Utari Tiba-Tiba Malam Karya Putu Wijaya: Analisis Sosiologi Sastra

ia berjalan perlahan-lahan. Fajar telah membayang. Sunatha berjalan-jalan ke depan orang banyak itu dengan tangan terbuka. Di belakang Sunatha, Subali mengekor seperti kerbau. Dan Sunatha pun meminta maaf kepada seluruh penduduk desa. “Saudara- saudara, kawan-kawan semua, para sesepuh desa, saya dan bapak saya sekeluarga, menyerahkan diri saya untuk diadili oleh desa. Keluarga saya, bapak saya, telah melakukan kesalahan besar terhadap adat, sekarang Hyang Widdhi Wasa sudah menjatuhkan hukumannya. Saya terima semua ini dengan penuh pengertian. Seandainya pun ini belum cukup, izinkanlah saya meminta maaf, atas kekeliruan bapak saya. Juga kesalahan-kesalahan saya sendiri. Hukumlah kami sesuai dengan kesalahan-kesalahan kami, akan tetapi satu permintaan saya, jangan buang kami dari pergaulan desa, berikan kami kesempatan sekali lagi. Ini semua adalah pelajaran berat bagi kami. Dan izinkanlah ibu saya beristirahat dengan tenang. Biar saya sendiri sajalah yang memikul semua ini” Hal.224- 225 Sunatha sangat ikhlas terhadap apa yang telah terjadi kepada keluarganya, khususnya melihat apa yang telah terjadi dalam pernikahannya dengan Utari. Sunatha rela kehilangan Utari, dia pasrah terhadap nasib yang menimpanya. Dan akhirnya Sunatha merelakan Utari kepada Ngurah. Tadinya Sunatha ingin membicarakan masalah mereka dengan Utari dengan baik- baik saja, dan membuat keputusan agar Utari memilih antara dirinya atau Ngurah. Tapi tiba- tiba saja keputusan itu tidak jadi diucapkan oleh Sunatha karena melihat Utari telah berbadan dua. Utari pun dilepas kepada Ngurah. Tadinya ia menyangka ia akan sanggup bicara banyak. Paling tidak ia akan dapat meminta istrinya itu untuk memilih, apakah kembali atau memang membutuhkan perceraian. Sunatha sudah menyiapkan kata- kata yang baik. Dia juga sudah menyiapkan hati yang besar.tetapi begitu melihat perut Utari hatinya jadi ringsek. Ia tidak bisa ngomong lagi. Hal 228

b. Utari

Utari adalah istri Sunatha, dia juga termasuk salah satu dari tokoh utama. Ia merupakan anak tunggal dari keluarganya. Banyak orang-orang dari warga desa yang sangat menyukainya. Mulai dari pemuda desa sampai bapak-bapak yang telah memiliki istri juga menyukainya karena kecantikannya. Ia merupakan bunga desa, tak heran banyak yang menyukainya seperti Sunatha dan Ngurah. Universitas Sumatera Utara Upacara pernikahan Sunatha dilangsungkan dengan sederhana dan mendadak. Banyak orang heran dan bertanya-tanya, mengapa hal tersebut terjadi. Mempelai wanita adalah bunga dalam desa, dipujikan kecantikan maupun kelakuannya. “Ah,” kata seorang istri tua menyindir-nyindir suaminya yang terlalu sibuk memikirkan keajaiban itu, “orang kawin diributkan. Kan sudah waktunya dia kawin daripada dauber-uber banyak orang. Malahan aku aman sekarang Kan sudah dari dulu aku nasehati juga, Utari pasti memilih guru itu, mana mau dia dengan orang bulukan seperti kamu” Hal. 1-2 Utari adalah seorang wanita yang jiwanya terombang-ambing. Pada malam pernikahnnya ia mengatakan kepada Sunatha bahwa ia tidak menyesal menikah dengan Sunatha ketika Sunatha menanyakan hal itu. “Kenapa, kamu menyesal?” Utari menggeleng. Lalu Sunatha membelai tangannya. Jari-jari mereka bersentuhan. Kemudian saling meremas. Ada tenaga yang meledak- ledak di ujung jari keduanya. Sunatha memegang dagu Utari dan mendongakkannya, agar ia bisa menatap mata itu. Hal. 16 Utari juga mengatakan kepada Sunatha bahwa ia berjanji akan bekerja demi hari depan mereka, dan sadar bahwa masih banyak sekali pengorbanan- pengorbanan yang harus mereka lalui dalam membina rumah tangga mereka. Dan Utari juga mengatakan bahwa ia kuat menanti Sunatha. Wanita itu mengangguk lalu menangis. Sunatha mengusap air matanya. “Saya mengerti kenapa kamu menangis. Saya juga menangis dalam hati. Tapi saya mempunyai yanggung jawab. Saya minta supaya kita harus saling percaya mempercayai. Kamu akan percaya kepada saya?” Wanita itu mengangguk. Hal.18 Utari terombang-ambing dan tidak punya pendirian. Setelah Sunatha berangkat ke Kupang, di pelabuhan ia berkata bahwa ia diguna- guna oleh Sunatha dan tidak mau tinggal di rumah Sunatha. Waktu itu Utari tiba- tiba berkata. “Saya mau pulang. Saya tinggal di rumah saja. Saya sudah diguna-guna.” Semua orang terperanjat. “Saya tidak mau Saya mau pulang Saya diguna-guna” Hal. 28 Universitas Sumatera Utara Pada malam yang sama tiba-tiba saja Utari membaringkan kepalanya di pangkuan Ngurah, dan mengatakan bahwa Sunatha wangdu. Tindakan Utari yang seperti ini jelas menggambarkan bahwa Utari sedang terombang- ambing jiwanya. Utari tiba-tiba membaringkan kepalanya dipangkuan Ngurah. Lelaki ini terkejut dan deg-degan. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Terutama karena orang tua Utari juga kelihatan biasa saja. Uteri menangis terisak-isak. Tapi ia mulai bicara. “Dia wangdu Aku tidak mau lagi kesana Aku tidak mau” Hal. 39 Ketika Ngurah membawa Utari berobat di Tabanan, sebenarnya Utari tidak sakit, hanya saja ia ingin lebih lama bersama dengan Ngurah. Tindakan Utari seperti ini jelas menggambarkan bahwa ia tidak memiliki pendirian, ia memilih mendekat dengan Ngurah karena ia telah ditinggal oleh Sunatha yang telah pergi ke Kupang untuk mengajar. Wanita itu memandangi Ngurah dengan kangen. Lelaki itu juga tampaknya rindu, tapi sebagaimana biasanya ia selalu mencoba menutupi perasaan. Ia hanya tersenyum membawa buah-buahan yang segar. Ia duduk di samping Utari. “Sudah baikan rasanya?” Utari mengangguk. “Kalau begitu tidak usah lagi ke dokter. Pulang saja ya?” Utari diam saja. “Bagaimana mau pulang?” “Ya. Tapi rasanya belum baik betul.” Ngurah tersenyum. Ia mengerti. Tak banyak yang harus disembunyikan lagi. Mereka sudah saling menyukai. Hal. 91- 92

c. Subali