ga munafik, kita pun sering butuh, kan gitu.” R3W2k. 451-457hal. 117 Ia mengatakan bahwa dirinya mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga pasangannya. Ia merasa bahwa mertuanya sangat baik dan menganggapnya seperti anak sendiri. Keluarga tidak pernah menolak kehadirannya tanpa pasangan bahkan keluarganya dan keluarga Kristin dan pasangannya juga sangat mendukungnya di saat berpisah dengan pasangannya, namun kadang-kadang Kristin merasa kecil hati karena saudara-saudaranya dapat berkumpul dengan pasangan mereka sedangkan dirinya tidak bisa. Adik iparnya Universitas Sumatera Utara dan adik-adiknya merasa dia begitu hebat masih bisa bertahan dengan keadaan seperti itu dan sering memberikan dukungan kepadanya. “Jadi antara saya mertua laki-laki dan perempuan saya seperti ini anak dengan orang tua.iya, syukur itunya begitu baik la, ga ada kata. Menasehati kita juga gini kita dianggapnya kayak anak perempuan gitu.” R3W2k. 7-14hal. 107 “Baik. Ga ada pengaruhnya la gitu. Mereka sangat welcome.” R3W2k. 55-56hal. 108 “Iya, kayak mertua ato adik-adik ipar saya begitu mendukung gitu. Bahkan mereka liatnya kau hebat memang, sendiri bisa mengambil keputusan begini begini ha.” R3W2k. 58-64hal. 108 “Mendukung, mendukung, malah kadang saya kalo pas menelpon apa gitu kan kayak nya. Adek saya kan nelpon di Bali dengan suaminya, pigi rame- rame gitu. Is enak kali ya kalian ya begini-begini. Alah udalah tenang- tenang aja lah, nanti adanya waktunya bisa sama, na gitu. Jadi mereka mendukung la untuk ke situ.” R3W2k. 67-78hal. 108 Kristin mengaku hubungannya dengan teman-temannya sangat baik, namun ia tidak pernah menceritakan masalahnya kepada teman-temannya karena ia merupakan orang yang tidak biasa menceritakan masalah kepada orang lain. Ia dan teman-temannya biasanya saling menemani dan bersama-sama melakukan kegiatan keagamaan. “Sangat baik-sangat baik dengan teman.” R3W3k. 97-98hal. 120 “Ya itu tadi, terkadng kita jalan-jalan , eh temani la saya ke sana bentar, kayak tadi gitu kan, karna ada perlu ya pergi tengok gitu la selain kegiatan keagamaan kan gitu kan, sama kawan-kawan ya gitu. Yuk pergi ke sana bentar kawani aku. Ya ayuk rame-rame ikut refreshing gitu la, tapi ya tetap ke hal-hal yang positif.” R3W3k. 84-94hal. 119 Universitas Sumatera Utara “Ga, saya ga termasuk orang yang tertutup untuk hal-hal seperti itu, dan saya cemana ya, tidak pernah mempersoalkan sesuatu, seperti itu ya seperti itu aja. Saya termasuk orang yang ga pernah cerita apapun sama orang.” R3W3k. 101-109hal. 120 “Walaupun kita mengerutu dalam hati tapi kita ga pernah sampaikan sama orang, karena lebih kurang itu dia tetap juga nanti dibalekkan ke saya gitu.” R3W3k. 124-129hal. 120 Saat ini, Kristin-lah yang mendominasi dalam pengasuhan ketiga anaknya, namun meskipun demikian, ia tetap meminta pendapat pasangannya ketika hendak mengambil keputusan mengenai anak mereka. “Kayaknya kita bisa bilang ini la, dengan saya la, itu dominan saya.” R3W2k. 82-84hal. 108 “Tapi saya juga meminta pendapat suami, misalkan pa si Koko yang paling besar dia bilang mo ikut pramuka, nanti capek kali dia begini- begini, ya uda ga apa-apa, liat aja, nanti kalo ada masalah baru diberhentikan.” R3W2k. 84-91hal. 108 Ia kadang-kadang merasa stress ketika anak-anak mereka bertengkar satu sama lain sehingga ia selalu memberitahukan apa yang terjadi mengenai anak mereka kepada pasangannya dan pasangannya kadang-kadang membantunya menasehati anak-anak mereka. Ia merasa sampai saat ini anak-anak mereka tidak pernah menjadi masalah yang membuat ia dan pasangannya bertengkar, karena ia merasa selama ini anak mereka juga hanya melakukan kenalan-kenakalan seperti anak pada umunnya. Kristin kadang-kadang merasa siap menangani anak mereka, tetapi kadang-kadang merasa kelelahan mengurusi anak mereka. “Masalanya gitu? Ya itu tadi la, terkadang kan anak-anak masa apanya apalagi tiga laki-laki ntah berantem terkadang kita stress juga gitu. Iya, terkadang satu merajuk ato apa berkelahi dengan yang satu,satu lagi ntah apain, kan bertiga, laki-laki pula itu, ya harus seperti itu la.” Universitas Sumatera Utara R3W2k. 109-118hal. 109 “Iya, dan saya pun gitu, nanti mama kasi tau papa ya. Selalu saya telfon, ntah lagi belajar ato lagi apa kan, pa tadi si Koko gini, ato Pa tadi di sekolah orang itu gini, kena setrap Pa, ke belakang orang itu main-main, da bel blom masuk. Ko, jangan gitu ya. Pasti saya kasi tau.” R3W2k. 159-167hal. 110 “Untuk saat ini ya ga ada masalah. Ya mungkin kan kadang anak yang bikin berkelahi kan gitu maksudnya. Ya sampe saat ini ga ada gitu. Karna ya mereka pun termasuk dalam kategori sampe saat ini blom ada masalah ato bikin ulah di sekolah ntah gimana-gimana belom.” R3W2k. 137-147hal. 110 “Perasaan? Ya itu tadi, terkadang kita siap, terkadang kewalahan juga. Secara fisik itu kayak mengurus kebutuhan mereka gitu. Ya itu tadi, ada kalanya siap, tapi kadang kalo lagi capek itu, bisa mikir coba kalo ada bapaknya ya, kita bisa duduk di sebelah begini, kalo ngantuk bisa tidur gitu.” R3W2k. 123-133hal. 109 Kristin merasa pasangannya merupakan orang yang penurut dan dirinya lebih keras. Ia merasa pasangannya merupakan orang yang baik dan mereka tidak pernah saling mempertahankan pendapat masing-masing karena pasangannya lebih sering menerima pendapatnya. “Terkadang persoalan itu gini, om itu lebih cenderung nurut gitu. Saya lebih keras dari dia.” R3W2k. 207-210.hal. 111 “Karna dia pun orang baik jadi saya pun ga ini, jadi kami ga pernah ngotot-ngototan, ga pernah kami temui gitu kan, dan dia lebih sering memang menerima, dan gini la pa, gini-gini, ya uda mana baiknya itu aja bikin. R3W2k. 212-220hal. 111 “Dia ga keras, saya lebih keras untuk hal-hal apa gitu.” R3W2k. 224-225hal. 112 Ia merasa pasangannya sangat pendiam dan tidak mengikuti permintaan orang lain sehingga ketika keadaan memerlukan pasangannya untuk bertindak Universitas Sumatera Utara namun pasangannya tetap diam saja, namun meskipun begitu ia tetap menerima sifat dan kepribadian pasangannya karena ia tahu bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini. Ia juga mengambil sisi positif dari sifat pasangannya itu. “Tapi pada sisi pada saat kita memang perlu keras kan, ko kok kayak tak ada si, asyik diam aja.gitu la, apa komentar? Ya uda la kayak gitu aja. Nah gitu, ada kalanya kita memang kurang senang dengan dia, atau misalkan di apa, di pekerjaan, om itu cenderung lebih pendiam” R3W2k. 229-239hal. 112 “Ya itu tadi. Trus saya langsung ambil kesimpulan kayak gitu, ga ada orang yang sempurna, dan yang saya liat lebih banyak sisi positif dia daripada sisi negatifnya seperti itu.” R3W2k. 249-255hal. 112 “Terkadang pada saat kita liat suami orang kayaknya riang gitu heboh kan kau pun diam aja dari tadi gitu. Tapi ya pada saat dia apa, ya ternyata kita liat suami orang yang keras kali mo main fisik harus ini dia harus begini atau uang dia ditatarnya, oh rupanya suamiku ini cukup beruntung saya memiliki dia, seperti itula.” R3W2k. 262-272hal. 112 Ia juga merasa pasangannya adalah orang yang fleksibel, pasangannya tidak pernah menuntutnya harus melakukan ini itu. Pasangannya selalu memberitahu Kristin untuk melakukan apa yang Kristin rasa baik. “Ga dia fleksibel, apa yang kau rasa baik menurutmu, itulah prinsip dia,” R3W2k. 280-282hal. 113 “Bangun pagi kau harus ini, ini ga. Paling kalo nonton kutip ini semua kok kotor kali, ayo. Kira-kira gitu, sapukan ini, gitu.” R3W2k. 312-316hal. 113 Ia berusaha menikmati keadaan pernikahannya saat ini karena ia paham bahwa keadaan sekarang mengaruskan dirinya mengambil peran yang lebh besar daripada pasangannya. Kristin selalu berusaha melakukan semaksimal mungkin Universitas Sumatera Utara karena ia tahu saat ini ia bertanggung jawab menjaga anak-anak mereka dengan baik. “Ya gimana ya, ya kita menikmati ajalah. Mana yang bisa kita buat, kita kerjakan, gitu.” R3W2k. 320-323hal. 114 “Ya itu tadi la dek, ya memang gini kondisinya harus kita sikapi. Gimana dengan kondisi ini harus kita sikapi dengan hasil yang maksimal gitu lah, xterutama dalam hal anak, nah gitu la yang paling berat itu ya anak itu tadi.” R3W2k. 327-334hal. 114 “Kalo sampe ada yang ga ga sama anak-anak ini, aku pasti selalu yang disalahkan orang, karna bapaknya bisa dibilang orang itu jauh, untuk urus anak itu, jadi kita benar-benar takut.” R3W2k. 335-340hal. 114

C. PEMBAHASAN 1. Gambaran Kepuasan Pernikahan Responden 1

a. Communication Responden dan pasangannya tetap senang ketika berkomunikasi meskipun hanya bisa menggunakan telepon dan internet email. Mereka selalu berkomunikasi setiap harinya dan menceritakan berbagai hal yang sedang dilakukan dan bagaimana perasaan masing-masing pihak ketika menjalani pernikahan tanpa pasangan. Menurut Olson dan Fower 1989; 1993 komunikasi yang baik dalam hubungan suami istri dapat dilihat dari tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif. Responden merasa tidak ada hambatan dalam komunikasi tidak langsung tersebut karena responden dan pasangannya tidak pernah curiga satu sama lain. Universitas Sumatera Utara Menurut Laswell 1991 terdapat beberapa elemen dasar pada komunikasi dalam suatu pernikahan seperti keterbukaan diantara pasangan opennes, kejujuran terhadap pasangan honesty, kemampuan untuk mempercayai satu sama lain ability to trust, sikap empati terhadap pasangan empathy dan kemampuan menjadi pendengar yang baik listening skill. Dalam hal ini responden dan pasangannya sama-sama terbuka, saling mempercayai satu sama lain, bersikap empati. b. Leisure Activity Responden yang tinggal sendiran tanpa pasangan biasanya menghabiskan waktu senggang dengan membersihkan rumah, mengunjungi rumah mertua dan bermain bersama anaknya. Responden mengaku menemukan beberapa masalah ketika ingin melakukan sesuatu tetapi tidak bisa dilakukan karena ketidakhadiran pasangannya. Responden merasa sedih dengan waktu senggang yang dilalui sendirian karena tidak dapat saling berbagi dan tidak dapat menghabiskan waktu bersama psangannya. Menurut Olson dan Fower 1989; 1993 bahwa aspek ini mencakup pilihan untuk saling berbagi dan harapan dalam menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya. Responden lebih menyukai menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya, namun hal ini tidak bisa dilakukan karena responden dan pasangannya tidak tinggal bersama. c. Religious Orientation Responden merasa adanya kemajuan dalam beribadah sejak menikah, bahkan pasangan responden selalu mengingatkan responden untuk beribadah dan Universitas Sumatera Utara mengajarkan anak mereka untuk beribadah. Responden mengaku menjadi lebih bertanggung jawab kepada keluarga serta lebih ikhlas dan pasrah kepada Tuhan. Menurut Wolfinger dan Wilcox 2008 agama secara langsung mempengaruhi kualitas pernikahan dengan memelihara nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan sosial. d. Conflict Resolution Masalah yang paling berat dalam pernikahan jarak jauh menurut responden adalah ketika anak mereka sedang sakit. Responden harus memutuskan sendiri mengenai apa yang harus dilakukan mengenai anak mereka yang sedang sakit. Responden merasa kekurangan dukungan dari pasangan dan merasa disalahkan ketika anak mereka sakit. Responden akhirnya menyuruh pasangannya untuk pulang untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Responden dan pasangannya sama-sama berkomitmen untuk menyelesaikan masalah mereka tanpa melibatkan pihak lain. Responden juga merasa puas dengan penyelesaian masalah yang dilakukan respondan dan pasangannya karena sampai saat ini belum ada masalah yang tidak terselesaikan dan juga karena tetap saja ada salah satu pihak yang mengalah. Menurut Levenson dalam Lemme, 1995 mengatakan bahwa kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut. e. Financial Management Universitas Sumatera Utara Responden merasa keadaan ekonomi keluarganya saat ini cukup stabil dengan adanya tabungan responden dan pasangannya beserta beberapa investasi yang dilakukan oleh responden dan pasangannya. Responden dan pasangannya sama-sama membahas mengenai penghasilan, pengeluaran dan investasi mereka. Responden mengaku dirinya selalu mencatat pengeluaran sehari-hari yang dikeluarkan responden dan memberitahu dan meminta persetujuan pasangannya ketika hendak menggunakan uang untuk mengeluaran yang lebih besar. f. Sexual Orientation Responden memahami resiko bahwa dirinya dan pasangannya tidak bisa melakukan hubungan seksual sesering seperti pasangan suami istri pada umumnya. Responden dan pasangannya saling terbuka satu sama lain mengenai kebutuhan seksual dan merasa sedih ketika responden tidak bisa membantu pasangannya untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya. Namun meskipun demikian, responden mengatakan bahwa jarak jauh membuat responden dan pasangannya merasa seperti pengantin baru setiap kali bertemu. Responden percaya bahwa pasangannya mempunyai cara menyalurkan kebutuhan seksual dengan cara yang positif. Responden dan pasangannya juga sama-sama mempunyai kesepakatan dalam menambah jumlah anak. Aspek orientasi seksual menurut Olsen dan Fower 1989; 1993 mengutamakan kesepakatan yang memuaskan antara masing-masing pihak serta pentingnya bagi pasangan suami istri untuk memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri. Universitas Sumatera Utara g. Family and Friends Responden mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan teman- teman. Responden mempunyai mertua yang menganggap responden seperti anak sendiri juga mempunyai adik ipar yang membantu menjaga kehamilan responden serta ibu responden yang membantu menjaga anak responden ketika responden sedang bekerja. Responden kadang-kadang merasa cemburu melihat keluarga teman-temannya bisa berkumpul bersama ketika responden tinggal sendirian. h. Children and Parenting Responden tidak mau terlalu memanjakan anaknya dengan membiarkan anaknya melakukan hal yang diinginkan namun tetap mengawasi anak dari bahaya. Responden bertanggung jawab mengenai anak mereka ketika pasangannya tidak tinggal bersama responden, sehingga responden harus membuat keputusan mengenai anak mereka, namun responden juga tetap meminta pendapat pasangannya mengenai anak mereka. Responden kadang-kadang merasakan kesulitan unuk membuat keputusan mengenai anak mereka terutama ketika anak sedang sakit, meskipun begitu responden merasa anak mereka adalah perekat hubungan dirinya dan pasangannya. Menurut Olsen dan Fower 1989; 1993 penting adanya kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak. Responden dan pasangannya mempunyai kesepakatan dalam mengasuh dan mendidik anak. Pasangan responden biasanya menunjukan kasih sayang dan perhatian kepada anak mereka dengan memberikan pesan-pesan kepada responden melalui telepon, pasangan responden juga mengambil peran responden dalam mengasuh Universitas Sumatera Utara anak ketika responden dan pasangannya tinggal bersama, menurut Jackson dalam Rhodes, 2002 kebanyakan pasangan yang melakukan dinas menutupi rasa bersalah mereka terhadap anak dengan memberikan perhatian secara kualitas ketika menghabiskan waktu bersama anak-anak. i. Personality Issues Responden merasa pasangannya merupakan orang yang tidak egois dan tidak berlarut-larut dalam kemarahan namun kadang-kadang responden tidak suka dengan sifat pasangannya yang tidak suka jalan-jalan tanpa tujuan. Responden tetap menerima kekurangan suami responden, meskipun kadang-kadang merasa sedikit kesal dan merasa bahwa perbedaan itu tidak harus dihadapi dengan kekerasan. Responden berpikir kalau menikah itu belajar menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut Skolnick dalam Lemme, 1995 perasaan cocok, saling memahami satu sama lain dan pemikiran bahwa kelebihan yang satu dapat menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu sama lain merupakan hal yang penting dalam pernikahan. j. Equalitarian Role Pasangan responden memberikan kebebasan kepada responden untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan responden namun responden tetap meminta izin pada pasangannya sebelum melakukan apa-apa. Responden merasa berat dengan peran yang dijalaninya pada saat tinggal berjauhan karena responden harus menjalankan peran ganda bagi anaknya, meskipun begitu, responden tetap ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya dan merasa peran ganda yang dijalani tidak mengganggu aktivitas kerjanya. Dalam Stafford 2005 menjelaskan Universitas Sumatera Utara bahwa pasangan yang sukses dalam pernikahan adalah pasangan yang menganut peran gender yang sedikit tradisional dan lebih egalitarian, dimana pasangan biasanya terikat dalam rencana dan keputusan bersama dalam menjalani perpisahan. 2. Gambaran Kepuasan Pernikahan Responden 2 a. Communication Responden berkomunikasi dengan menggunakan telepon dan internet. Responden tidak cukup terbuka pada pasangannya, biasanya responden hanya menceritakan mengenai anak dan pekerjaan tapi tidak menceritakan masalah- masalah keluarga atau masalah lain yang dapat membebani pasangan responden. Responden lebih menyukai komunikasi langsung karena dapat langsung menyelesaikan masalah pada saat masalah muncul. Komunikasi tidak langsung dirasa responden dapat menimbulkan miskomunikasi meskipun saat ini responden dan pasangannya belum pernah bertengkar karena ingin menggunakan waktu yang berkomunikasi yang singkat dengan baik. Responden juga merasa kesal ketika ia ingin berkeluh kesah pada pasangannya, tetapi pasangannya tidak bisa karena pasangannya sedang sibuk atau karena perbedaan waktu regional. Komunikasi responden dan pasangannya menurut Laswell 1991 tidak mempunyai keterbukaan diantara pasangan opennes, kejujuran terhadap pasangan honesty dan kemampuan menjadi pendengar yang baik listening skill. b. Leisure Activity Universitas Sumatera Utara Responden menghabiskan waktu senggang dengan mengantar jemput anak dan menggunakan waktu di sela-sela antar jemput anak untuk berbicara dengan pasangannya dengan menggunakan internet. Responden mengatakan tidak mempunyai waktu untuk mengurus diri sendiri. Responden kadang-kadang merasa lelah dan bosan dalam menjalankan aktivitas di waktu senggangnya karena aktivitas yang berulang-ulang dan dilakukan responden sendirian. Responden juga mengaku lebih menikmati waktu senggang yang dihabiskan bersama pasangannya karena tanpa kehadiran pasangannya membuat responden harus bertanggung jawab pada semua hal yang biasanya dilakukan pasangannya. c. Religious Orientation Responden menjadi yakin dan percaya pada agama yang dianutnya dan merasakan beberapa perubahan dalam diri responden seperti menjadi lebih aktif untuk menjalankan perintah agama dan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan makhluk Tuhan. Kepercayaan terhadap ajaran agama juga membantu responden untuk tidak berpikir negatif mengenai pasangannya dan merasakan ketenangan dan ikhlas menyerahkan hidup keluarganya ke dalam tangan Tuhan. Wolfinger Wilcox, 2008 menjelaskan bahwa agama berperan dalam mengurangi perilaku berbahaya dan meningkatkan kesejahterahan secara psikologis, norma prososial. d. Conflict Resolution Krisis kepercayaan muncul dalam diri responden terhadap pasangannya, tapi hal ini tidak pernah dibicarakan responden pada pasangannya. Responden Universitas Sumatera Utara mengatakan hanya akan menimbulkan pertengkaran jika mereka membahas mengenai hal ini. Responden jarang menceritakan masalahnya kepada orang lain karena responden tidak tahu harus menceritakan kepada siapa. Memikirkan suatu masalah sendirian kadang-kadang akan membuat responden menjadi stress dan lelah sehingga akhirnya responden memilih untuk melupakan masalah itu dan mulai berpikir positif. Dalam aspek ini, responden tidak mengenalkan dan menceritakan masalah kepada pasangannya, sehingga pasangannya tidak dapat membantu menyelesaikan masalah. Responden dan pasangannya tidak saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama sehingga kepercayaan terhadap satu sama lain sulit terbina. Responden berusaha menyelesaikan masalah sendiri namun dengan cara menghindar dari masalah dengan berusaha melupakan masalahnya. e. Financial Management Responden merasa keuangan keluarga sudah lebih baik saat ini dibandingkan ketika responden dan pasangannya tinggal bersama. Responden dan pasangannya juga sudah mempunyai rencana dengan modal yang dikumpulkan sampai saat ini. Pasangan responden mempercayai responden untuk mengurus keuangan dan responden biasanya akan memberitahukan pasangannya mengenai pengeluaran yang lebih besar dan tidak umum. f. Sexual Orientation Responden meragukan kesetiaan pasangannya yang tidak tinggal bersamanya. Responden akan menerima kalau pasangannya berbuat curang meskipun responden tidak pernah menceritakan kepada pasangannya. Responden Universitas Sumatera Utara sedih karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksual pasangannya dan sedih karena tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti pasangan suami istri pada umumnya. Responden melakukan aktivitas yang banyak supaya tidak memikirkan masalah ini meskipun kadang-kadang responden merasa senang dapat istirahat dengan baik. g. Family and Friends Responden mempunyai hubungan yang tidak begitu dekat dengan keluarga pasangannya. Responden juga tidak meminta bantuan dari keluarga pasangannya dan tidak mau mencampuri urusan keluarga pasangannya, tetapi responden tetap memperhatikan, menjaga dan melakukan kewajibannya sebagai menantu. Hubungan responden dengan teman-teman juga tidak begitu baik karena responden tidak mempunyai waktu untuk berinteraksi dengan teman-teman. Responden merasa tidak nyaman jika berinteraksi dengan keluarga temannya karena responden tidak bersama pasangannya. h. Children and Parenting Responden tidak merasakan adanya masalah dalam mengurus anak karena anak responden tidak pernah menyulitkan responden. Ia saat ini mengambil semua peran dalam pengasuhan anak karena pasangan responden merasa respondenlah yang lebih memahami anak mereka. Aktivitas anak responden lebih banyak dihabiskan dengan pelajaran tambahan, responden juga tidak pernah mengkhawatirkan masalah pendidikan anaknya, karena pada dasarnya anaknya sangat memperhatikan masalah pendidikannya. i. Personality Isues Universitas Sumatera Utara Responden dan pasangannya sama-sama egois dan keras kepala, tetapi ketika tidak tinggal bersama responden berusaha untuk tidak bertengkar di telepon meksipun sifat keras kepala dan egois kadang-kadang dapat memicu pertengkaran. j. Equalitarian Role Responden secara umum bertanggung mengurus anak dan pasangannya bertanggung jawab mencari nafkah, namun tidak ada pembagian yang mengharuskan responden melakukan sesuatu seperti istri pada umumnya. Saat ini, responden harus menjalankan semua peran dirinya dan pasangannya sehingga kadang-kadang responden merasa berat dalam menjalani peran tersebut. 3. Gambaran Kepuasan Pernikahan Responden 3 a. Communication Setiap harinya responden dan pasangannya berkomunikasi dengan menggunakan telepon. Ia menceritakan semua hal yang dilakukannya bersama anak-anaknya pada pasangannya dan biasanya ia dan pasangannya menceritakan mengenai kesehatan, pekerjaan, barang-barang kebutuhan pasangannya. Responden merasa cukup senang dengan komunikasi di antara mereka karena meskipun jauh, ia tetap dapat berkomunikasi dengan lancar dan dapat mengontrol kebutuhan pasangannya. Secara umum menurut Laswell 1991 komunikasi responden dan pasangannya mencakup aspek keterbukaan, kejujuran dan kemampuan mempercayai satu sama lain. b. Leisure Activity Universitas Sumatera Utara Responden lebih menyukai menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya karena ia dapat saling berbagi dan pasangannya dapat membantu membereskan hal yang dilupakan responden. Responden tetap berusaha kuat ketika tinggal sendirian dan tidak ingin anak mereka menjadi sedih karena tidak dapat menghabiskan waktu dengan ayah mereka. Responden menggunakan waktu sebaik-baiknya ketika pasangannya pulang ke rumah dengan menghabiskan waktu bersama responden dan anak-anak mereka. c. Religious Orientation Responden merasa dirinya menjadi lebih dekat ke agama dan menjadi memandang suatu masalah secara positif ketika berjauhan dengan pasangannya. Ia merasa dengan membaca Firman dirinya menjadi lebih kuat dalam menghadapi masalah yang ada dan percaya bahwa cobaan yang diberikan tidak akan melebih kemampuannya. Bagi responden agama memberikan kesejahterahan secara psikologis dan dukungan sosial diantara pasangan. d. Conflict Resolution Responden merasa masalah yang dihadapinya saat ini adalah tidak bisa saling berbagi cerita dengan pasangannya dan juga masalah anak sulung mereka yang mulai beranjak remaja. Ia mengatakan terkadang merasa puas dengan penyelesaian masalahnya tetapi terkadang tidak puas karena masalah lain yang muncul. Responden kadang-kadang Universitas Sumatera Utara mengharapkan pasangannya dapat membantunya tetapi akhrinya dia harus sadar bahwa ia hanya bisa menyelesaikan sendiri. e. Financial Management Responden merasa keuangan keluarga saat ini baik. Pasangan responden memberikan kepercayaan kepada responden untuk mengurus keuangan keluarga sejak diawal pernikahan. Responden yang mendominasi dalam hal mengurus keuangan tetapi tetap mendiskusikannya pada pasangannya jika ingin menginvestasikan uang mereka. f. Sexual Orientation Responden mengatakan bahwa aktivitas seksualnya dengan pasangannya tidak bisa sesering pasangan pada umumnya, namun responden dan pasangannya percaya bahwa kepuasan seksual tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga dari segi kualitas. Responden saat ini juga percaya pada pasangannya karena kepercayaannya dan pasangannya tentang dasar pernikahan dan kepribadian pasangannya yang jujur. g. Family and Friends Responden mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maunpun teman-temannya. Responden mempunyai mertua yang telah menganggapnya sebagai anak perempuan sendiri. Saudara responden dan pasangannya juga sangat mendukung responden yang mempunyai pernikahan jarak jauh. Responden dan teman-temannya saling membantu satu sama lain, tetapi responden tidak mau menceritakan masalah Universitas Sumatera Utara pribadinya kepada teman-temannya. Keluarga dan teman-teman responden tidak menolak kehadiran responden tanpa pasangannya tapi kadang- kadang responden merasa kecil hati ketika dia harus sendirian dan melihat keluarga lain dan teman-temannya dapat berkumpul bersama pasangannya. h. Children and Parenting Respondenlah yang saat ini mengambil peran dalam mengasuh anak tapi ia juga kadang-kadang meminta pendapat pasangannya. Responden kadang-kadang merasa kesulitan mengurus anaknya apalagi ketika anaknya sedang bertengkar, tetapi masalah anak belum pernah membuat ia dan pasangannya bertengkar. Responden biasanya akan memberitahukan pasangannya dan pasangannya yang akan menasehati anak mereka. i. Personality Issues Responden menilai pasangannya sebagai orang yang pendiam dan terlalu penurut, sehingga dalam keluarga ataupun pekerjaan dimana seharusnya pasangannya bertindak keras namun pasangannya hanya diam saja. Responden menerima sifat dan kepribadian pasangannya karena ia tahu bahwa tidak ada orang yang sempurna di dunia ini dan responden juga berusaha melihat kekurangan pasangannya dari sisi positifnya. j. Equalitarian Roles. Pasangannya merupakan orang yang fleksibel dan tidak mengharuskan responden melakukan apa-apa. Responden diberikan kebebasan untuk melakukan apapun yang responden rasa baik. Responden juga menerima kalau saat ini peran yang dijalankannya harus lebih banyak Universitas Sumatera Utara dibandingkan pasangannya karena keadaan saat ini memang mengharuskan responden berbuat seperti itu. Gambaran Umum Responden Penelitian Keterangan Responden 1 Responden 2 Responden 3 Nama Putri Marissa Kristin Urutan Kelahiran ke 1 dari 3 ke 2 dari 8 ke 2 dari 4 Usia 27 Tahun 37 Tahun 36Tahun Masa Pacaran - 7 Tahun 2 Tahun Usia saat menikah 24 Tahun 27 Tahun 25 Tahun Lama pernikahan 2.5 tahun 10 tahun 11 tahun Jumlah anak 1 1 3 Suku Batak Jawa Tionghwa Batak Pendidikan S-1 S-1 S-1 Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Pegawai Swasta Alasan Comuter marriage Sebelum menikah pasangan responden telah bekerja di luar kota sebagai pegawai negeri sehingga tidak mungkin bagi pasangan responden untuk pindah dalam waktu dekat. Pasangan responden diberikan kesempatan untuk menjadi manager sebuah restauran di Amerika Serikat dengan pekerjaan yang lebih terarah dan penghasilan yang lebih besar. Pasangan responden memang berkarir di bidang perkebunan selain itu juga dikarenakan kondisi pekerjaan pasangan yang berpindah- pindah dan kurangnya sarana pendidikan bagi anak responden di daerah perkebunan. Aspek Kepuasan Pernikahan Communication Responden dan pasangannya tetap senang ketika Responden berkomunikasi dengan menggunakan telepon Responden dan pasangannya melakukan Universitas Sumatera Utara Leisure Activity Religious Orientation berkomunikasi meskipun hanya bisa menggunakan telepon dan internet email. Responden merasa tidak ada hambatan dalam komunikasi tidak langsung tersebut karena responden dan pasangannya tidak pernah curiga satu sama lain. Responden merasa sedih dengan waktu senggang yang dilalui sendirian karena tidak dapat saling berbagi dan tidak dapat menghabiskan waktu bersama psangannya. Responden lebih menyukai menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya, namun hal ini tidak bisa dilakukan karena responden dan pasangannya tidak tinggal bersama. Responden merasa adanya kemajuan dalam beribadah sejak menikah, bahkan pasangan responden selalu mengingatkan dan internet yang dilakukan setiap harinya namun responden tidak menceritakan semua hal pada pasangannya. Responden kadang- kadang merasa lelah dan bosan dalam menjalankan aktivitas di waktu senggangnya karena aktivitas yang berulang-ulang dan dilakukan responden sendirian. Responden mengatakan tidak mempunyai waktu untuk mengurus diri sendiri dan lebih menikmati menghabiskan waktu senggang bersama pasangannya. Responden menjadi yakin dan percaya pada agama yang dianutnya dan merasakan beberapa perubahan dalam diri responden seperti komunikasi setiap harinya dan menceritakan segala hal yang dilakukan responden dan anak mereka. Responden senang dengan komunikasi tidak langsung dengan pasangannya karena meskipun jauh, ia tetap dapat berkomunikasi dengan baik dan tetap dapat mengontrol kebutuhan pasangannya. Responden lebih menikmati menghabiskan waktu senggang dengan pasangannya, namun meskipun begitu ia berusaha untuk kuat dan tidak ingin anak mereka sedih karena tidak bisa menghabiskan waktu bersama ayah mereka. Responden menggunakan waktu sebaik-baiknya ketika pasangannya pulang dengan menghabiskan waktu bersama responden dan anak- anak mereka. Responden merasa dirinya menjadi lebih dekat ke agama dan menjadi memandang suatu masalah secara positif ketika berjauhan dengan Universitas Sumatera Utara Conflict Resolution responden untuk beribadah dan mengajarkan anak mereka untuk beribadah. Responden mengaku menjadi lebih bertanggung jawab kepada keluarga serta lebih ikhlas dan pasrah kepada Tuhan. Masalah yang paling berat dalam pernikahan jarak jauh menurut responden adalah ketika anak mereka sedang sakit. Responden dan pasangannya sama- sama berkomitmen untuk menyelesaikan masalah mereka tanpa melibatkan pihak lain. Responden juga merasa puas dengan penyelesaian masalah yang dilakukan respondan dan pasangannya karena sampai saat ini belum ada masalah yang tidak terselesaikan dan juga karena tetap saja ada salah satu menjadi lebih aktif untuk menjalankan perintah agama dan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan responden makhluk Tuhan. Kepercayaan terhadap ajaran agama juga membantu responden untuk tidak berpikir negatif mengenai pasangannya dan merasakan ketenangan dan ikhlas menyerahkan hidup keluarganya ke dalam tangan Tuhan. Responden tidak mengenalkan dan menceritakan masalah kepada pasangannya, sehingga pasangannya tidak dapat membantu menyelesaikan masalah. Responden dan pasangannya tidak saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama- sama sehingga kepercayaan terhadap satu sama lain sulit terbina. Responden berusaha menyelesaikan masalah sendiri namun dengan cara menghindar dari masalah dengan berusaha melupakan masalahnya. pasangannya. Ia merasa dengan membaca Firman dirinya menjadi lebih kuat dalam menghadapi masalah yang ada dan percaya bahwa pencobaan yang diberikan tidak akan melebih kemampuannya. Bagi responden agama memberikan kesejahterahan secara psikologis dan dukungan sosial diantara pasangan Responden merasa masalah yang dihadapinya saat ini adalah tidak bisa saling berbagi cerita dan masalah anak sulung mereka yang mulai beranjak remaja. Responden kadang-kadang mengharapkan pasangannya dapat membantunya tetapi akhrinya dia harus sadar bahwa ia hanya bisa menyelesaikan sendiri. Universitas Sumatera Utara Financial management Sexual Orientation pihak yang mengalah. Responden merasa keadaan ekonomi keluarganya saat ini cukup stabil Responden dan pasangannya sama- sama membahas mengenai penghasilan, pengeluaran dan investasi mereka. Responden mengaku dirinya selalu mencatat pengeluaran sehari- hari yang dikeluarkan responden dan memberitahu dan meminta persetujuan pasangannya ketika hendak menggunakan uang untuk mengeluaran yang lebih besar. Responden dan pasangannya saling terbuka satu sama lain mengenai kebutuhan seksual dan merasa sedih ketika responden tidak bisa membantu pasangannya untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya. Namun meskipun demikian, responden mengatakan bahwa Responden merasa keuangan keluarganya sudah lebih baik. responden saat ini diberikan kepercayaan oleh pasangannya untuk mengurus keuangan keluarga tetapi biasanya ia akan memberitahukan pasangannya jika ingin menggunakan uang dalam jumlah yang lebih besar. Responden meragukan kesetiaan pasangannya tetapi akan menerima kalau pasangannya berbuat curang. Responden merasa sedih karena tidak bisa memenuhi kebutuhan seksualnya dan pasangannya. Responden merasa keuangan keluarga saat ini baik. Dan pasangan responden memberikan kepercayaan kepadanya untuk mengurus keuangan keluarga sejak diawal pernikahan. Responden yang mendominasi dalam hal mengurus keuangan tetapi tetap mendiskusikannya pada pasangannya jika ingin menginvestasikan uang mereka. Responden dan pasangannya percaya bahwa kepuasan seksual tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga dari segi kualitas. Responden saat ini juga percaya pada pasangannya karena kepercayaannya dan pasangannya tentang dasar pernikahan dan kepribadian pasangannya yang Universitas Sumatera Utara Family and Friends Children and Parenting jarak jauh membuat responden dan pasangannya merasa seperti pengantin baru setiap kali bertemu. Responden percaya bahwa pasangannya mempunyai cara menyalurkan kebutuhan seksual dengan cara yang positif. Responden mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-teman. Responden kadang- kadang merasa cemburu melihat keluarga teman- temannya bisa berkumpul bersama ketika responden tinggal sendirian. Responden bertanggung jawab mengenai anak mereka, sehingga responden harus membuat keputusan mengenai anak mereka, namun responden juga tetap meminta pendapat pasangannya Responden mempunyai hubungan yang tidak begitu dekat dengan keluarga dan teman-teman. Responden kadang- kadang merasa cemburu ketika melihat keluarga lain bisa berkumpul bersama. Responden tidak merasakan ada masalah dalam mengurus anak karena anak mereka merupakan anak yang baik. Ia saat ini mengambil semua peran dalam pengasuhan anak karena pasangan jujur. Hubungan responden dengan keluarga dan teman-temannya baik. Keluarga pasangannya dan keluarganya selalu mendukungnya yang harus menjalani pernikahan jarak jauh. Teman-teman dan keluarga tidak menolak kehadiran responden tanpa pasangannya, tapi kadang-kadang responden bisa merasa kecil hati melihat keluarga lain bisa berkumpul bersama. Responden-lah yang saat ini mengambil peran dalam mengasuh anak tapi ia juga kadang-kadang meminta pendapat pasangannya. Responden kadang- kadang merasa kesulitan mengurus anaknya apalagi Universitas Sumatera Utara Personality Issues Equalitarian Roles mengenai anak mereka. Responden kadang-kadang merasakan kesulitan untuk membuat keputusan mengenai anak mereka terutama ketika anak sedang sakit, meskipun begitu responden merasa anak mereka adalah perekat hubungan dirinya dan pasangannya. Responden tetap menerima kekurangan suami responden, meskipun kadang-kadang merasa sedikit kesal dan merasa bahwa perbedaan itu tidak harus dihadapi dengan kekerasan. Responden berpikir kalau menikah itu belajar menerima kelebihan dan kekurangan masing- masing. Pasangan responden memberikan kebebasan kepada responden untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan responden namun responden merasa respondenlah yang lebih memahami anak mereka Responden dan pasangannya sama- sama keras kepala dan egois tetapi responden saat ini berusaha untuk tidak bertengkar ketika tidak tinggal bersama. Responden bertanggung jawab mengurus anak dan pasangannya bertugas mencari nafkah, namun meskipun begitu pasanganya ketika anaknya sedang bertengkar, tetapi masalah anak belum pernah membuat ia dan pasangannya bertengkar. Pasangannya juga sering membantu responden menasehati anak mereka. Responden menilai pasangannya adalah orang yang pendiam dan tidak keras, sehingga saat diperlukan untuk melakukan sesuatu, pasangannya hanya diam saja. Responden tetap menerima kekurangan pasangannya karena ia tahu tidak ada orang yang sempurna di dunia ini dan juga berusaha memandang kekurangan pasangannya dari sisi positif. Pasangannya tidak pernah memaksa responden untuk melakukan sesuatu. Responden diberikan kebebasan untuk melakukan apa yang Universitas Sumatera Utara responden tetap meminta izin pada pasangannya sebelum melakukan apa-apa. Responden merasa berat dengan peran yang dijalaninya pada saat tinggal berjauhan karena responden harus menjalankan peran ganda bagi anaknya, meskipun begitu, responden tetap ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya dan merasa peran ganda yang dijalani tidak mengganggu aktivitas kerjanya. tidak mengharuskan pasangannya melakukan kegiatan seperti istri pada umumnya. responden rasa baik. Responden juga menerima kalau peran yang dijalankannya saat ini harus lebih besar dari pasangannya karena keadaan yang memang mengharuskan mereka melakukan itu. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN DISKUSI

A. Kesimpulan

1. Istri pada pasangan commuter marriage menerima melakukan pernikahan jarak jauh dengan alasan pasangan mereka mempunyai karir yang lebih baik di sana dan tidak mungkin memaksa pasangan mereka untuk tinggal bersama tetapi harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

2. Berdasarkan sepuluh aspek kepuasan pernikahan yang digunakan sebagai

acuan untuk mengukur kepuasan pernikahan: a. Responden 1 merasa puas pada 8 aspek yaitu aspek communication, religious orientation, conflict resolution, financial management, sexual orientation, children and parenting, personality issues dan equitarian roles. Aspek kepuasan pernikahan yang menjadi hambatan bagi responden 1 adalah aspek leisure activity dan family and friends. b. Responden 2 merasa puas pada 5 aspek yaitu aspek religious orientation, , financial management, children and parenting, personality issues dan equitarian roles. Aspek kepuasan pernikahan yang menjadi hambatan bagi responden 1 adalah aspek communication, leisure activity, conflict resolution, sexual orientation dan family and friends. c. Responden 3 merasa puas pada 7 aspek yaitu aspek communication, religious orientation, financial management, sexual orientation, Universitas Sumatera Utara