Tinjauan Pustaka Tiba-Tiba Malam Karya Putu Wijaya: Analisis Sosiologi Sastra

tersebut dapat kita lihat bahwa telah terjadi adanya suatu kerja sama, dan kerja sama merupakan salah satu bentuk-bentuk proses sosial. Basrowi 2005: 145 mengatakan bahwa secara mendasar ada empat macam bentuk interaksi sosial yang ada dalam masyarakat yaitu kerja sama cooperation, pertikaian atau pertentangan, akomodasi, dan persaingan. Jadi, hubungan antara sosiologi dengan proses sosial adalah dengan memandang bahwa masyarakat adalah mahkluk sosial, yang hidup di tengah- tengah masyarakat yang bersosialisasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang mengalami proses-proses dalam menjalankan kehidupan seperti kerja sama, akomodasi, pertikaian atau pertentangan, maupun persaingan. Hubungan unsur intrinsik seperti yang telah dikemukakan di atas dengan unsur ekstrinsik yaitu proses sosial adalah dengan berangkat dari latar yang memiliki aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh masyarakat secara bersama-sama dengan konflik yang muncul karena adanya pelanggaran terhadap aturan- aturan tersebut yang dilakukan oleh tokoh dalam novel ini merupakan proses yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa kerja sama, konflik, persaingan, dan akomodasi adalah bentuk dari proses sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian hendaklah memiliki objek, karena objek adalah unsur yang paling utama dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti adalah novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya. Berdasarkan pengamatan penulis, novel ini belum pernah diteliti oleh oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara, sedangkan di tempat lain, novel ini sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Sunarti dengan judul penelitian Universitas Sumatera Utara Nilai-Nilai Budaya dalam Novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya: Tinjauan Semiotika httpetd. Eprints. Ums. Ac. Id. Sunarti menelaah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel ini dengan mempergunakan tinjauan semiotika sastra.Menurut hasil penelitian Sunarti nilai- nilai budaya dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya meliputi: 1 Nilai budaya hubungan antara manusia dengan Tuhan percaya kepada Tuhan, suka berdoa, percaya pada Takdir, dan ketabahan, 2 Nilai budaya hubungan antara manusia dengan masyarakat musyawarah, gotong royong, kebijaksanaan, saling menolong, saling memaafkan, dan kerukunan, 3 Nilai budaya hubungan antara manusia dengan alam pemanfaatan alam, 4 Nilai budaya hubungan antara manusia dengan orang lain kerendahan hati, kejujuran, kesabaran, kasih sayang, keramahan, dan rela berkorban, 5 Nilai budaya hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri bekerja keras, kewaspadaan, tanggung jawab, menuntut ilmu, dan keberanian . Selain melihat nilai-nilai budayanya, Sunarti juga melihat bagaimana unsur- unsur yang membangun novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya. Penelitian ini dipergunakan Sunarti sebagai tugas akhir skripsi tesis di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada kesempatan ini dilakukan analisis terhadap novel Tiba-Tiba Malam dari segi sosiosastra, karena karya ini tidak terlepas dari proses-propses sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dengan melihat proses-proses sosial dalamm novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya. Proses-proses sosial tersebut meliputi: 1 kerja sama, yang dilakukan oleh penduduk; seperti merapikan pura, membersihkan selokan, perbaikan jalan, dan kerja bakti yang lain, 2 pertikaian, terjadi antara Subali dengan Utari dan ibunya, antara Sunatha dan keluarga Utari, 3 akomodasi, dilakukan oleh kepala desa yang menyelesaikan konflik yang terjadi antara penduduk desa dengan keluarga Subali. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3. 1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui metode membaca heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre dalam Jabrohim, 2001: 12, dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu membaca dengan jalan meneliti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya.” Pernyataan di atas sejalan dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Pradopo 2001 yang mengatakan bahwa, Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan kenvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasa ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara berurutan. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dari cerita. Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu penelitian yang sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual Moleong dalam Jabrohim ed, 2001: 42. Jadi penelitian ini tidak dihubungkan dengan angka-angka atau penjumlahan. Data yang diperoleh akan dibaca dan akan diseleksi untuk mencari hubungan dan keterkaitannya dengan penelitian. Semua data-data tersebut akan diuraikan dengan metode deskriptif, yaitu menguraikan hasil penelitian secara sistematis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi perpustakaan library research yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku Semi, 1988: 8. Kemudian dari teknik tersebut pengumpulan data tersebut dicari hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialnya. Universitas Sumatera Utara

3. 1. 1 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel, yaitu: Judul : Tiba-Tiba Malam Karya : Putu Wijaya Penerbit : KOMPAS Tebal Buku : 236 halaman Ukuran : 14 x 21 cm Cetakan : I Tahun : 2005 Warna Sampul : Putih, hitam, dan abu- abu Gambar : Gambar seseorang yang sedang sujud dan menundukkan kepala Disain : AN Rahmawanta

3. 2 Sinopsis Novel Tiba-Tiba Malam

Cerita dalam novel ini dimulai oleh tokoh utama yaitu Sunatha, yang baru saja menikah dengan Utari, gadis Tabanan cantik dan bunga desa. Banyak pemuda sampai orang tua yang tidak rela atas pernikahan mereka berdua. Ngurah, misalnya, lelaki muda yang paling kaya, dan satu-satunya orang yang memiliki mobil pada saat itu tidak habis mengerti mengapa Utari mau menikah dengan Sunatha yang hanya seorang guru SMP. Ketidakrelaan para pemuda setempat itu sempat menjadi bahan pembicaraan yang panas yang dilontarkan oleh Renti, pengawal Ngurah, bahwa Utari menikah karena diguna-guna oleh Sunatha. Tentu secara spontan ibu Utara berteriak sedih mendengar ungkapan fitnah Renti tersebut. Universitas Sumatera Utara Sehari setelah pernikahan, Sunatha harus pergi ke Kupang untuk mengajar, dan Utari berteriak histeris tidak henti-hentinya, berteriak seperti orang gila. Dalam teriakannya itu, Utari mengatakan bahwa dirinya telah diguna-guna oleh Sunatha. Karena tangisan dan jeritan Utari membuat meme ibu Utari yang ikut juga mengantarkan Sunatha mulai yakin bahwa ada yang tidak beres dalam pernikahan putrinya. Tidak hanya di Tabanan, sampai didesa Utari terus saja berteriak- teriak. Utari tidak mau tinggal di rumah Sunatha. Karena hal ini, Subali, ayah Sunatha sampai menampar Utari karena sikapnya yang tetap tidak mau tinggal di rumah mereka. Tetapi Utari tetap saja tidak mau tinggal di rumah mertuanya. Utari yang terus berteriak menjadi kesempatan bagi Ngurah dengan alasan berobat Utari diajak ke Tabanan, dan orangtua Utari merelakan kepergian putrinya bersama Ngurah, sehingga akhirnya Utari menyukai Ngurah. Utari dan Ngurah sepakat untuk melarikan diri. Merekapun pergi ke Banyuwangi. Di Banyuwangi, Utari yang masih perawan ditinggalkan Sunatha itu menyerahkan keperawanannya kepada Ngurah, maka semakin lengkaplah penderitaan keluarga Sunatha. Ditambah lagi meme ibu Sunatha yang sudah sejak dulu menderita batuk-batuk, penyakitnyapun semakin parah. Kepergian Sunatha yang hanya sehari setelah pernikahannya membuat warga marah. Sunatha dianggap menyalahi aturan adat dan akan ada bencana akibat kepergian Sunatha. David yang menghasut Subali agar meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang harus mematuhi aturan-aturan, dan lebih mengajak Subali agar hidup instan ternyata berhasil. Subali tidak pernah lagi mengikuti rapat dan melaksanakan kerja bakti. Padahal di desa sedang mengadakan kerja bakti membersihkan pura, selokan-selokan, dan akan membangun desa. Ditambah lagi Subali tidak datang memberikan bantuan pada saat salah seorang dari penduduk desa meninggal. Subali tidak hadir disana.Subali pergi bersama David ke Denpasar. Karena ulahnya Universitas Sumatera Utara tersebut penduduk desa jadi marah. Keluarga Subalipun dikucilkan oleh penduduk desa, dan dikarma dengan tidak boleh mempergunakan fasilitas-fasilitas yang ada di desa, seperti pancuran, dan tanah kuburan, dan yang lainnya.Maka keputusanpun ditetapkan bahwa keluarga Sunatha harus dikarma dikucilkan dari desa. Tidak boleh lewat jalan desa, tidak mendapatkan subak air, tidak boleh mengikuti pertemuan ke pura, mayat keluarganya tidak boleh dikuburkan di desa itu. David, tokoh yang digambarkan pengarang sebagai orang turis yang datang ke desa itu tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya mencatat dan memotret sikap dan perilaku penduduk desa, dan dialah yang mengenalkan Subali dengan dunia luar; tuak, perempuan, dan belenggu desa. Subali yang seharusnya menjadi tulang punggung keluarga, setelah perkenalan dengan dunia luar yang dipengaruhi oleh David menjadi orang yang kehilangan jati diri, malu saat bertemu dengan warga. Untuk mandi di sungaipun ia harus malam hari. Lama-kelamaan Subali menjadi linglung. Suniti yang akhirnya menjadi tulang punggung keluarga; merawat meme dan menanam padi. Suniti melewati semua itu dengan sendirian. Berbulan-bulan keadaan seperti itu. Weda, pacar Suniti akhirnya putus dengannya. Karena keadaan seperti inilah yang akhirnya membuat Suniti menjadi wanita yang kuat dalam menghadapi masalah. Ia tidak mengharapkan lagi akan sikap Ayahnya. Ia pun menjadi gadis yang mandiri. Tetapi sayang, meme akhirnya meninggal. Tidak ada tetangga yang melihat mayat ibunya saat itu karena sikap Subali yang tidak peduli lagi terhadap hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya pada desa mereka. Hanya saudara dekat saja yang datang, itupun dengan cara sembunyi-sembunyi, karena masyarakat desa tidak mau mendapat hukuman jika melihat mayat ibunya. Universitas Sumatera Utara Saat iring-iringan mayat yang hanya dihadiri oleh beberapa orang itu, Sunatha pun akhirnya datang, dan pemakaman harus dilanjutkan. Sunatha pun mengikuti prosesi pemakaman ibunya. Usai di pemakaman, Suniti menceritakan tentang Utari dan Ngurah, ditambah lagi keterangan yang diberikan oleh Weda. Sunatha pun tidak dapat menahan diri. Didatanginya Utari dan terjadilah perkelahian antara Sunatha dan Ngurah. Sikap Sunatha yang seperti itu membuat warga desa simpati pada Ngurah. Akibatnya, mayat ibunya yang sudah dimakamkan itu dibongkar lagi oleh warga dan diletakkan di depan rumah Sunatha. Saat itu keluarga Sunatha sangat sedih melihat mayat meme dibongkar kembali oleh warga. Dengan kerendahan hati, Sunatha meminta maaf kepada warga desa atas apa yang telah diperbuat oleh keluarganya, terlebih terhadap apa yang dilakukan oleh Subali. Subali juga menangis dan meminta maaf kepada warga, dan mayat meme pun dikuburkan kembali oleh warga desa setelah kepala desa menyelesaikan konflik yang terjadi antara keluarga Subali dengan penduduk desa dengan memberikan jalan keluar yaitu memaafkan keluarga Subali dan menerima mereka kembali sebagai penduduk desa. Konflik antara Sunatha dengan Utari pun selesai juga. Akhirnya Sunatha melepaskan Utari ke tangan Ngurah. Pernikahan Utari dengan Ngurah pun berlangsung dengan meriah, dan Sunatha pun kembali ke Kupang. Universitas Sumatera Utara BAB IV PROSES SOSIAL DALAM NOVEL TIBA-TIBA MALAM KARYA PUTU WIJAYA

4. 1 Pendekatan Struktural dalam Novel Tiba-Tiba Malam Karya Putu Wijaya

4. 1. 1 Penokohan

Penokohan atau karakteristik adalah upaya pengarang untuk memberikan gambaran yang utuh mengenai tokoh di dalam ceritanya. Penggambaran watak untuk penciptaan tokoh yang hidup dalam suatu karya sastra sangat tergantung pada penggambaran dari tokoh tersebut. Penokohan itu adalah perwatakan, yaitu mengenai sifat, tabiat, atau perangai tokoh yang terdapat dalam cerita atau drama. Menurut Abrams 1981: 20 watak selalu diinterpretasikan oleh pembaca sebagai pembawaan disertai moral kualitas disposisional pembawaan, sifat yang diekspresikan melalui dialog dan lakon action. Watak itu digambarkan dengan berbagai cara. Diterangkan satu persatu, baik keadaan jasmani dan rohani tokoh. Ciri- ciri watak ini dapat diterangkan dengan tindakan kata-kata serta dapat pula dengan menggunakan lambing literer symbolization Wellek dan Warren, 1956: 219. Berdasarkan pendapat- pendapat di atas ternyata penokohan dapat dilihat melalui keadaan jasmani dan rohani yaitu tokoh, dialog, laku, simbolisme, dan latar. Penelusuran tindakan tokoh dalam wujud dialog, diperkirakan dapat mengungkapkan segala sesuatu mengenai tokoh dan penokohan. Penokohan tidak dapat dilepaskan kaitannya dari masyarakat di mana tokoh berada. Dalam hal ini, sebagai bagian dari masyarakat, tokoh harus benar-benar menganut laku yang dianggap wajar oleh masyarakat yang ditransformasikan pengarang. Pengetahuan pengarang mengenai laku masyarakat yang ditransformasikan melalui tokoh, akan diproyeksikan kembali Universitas Sumatera Utara oleh tokoh. Penelusuran penokohan melalui simbolisme memberi peluang untuk mengetahui lebih jauh mengenai nilai-nilai yang menjadi pedoman masyarakat untuk melakukan sesuatu. Dalam kaitannya dengan penokohan, latar dianggap sebagai kerangka kerja moral bagi pengarang dalam menangani tokoh dan penokohan. Dengan demikian, seorang pengarang harus benar-benar menciptakan penokohan yang selaras dengan latar agar dapat diterima secara wajar. Berdasarkan uraian di atas, unsur penokohan terjaring dalam sebuah sistem jaringan yang menunjang keutuhan struktur karya sastra. Sistem jaringan yang dimaksud dimanifestasikan melalui penokohan dalam wujud dialog, laku, simbol, dan latar. Dilihat dari urutan pentingnya tokoh dalam cerita, dikenal adanya tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama atau protagonist Inggris, main character adalah tokoh dalam karya sastra yang memegang peran pimpinan di dalam drama atau cerita rekaan Panuti Sudjiman, 1984: 61. Lawan tokoh utama disebut antagonis Inggris, antagonist ialah tokoh dalam karya sastra yang merupakan penentang utama dari tokoh utama protagonist. Untuk mengetahui tokoh utama dalam sebuah roman dapat dilakukan dengan tiga cara, pertama dilihat masalahnya tema, lalu dilihat tokoh mana yang paling banyak berhubungan dengan masalah tersebut. Kedua, tokoh-tokoh mana yang paling banyak berhubungan dengan tokoh- tokoh lainnya. Ketiga, tokoh mana yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh yang paling banyak memenuhi persyaratan yang demikian ditetapkan sebagai tokoh utama. Dengan demikian suatu diskusi atau debat tentang yang mana tokoh utama menjadi tidak diperlukan Esten, 1982: 93. Menurut Tarigan 1984: 138 mengatakan bahwa dalam beberapa cerita, lebih-lebih dalam cerita pendek, sering kita jumpai satu tokoh sebagai pusat utama, dan segala kejadian Universitas Sumatera Utara berpusat pada tokoh utama ini; sedangkan pada sementara fiksi, misalnya novel atau roman, tokoh utamanya mungkin lebih dari seorang. Di bawah ini akan dideskripsikan penokohan dari tokoh- tokoh yang ada dalam novel Tiba-Tiba Malam karya Putu Wijaya sebagai berikut:

a. Sunatha